Garis Takdir Adinda (END) βœ“

By Dzikrasiah

109K 9K 494

TELAH TERBIT!! Novel Fiksi Romantis-spiritual ⚠️JANGAN BACA KALAU HANYA MEMBUATMU LALAI!! Al-Qur'an sebaik-ba... More

00. Prolog
S1. - 01. Siapa Dia Sebenarnya?
S1. - 02. Rasa Nyaman
S1. - 03. Traumatis
S1. - 04. Tidur Panjang
S1. - 06. Hanya Milikku
S1. - 07. Teka-teki Kehidupan
S1. - 08. Awal Kehidupan Baru
S1. - 09. Buku Merah Muda
S1. - 10. Pra Perpisahan
S1. - 11. Perpisahan
S1. - 12. Cemburu?
S1. - 13. Belajar Ikhlas
S1. - 14. Pondok Pesantren
S1. - 15. Asrama
S1. - 16. Sebuah Kecelakaan
S1. - 17. Seperti Berbagi Suami
S1. - 18. Keluarga kedua
S1. - 19. Kabar Duka
S1. - 20. Mimpi Yang Aneh
S1.- 21. Ustadz Misterius
S1. - 22. Sebenarnya Sepenuh harapan
S1. - 23. Sepenuh Harapan
S1. - 24. Cobaan Bersama
S1. - 25. PERNIKAHAN
S2. - 26. Hadiah
S2. - 27. Rumah
S2. - 28. Perjanjian
S2 - 29. Akankah Terus Seperti Ini?
S2 - 30. Keluarga Reyhan
S2. - 31. Mesin Jahit
S2 - 32. Jangan Sentuh Dia!
S2. - 33. BENCI?!
S2. - 34. Kembali
S2. - 35. Bisakan Kita Berteman?
S2 - 36. Siapa Tau Jodoh.
S2. - 37. Apakah Alzheimer?
S2. - 38. Tamu Istimewa
S2 - 39. Hadiah dari Tuhan
S2 - 40. Mimpi Aneh 2
S2 - 41. Ini Darurat!
S2. - 42. Tepati Janjimu!
S2 - 43. Kebohongan Reyhan
S2. - 44. Aku Ikhlas Mas!
S2 - 45. Garis Takdir
S2 - 46. Hari Tak Disangka
S2 - 47. Pulangkan Dia!
S2. - 48. Titik Temu
S2 - 49. Assalamu'alaikum, Cinta
S2 - 50. The Last Part
πŸƒEPILOGπŸƒ
KLARIFIKASI
⚠️COMEBACK ⚠️ CERITA BARU ⚠️ BUKAN KAMU YANG KUINGINKAN!!

S1. - 05. Dunia Itu Sempit

3K 255 6
By Dzikrasiah

⚠️ ada sedikit adegan -- kalian boleh skip, kalau kurang nyaman.. ☺️
jomblo harap merapat, eh salah maksudnya harap sabar😂
Jangan lupa pencet tombol bintang 🌟 sebelum baca 😚

🕊️🕊️🕊️

Aku belum mengatakan yang sebenarnya kepada Nisa, aku tahu dia pasti sangat kaget bila tahu apa yang terjadi sebenarnya, aku hanya berpesan ketika di sekolah baru akan memberi tahukannya, karena banyak yang akan inginku ceritakan kepadanya. Dan sia membalasnya.

Nisa

"Ya udah iya, Jaga kesehatan kamu ya!"

Tepat setelah salat Isya,

Aku melihat ke arah Mas Reyhan yang sedang melihat ke arah ponselnya, semenjak tadi dia lebih banyak terdiam tidak terbuka seperti sebelumnya, bahkan wajahnya kembali cuek.

"Mas.." panggilku .

"Apa?" Singkat sekali bukan? Baru beberapa waktu lalu dia terlihat sangat khawatir kenapa sekarang kembali seperti ini? Dingin.

"Jangan marah lagi ya."

"Saya tidak marah kok," ucapannya tanpa ekspresi apa pun dengan pandangan mata tertuju ke layar ponselnya.

"Yang lagi mengajak ngomong itu di sini, loh!" sindirku. Merasa tidak dapat respons positif darinya membuatku sangat kesal.

"Enggak jadi!" aku membalikkan badanku membelakanginya, dia tidak menggubris sama sekali. Sabar Din?!

Aku berusaha memejamkan mataku. Jika saja nanti istrinya pingsan lagi baru dia panik? Keluhku kesal. Aku mendengar bunyi suara ringtone ponselku? Tapi, ketika aku mengeceknya kosong, tak lama aku mendengar mas Reyhan berbicara yang jelas itu bukan untukku sepertinya dia sedang mengangkat telepon.

"BAGAIMANA BISA?!" ucapnya seperti sedikit membentak, dengan siapa dia bicara sampai nadanya tinggi seperti itu?

"Kenapa mendadak?! memang tidak bisa diundur?!" lanjutnya.

Apa yang diundur? Aku jadi penasaran.

"Ya sudah, nanti kalau ada kabar baru tolong kabari saya lagi ya, Waalaikumsalam!"

Aku langsung memosisikan seperti sebelumnya dan kembali memejamkan mataku dan mulai berpura-pura tidur, sepertinya dia mendekatiku kemudian mengelus kepalaku yang masih berbalut hijab biru muda selaras dengan baju rumah sakit yang kukenakan dan berbisik

"Dinda kamu sudah tidur? Din ... sekarang saya benar-benar bingung harus apa? Sebenarnya saya tidak ingin meninggalkan kamu dalam keadaan kamu yang seperti ini."

Aku mendengar seperti napas berat di ujung bicaranya.

"Maafin saya ya Din, untuk sekian kalinya ... Saya tinggal sebentar ke kamar mandi dulu ya. Istirahat yang tenang sayang, semoga mimpi indah."

Dia mencium tanganku cukup lama dan beralih ke keningku dan aku mendengar suara orang yang berjalan ke arah yang jauh tak terasa air mataku tidak sanggup ditahan lagi aku berusaha menahannya agar tidak keluar, namun tangisku justru pecah

"Kenapa kamu minta maaf terus ke aku Mas? Kamu enggak salah, aku yang merasa bersalah kepadamu, aku yang selalu membuat dirimu susah. kita baru satu hari berjumpa tapi kamu sudah dapat masalah karena aku," kenapa hatiku jadi mellow gini?pikirku.

Ponsel itu kembali bergetar. Aku melihat ke arah nakas, sepertinya penting karena dari tadi ponsel yang sedari tadi bergetar dan ternyata mas Reyhan menaruh ponselnya di sana aku penasaran dengan siapa tadi dia berbicara, Perlahan aku membukanya. di sandi? Aku iseng memasukkan tanggal dan bulan lahirku “0805” Yaps, benar?! ada senyum tipis dari sudut bibirku, walau Aku sedikit terkejut dia menggunakan pin dengan tanggal lahirku? aku saja tidak tahu dia lahir tanggal berapa?

Di sana panggilan terakhirnya tertulis Salman Farid aku membuka WhatsApp-nya ada satu hal yang membuatku merasa sangat terkejut pesan panjang yang berinti, mas Reyhan akan kembali lagi dan berangkat dalam waktu 3 hari lagi, haruskah secepat ini?

Aku mengambil napas panjang, terdengar seperti suara kenop pintu dan Aku langsung menutup ponselnya dan meletakkan di tempat semula aku kembali menangis, baru saja aku sedikit membuka hatiku untuk menerimamu mengapa kamu harus pergi secepat ini?

"Din, kamu kenapa kok menangis? Ada yang sakit mau saya panggil dokter. Saya panggil dulu, ya? Tunggu sebentar!" ucapnya sangat panik.

Aku berbalik menghadapnya dengan air mata yang sudah tak sanggup aku tahan lagi lalu memeluknya erat,

"Jangan tinggalin Dinda! Hiks..!"

"Saya tidak akan ke mana-mana kok, sudah ya jangan nangis. Nanti kepala kamu sakit lagi" ujarnya sembari mengusap bagian kepalaku.

"Bohong! Tadi, Hiks.. Dinda enggak sengaja liat WA-nya Mas. Hiks.. Kata teman Mas, Mas mau pergi 3 hari lagi ... Hiks...!" aku memukul dadanya pelan tidak berdaya kemudian Dia kembali memelukku,

"Maafkan saya ... semua ini juga sangat mendadak untuk saya. Yang saya tahunya sekitar 3 Minggu lagi bukan 3 hari tapi ini memang mendak ... Saya juga baru tahu, Din." Tangisku benar-benar pecah di dada bidangnya itu. bukankah ini terlalu cepat untukku?

"Dinda--" lirihku sedikit mengambil napas panjang “Dinda mau ikut Mas aja." aku memandangi wajahnya kutatap matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.

Dia melonggarkan pelukannya dan kemudian menghapus air mataku dengan. Kedua ibu jarinya.

"Bukan saya tidak mau mengajak kamu, tapi kamu masih harus sekolah, kan kata kamu sendiri perempuan itu harus cerdas. Saya yakin istri saya ini cerdas, tidak mengapa ya,, kita sama-sama belajar ikhlas, ikhlas untuk menerima semua ketetapan garis takdir, insya Allah ini yang terbaik."

"Tapi sampai kapan?"

"Insya Allah, akan saya usahakan Ramadhan saya balik, besok kalau kamu udah sembuh kita ke rumah kakak saya dulu, ya?" ucapnya diiringi senyum.

"Iya. Di mana?" Tanyaku yang sudah mulai sedikit membaik.

"Masih daerah rumah kamu kok, satu blok lagi"

"Dekat rumahku? Siapa?" Tanyaku antusias seperti lupa ada yang baru saja terjadi.

"Kamu kenal Ustazah Nadila?"

Aku berusaha berpikir, ustazah Nadila yang berusaha menasihatiku dan menenangkan ku sewaktu aku tidak mau masuk pesantren dulu dan beliau juga sangat dekat dengan bunda.

"Iya aku tahu! Beliau orang yang baik, penuh kelembutan"

"Dia, kakak saya."

"APA?" Seperti ada bom yang memenuhi kepalaku, diriku terkejut bukan main mengetahui apa yang sebenarnya. Tunggu berarti-- "Mas Omnya Haura?"

"Iya saya Omnya Rara kamu kenal?" tanyanya santai, sedangkan aku terkejut bukan main.

Haura itu temanku nama aslinya Haura 'Aini dia biasa di panggil Rara dan dia anak ustazahku di sana namanya ustazah Zaskia dia kakaknya Ustazah Nadila, dia guru mata pelajaran bahasa Arab di sekolahku. Kenapa dunia ini terlalu sempit. Aku jadi ingat beberapa waktu lalu sebelum jadwal per pulangan,

Rasa kantuk itu benar-benar tidak bisa kutahani lagi karena kemarin aku mengetik proposal dana pensi hingga larut malam. aku membelakangi Ustazah Zaskia yang sedang menerjemahkan kitab Durusul Lughoh. Suara ustazah sudah semakin samar di pendengaranku. Aku mulai menempelkan kepalaku di atas meja.

Tiba-tiba teman sebangkuku Hasna dia menyenggolku,"Al ... Bangun sekarang giliran kamu!"

"Apa?" Ucapku samar, aku dari tadi sama sekali tidak memperhatikan Ustazah Zaskia.

"Hayya Alyaa, tarjimi!" Kali ini ustazah mulai angkat bicara

"Yang mana?" Tanyaku berbisik kepada Hasna.

Kemudian ustazah berbicara yang di pendengaranku benar-benar salah

Aku mendengar "Jika, adik ibu menjelaskan perhatikan? Maksudnya?"

Yang sebenarnya isinya adalah

"Jika ada guru yang menjelaskan perhatikan!"

"Apa jika ada adik ibu?" Ujarku spontan seketika suasana kelas menjadi gaduh, Seluruh anggota kelas menertawakanku, hingga aku berpikir apa yang lucu?

"Maklum Bu Alya habis kerja lembur!"

Teriak seorang temanku yang dilanjut dengan yang lain.

"Dia penasaran dengan adik ibu kali Bu! Haha..!"

"Jodohin aja Bu?"

"Hahaha..!"

Teriak teman temanku yang di belakang sambil tertawa terbahak-bahak.

Apa sih mereka itu aku kan hanya salah dengar, gumamku kesal.

"Sudah-sudah! Kamu harus memperhatikan ibu di sini! Bukan adik ibu!"

"Emang Ibu punya adik? Beneran saya enggak tahu Bu!" tanyaku polos. Aduh Dinda, perayaan macam apa itu? Aku tertunduk malu dan sedikit memukul keningku.

Seketika kelas kembali ramai.

"Ya Alyaa, qummii hatta wakta istirohah!" (Alya, Berdiri hingga waktu istirahat!)

Kenakan aku! ucap hatiku, perintah Ustazah Zaskia yang membuatku harus berdiri hingga waktu istirahat,

Itu benar-benar hal yang ter memalukan untukku.

"Hai, kamu lagi pikir apa?"

"Ustazah Zaskia dan Rara sudah tahu?" Tanyaku sambil menatap Mas Reyhan.

"Sudah tahu ... kalau saya telah menikah! Tapi, belum tahu dengan siapa."

"Dinda takut, Dinda tidak diterima sama keluarga Mas."

Rara itu teman seangkatanku, dia mungkin tahu semua keburukan aku yang pemalas, berantakan, tukang tidur, dan banyak lagi. "Ya Allah, bagaimana ini?" Gumamku tertunduk

"Insya Allah akan diterima kok kamu kan pilihan saya." Aku langsung melihatnya, kenapa jawabannya harus seperti itu, membuat hatiku sulit di kondisikan.

"Enggak papa kan kalau Dinda merahasiakan pernikahan kita dari teman-teman?"

Aku harus jujur sama dia kalau aku belum memberi tahu satu orang pun.

"Iya tidak papa, tapi untuk Rara dia berhak tahu kamu sudah jadi tantenya.”

Apa ini sinetron? Kalau sinetron pasti judulnya akan "Temanku, Tanteku!"

"Kenapa, kok diam?"

"Eh, enggak kok. Aku harap Rara dan Ustazah Zaskia tidak memberi tahu ke yang lainnya."

"Kenapa memangnya?"

"Ya ampun Mas, bagaimana nanti kalau para santriwati pada tahu. Pasti aku ditanya tanya tentang kehidupanku. Kenapa masih sekolah? suaminya siapa? Di mana? kenapa? bakal banyak pertanyaan tentang 5W1H dari mereka, aku harus jawab apa?"

"Bilang aja suami saya lagi belajar, saya juga masih mau belajar. Emang ada masalah? Jawab aja seperti itu!"

Segampang itu dia mencontohkan dengan nada yang cuek? Dan datar. Ah.. apa dia tidak mengerti perasaan wanita?

"Ih,, dinda bukan orang yang seperti itu" Aku memasang muka tidak suka dan mengalihkan pandanganku darinya memosisikan tidur yang membelakanginya.

"Hei, kamu marah sama saya?"

Aku tidak menggubrisnya,

"Jangan marah ... nanti cepat tua loh!"

"Siapa yang marah? Dinda tidak marah." jawabku dengan nada kesal.

"Itu artinya marah."

"Lagian, menyebalkan!" gumamku yang sepertinya terdengar langsung olehnya.

"Iya nanti saya telepon Kak Kiya-nya, dan bilang agar ini dirahasiakan"

"Hai, lihat saya!" Dia memegang kedua pipiku dan menatapku, Aku menjauhkan kontak mataku dengan dirinya. "Saya minta maaf, jangan marah lagi. Saya tahu agar kamu tidak marah lagi gimana? Coba tutup mata!"

"Gimana mau tutup ma--"

Cup!

Aku merasakan hal aneh untuk pertama kalinya, ada sesuatu yang tepat menempel di bibirku, membuat mataku membulat sempurna dan spontan aku mendorongnya hingga hampir terjatuh, sementara dia langsung berusaha menahan tawa dan langsung pergi keluar tanpa berkata sedikit pun. Aku memegang kedua bibirku. Tadi ... sangat singkat, saking singkatnya membuat jantungku seperti berhenti bernapas. My first kiss?

Dia yang tiba-tiba muncul dari balik pintu hanya berkata "Lagian kamu lucu kalau lagi marah, Saya izin pergi nyari makan dulu!" dan langsung menutup kembali pintu rapat-rapat.

"MAS REYHAAAAN...!" teriakku semoga tidak terdengar oleh pasien yang lain.

Apa pendeskripsian hatiku rentang dirinya? Aku benar-benar menjadi salah tingkah karena tingkah lakunya tadi aku kembali memejamkan mataku dengan kondisi jantung yang berdenyut kencang.

...

Hingga pagi hari pun tiba aku melihat ke arah sofa ada Mas Rey di sana yang sedang tertidur pulas, aku melihat jam 04.10, 10 menit lagi azan Subuh tidak biasanya Mas Rey belum bangun kemarin saja dia yang membangunkanku. Aku berusaha bangkit dan berdiri dari ranjang rumah sakit ini.

Kemarin sebelum tidur ada perawat yang mengunjungku dan aku memintanya untuk melepas infus yang ada di tanganku aku memberi tahunya bahwa aku baik baik saja. Akhirnya dia pun melepaskannya. Aku jadi bisa bergerak bebas.

"Mas.. bangun udah mau Subuh." aku mengelus bahunya agar dia bangun. Aku menatapnya wajahnya tampak tenang. Aku menyejajarkan tubuhku dengan sofa. Dan memperhatikan kesempurnaan sang Pencipta yang sedang terlelap di depanku.

"Mas bangun.. sayang nanti ketinggalan salat Subuhnya, loh!"

Dia perlahan membuka matanya dan berkata "Coba ulangi!” apa yang harus di ulangi?

"Apa? Sayang nanti ketinggalan salat Subuhnya? Ada yang salah?" Laki-laki ini masih pagi sudah membuat otakku berpikir keras.

"Sayang? kamu panggil saya dengan ... kata sayang? Berarti kamu udah tidak lagi marah, dong!"

"Ih, bukan itu maksud aku kok, maksudnya sayang aja nanti ketinggalan salat Subuhnya"

"Ngeles aja kamu, kalau sayang mah bilang saja tidak usah gengsi"

"Ih, jangan kepedean Mas, masih pagi. Ayo bangun ... sebentar lagi azan!" aku terus mengguncangkan tubuhnya.

"Iya-iya, " dia bangun dan langsung beranjak ke kamar mandi dengan wajah yang kembali datar salahkah ucapku barusan? Padahal aku ingin segera pulang diri sini apa yang harus kulakukan, ah iya aku ada ide. Semoga berhasil! Pikirku.

Pas Ketika dia keluar dari kamar mandi aku langsung memeluknya, ah.. rasanya aku seperti wanita murahan. enggak kenapa-kenapa Din, ini kan suamimu. Semoga Mas Reyhan mau menuruti permintaanku.

"Mas, jangan marah ya!" ucapku lembut dan masih berada di dekapannya.

"Kamu kenapa tiba-tiba memeluk saya? Tadi, katanya saya harus ke masjid."

"Mas rida kan sama Dinda? Dinda enggak mau bidadari-bidadarinya Mas melaknat Dinda karena mas marah sama Dinda," ucapku sambil menyebutnya bibirku dan dia hanya tersenyum sambil memegang daguku.

"Siapa yang akan marah? Kan bidadari saya ada di sini."

"Maafin Dinda ya untuk kemarin, hari ini dan ke depannya."

"Iya ... ya sudah, saya mau ke masjid dulu!" Ketika Mas Reyhan ingin melepaskan pelukannya, aku mencegahnya,

"Tunggu! Mas ... Aku mau pulang! Aku enggak suka rumah sakit. Setelah ini langsung pulang ya..?" rengekku.

"Tapi, kita harus menunggu dokternya dulu."

"Tapi, Dinda mau pulang secepatnya, Mas!" kemudian aku mengeluarkan jurus selanjutnya ya itu membuat mataku berkaca-kaca dan menatap matanya.

"Iya, insya Allah nanti saya usahakan."

Yes, success! Ucapku dalam hati.

"Makasih Mas."

"Imbalannya mana?"

"Sama istri sendiri kok perhitungan! Emang apa? Jangan yang mahal-mahal loh..!"

"Enggak mahal, kok!" Dia menunjuk ke arah pipinya, pertanda ingin aku mengecupnya. Ya Tuhan.. kenapa malah aku yang terjebak permainannya..

Aku terdiam memandangnya intens, "lagi pula belum tentu boleh pulangkan" ujarku dengan memalingkan wajah.

"Ya sudah, kalau tidak mau. hari ini tidak ada yang gratis Adinda" dia mencubit hidungku

"Aw! Sakit mas, lepasin.. iya! tapi kalau berhasil." Gumamku di akhir.

" Benerkah? Ya sudah, akan sangat saya usahakan, assalamualaikum"

Aku mencium punggung tangannya dan menjawab salamnya, kalau dipikir-pikir lucu juga sih aku masuk rumah sakit hanya karena tidak bangun-bangun dari tidur sampai aku di sangka tidak bernyawa lagi. Dia sangat perhatian kepadaku tapi sebentar lagi juga akan kembali pergi. Sudahlah aku harus salat.

Setelah salat aku menunggunya. 06.00 lama juga, pikirku. Aku membereskan barang-barangku yang belum sempat di bawa oleh bunda kemarin karena kemarin bunda hanya membawa koperku, dan aku pun mengganti baju rumah sakit Dengan gamis maroon.

Tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarku, aku langsung menutup wajahku menggunakan cadar. Pintu pun terbuka, Ternyata Mas Reyhan. Aku membuang napas panjang. " Gimana mas?" Dia memperhatikan aku dari ujung kaki hingga kepala

"Kamu udah siap aja? Emang jadi?"

Wajahnya tampak serius

"Ih,, Mas beneran?"

"Haha... Iya kok kamu udah bisa pulang. Maaf ya saya lama tadi habis antri administrasinya dulu"

"Iya Makasih,” aku berusaha mengangkat barang-barangku.

"Tunggu dulu! Imbalannya?"

dia tersenyum licik sambil menunjuk pipi kanannya.

Cup!

bibirku mengecup pipinya. Entah keberanian dari mana. Sebentar kenapa pipinya hangat?

"Badan kamu hangat, kamu sakit? Muka kamu juga pucat?" ujarku Aku sambil memegang wajah dan keningnya. Benar suhunya lebih hangat dari orang normal.

"Tidak, saya hanya kecapaian saja, ya sudah, ayo!" Ajaknya, kemudian menarik tanyaku.

"Tapi kita mumpung lagi di rumah sakit loh mas, kamu beneran gak papa?"

"Iya saya baik-baik saja, ayo!"

Kita pun kembali melanjutkan setengah perjalanan yang tertunda, aku yang masih sedikit merasa lemas langsung tertidur, dan tak terasa hingga sampai di depan rumah Ustazah Nadila, kakaknya Mas Reyhan.

Mas Reyhan membangunkanku dengan menepuk-nepuk pipiku.

"Dinda.. bangun Din.. sudah sampai.."

"Sudah sampai Mas?" Tanyaku yang masih setengah sadar.

"Iya.. ayo!" Dia keluar terlebih dahulu, lalu membuka pintuku dan melepaskan pengamanku, ddan mengajakku masuk ke dalam.

"Assalamualaikum" ucap Mas Reyhan dengan sedikit teriak.

"Waalaikumsalam, siapa?" Terdengar suara teriakan dari dalam

Tiba-tiba ada seorang anak perempuan mungkin usianya menginjak 8 tahun. aku seperti mengenalnya.

"Om! Ummi ada Om!" Dia berteriak seperti sangat kegirangan dengan kehadiran sang om.

"Om, Dijah kangen sama om" ucapnya sambil memeluk Mas Reyhan yang sudah menjajarkan tubuhnya.

"Om juga kangen sama Khodijah, Abang sama adik kamu mana?"

"Di dalam," jawab anak perempuan itu.

"Oh iya, Khodijah kenalin ini Ante Dinda, Tante kamu sekarang," Mas Reyhan mengenaliku ke depannya.

"Aku tahu itu Kak Dinda, aku pernah ngaji sama Kak Dinda, suara Kak Dinda enak!"

"Ya ampun kamu Khodijah yang waktu itu masih kecil? Iya Kakak ingat, sudah besar kamu sekarang." aku terakhir bertemu dengannya sebelum masuk SMA.

"Ya masa ... Kecil melulu, Din!" ucap Mas Reyhan.

Seorang wanita berteriak sepertinya dari arah dapur tepatnya itu adalah kakaknya Mas Reyhan, ustazah Nadila "Masuk saja, Rey!" ajaknya

"Assalamualaikum." ucap kami memasuki rumah itu.

"Waalaikumsalam, eh, Dinda apa kabar?" Ucapnya sambil memelukku dan bertautan pipi ala wanita denganku.

"Alhamdulillah baik Ustazah"

"Jangan panggil Ustazah, lagi! Sekarang saya kakak kamu, panggil Kakak saja!" ucapnya

"Eh iya, Kak"

"Om, main yuk!" Ucap seorang anak laki-laki sambil menarik naik tangan Mas Reyhan, sepertinya itu yang bernama Muhammad anak terbesar Ustazah Nadila

"Rey, bisa tolong anterin Kakak ke sekolah? Kakak mau ada rapat."

"Iya Kak, bisa kok!"

"Mas tapi kamu--?" Cegahku berbisik kepadanya

"Saya baik-baik saja, jangan khawatir."

Jelas-jelas mukanya sudah sangat pucat seperti itu, masih di bilang tidak kenapa-kenapa?

"Hati-hati, ya!" Kenapa firasatku jadi tidak enak.

"Din titip Aisyah sama Hafshah ya mereka masih tidur, kakak bawa Muhammad sama Khodijah doang soalnya," ujar Kak Nadila.

"Iya Kak."

"Kamar saya di atas kalau mau istirahat di sana saja."

"Iya."

Tak lama mereka pergi, tiba-tiba datang seorang wanita berhijab merah muda sembari membawa bingkisan sedikit menggoyangkan gerbang dan mengucapkan salam.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." jawabku

"Ada Mbak Nadila?" Tanyanya.

"Oh, beliau lagi rapat" jawabku

"Kalau Mas Reyhan, ada?" Tanyanya kembali. Kali ini dia menanyakan Mas Reyhan, Siapa dia? Ada hubungan apa dengan Mas Reyhan? Dia memandangiku intens dari atas hingga bawah yang membuatku semakin aneh dengan wanita ini. Dan entah mengapa membuat perasaanku menjadi tidak nyaman.

"Mas Reyhan? Ada perlu apa, ya?"

"Saya mau memberikan ini untuk Mas Reyhan, sekalian mau nitip salam untuk Mas Reyhan" aku pun mengambil paper bag bergambar Teddy Bear, aku mengamati isinya ternyata Sebuah kotak makan, Lengkap dengan susu dan beberapa buah apel.

" Ya sudah saya permisi, as--"

"Tunggu! Sebelumnya terima kasih, namun untuk ke depannya tidak perlu lagi seperti ini."

"Assalamualaikum." Dia pun berlalu pergi dengan langkah sedikit cepat.

"Waalaikumsalam," jawabku yang masih memikirkan siapa dia? Wajar aku tidak mengenalnya karena aku jarang sekali keluar rumah ketika hari libur sekolah.

~~~

.
.
.
.
.
.

siapa itu??😱
setelah di terbangkan di jatuhkan pula😢
🙈 dahlah, Zy mau kabur aja🐌
🤣🤣🤣

Jangan lupa tekan tombol vote 🌟 ya..
makasih dah baca Garis Takdir ❤️

Sudahkah membaca Alquran hari ini?!

Continue Reading

You'll Also Like

12.1K 799 20
jangan lupa tinggalin jejak.... بِسْمِ Ψ§Ω„Ω„ΩŽΩ‘Ω‡Ω Ψ§Ω„Ψ±ΩŽΩ‘Ψ­Ω’Ω…ΩŽΩ†Ω Ψ§Ω„Ψ±ΩŽΩ‘Ψ­ΩΩŠΩ… Artinya:"Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang" Seb...
2.3M 111K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
224K 18K 48
Jika laki - laki yang baik untuk wanita yang baik, boleh tidak jika dirinya yang jauh dari kata baik ini mendapatkan seorang laki - laki yang baik na...
5.5M 293K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...