Happy reading!
Arka menarik kursi didepan seseorang yang sedang tertidur pulas disebuah kafe. Mungkin karna terlalu lelahnya sehingga Ana sama sekali tak terbangun akan kedatang dirinya.
Arka meletakan lengannya dirambut Ana, mengusap pucuk kepala gadis itu. Ana sendiri perlahan pun membuka matanya. Ia mengerjap. Menetralkan cahaya yang masuk pada matanya. Ia saat merasakan sesuatu dikepalanya. Arka tersenyum kecil pada gadis itu.
"Cape banget?" tanyanya.
Ana mengangkat kepala dan badannya perlahan. Ia merentangkan otot-otot sendirnya yang kaku akibat tidur lama dalam posisi tadi. "Kamu kok disini? Udah lama?"
"Baru aja."
Ana mengangguk. Matanya langsung teralih pada sesuatu yang dimakan cowok itu. Arka terkekeh melihat Ana kemudian ia mememberikan es krim itu padanya. "Tadi itu beli buat lo. Kirain nggak bakal bangun. Jadi gue makan."
Ana mendengus. "Enak aja. Ini itu kurang. Abis ini harus beliin lagi pokoknya. Nggak mau tau."
"Iya-iya bawel." Arka menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangan didada melihat Ana memakan es krimnya.
"Jangan cape-cape, Na. Inget, lo belum sembuh total."
Ana melirik Arka sambik terus memakan eskrimnya. "Nggak kok," elaknya.
Arka memutar bola matanya. "Muka lo nggak bisa diajak bohong."
Ana mengangkat dagunya. "Emang gitu ya?"
Arka menghembuskan nafasnya. "Masih lama?" tanyanya.
"Nggak kok. Tadi si udah mau selesai cuma aku malah jadi ketiduran." ia terkekeh kecil diakhir kalimat.
"Tia!" teriak Arka memanggil. Cewek itu menoleh lalu mengisyaratkan dengan dagunya 'apaan?'
"Ana izin pulang duluan ya? Badanya anget."
Tia mengangguk sambil ber oh. "Balik aja gapapa. Udah selesai semua kok," ucapnya.
Arka mengangguk. "Oke, sekarang kita pulang." setelah mengucapkan itu, Arka langsung menarik Ana pergi menuju parkiran.
Ana melotot tajam. "Kamu kok gitu si? Aku nggak enak sama mereka," kesalnya. Arka menghentikan langkahnya kemudian menoleh. Ia menatap datar gadis itu.
"Nanti lagi bisa kan? Lo udah cape banget gini. Lo bukan robot, jangan dipaksaiin."
Ana mendengus. Percuma saja berdebat dengan Arka. Tapi memang apa yang Arka bilang ada benarnya. Beberapa hari ini ia sering melewatkan sarapannya karna terlalu sibuk mengurus acara prom night. Bukan apa-apa. Ana tak genap setahun di SMA Pancasila, ia hanya ingin membuat sesuatu yang berbeda dan berharga diingatanya.
Ana masih memasang raut wajah kesal saat Arka memberikan helm padanya. Setelah Ana naikpun, Arka langsung mrnjalankan motornya untuk pulang.
"Kenapa nggak mau pegangan?" tanya Arka saat dalam perjalanan. Ia membuka kaca helmnya agar Ana dapat mendengar apa yang ia ucapkan.
"Masih marah soal tadi?" tanya Arka saat Ana diam saja. "Gausah dicemberut-cemberutin gitu. Lo jelek jadinya."
"Kalo marah gini, eskrimnya nggak jadi dong?" tanya Arka lagi menggoda.
"Srowbeery, mangga apel——"
"Mauuu!"
"Sory nggak level," Sambung Arka sambil terbahak keras. Ana memukul kuat punggung cowok itu.
"Arka nyebelin!"
"Nyatanya lo suka tuh," civirnya.
Arka terkekeh saat melihat dari kaca sepion meronanya wajah Ana bak kroiting rebus. Ia mengeratkan menarik langan Ana agar memeluk pinggangnya. "Pegangan. Mau ngebut."
"Kemana?" tanya Ana. Ia kemudian menurut dan memeluk Arka erat.
"Kua, halalin elo."
Ana terkekeh geli. "Ay, ay kapten! Gasss!!" serunya bersemangat. Arka pun melajukan motornya lebih kencang dari kecepatan tadi.
***
Ana menoleh saat seseorang duduk disebelahnya. Ia tersenyum penuh arti melihat apa yang dibawa Arka ditangannya. Setelah menerima itu, Ana dengan segera menyantapnya bak anak kecil yang baru memakan eskrim.
"Jangan cepet-cepet. Ntar keselek," Arka memperingatkan. Melihat Ana yang begitu sukanya terhadap eskrim membuat Arka menjadi terkekeh sendiri. Lihat saja bagaimana cara Ana memakan eskrim itu hingga kini pipinya penuh dengan eskrim.
Arka mendekatkan tangannya pada wajah Ana. Mengusap eskrim yang menempel pada bibir Ana pelan sehingga Ana pun sontak menghentikan pergerakannya.
Deg deg deg
Arka tersenyum kecil melihat ekspresi Ana. Ia pun kemudian menjilat eskrim yang tersisa dijarinya.
"Madus ih, kamu," kesal gadis itu sambil memanyunkan bibirnya. Sebenarnya wajahnya sudah memerah sekarang.
Arka terkekeh. "Gapapa lah kan sama pacar sendiri."
Ana mendengus. Saat hendak memakan eskrimnya lagi. Ia membulatkan matanya saat melihat Arka yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya hingga kini wajahnya sudah sangat-sangat dekat dengan wajah Arka. Mungkin, hanya eskrim yang menghalangi bibir keduanya.
Arka melirik mata Ana kemudian langsung menggigit eskrim yang Ana pegang.
Setelah itu Arka segera menjauhkan wajahnya dari Ana. Ana melongo dibuatnya. Ia terkejut saat melihat eskrim ditangannya hanya tinggal setengah. Cewek itu memuluk keras lengan Arka.
"Kamu banyak banget makannya!"
Arka meringis dan terkekeh ssmbil mengusap-usap lengannya. Matanya tetailih melihat sebuah buku disamping gafis itu.
"Ini punya lo?" tanya Arka. Ana mengangguk.
"Abis nulis apaan?" tanya Arka lagi mengambil buku itu.
"Nulis kegiatan yang bakal kita lakuin nanti."
Arka menautkan kedua alisnya. "Nanti kapan?"
"Nanti kalo kita nikah."
Arka mengangkat kedua alisnya. Ia terkekeh sebentar. "Siapa emang yang mau nikah sama lo?"
Ana melotot. Mengambil buku itu kemudian memukulkan nya pada kening Arka. "Jahat banget si."
Bukannya meringis. Cowok itu malah tertawa membuat Ana semakin mendengus. Setelah menghabiskan eskrim yang tersisa, Ana tiba-tiba saja menjatuhkan kepalanya dibahu Arka.
"Ar, liat deh." ia menunjuk keatas. Memperlihatkan bagaimana indahnya bintang yang berhamburan disana. Bahkan Ana menggambar satu hewan dari bintang-bintang tersebut dengan jarinya.
"Mau buat janji sama bintng nggak?" tanyanya. Ia mendongak mentap wajah Arka.
Arka menyerit. Ia menutup buku milik Ana. "Janji apa?"
"Janji kalo kita bakal sama-sama terus." Ana menarik tubuhnya kemudian menjulurkan kelingkingnya keatas. "Ayo!" ia melirik kearah Arka. Arka menggelengkan kepalanya kemudian mengikuti seperti apa yang gadis itu peragakan. Menyatukan kelingking mereka.
"Nanti, kalo aku nggak ada. Jangan ngerasa sendiri, ya. Bintang-bintang ini.." Ana menunujuk satu persatu bintang dilangit. "Akan selalu ada buat nemenin kamu. Kalo nanti aku nggak bisa lagi nemenin kamu."
Arka menyeritkan dahinya.
"Kamu jangan berubah ya, nanti bintangnya sedih terus nggak mau muncul lagi."
"Apaan sih Na. Nggak usah ngelantur deh."
Ana menyeritkan dahinya sambil menatap Arka. "Beneran. Bintang yang paling bersinar itu, itu aku. Dan bintang itu nggak akan pernah ilang. Selamanya. Akan selalu dan terus nemenin Arkanya." Ana menujuk salah satu bintang yang paling bersinar diantara bintang yang lainya.
Arka sendiri tak mengerti apa yang gadis itu ucapkan. Apa maksudnya dengan akan selalu menemaninya? Memang gadis itu akan kemana?
"Maksudnya lo mau ninggalin gue?"
Ana mengangkat bahunya kemudian menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi. "Nggak tau si. Belum kepikiran."
"Belum kepikaran? Berarti udah ada niatan?"
Ana menggeleng. "Nggak tau."
Arka mendengus. "Nggak lucu, Na. Dari tadi kamu ngomongnya ngelantur tau nggak."
Ana terkekeh. "Tapi Ar, aku mau nanya serius deh." Ana sedikit membenarkan posisi duduknya.
"Hm. Tanya apa?"
"Kalo nanti kita nggak sama-sama lagi gimana?"
Arka menghentikan pergerakannya. Ia menoleh pada gadis itu. Sementara Ana sudah menunggu apa yang akan cowik itu ucapkan. Arka menarik napasmya dalam sambil menggengam tangan Ana kuat. "Na, aku bersyukur karna Tuhan ngirim kamu dihidup aku. Aku bersyukur kita bisa bersama, menikmati setiap rasa. Perihal akhirnya, kita serahkan kepada Tuhan. Kalo memang kamu ditakdirkan buat aku, sejauh apapun kita melangkah, walau tak bersama. Pasti akan bertemu ditempat yang sama."
"Tapi aku berharap kita akan selalu sama-sama. Karna aku nggak sanggup kalo harus harus ngelawatin hidup tanpa kamu. Kamu tau? Hidup tanpa kamu itu mati. Bahkan aku lebih baik dihadapkan dengan kematian dari pada harus menglewatin hari tanpa kamu disamping aku." ucap Arka sungguh sambil menatap kedua mata Ana.
Tbc.
Si tukang modus.
#dirumahaja pada ngapain nih?
Oh iya, siap menuju ending?
Stay save dan sehat selalu kalian! Love you tomatttt! ❤️