Hello Dr. Jack

By riniermaya

53.1K 2.4K 182

Cerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokt... More

Prolog
1. Janu Bayuaji
2. Poli Penyakit Dalam
3. Nervous
4. Pertemuan
5. Gombal
6. Perjodohan
7. Calon Istri
9. Buaya Darat
10. Janji
11. Kenalan
12. First Kiss
13. Pertengkaran
14. Lamaran
15. Dua Keluarga
16. Kisah Masa Lalu
17. Baikan
18. Belajar Masak
19. Usaha
20. Rendang
21. Ketahuan
Promosi Buku

8. Pedekatan

2.1K 118 7
By riniermaya

Mobil berhenti di sebuah rumah mungil tetapi asri. Janu baru saja mematikan mesin, ketika seorang wanita patih baya keluar dengan tergesa-gesa dan membuka pagar.

"Ini pasti calon ibu mertua," batin Janu.

Keluarga Nadine terlihat sederhana tetapi berkecukupan. Janu yakin mereka pasti tidak punya ART, karena itu mamanya yang membukakan pintu.

"Mama gak usah gitu juga kali," sungut Nadine saat keluar dan menghampiri mamanya.

"Mama pengen liat, siapa cowok yang nganter kamu pulang," bisik Ratih.

"Mama jangan norak, deh," ucap Nadine sembari memberi kode agar mamanya diam saja.

"Siapa dia? Kamu belum ngenalin ke mama."

"Saya Janu tante."

Tiba-tiba saja Janu menghampiri dan memperkenalkan diri. Dia meraih pungung tangan Ratih dan menyalaminya dengan hormat. Hati wanita paruh baya itu langsung meleleh. Apalagi sosok yang mengantar putrinya sangat tampan.

"Masuk dulu, yuk. Tante lagi bikin cemilan enak," tawar Ratih.

"Makasih, Tante. Tapi kayaknya saya langsung pulang. Udah mau gelap," tolak Janu halus.

Janu menjadi sungkan jika berlama-lama di sana, mengingat Nadine yang terlihat tak senang saat dia beramah-tamah. Dia tidak tahu, padahal gadis itu malu melihat kelakuan mamanya yang terlalu bersemangat.

"Lain kali kalau gitu. Kalau ke sini lagi."

"Iya, Tante. Kalau begitu, saya per--"

Ucapan Janu terhenti saat suara perutnya berbunyi. Nadine menahan tertawa saat mendengarnya. Sedangkan lelaki itu hanya bisa pasrah ketika tubuhnya tidak sehati dengan ucapan. Dia lapar.

Ratih menutup mulut karena terkejut, lalu dengan cepat mengambil inisiatif.

"Ayo, masuk dulu. Tante barusan bikin ikan bakar sama lalapan. Enak, deh."

Ratih menarik lengan Janu agar segera masuk. Sejak tadi mereka berdiri di depan pagar. Bahkan masuk ke halaman juga tidak.

Nadine akhirnya pasrah dan mengekori mereka. Sementara Janu asyik berbincang dengan mamanya. Mereka terlihat begitu akrab, seperti sudah kenal lama.

***

Suasana di ruang makan terasa canggung. Tidak ada satu orang pun yang bicara sedari tadi. Janu melirik ke arah Nadine. Namun, gadis itu cuek dan tetap makan dengan santai dan mengabaikannya.

"Nabil mana, Ma?" Suara menggelegar Raka mengagetkan semua orang.

Sendok makan Janu terjatuh karena gugup. Dengan cepat-cepat dia mengambilnya. Untunglah, Ratih begitu baik, sehingga segera menggantinya dengan yang baru.

Janu mencuri pandang ke arah Raka. Lelaki paruh baya itu hanya menatapnya sebentar kemudian melanjutkan makan. Nadine bukannya menolong, malah tersenyum diam-diam.

"Sukurin, makanya jangan ngatain Ndin terus. Tuh, kan digalakin sama papa."

Nadine tertawa jahat dalam hati dan melanjutkan makan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Sejak Janu datang, papanya sudah terlihat tidak senang. Apalagi saat mamanya mengajak laki-laki itu makan malam.

Janu tentu saja merasa tidak enak hati. Namun, Ratih tetap memaksa. Lagipula dia memang lapar berat. Namanya rezeki tidak boleh ditolak, walaupun awalnya dia sempat jual mahal.

"Ke rumah temannya, Pa."

Saat menjawab, Ratih mengambil sebuah sendok lalu mengambilkan tambahan lauk untuk suaminya. Tangannya cekatan sekali. Sementara Raka masih mengunyah makanan dengan santai.

Janu teringat akan mamanya sendiri, karena mirip saat melayani suami makan. Hanya saja mamanya lebih bawel, senang bercerita apa saja. Bedanya, papanya lebih asyik, tidak galak seperti Raka.

Tatapan mata Janu beralih ke arah Nadine, kemudian mengulum senyum. Rasanya gugupnya berangsur hilang, ketika membayangkan bahwa gadis itu akan melakukan hal yang sama untuk anak-anak mereka kelak. Entah mengapa pikirannya sudah berkelana hingga jauh ke sana.

"Jam berapa Nabil pulang? Jangan kemalaman," tanya Raka lagi.

"Gak ngabarin, Pa."

"Telepon sekarang. Suruh pulang."

Ratih menghentikan makan dan berkata, "Biarin aja, Pa. Sekali-sekali juga."

Ratih merasa kasihan karena anak-anak mereka sering dilarang banyak hal. Namanya masa remaja, putranya pasti ingin bermain. Lagipula, Nabil dan Nadine tidak pernah berbuat yang aneh-aneh selama ini. Mereka anak baik-baik.

"Ini udah jam berapa, Ma?"

Suara Raka kali ini meninggi. Suasana di ruang makan ini tiba-tiba menjadi horor.

"Biarin aja dulu. Anak lelaki bebas, kok. Lagian Nabil juga jarang keluar. Dia cuma pengen nonton bioskop sama teman-temannya. Habis itu pulang."

Ratih menjawab pertanyaan itu dengan tenang. Menghadapi suami yang galak memang harus begitu.

"Nadine." Pandangan Raka kini beralih kepada putrinya.

"Ya, Pa."

Nadine menjawab malas. Walaupun begitu, mulutnya tetap saja bekerja, melahap apa saja yang tersedia di meja. Janu sampai takjub dibuatnya, karena satu per satu ikan dan sayur beralih ke piring gadis itu.

"Selesai makan, langsung istirahat." Raka melanjutkan pembicaraan.

Janu membuang pandangan. Ucapan tadi seperti mengusirnya secara halus. Lelaki itu dengan cepat menghabiskan makanan dan meneguk segelas air.

"Eh, Pa. Ini kan masih ada Nak Janu. Masa Papa gitu."

Raka menatap Janu dengan tajam, kemudian bertanya dengan suara yang sengaja dikeraskan.

"Kamu siapanya Nadine?"

Tangan Janu gemetaran saat meletakkan sendok, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.

"Teman, Om."

Saat mengucapkan kata-kata itu, Janu memasang wajah yang serius agar tak dikira main-main.

"Kenal berapa lama?" Alis mata Raka terangkat.

"Hampir dua bulan ini," jawab Janu lancar.

"Serius atau gak?"

Nah, pertanyaan ini yang susah dijawab karena mereka baru saja melakukan pendekatan.

"Serius, Om."

Janu menjawab dengan tegas, lalu melirik ke arah Nadine. Gadis itu tertunduk malu. Dia menggerutu dalam hati. Tadi marah-marah di mobil, sewaktu dibilang serius malah senang. Wanita, hatinya memang sulit diterka dan bisa berubah-ubah kapan saja.

"Memang kamu kerja apa?" Raka bertanya sembari meletakkan sendok.

"Dokter, Om," jawab Janu jujur.

Seketika, wajah Raka berubah sembringah. Senyum merekah di bibirnya, disertai anggukan senang.

"Oh, boleh kalau gitu. Om setuju."

* * *

'Ndin.' Begitulah pesan yang dikirimkan Janu.

Setelah makan malam tadi di rumah Nadine, dia memilih langsung pulang, walaupun kedua orang tua gadis itu tidak berkeberatan dia mengobrol lebih lama.

Janu berpamitan karena merasa lelah setelah seharian beraktivitas. Sejak pagi dia berada di rumah sakit, lalu menemani mamanya ke butik. Dilanjutkan dengan mengantar Nadine pulang, yang berujung dengan makan malam.

'Apa."

Nadine membalas pesan itu. Sebenarnya dia sudah mengantuk, tetapi Janu malah mengajaknya chatting.

'Makasih yang tadi. Masakannya enak
Mama mertua pinter masak ya.

'Iya, dong. Mama.'

Nadine terdiam sesaat. Tadi Janu menyebut mamanya dengan sebutan mertua.

'Nanti gantian, kamu yang ke rumah saya. Makan malam juga.'

'Enggak ah. Malu.'

'Kamu gak mau kenalan sama mama mertua kamu.'

Wajah Nadine merona saat membaca pesan terakhir dari Janu. Ini dokter cinta namanya, pintar sekali merayu.

Nadine merebahkan diri di kasur. Dia tak membalas pesan Janu karena sudah malam. Saat mengecek kembali ponselnya, lelaki itu sudah tidak online. Sepertinya mereka sama-sama lelah hari ini.

Nadine bergerak menuju ke meja rias untuk membersihkan wajah dari sisa make-up. Gadis itu melepaskan ikatan rambut dan membiarkannya tergerai. Untunglah besok hari libur, jadi dia bisa beristirahat di rumah saja.

Sementara itu Janu sudah terlelap di kasur empuknya. Sebelumnya, dia hanya mengganti baju dan mencuci wajah. Setelah chat yang terakhir dengan Nadine, lelaki itu memilih untuk istirahat karena besok masih harus bekerja.

Tidak banyak hari libur bagi para dokter, kecuali saat cuti. Itu juga kadang-kadang masih menerima telepon dari para perawat yang berkonsultasi. Namun, tidurnya kali ini berbeda. Ada senyum di wajah Janu karena bahagia. Nadine, gadis itulah yang menjadi mimpi indahnya malam ini.

Continue Reading

You'll Also Like

3M 44.1K 30
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
16.9M 750K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.3M 35.1K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...