SEBELUM BACA CERITA INI AKU MOHON UNTUK VOTE DAN FOLLOW WATTPAD AKU YAAAA
AKU SAYANG KALIAN. MUAH MUAH MUAH MUAH.
CUS.
You make my heart feel like it's summer
When the rain is pouring down
You make my whole world feel so right when its wrong
That's how I know you are the one
***
Anna masih tidak bisa melupakan kejadian di malam itu. Memang sebenarnya tidak terjadi apa-apa. Tapi bukan Anna namanya kalau tidak overthinking. Akhirnya dihabiskan malamnya dengan tidak tidur dan memikirkan wajah Pak Harry.
Anna tidak bisa melupakan wajah Pak Harry. Sangat tidak bisa. Sepertinya wajah itu sudah terpaku dipikiran Anna.
Tidak bisa dipungkiri lagi. Sepertinya Anna mulai jatuh cinta kepada gurunya itu. Dan juga tetangganya. Yang usianya terpaut jauh, SANGAT JAUH, lebih tua dari dirinya. Anna merutuk, mengapa hal ini bisa terjadi.
Pertama, mengapa dia bisa menyukai Pak Harry?
Kedua, sudah pasti cinta ini akan bertepuk sebelah tangan.
Ketiga, mengapa dia bisa menyukai Pak Harry?
Keempat, sudah pasti cinta ini akan bertepuk sebelah tangan.
Malu sebenarnya bagi Anna untuk mengakuinya bahwa dia telah jatuh hati kepada gurunya. Bahkan untuk memikirkannya saja, pipi Anna bersemu merah. Ia tidak percaya akan apa yang telah terjadi kepada dirinya ini.
Sebenarnya, Anna agak takut untuk menyukai Pak Harry. Takut patah hati, dan ribuan pikiran negatifnya berkecamuk didalam otaknya. Belum lagi kenyataan bahwa hari itu dia, Desi, Dipo pernah memergokinya di Kafe bersamaan dengan seorang wanita. Meski hingga kini, Anna belum mengetahui siapa wanita tersebut.
Anna bersiap ke sekolah dengan hati yang tidak karuan. Dia hanya memakan pisang dan meminum susu. Karena hari ini ada pelajaran Pak Harry, Anna memoleskan lip tint, mencatok rambutnya, mengenakan cardigan berwarna pastel, dan menyemprotkan banyak parfum ke seragam sekolahnya.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Anna menyanyikan lagu yang sedang hits tentang jatuh cinta. Diulang-ulangnya lagu itu hingga Anna sudah hapal liriknya di luar kepala. Satu gerbong KRL hanya menatap Anna yang seperti sedang dimabuk cinta seperti itu.
Sampai dikelas, buru-buru Anna mencari Desi yang terlihat sedang duduk membaca novel sambil mendengarkan lagu lewat airpodsnya. Di bangku sebelahnya, Dipo dan Rohman sedang berbincang-bincang.
Anna langsung mencopot salah satu airpods dari telinga Desi.
"Apa-apaan!" seru Desi begitu merasakan telinga kanannya kosong. Lalu Desi mendengus-endus Anna mencari sumber wewangian yang menyengat hidungnya. "Lo pakai parfum?"
Anna tidak mengidahkan pertanyaan dari Desi dan langsung menyerahkan airpodsnya. "DES gue butuh cerita ke lo. Ini sangat emergency sekali dan cuma lo yang gue percaya tentang hal yang akan gue ceritakan ini."
Desi mendengkus seraya meletakkan novelnya diatas meja. Disimpannya airpods yang tadi dikenakannya ke dalam kotaknya yang kemudian diletakan di dalam tas.
"Kalau lo cerita tentang Pak Suswanto, Na, I swear to God..."
Anna menggeleng cepat. Memang bulan kemarin Anna pernah bercerita ke Desi tentang Pak Suswanto, satpam apartemennya itu. Anna melihat Pak Suswanto berbincang di lobby dengan perempuan muda seumuran Anna. Munculah pikiran-pikiran nakal dalam otak Anna. Setahu Anna sewaktu itu, Pak Suswanto sudah menikah. Anna dan Desi lalu mengintil Pak Suswanto selama seminggu. Hingga kini, mereka tidak mendapatkan jawabannya.
Desi berkali-kali meyakinkan Anna bahwa perempuan itu mungkin hanya penghuni apartemen atau teman Pak Suswanto. Tapi Anna menyangkal, berkata bahwa pasti ia mengenalnya kalau penghuni apartemen. Apalagi usia mereka sepertinya tidak terlalu jauh.
Desi sudah hilang interest sementara Anna sebenarnya masih penasaran.
"Ih bukan! Tapi gue masih penasaran ya sama perempuan itu."
Jari Anna ditaruh didagu. Desi memutarkan mata.
"Tuhkan Na, udah lah. Mau cewe itu selingkuhan Pak Sus, atau apapun, hidup hidup dia ini!"
"Ya juga sih..."
"Terus lo mau ngomong itu doang?" tanya Desi sambil mengerutkan keningnya.
Pipi Anna bersemu merah lagi. Sebenarnya, Anna amat terlalu takut dan malu untuk menceritakan hal ini kepada Desi. Takut Desi akan meledeknya terus menerus. Karena memang sifat Desi yang suka meledek Anna. Belum lagi kalau Desi cerita ke Dipo. Tapi tak tahan jika hanya disimpan sendiri.
Jika dipikir-pikir, seseorang menyukai gurunya itu adalah hal yang biasa. Hal yang wajar malah. Karena mungkin akan membuat seseorang jadi semangat belajar. Awalnya mungkin hanya sekedar kagum, namun lama-kelamaan bisa tumbuh menjadi cinta. Yang tidak biasa jika guru itu telah memiliki keluarga. Karena jatuhnya akan merusak rumah tangga orang. Namun yang perlu diperhatikan adalah peraturan sekolah. Biasanya sekolah melarang adanya hubungan romantis antara sesama guru, atau antara guru dan murid. Karena hal ini akan menunjukan seberapa baik integritas yang dimiliki guru tersebut.
Anna hanya tersenyum malu sambil melihat Desi yang kebingungan. Ia terlalu malu untuk memberi tahu Desi apa yang membuatnya tidak bisa tidur malam itu. Semalam, Anna terus terusan kepikiran tentang perasaan kepada Pak Harry.
"Lo kaya orang gila senyum-senyum sendiri."
Desi meletakan telapak tangannya di kening Anna. Anna buru-buru menepis tangan Desi. "Apaan sih Des."
"Lagian lo aneh. Kenapa?"
Anna tersenyum kembali. "Gue mau cerita tapi maluuuuu."
"Serah lo." Desi menghela nafas berat. Ia kembali mengambil novelnya yang tadi telah ditutup dan dimasukan ke dalam tasnya. Anna melihatnya langsung merebut novel itu.
"Makanya cerita!"
"Iya iya gue cerita. Tapi lo diam aja ya? Jangan kasih tahu siapa-siapa. "
"Kenapa sih?" Desi makin penasaran dengan sahabatnya ini. Anna bukan orang yang bucin.
"I think I'm falling in love, Des."
Desi melotot mendengar penuturan Anna yang secara perlahan dan pelan namun tetap terdengar. Bibirnya langsung menyunggingkan senyuman.
"SIAPA? Gue gak tahu lo lagi deket sama cowo. Kelas ini bukan? Atau anak IPS? Atau jangan-jangan...."
"Pak Harry." kata Anna cepat lalu langsung menutup wajahnya dengan novel Desi.
"TUHKAAAAN!!!"
Tangan Desi menggoncang goncang badan Anna yang wajahnya tetap ditutupi oleh novel yang dimilikinya hingga novel itu terjatuh ke lantai. Anna melanjutkan dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Des!"
"Gue udah mikir ya somehow pasti lo bakal suka sama dia. Secara, kalian tuh satu apartemen. Dia lajang, ganteng, kaya, pintar, sukses, gue tahu kerjaannya bukan ngajar doang. Kalau dia gak kaya, pasti bakal tinggal di kos-kosan dari pada apartemen mewah sekelas apartemen lo," Desi melirik Anna. "Gak usah khawatir sama umur. Mama Papa gue beda 17 tahun aja santai."
Anna menaruh jari telunjuknya di depan bibirnya mengisyaratkan Desi agar diam.
"Deeees bukan cuma itu masalahnya."
Wajahnya berubah menjadi lesu. Seperti tidak ada semangat di dirinya. Anna teringat kembali tentang wanita yang bersama dengan Pak Harry di Kafe waktu itu.
"Terus?"
"Kalau dia udah punya cewe terus bentar lagi kawin, eh, nikah gimana? Lo ingat gak sih waktu minggu lalu? Dia kan sama cewe!"
"Ya terus? Dari mana lo bisa mengambil kesimpulan kalau cewe itu pacarnya? Bisa aja saudaranya, temannya, atau apanya lah!"
Anna menggeleng cepat. "Dia gak punya saudara di Jakarta. Semua familinya ada di Bandung"
Desi mendelik. "Kok lo tau? Udah PDKT yaa pasti." telunjuk Desi menunjuk wajah Anna yang pipinya semakin merona merah.
"Orang Amerika udah susah payah ciptain teknologi bernama Google apa gunanya kalau gak dimanfaatin," Anna mendengkus. "Searching lah!"
Desi tertawa.
"Oke, Bu Anna. Sekarang lo bisa cerita kenapa tiba-tiba lo suka sama Mr. Ezra Fitz?" tanya Desi sambil membawa nama tokoh guru di serial Pretty Little Liars itu.
Anna menghabiskan sisa waktu sebelum bel masuk kelas untuk bercerita kepada Desi tentang malam itu, saat Pak Harry mengatakan hal yang membuat jantung Anna berdegub kencang.
Jangan buat saya khawatir.
Memang perkataan itu mungkin sebagian besar orang yang mendengarnya pasti akan menganggap biasa aja. Tidak lebih. Tidak ada maksud lain. Tapi berbeda dengan Anna. Dengan sentuhan tangan Pak Harry yang mengacak rambutnya yang membuat Anna jatuh hati. Tidak ada opsi lain.
Terakhir kali Anna menyukai orang adalah saat kelas 10, saat baru berteman dengan Desi dan Dipo. Orang yang disukainya adalah murid pertukaran pelajar asal Jordania selama 6 bulan bersama dengan 4 orang temannya. Perawakannya putih, tinggi, wajahnya seperti orang Arab, tulang rahangnya terlihat jelas. Kebetulan orang itu, Tamir, tinggal di kelas Anna. Anna menyukainya karena orang itu lucu, tidak bisa bahasa Indonesia sama sekali. Bahasa Indonesia yang dia ketahui hanya sekedar 'Terima kasih', 'Selamat pagi', 'Apa kabar', dan 'Bakso'. Tamir sangat menyukai bakso. Sayangnya, Tamir udah memiliki pacar di negara asalnya tersebut.
Terakhir kali Anna berpacaran adalah saat dia masih duduk di sekolah dasar. Dan itu adalah pengalaman yang membingungkan karena mereka hanya berkomunikasi lewat SMS, tidak pernah bertegur sapa jika bertemu, hanya senyum saja. Hubungan mereka berakhir karena tidak ada kejelasan dan Anna merasa bahwa mereka masih terlalu kecil. Anna memutuskannya lewat SMS sehari sebelum ujian nasional.
Desi mendengar penuturan Anna dengan seksama. Sesekali dia mengangguk antusias dan senyum sendiri.
"Na, flirting lah!"
"Des, gue kan udah bilang. Gue takut kalau ternyata dia punya cewe gimana?"
"Aduh, An. Selama mereka belum menikah kan gak apa-apa. Lagian yang bilang dia udah punya siapa? Itu kan cuma asumsi gak jelas dari lo."
Anna meringis. "Iya sih. Tapi mereka dekat banget kemarin..."
"HAHAHA lo cemburu?"
Belum sempat Anna menjawab, bel tanda masuk sudah berbunyi. Karena cuaca sedang mendung menuju hujan, hari Senin ini tidak diadakan upacara. Desi dan Anna buru-buru merapikan meja dan mengeluarkan buku paket, buku tulis, dan tempat pensil di atas meja mereka masing-masing.
Pelajaran pertama adalah kimia. Hal ini yang membuat jantung Anna berdetak tidak karuan sedari tadi karena akan bertemu dengan Pak Harry.
Akhirnya, orang yang sedang dalam pikirannya tersebut masuk kelas. Anna menahan nafas karena merasa Pak Harry tampak seribu kali lebih gagah dari pada kemarin.
Desi menyenggol lengan Anna kemudian berbisik. "Siapa tuh."
"Des!"
"Selamat pagi anak-anak." sapa Pak Harry seraya duduk di kursi guru.
"Pagi Pak."
"Semangat pagi Pak Harry!" Siapa lagi kalau bukan Dipo.
Pak Harry yang mendengar jawaban dari Dipo hanya terkekeh kecil. Anna kembali menatapnya dengan kekaguman.
"Bapak sudah koreksi ulangan kalian," Satu kelas langsung menahan nafas. "Namun rupanya tertinggal di meja saya. Bapak bagikan hari Kamis saja, ya?"
Sontak satu kelas langsung menghembuskan nafas mereka dengan lega. Sebagian dari mereka menjawab dengan mengiyakan perkataan Pak Harry.
"Baik kita masuk ke materi selanjutnya tentang senyawa aromatik benzena ya?"
Selama Pak Harry menjelaskan tentang pelajaran yang rumitnya bukan main, Anna bukannya memperhatikan penjelasan malah memperhatikan wajah Pak Harry. Anna senyum sendiri sekaligus malu hanya untuk melihat wajah Pak Harry. Aroma parfum Pak Harry juga tercium hingga ke meja Anna yang membuatnya semakin senang.
Setelah memberi penjelasan panjang lebar, Pak Harry memberi latihan soal sebanyak lima nomor yang telah ditulisnya di papan tulis. Satu kelas disuruh menyelesaikannya di buku tulis dan jika sudah dikumpulkan di meja guru di depan kelas.
Sebelum Pak Harry duduk di mejanya, dia memergoki Anna yang sedang menatapnya begitu lama. Anna buru-buru mengerjakan soal di buku tulis.
"Des, ini gimana jawabnya?" Anna menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal tersebut.
Yang ditanya malah mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Gak tahu. Udah ikutin aja rumusnya. Siapa tahu kita dapet pencerahan." Desi nyengir.
Akhirnya setelah berunding begitu lama dengan Desi, Dipo, dan Rohman, soal yang susah itu berhasil juga dijawab. Anna mengumpulkan buku tulis dia dan ketiga temannya di atas meja Pak Harry. Sebenarnya, Dipo mau mengumpulkan sendiri. Namun ditahan Desi dengan dalih biar cepat dan Desi mau mengajak obrol Dipo.
Anna tersenyum mengetahui siasat Desi untuk mendekatkan dirinya dengan Pak Harry.
"Ini Pak." kata Anna seraya menyerahkan buku tulis sambil tersenyum.
Pak Harry hanya membalasnya dengan anggukan kecil. Anna merasa sedikit sakit hati. Pak Harry menoleh ke arahnya pun tidak. Gurunya itu malah disibukan dengan HPnya yang sedari tadi dimainkannya.
Anna curiga bahwa Pak Harry sedang berkomunikasi lewat pesan singkat dengan wanita yang diyakini adalah pacarnya.
Anna langsung kembali ke tempat duduk dengan raut wajah kesal. Desi yang menyadarinya kemudian bertanya. "Kenapa?"
"Sibuk banget dia sama HPnya."
Desi tertawa. "Aduh Na. Belum jadi pacarnya kok posesif banget? Ya suka-suka orangnya lah mau main HP, mau makan, mau jungkir balik juga terserah."
Anna menatap Desi dengan malu. "Iya juga ya hahaha."
Pak Harry kemudian berdiri. "Baik anak-anak, terima kasih atas perhatiannya hari ini. Untuk tugas ini," Pak Harry menunjuk ke tumpukan buku tulis. "Akan saya koreksi dan akan dibagikan ke kalian hari Kamis sekalian dengan hasil ulangan kalian. Bagi nanti yang remedial, akan dilaksanakan minggu depan pada hari Senin saat pulang sekolah. Soalnya sama seperti ulangan kemarin. Selamat pagi."
"Pagi Pak."
"Terima kasih Bapak Harry yang baik hati dan tidak sombong. Semoga ulangan saya dapat 100 ya, Pak." Dipo menyahut.
"Gak mungkin, man. Lo kan bilang kalau gak jawab dua nomer karena kehabisan waktu. Masa iya dapet 100?" timpal Rohman disampingnya.
Satu kelas tertawa juga dengan Pak Harry.
Dipo mengerutkan bibirnya. "Kali aja ada malaikat yang mau jawabin pertanyaan ulangan gue kemarin."
"Yang ada malaikat ketawa kenapa ini jawaban ulangan umat Tuhan lucu banget!"
Dipo menempeleng kepala Rohman dengan pelan yang dibalas hanya dengan tawaan dari Rohman.
Pak Harry kemudian merapihkan alat tulisnya, dimasukan ke dalam tas kerjanya berikut dengan buku tulis satu kelas. Sebelum keluar kelas, Anna merasa bahwa Pak Harry sempat menatapnya seper sekian detik.
Benarkah? Atau hanya perasaan Anna?
***
Hello semua!
Kembali lagi bersama Ariana di jum'at malam ini. Bagaimana nih kabarnya selama pandemi? Pada baik-baik aja kaaaaan?
Oh iya. Cuma mau memberi informasi. Aku bikin cerita ini berdasarkan kekagumanku kepada seseorang yang jauh lebih tua. Sayangnya, aku nggak tahu apakah orang itu masih hidup atau engga.
Tapi perasaan ini masih sama.
Okaaay, sudah sudah sudah. Jangan dibahas lagi nanti aku kangen. Oke, Ari?
x0x0,
Ariana