PAYUNG & HUJAN

By melkiiimel

18.3K 2.7K 1.1K

[ TAHAP REVISI ] [ HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] "Suka hujan itu boleh, tapi kesehatan lebih penting." Kata... More

PROLOGUE
[01] - Payung Biru Laut
[02] - Teman Baru
[03] - Lelaki Berhoodie Hitam
[04] - Si Gunung Es
[05] - Ribut
[06] - Wafer Dua Ribuan
[07] - Pingsan
[08] - Squidward Galak
[09] - Terjebak Hujan
[10] - Rembulan Yang Malang
[11] - Tragedi Mie Ayam
[12] - Ketoprak Bikin Baper
[13] - Nomor Agam
[14] - Patah Hati
[16] - Surat Dan Pesan
[17] - Turnamen Basket
[18] - Wacana Akhir Tahun
[19] - Momen Di Villa
[20] - Kenyataan Pahit

[15] - Elang Prasetya

436 84 17
By melkiiimel


Sepasang sepatu converse berwarna putih itu berpijak pada tanah untuk menopang berdirinya motor sport yang ditumpangi. Usai jagoannya terparkir dengan rapi diantara motor lainnya, lantas lelaki dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya itu turun dari atas sana.

Sesudah melepas helm si pelindung kepala dan kacamatanya, netra bak elang lelaki itu bergerak menyisir menatap gerbang sekolah SMA Bimasakti. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang tampak begitu menawan, kedua kakinya mulai melangkah memasuki pelataran sekolah yang tujuh bulan lalu pernah menjadi pijakannya.

Bola mata lelaki itu terus bergerak menelusuri setiap sudut gedung sekolah yang sudah banyak berubah. Kehadirannya begitu menarik perhatian para siswa-siswi yang berlalu lalang, beberapa diantaranya berbisik membicarakan lelaki itu.

Sesekali dia tersenyum pada setiap siswi yang menatapnya, lalu membuat mereka semua salah tingkah. Mereka semua pangling dengan lelaki itu yang semakin tampan, tak heran jika dia salah satu most wanted pada masanya.

Karena tak fokus, tiba-tiba lelaki itu tersentak saat tak sengaja menabrak seorang gadis hingga terhuyung, refleks tubuhnya menangkap gadis itu agar tak terjatuh.

Anggap saja seperti adegan film drama romantis yang sukses membuat jantung berdesir. Cukup lama mereka bertukar pandang. Gadis tersebut pun akhirnya menegapkan tubuhnya dan bergerak menjauh.

"M-maaf, gue nggak sengaja." Kata gadis itu sedikit grogi, gadis tersebut adalah Rere. Ia merasa tak nyaman dengan suasananya yang begitu akward.

Lelaki tersebut menggeleng, "gue yang minta maaf, kan gue yang nabrak lo. Lo nggak papa?" Tanyanya memastikan, sorot matanya menatap begitu lekat.

Rere menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "nggak papa. Ya udah gue duluan ya." Rere ingin melesat pergi sebelum semakin canggung, namun mendadak pergelangan tangannya merasa tertahan. Rere menoleh kembali menatap lelaki itu, alisnya tertaut tanda bingung.

"Boleh minta anterin gue ke ruang kepala sekolah? Gue lupa."

"Lupa?"

"Oh ya, gue sebenernya murid lama di sekolah ini. Gue baru balik dari New York setelah tujuh bulan."

Rere termenung, pantas saja ia tak pernah melihat lelaki tampan ini berkeliaran di lingkungan sekolah. Setelah berpikir sejenak, Rere pun mengangguk menyetujui. "Ehm okay, ayo ikut aku."

Senyuman lelaki itu mengembang sempurna, lantas mulai berjalan berdampingan mengikuti langkah Rere.

"Kenalin nama gue Elang Prasetya, panggil aja Ganteng." Lelaki bernama Elang itu mulai mengenalkan dirinya pada Rere sembari tersenyum percaya diri. "Lo nggak kenal gue? Gue salah satu cowok populer disini saat dulu."

Rere menoleh ke arah Elang, "eh? Aku baru dua bulan di sekolah ini."

"Oh, murid baru?"

Rere mengangguk, "aku Claretta Valerie, panggilnya Rere."

Elang memicingkan matanya, "nama lo bagus-bagus Claretta, kenapa di panggilnya Rere? Kenapa nggak Retta aja? Kan bagus tuh."

"Aku dulunya di panggil gitu, tapi banyak orang yang kalau nyebut cuma huruf depannya 'Re' aja. Jadi kalau aku dipanggil nggak nyahut, mereka panggil double dan terbentuklah nama 'Rere'. Semuanya jadi suka manggil gitu, aku pun nyaman dan nggak keberatan." Jelas Rere riang, sifat on goingnya mulai terbuka.

Elang manggut-manggut paham, setelah berjalan mengelilingi sekolah. Akhirnya mereka sampai di depan pintu ruangan kepala sekolah.

"Makasih ya, udah mau nganterin gue."

Rere mengangguk dan tersenyum. "Sama-sama, aku balik dulu ya." Pamitnya dan segera bergegas pergi kembali ke kelasnya.

Elang masih setia menatap punggung Rere yang sudah menjauh, senyumannya sedari tadi tak kunjung memudar. Kalau diakui, Elang cukup tertarik dengan gadis itu. "Claretta ... namanya cantik kayak orangnya." Gumam Elang, sedetik kemudian ia tersadar dari lamunanya dan segera memasuki ruang kepala sekolah.

♡♡♡

"Hah?! Serius lo, Re? Kak Elang balik?"

Rere manggut-manggut meyakinkan. Setelah mengantar Elang, Rere kembali ke kelasnya. Ia pun menceritakan semua kejadian tadi pagi pada Ara. Tentang Elang, lelaki yang katanya baru balik bersekolah setelah pulang dari luar negeri tujuh bulan lamanya.

"Serius lah, aku kan tadi kenalan sama dia. Jadi, dia kakak kelas kita ya? Astaga, aku tadi manggil tanpa embel-embel kakak."

Ara mengangguk. "Asyik, populasi cowok ganteng di SMA Bimasakti nambah lagi!"

"Ganteng sih, tapi masih gantengan Kak Agam."

Ara mendesis tajam sembari menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir, masih saja bucin tingkat akurat! "Kak Agam, Kak Agam terosssss! Inget ga, kemarin apa yang dia lakuin sampai bikin lo mewek ngehabisin tisu toilet buat lap ingus doang?"

Raut Rere mendadak murung, bibirnya mengerucut sebal. "Jangan diingetin lagi dong Ra, kamu makin menggali luka yang aku kubur dalam-dalam." Tentu saja, Rere masih sakit hati mengingat kejadian kemarin, ia berusaha untuk lupa, Ara malah kembali mengungkitnya.

Ara menghela napasnya, "iya deh maaf. Gue cuma mau bilang, kayaknya udah beberapa kali juga udah gue ingetin. Boleh kok naksir, tapi jangan berlebihan nanti malah sakit sendiri. Nah, gini nih, suka kak Agam itu gak gampang Re, susah ngehadepin sifatnya, belum lagi saingan banyak. Lo harus punya mental baja, konsekuensinya ya gini, lo kudu bisa terima."

Rere menundukkan kepalanya dalam-dalam, rasa sesak kembali menyerang dadanya. "Aku kurang apa, Ra? Apa selama ini perhatian yang aku kasih ke dia kurang? Kurang cantik? Baik? Pintar? Kenapa Kak Agam ga bisa suka sama aku? Selama ini aku apa dimata dia? Padahal dia udah nganterin aku pulang, rela dipukul saat ngelawan preman yang kurang ajar sama aku, nerima wafer pemberian aku ..."

"Nggak ada, lo udah perfect. Kak Agamnya aja tuh yang buta perasaan."

"Terus gimana Ra? Perasaan aku masih stuck buat dia ... Aku ga mau nyerah," keluh Rere memelas.

"Iya-iya, gue ngerti." Ara menopang dagunya, "gue jadi inget kata pepatah. Orang nyebelin itu pasti ngangenin."

"Hah? Maksudnya?"

"Ekhem, jadi gini Re. Selama ini lo kan bersikap agresif alias nyebelin di depan Kak Agam. Nah, sekarang lo harus pakai trik ini biar Kak Agam kangen dan berbalik nyariin lo."

"Gimana caranya?"

Ara menatap Rere serius, "jadi lo harus pura-pura dingin sama dia, intinya lo bersikap menghindar dan cuek dihadapan dia. Kita harus buktiin Kak Agam ada perasaan yang sama ke elo apa enggak," saran Ara yakin.

Rere mencerna kata-kata Ara, "kalo dia masih nggak peduli gimana? Aku sendiri yang susah nahan kangen!"

"Lo harus nahan rasa itu semua Re. Cuma beberapa hari aja deh. Kalau dia masih sama aja, yaudah, lo harus bersiap mundur."

Rere menekuk bibirnya, "aku nggak bisa."

"Coba aja dulu Re, kalau lo yang terus-terusan ngejar, itu nggak baik. Prinsip cewek itu dikejar bukan mengejar."

Rere terhenyak, benar juga apa yang diucapkan Ara. Kemudian lamunan-nya terbuyarkan oleh Bu Lilik yang tiba-tiba sudah berada di dalam kelas.

♡♡♡

Elang masuk ke kelas 12 IPA A, kelas yang ditempati oleh Agam. Setelah mengenalkan dirinya, ia pun dipersilahkan duduk. Elang duduk di bangku kosong tepat belakang Agam. Kebetulan, Elang, Agam dan Gavin dulunya adalah satu teman.

Sudah cukup lama Agam dan Gavin lost contact dengan Elang karena dia susah dihubungi saat diluar negeri. Elang menyapa kedua cs-nya yang sudah lama tak bertemu, ketiganya saling berpelukan macho untuk melepas rindu.

"Lang .. Lang, buset dah lu! Balik-balik kagak ngabarin, bikin kaget aja. Betah banget ya di New York? Banyak cewek bohay?" Cerocos Gavin masih kaget.

"Hehe sorry, selama disana gue ga bisa ngabarin karena ganti nomor. Seminggu lalu bokap gue emang udah rencanain balik kesini. Gue ngikut aja, lagian gue kangen suasana Indonesia." Jelas Elang.

"Oalah, gila pangling gue. Makin ganteng aja lo hah? Ngalah-ngalahin gue, pelanggaran ini Lang. Perawatan ya lo?"

Elang tertawa renyah, "ya kagak lah! Sekate-kate, dari dulu gue udah ganteng." Elang melirik ke arah Agam. "Yo, halo pak dokter! Dari dulu ga berubah ya bro, masih datar aja tuh muka."

"Dari dulu lo masih ngeselin aja." Timpal Agam.

"I think Gavin is more annoying."

"Anjay gurinjay, makin lancar aja jadi bule. Pakai sebut-sebut nama gue segala!" Gavin tepuk tangan, tak menyangka temannya itu pintar berbahasa inggris setelah balik dari luar negeri, padahal dulu isi otak Elang sama rata dengannya.

"Ngerti artinya gak lo?"

"Pastinya!" Gavin meringis, "kagak."

♡♡♡

Hari ini kantin tampak terisi penuh oleh lautan manusia. Ternyata penyebab utamanya karena adanya para lelaki most wanted yang berkumpul disana.

Tak lepas memanfaatkan kantin untuk mengisi perut sembari mencuci mata, setidaknya itu yang didengar dari pembicaraan siswi-siswi yang berbisik merumpi. Terutama pasal comebacknya Elang dari luar negeri, membuat mereka berbondong penasaran dengan kabar lelaki itu.

Elang dan Agam memang terlihat menonjol, apalagi mereka dipadukan satu frame, duo maut bagi para kaum hawa itu muncul kembali dan sukses membuat perhatian besar!

Agam yang sebenarnya enggan karena memang notabenya jarang pergi ke kantin, namun tetap dipaksa oleh kedua temannya itu. Sekali-kali pikir mereka, Agam pun menghela setuju.

Rere, Ara dan Mona berjalan memasuki kantin. "Anjir tumbenan banget kantin ramai, pada kelaparan semua kali ya." Celetuk Mona, mengamati seisi kantin dipenuhi oleh siswa-siswi disana.

"Iya nih, kita jadi nggak kebagian duduk. Lo sih pake ke toilet dulu." Geram Ara, Mona pun mendelik pada Ara, "kok jadi nyalahin gue sih!"

"Ish, beneran ga ada tempat kosong ya?" Greget Ara tak sabaran.

"Penuh semua sih, kayaknya kita perlu gabung sama bangku lainnya. Atau nggak, kita balik aja deh," saran Mona.

Ara melotot, tak setuju dengan kata Mona, "nggak mau! Gue laper!"

Rere tak mau menggubris percakapan kedua temannya, netranya terus menelusuri kantin mencari seseorang. Ah, Ketemu! Kebetulan bangku disebelah orang itu sedang kosong, satu kesempatan emas bagi Rere.

"Ara, Mona. Sini ikut aku!" Rere menarik tangan kedua sahabatnya. Ara dan Mona hanya menurut saja. Saat mengerti langkah Rere menuju suatu titik, Ara mengentikan langkahnya, ia menahan Rere untuk datang ke bangku yang dimana ada Agam.

"Lo masih inget trik gue kan?"

Rere menoleh ke Ara, ia mengulum bibirnya. Sebenarnya Rere masih bimbang akan menjalankan trik dari Ara atau tidak.

"Trik apaan dah? Kalian mah gitu, nggak mau ngasih tahu gue." Mona mencebikkan bibirnya kesal. Mendengar itu, Ara mendengus. Kemudian ia pun membisikkan semuanya pada Mona.

"Ohh! Ide bagus tuh, Ra. Bener coba aja dulu, Re." Dukung Mona setuju.

Setelah berpikir cukup lama, Rere menghembuskan nafasnya. Ia pun mengangguk dan kembali melangkah ke bangku Agam.

"Loh katanya iya, kok malah nyamperin sih?!"

Namun terkejut bukan main, Rere malah duduk di kursi kosong samping Elang, padahal jelas kursi sebelah Agam juga tak ada penghuninya. Lebih herannya lagi, Rere menyapa Elang disertai senyuman.

Sesuatu yang menakjubkan!

Apa Rere sudah secepat itu move-on dari pujaan hatinya Agam? Lalu sekarang pindah ke lain hati? Wah gila, cowok inceran Rere selalu tak main-main. Yakin sekali, akan ada percikan api disini, seru nih!

Ara dan Mona yang melihat tingkah sahabatnya hanya melongo, mereka sudah salah kira, keduanya pun menghampiri Rere tergopoh-gopoh.

"Halo, Kak Elang," sapa Rere ramah. Elang sebenarnya satu meja dengan Agam, inilah yang membuat hati Rere bergejolak tak tenang, ia harus berusaha agar tidak memperdulikan Agam yang berada di depannya.

"Loh, Rere kan?" Elang menoleh ke arah Rere, cukup terkejut gadis itu kembali menyapanya. Rere mengangguk antusias. "Aku duduk disini ya, nggak papa kan?"

Elang mengangguk, "Dengan senang hati." Katanya sembari tersenyum yang mampu membuat gadis manapun meleleh.

"Ninggal aja lo!" Gerutu Mona berjalan ke arah Rere. Rere pun menoleh ke arah kedua sahabatnya. Kemudian menampilkan cengirannya. "Hehe, sini duduk. Nggak papa kan Kak?" Tanyanya lagi pada Elang.

"Iya nggak papa, duduk aja."

Ara dan Mona pun duduk dibangku yang telah disebutkan Rere. Suasana tampak akward sekali berada di antara most wanted sekolah. Mereka terus mendapat tatapan sinis, apalagi dari para siswi yang tengah merumpi di sisi kiri.

Sekali-kali Rere mencuri pandang ke arah Agam, dia masih acuh tuh, raut mukanya masih datar banget kayak tembok. Bahkan tak sekalipun lelaki itu menatapnya, melirik saja tidak. Rere merasa tersaingi dengan ponsel Agam.

Ada apa di ponsel itu? Ada Kak Jihan? Dan bunga kemarin, mereka berpacaran? Ugh, rasanya dada Rere kembali sesak. Baiklah, kalau itu maunya!

Ia harus berbuat bagaimana untuk mencuri perhatian Agam?

Rere kembali menoleh ke arah Elang, "kamu, ehm, maksud aku Kakak — Btw, maaf ya soal tadi pagi, aku nggak tahu kalau Kak Elang ternyata kakak tingkat aku. Aku merasa nggak sopan banget manggil tanpa embel-embel 'kakak'."

Elang terkekeh, "gapapa kali. Gue mah nyantai orangnya, manggil terserah pun ga masalah. Intinya jangan manggil 'pak' aja, gue nggak setua itu."

Rere tertawa renyah, "kelasnya dimana, Kak?"

"Dua belas IPA A, sekelas sama Agam." Jawab Elang dan menoleh ke Agam, tak sadar Rere mengikuti pandangan Elang. Membuat netranya bertemu dengan milik Agam, secepatnya ia memutuskan kontak itu dengan berpaling.

Ayo bersikap cuek, Re! Semangat, kamu pasti bisa buktiin!

Padahal dalam batinnya, sudah berteriak kencang, tak bisa dibohongi jika sebenarnya ia sangat merindukan tatapan itu.

"Ehm, jadi kalian akrab?" Tanya Rere penasaran.

"Kita temenan, dari pertama kali masuk SMA. Ya nggak, Gam?" Kata Elang dan hanya mendapat dehaman dari Agam.

Rere cukup terkejut, ternyata ada yang mau berteman dengan Agam selain Gavin. "Ah, gitu ..."

"Ekhem, bagaikan nyamuk ya kita, Mon." Deham Ara tiba-tiba, merasa terkucilkan. Seakan dunia hanya milik Rere dan Elang, dan yang lainnya mengontrak.

"Semprot pakai baygon sini," kekeh Elang. "Kalian temennya Rere 'kan?"

"Iya Kak!" Nah gini dong, hambar banget rasanya gaada yang ajak ngomong. "Aku Ara, kalau disampingku ini si galak, Mona."

"Heh!" Mona melotot sadis sembari menodongkan garpu di tangannya.

"Ampun!" Ara bergidik sembari meringis. "Tuhkan, hehe. Jangan macem-macem pokoknya."

"Salken ya, gue Elang." Kata Elang.

Ara manggut-manggut, menyuapkan mulutnya sesendok nasi goreng. "Iywa Kwak, udwah twau kwok. Kwakak dwulu kwan fwamous dwisini."

Elang tersenyum menanggapi, "biasa aja kok. Temen lo unik ya?" Kekehnya pada Rere. Rere tersenyum lebar, "temen siapa dulu, cantik-cantik juga kan, tapi rada ngeselin sih."

"Lo lebih cantik kok."

"UKHUK," batuk Ara sengaja dengan lantang, menepok-nepok dadanya dramatis. "Bentar, kesedak gue."

"Minum!" Desis Rere, mengambilkan segelas minuman untuk Ara.

Tapi boong! Ara menatap Rere jahil. "Eh, kayaknya gue mencium bau ekhem-ekhem nih ..." Mulai nyala deh kompor Ara.

"Apaan sih lo, ekham-ekhem mulu. Batuk? Minum Konidin sana." Sahut Mona. Bukan sponsor ya ...

"Ck, lemot deh lo. Bukan gitu!"

Agam yang sedari tadi menikmati bakso, merasa terganggu dengan kebisingan orang-orang disekitarnya. Inilah yang membuat Agam tak suka pergi ke kantin, makan pun rasanya tak nikmat karena berisik, apalagi dengan kehadiran ketiga gadis itu. Panas rasanya, ia pun akhirnya memutuskan bangkit dari duduknya.

"Loh Gam, mau kemana lo? Udah selesai?" Tanya Elang heran pada Agam. Agam menghela nafasnya, "gue nggak mood makan." Kemudian melenggang keluar dari kantin.

Rere hanya menatap punggung Agam heran, apakah kehadirannya sangat mengganggu? Sebegitu tak sukanya dia pada Rere?

"Tuhkan Ra, dia tetep nggak peduli ..." Rere menghela napasnya kecewa. Ara menggelengkan tak setuju, "nggak Re. Bisa aja dia lagi cemburu tuh," sanggah Ara, meyakinkan Rere.

"Kamu lagi berusaha hibur aku ya?" Rere mencebik. "Ra, sampai kapan aku cuekin dia? Tadi aja, rasanya udah nggak tahan mau pingsan."

"Minimal seminggu-lah, kalau Kak Agam masih gitu terus. Ya udah, angkat tangan."

Rere menghela napasnya, "oke deh. Tapi selama itu, bantuin selidikin ada hubungan apa Kak Agam sama Kak Jihan. Rasanya hatiku dicebik-cebik kalau inget mereka, ga terima aku Ra."

"Iya, nanti gue bantuin cari informasi."

"Loh, Agam kemana?" Suara Gavin mendadak nimbrung, ia baru saja kembali dari toilet. Datang tak diundang, pulang tak diantar ...

"Dia udah balik ke kelas, nggak mood makan katanya." Jawab Elang. Gavin pun mendengus, kemudian pandangannya beralih ke ketiga gadis didepannya. Terutama pada Mona, gadis menyebalkan yang kemarin menimpuk jidatnya dengan bola voli. "Elo?!"

"Lo?" Mona mendecak keras, "yuk pergi! Gue alergi sama cowok lembek."

"Bangsul, ngeselin bener nih cewek. Jangan panggil gue cowok lembek lagi, kemarin gue nge-gym tuh sama Agam!"

Mona tertawa remeh, "nge-gym doang kan? Udah ada ototnya ga tuh? Sini adu sama gue."

Rere dan Elang hanya melongo, dan Ara yang merasa dejavu yang dengan adegan ini pun geleng-geleng kepala. "Perang dah, perang ..."

- TBC -

Continue Reading

You'll Also Like

2M 124K 85
[PRIVATE ACAK, FOLLOW SEBELUM MEMBACA] __ BELUM DIREVISI Highest Rank 🥇 #1 teenfiction (09/04/22) #1 garis takdir (17/04/22) #1 romance (17/06/22) #...
628K 18.1K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
676K 5.1K 25
di jadikan pembantu di rumah pengusaha kaya raya dan anak dari pengusaha kaya itu jatuh cinta kepada pembantu itu bahkan saat baru awal bertemu ia su...
398K 31.1K 41
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...