E.N.E.R.G.Y [ON GOING]

By astridezza17

2.3K 460 2.2K

Harta, Tahta, Wanita Lebih dari cukup membuat seseorang lupa akan dirinya, menjadikan seseorang sebagai pembu... More

1. Lompatan Kuda
2. Rubuhnya patung Shio
3. Siswi yang gantung diri itu...
5. Pembunuhnya: Orang terdekat?
6. Hanya Umpan
7. Yang berkecimpung
8. Sisi Keabadian ini...
9. Here we go again
10. Banquet
11. Tendangan Maut Renata
12. Kembali
13. Pengusik?
14. Logam dalam Rambut
15. Dua SUV Hitam
16. Tusukan
17. Regrets (1)
18. Regrets (2)

4. Cegah bullying

206 44 220
By astridezza17

"Penderitaan itu menyakitkan ...

Agar tak menyakitkan, akhirkan"

Di tengah gelap. Bibir itu komat-kamit lalu tersenyum pahit.

Pukul 11:00...

Rumah susun Lt.3

Dalam ruangan yang dindingnya bernuansa monokrom putih tulang . Dua sisinya bertengger poster-poster dan kaos bernomor punggung pemain bola dunia yang namanya masih mentereng sampai saat ini. Di salah satu dinding tepat berada di depan tempat tidur, tersusun seperangkat alat elektronik berupa speaker di bagian paling kiri dan kanan, televisi tepat di tengah, dan di samping kanan tv terdapat seperangkat komputer lengkap. Seseorang tengah asyik menatap layar tanpa beralih sedikit pun. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, telinganya tersumpal headphone yang berada di atas kepala.

Prakk

"Ahh, Sial." Orang itu mengumpat sambil membanting headphonenya tepat di atas keyboard.

"Tinggal dikit lagi, malah mati, payah," omelnya pada karakter game yang telah ia mainkan.

Pria itu menggeliat. meregang-regang. Menarik tangan dan badannya hingga ke bagian belakang kursi yang ia duduki sekarang. Roda kursi yang fleksibel itu diputarnya dengan derajat tertentu menuju arah kamar mandi di sebelah kanan, dekat dengan jendela besar menuju balkon. Pria itu berjalan menuju kamar mandi dengan menarik bagian bawah kain baju, memainkannya. Pria itu menguap dengan puas. Ketika hampir menuju pintu kamar mandi pupil itu melebar. Cairan berwarna hitam pekat meleleh dari langit-langit kian menuruni dinding yang berwarna putih. Pria itu bergidik, aroma tak sedap menyeruak, ia langsung menutup hidungnya serapat mungkin.

"WAAAAAA ...," pekiknya.

./-././.-./ --./..

Pukul 10:00

Hari sebelumnya,

Ruang Autopsi

Raihan, Renata, Mirshal, Kholili dan Chairul memasuki ruangan autopsi.

Jenazah masih diperiksa oleh petugas. Sebelumnya, tubuh yang menggantung diturunkan oleh kepolisian. Wajahnya yang pucat pasi terlihat jelas, sebelum mayatnya dimasukkan ke dalam kantong mayat untuk dibawa ke Rumah Sakit.

"Ada sedikit bagian memar bekas tali, tapi juga ada bagian lain yang sedikit nampak jelas ...," terang Chairul.

"Ya, tak ada ciri lain selain ini, tanda yang lebih jelas terlihat yaitu luka memar bekas cekikan jari tangan di sekitar tenggorokkan dekat rahang korban, bisa dipastikan-ini pembunuhan," jelas Kholili.

Kholili berbalik arah ke hadapan tiga orang yang menjadi bagian dari timnya."Kalian sudah jelas kan? maka dari itu, cari siapa pelakunya dan apa motifnya."

Renata dan Mirshal reflek menghadap Kholili, memerhatikan ucapannya dan memberikan jawaban secara serempak. Sementara Raihan hanya menoleh sekejap dan kembali memusatkan perhatian ke tubuh yang telah membeku itu.

./-././.-./ --./..

Pukul 07:30

Mobil SUV hitam melesat cepat di lajur tanpa hambatan.

"Jangan banyak gerak, nanti rusakk ...," omel Renata kepada Raihan. Raihan berdecak, menampilkan wajah sinisnya pada Renata yang duduk di bangku depan.

"Mungkin kau memang cocok Rai, eh-maksudku Laila," timpal Mirshal menyengir. Raihan hanya membalasnya dengan tatapan tajam.

"Kau benar-benar seperti cewek Rai, Beda sama Rena yang meskipun bodinya aduhai, tapi ...."Belum selesai Mirshal menyelesaikan kata-katanya sontak tertahan dengan acungan tinju Renata, meski Renata tak menolehnya.

"Dia itu cowok. Dibalut kulit femininitas," pangkas Raihan.

"LO...." Renata yang jengkel dengan ucapan Raihan hampir menjambak wig yang dipakainya. Alih-alih melindungi Raihan, Mirshal malah mengulurkan tangan ke atas puncak kepala Raihan. Renata bersiul. Reflek.

Raihan tersungut. "Shal ...," kata Raihan datar. Memicingkan mata. Mirshal terperanjat melepaskan rangkulannya secara spontan, membuang muka dari mereka berdua. Menatap ke luar jendela mobil.

Sementara itu, orang yang sedari tadi mendengar dan sesekali melihat tingkah laku ketiga orang di dekatnnya yang terpantul kaca spion atas tertawa tanpa suara.

"Dengarkan ...." Kholili memberi instruksi, "Rai cari info siapa saja yang dekat dengan korban dan apa motifnya, Renata kau selidiki TKP dan sekitarnya yang bisa dijadikan petunjuk, dan Mirshal coba kau telusuri rekaman CCTV sambil melaksanakan tugasmu-" Kholili mengomando ketiga orang tersebut dari seberang sana.

"SIAP," jawab Renata lantang. Sambil melintasi lorong-lorong sekolah yang kini tengah sunyi.

"Siap, 8-6,"sahut Mirshal yang sekarang tengah duduk di pos satpam dengan memegang surat kabar dalam posisi terbalik. Sambil meraih kopi hitam dan satu kaki bersila di kaki yang lain. Bukan kebiasaannya.

Sementara Raihan yang sekarang sudah berada di ambang pintu, menunggu instruksi dari Hida, membenahkan kerah baju dengan microphone dengan chip kamera yang tersemat di ujungnya tanpa menjawab pesan tersebut.

TAP...TAP...TAP

Sesosok gadis melintasi ambang pintu. Masuk ke hadapan murid-murid yang sudah duduk di posisi masing-masing. Dengan sepatu pantofel, stoking hitam panjang membalut kakinya yang jenjang, rok kotak-kotak di atas lutut, kemeja biru, rambut panjang yang melebihi bahu terurai. Hitam. Sehitam jelaga.

Dengan senyum terpaksa Raihan menyapa teman-teman barunya. "Perkenalkan, nama saya L-Laila ... salam kenal." Tolong bunuh aku. Siapa pun. Batinnya meratapi kemustahilan yang terjadi padanya kini menjadi kenyataan.

Terjadi bisik-bisik di antara para siswi dalam ruangan tersebut.

"Can-tik-nya," kata seorang siswi pelan, mengepalkan kedua tangan di depan dada sembari menatapnya dengan mata yang berbinar-binar.

"Kulitnya begitu putih, seperti-ukiran patung marmer saja,wahh."

"Apa benar dia orang pribumi asli? "

"Kurasa tidak, sepertinya dia blasteran, atau imigran?"

Semua orang terpana. Sosok itu amat menawan. Tak lepasnya para siswi itu menghitung angka sebagai barometer nilai kecantikan yang dimiliki oleh gadis di depan kelasnya. Mereka terus menerawang, tak tahu secara pasti angka berapa yang muncul. Yang mereka tahu gadis ini menampilkan energi lain seperti tak seorang pun yang bisa memungkiri bahwa bunga mawar itu memang menawan.

Raihan menegang, melebarkan pandangan ke seluruh ruang kelas itu. Ada apa dengan mereka. Kenapa hawa mereka aneh saat melihatku. Gawat.

Greb

Seseorang yang secara serta-merta mendekati Raihan mengalungkan lengan Raihan dengan lengannya. "Hai Laila, aku Cayla," kata gadis itu lembut. Raihan tersentak, hampir beranjak dari kursi yang menjadi miliknya saat ini.

"Lela, kulitmu mulus banget sih, bikin iri deh."

"Laila, mau gak jadi geng kita?"

"Lai, parfummu merknya apa? Kasih tau dong"

Raihan kelimpungan dengan hujan pertanyaan dari murid di kelas tersebut. Alih-alih tak mau membuat mereka curiga, Raihan malah menjawabnya dengan asal.

./-././.-./ --./..

Pukul 09:30

Kantin

Seperti biasa kantin tersebut menjadi ramai saat jam istirahat tiba. Kantin itu berada di paling belakang kawasan sekolah mereka. Di salah satu sisi kantin terdapat prasmanan dan gerai roti, sementara sisi lainnya adalah meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa.

Uniknya dari kantin ini, selain dari prasmanannya dan etalase dessert dan minuman kekinian yang tersedia. Menggoyang lidah. Terdapat beberapa dekorasi yang membuatnya nampak segar, modern, dan nyaman. Seperti kursi yang memiliki ragam warna cerah yang menyatu dengan meja berkaki baja. Tiang dan langit-langitnya sengaja dicat warna putih agar kontras dengan furnitur yang berada di dalamnya. Membuat kesan luas. Cahaya artificial diletakkan dan ditata dengan cara yang unik. Di bagian dinding yang merupakan muka bangunan diletakkan kaca besar yang fungsinya mengurangi pemakaian cahaya artificial berlebih.

"Bagaimana kabar keluarga cewek itu?" tanya Raihan kepada tiga orang siswi di dekatnya. Mereka tengah duduk di kursi yang mengitari meja pada baris tertentu di kantin itu.

"Mana kami peduli, dia itu orangnya aneh, pendiem banget, kayak nggak pernah mau bersosialisasi," bisik Ros yang berada di samping kanan Raihan.

"Ada yang bilang dia stress karena dibully," tambah Cayla yang posisinya berada di hadapan Raihan.

"Sepertinya dia nggak kuat, terus bunuh diri," Tandas Feli menyimpulkan sambil mengedikkan bahu. Ia kembali menyuap makanannya.

"Oh, begitu."Raihan mengusap dagu. Dilihat dari gerak-gerik mereka, Raihan menduga korban memang asosial, akan tetapi kebenaran masih terasa gelap.

"Kenapa? kepo banget," tanya Jen, penasaran.

"Oh, itu karena teman-temanku di sekolah membicarakan berita yang lagi hitz baru-baru ini," kata Raihan asal.

"Oh, eh ngomong-ngomong masalah Via, kau harus hati-hati sama gengnya Stevany," bisik Cayla sambil mencondongkan badan.

"Kenapa?" tanya Raihan.

"Pokoknya kau harus aware sama mereka Lai, bisa jadi si Via itu bunuh diri karena mereka," jelas Cayla, yang lain mengangguk. Menyetujui.

"Oh oke," kata Raihan sambil tersenyum simpul.

"Sssttt ..." Jen mendesis, "Itu mereka ...." Dengan lirikan mata dan dagu yang digerakan ke suatu arah, mengisyaratkan kepada sekelompok orang yang datang. Stevany dan gengnya. Mereka melintasi orang-orang yang duduk termasuk Raihan dan teman-temannya. Menuju ke seorang siswi yang tengah duduk berhadapan dengan temannya.

Stevany menggebrak meja di hadapan keduanya. Menatap salah satu siswi berkacamata, memunggungi siswi yang lainnya. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu. Membisikinya. Tak terdengar oleh satu orang pun bahkan oleh teman yang berada di hadapannya. Samar-samar Raihan memicingkan mata. Membaca gerak bibir Stevany.

Saat Stevany berlalu, kantin yang sunyi, menegang selama sekian menit kembali ramai. Raihan kembali berbincang dengan orang-orang di hadapannya yang kembali ke kondisi semula.

"Sepuluh menit lagi, gue tunggu di kamar mandi, kalau lo nggak dateng, mati lo. " Pesan itu berhasil di rangkai oleh otak Raihan dalam sekejap.

"Rai, lo di mana? Gue mau ngabarin penting dari Pak Cha, gue tunggu di bekas TKP" kata orang dari seberang sana.

Alis Raihan menekuk. "Ya," jawabnya singkat. Harus banget?, sekarang mau yang mana dulu nih.

Raihan melihat gadis itu meninggalkan temannya, Raihan terperanjat."Ei, boleh tolong izinin aku buat jam pelajaran setelah ini?, aku mau ada urusan sama- " Raihan memutar otak sejenak "... doi nih," kata Raihan nyengir sambil beranjak dari duduknya.

"Uwww, bakal lama? Terus kita bilang apa nih ke guru? kalau ditanya," tanya Jen.

"E ... bilang aku diare mendadak, harus ke IGD, atau perutku sakit, lagi hari pertama," Raihan meringis. Memperlihatkan geliginya yang putih.

"Tenang, Lai, sana pergi," kata Cayla tersenyum. Raihan membalas dengan ucapan terima kasih dan bergegas pergi.

./-././.-./ --./..

Stevany melayangkan telapak tangannya. Mendarat dengan lesat ke pipi seorang gadis. tangannya mengulur dan menapak ke dinding toilet depan bilik paling ujung. Matanya membelalak, menatap tajam seorang gadis yang tengah berada di hadapannya, tubuhnya melekat di dinding. Tersudut. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar menahan tangis.

"Berani lo ganggu pacar gue lagi, lo nggak bakal bisa lari dari GUE!" bentak Stevany,"Oh ya gendut, gue punya obat biar lo bisa nandingin gue. MINUM." Stevany menyodorkan botol berisi cairan. Memaksa.

Brakkk.

Pintu bilik terbuka, membentur dinding. Sekelompok orang yang berada di dekatnya tersentak.

"Stevany, ya, ngomong-ngomong, ngebully itu ada hukumnya lho," Raihan mengambil paksa botol berisi cairan itu. Tersenyum miring. "Ini, minuman apa? Pencahar?" Raihan berpura-pura membaca tulisan di botol itu. Kemudian menenggaknya hingga tandas. "Dia nggak gendut, dia hanya sehat, bagus, gak kayak kalian... heh, seperti kurang gizi," cibir Raihan.

"Sialan lo...." Stevany mengumpat, melayangkan tinju ke muka Raihan akan tetapi lekas ditangkap oleh kepalan tangannya.

Sekarang Stevany yang tersudut Raihan."Bukaanmu terlalu lebar, tinjumu juga salah, tinju itu seperti ini..." Bumm ... Tinju kanan Raihan mendarat ke dinding, tepat di samping telinga Stevany. "Fuh, bagaimana? Mau coba lagi?" Raihan tersenyum pahit, matanya masih menatap Stevany. Membuat Stevany dan teman-temannya merasa ngeri dan serta-merta keluar dari toilet.

"Ma-makasih ya kak," Gadis itu tersipu, "Ka-kakak hebat sekali, t-tapi apa kakak gak apa-apa?" tanyanya, terbata.

Raihan langsung memahami maksud dari perkataannya,"Tenang, aku kuat ko, daann ... panggil aja aku Rai, eh, Laila,ya, hehe." Raihan mengulurkan tangan.

Gadis itu membalas,"Rembulan," katanya lembut sambil tersenyum. Mendengar kata itu Raihan sepersekian detik terpaku yang membuat gadis itu terheran-heran.

"Ah, ya, salam kenal. Maaf, namamu mirip orang yang kukenal." Raihan menampakkan geliginya yang putih, rapi. Membuat gadis itu tersenyum kembali.

Mereka keluar dari toilet dan berjalan ke arah yang berbeda. Gadis itu menuju kelasnya, dan Raihan berpura-pura menuju kelas, tapi kembali memutar badan dan menuju ruangan dekat toilet itu.

"Ren, lo di mana? Gue udah di lokasi nih," kata Raihan menenggelamkan dagunya ke kerah baju dan mendekatkan mulutnya ke microphone.

"Gue di mobil sama Mirshal, lama lo, laper gue," kata suara dari seberang sana.

"Gu-gue ke sana, segera ...."Suara Raihan kian lirih di pengujung kata.

"Ada apa dengannya?" gumam Renata, penasaran.

./-././.-./ --./..

Renata mengamati jarum jam saku yang terus bergulir. "Lama banget tuh anak, gue paranin aja kali,ya." Tiba-tiba sesuatu membuat Renata tersentak. Sesosok itu menampakkan wujudnya dalam pantulan sinar matahari. Kedua tangannya mencengkram tepian daun pintu dan atap mobil, pupil mata Renata membesar, orang itu pucat pasi, peluh mengucur di keningnya, napasnya memburu, badannya terhuyung.

"Ba-wa gue ... IGD ...."

.

.

.

.

.

.

Di bab 4 ini agak panjang, tapi aku berharap kalian gak bosen yaa... buat ngikutin ceritanya, memang masih nggantung, ikutin aja yah :)

Mohon maaf apabila selalu ada perbaikan---masih newbie

*cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama saya mohon maaf

Terima kasih yang udah nyempetin mampir, dan membaca tulisanku
i hope you enjoy it, but if you feel disappointed, i hope it can be better future.

silakan berikan komentar buat pengembangan tulisan ini:)

Continue Reading

You'll Also Like

12.1K 1.9K 21
جۆنگ کوک:بە نەفرەت بیت وازم لێ بێنە چیت لە من دەوێت تایهیۆنگ:ششـ ئازیزم بۆچی هاوار دەکەی ئارام بە بۆ باروودۆخت خراپە ༄༄༄༄༄༄༄ جۆنگ کوک:تـ تۆ چیت کرد ت...
CONSUME By [ Mary ]

Mystery / Thriller

190K 5.9K 19
There's something odd about the town's most beloved police officer, he is utterly obsessed about a girl and will go to any lengths to have her.
89.8K 3.3K 55
After his first year at the Advanced Nurturing High School, Fukazawa Yato is about to start his second year as a student. With a better understanding...
39.3K 2.7K 26
فَتاه قوية و لكِن القدر أقوى مِنها غدرت مِن اقرب الناس ، تعذبت و ضلمت مِن اشباه الرِجال كانت تحب لكن طعنت فدخل رجال آخر رغما عِنها هل ستقع في الحُب...