PAYUNG & HUJAN

By melkiiimel

18.3K 2.7K 1.1K

[ TAHAP REVISI ] [ HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] "Suka hujan itu boleh, tapi kesehatan lebih penting." Kata... More

PROLOGUE
[01] - Payung Biru Laut
[02] - Teman Baru
[03] - Lelaki Berhoodie Hitam
[04] - Si Gunung Es
[05] - Ribut
[06] - Wafer Dua Ribuan
[08] - Squidward Galak
[09] - Terjebak Hujan
[10] - Rembulan Yang Malang
[11] - Tragedi Mie Ayam
[12] - Ketoprak Bikin Baper
[13] - Nomor Agam
[14] - Patah Hati
[15] - Elang Prasetya
[16] - Surat Dan Pesan
[17] - Turnamen Basket
[18] - Wacana Akhir Tahun
[19] - Momen Di Villa
[20] - Kenyataan Pahit

[07] - Pingsan

640 145 52
By melkiiimel

NOW PLAYING | Devano Denandra - Menyimpan Rasa

0:14 ━━●────────── 3:26
⇆       ◁ㅤㅤ ❚❚ㅤㅤ ▷         ↻

©melkiiimel

HAPPY READING ! ❤

୨୧ · – — ― — ― — — ― — – · ୨୧


Ctik, ctik!

"Gam, lo udah ngerjain tugas dari bu Bertha belom?"

Lelaki berambut comma yang dilapisi pomade itu tampak tengah fokus memandangi jari tangannya, memotong kuku yang sudah panjang karena sudah dua minggu tak dipotong. Gavin melirik Agam di sebelahnya yang tengah mengotak-atik ponsel.

Seperti biasa, lelaki itu tengah menulis quotes di aplikasi Twitter seperti biasanya. Ternyata selain menyukai basket, Agam suka sesuatu yang berbau sastra, meluangkan waktunya untuk sekedar menulis sebagai tempat mencurahkan hatinya.

Akun Twitter miliknya memiliki cukup banyak pengikut. Tidak ada yang mengetahui semua ini, Gavin sekalipun. Agam juga menyembunyikan identitasnya sebagai admin disana.

Dia suka sastra, tetapi tak ada satupun yang mengetahuinya. Lelaki itu terlalu menutup diri. Lihat saja, username akun Twitter-nya bernama pemeran gurita di film spongebob, Squidward tampan!

Ketauhilah, lelaki itu penggemar gurita berwarna tosca yang sifatnya sebelas dua belas dengan Agam.

〇  Goresan Aksara            ﹀
@squidward.tampan

Hari ini saja. Biarkan rindu bercerita kepadaku tentang suaramu yang waktu itu berbicara padaku. Tentang aku yang selalu malu jika berhadapan denganmu. Diam, tidak bisa berbicara lebih banyak lagi.
———————————————
10.14 A.M |  💭  ↱↲  ❤  ➥
3.468 Retweets   1.569 Likes.

Usai mengirim seuntai quotes harian untuk pagi ini di akun Twitter, Agam menutup ponselnya. Lalu menoleh ke arah Gavin yang sepertinya sedang berbicara padanya.

"Hah?"

Gavin berdecak, lelaki itu membenarkan posisi kakinya. "Lo ga dengerin gue?"

Agam menghendikkan bahu, "nggak."

"Gue bilang, lo udah ngerjain tugas dari bu Bertha belom? Gue korekin nih ya kuping lo, greget bener gue!" Kata Gavin kesal.

"Tugas?"

Agam mengerutkan keningnya, seingatnya, tak ada tugas yang diberikan oleh guru matematikanya itu tuh.

"Lo sih ngelamun mulu! Emangnya lo nggak dengerin waktu kemarin bu Bertha ngomong?"

Agam meneguk ludahnya. Ia tak mengetahui ada tugas itu. Apa karena kemarin dirinya sibuk melamun hingga tak tahu? Gawat.

Memang saat kemarin, dimana dirinya tahu kesehatan mamah-nya yang tengah di rumah sakit sedang menurun, hari itu Agam ikut down dan menjadi suka melamun.

"Seriusan ada?" Tanya Agam lagi memastikan. Sebagai murid yang paling rajin, bisa-bisanya dirinya membuat kesalahan seperti ini.

Gavin memicingkan alisnya, "jangan-jangan lo nggak ngerjain ya Gam?" Tuding lelaki itu, dan sialnya omongan Gavin benar.

"Kenapa lo nggak bilang sih waktu itu?" Kesal Agam, setidaknya Gavin bisa memberitahunya dari hari lalu.

"Ya mana gue tahu. Lo kan anak rajin Gam, gue kira lo udah selesai. Parah sih lo! Baru kali ini lo nggak ngerjain tugas cuma gara-gara sibuk ngelamun! Nggak biasanya banget lo begini, hah? Lo ada masalah ya sampai ga fokus gitu? Cerita sini sama gue." Cerocos Gavin panjang lebar.

Agam mendecak, mengusap depan rambutnya kebelakang. Agam memang belum menceritakan semuanya pada Gavin tentang masalah mamah-nya yang kini sedang dirawat di rumah sakit.

"Ternyata gue rajin juga, bahkan mengalahkan seorang Agam Bagaskara! Sejarah besar!" Bangga Gavin menepuk-nepuk dadanya percaya diri.

Mengingat Agam yang selalu tak pernah melewatkan mengerjakan tugas, tentu Gavin sangat senang nasib baik memihaknya hari ini. Padahal biasanya, Gavin yang berada di posisi Agam.

Agam melirik sadis Gavin. "Bangga lo, baru juga pertama kali."

Gavin menarik ujung hidungnya ke atas seperti hidung babi, "biarin."

"Terus gimana dong?"

Gavin terkekeh puas sekali. "Ya, rasakno! Nggak papa, sekarang lo bisa rasain deh gimana posisi gue pas ga ngerjain tugas, rasanya ... Ah mantap!"

Ugh, rasanya Agam ingin menyumpal mulut Gavin dengan bogeman agar mau diam. Lagian, suka sekali ketawa di atas penderitaan sahabatnya.

Gavin menepuk-nepuk bahu Agam, mencoba memberi semangat. "Bu Bertha bentar lagi dat —"

Kringgg!!!

Sudut bibir Gavin terangkat miring, ia menjentikkan jarinya. "Baru juga di bilang."

Agam menarik nafasnya dalam-dalam, sabar ...

Dan saat itulah datang wanita paruh baya dengan wajah tegasnya. Wanita tersebut adalah bu Bertha, ia adalah guru matematika di kelas Agam yang cukup tegas.

Beliau juga seorang guru bimbingan konseling, memang tak heran. Ia wanita yang sangat ditakuti para murid se-SMA Bimasakti karena kegalakannya.

Bu Bertha kalau sudah mengamuk, seperti macan maung yang sedang pms!

Gluph! Susah payah Agam meneguk ludahnya, tubuhnya sedikit menegang.

"Selamat pagi," sapa bu Bertha.

"Pagii buuu." Sahut seisi kelas bersamaan.

"Baik, kemarin ibu sudah memberi kalian tugas. Sekarang juga, kumpulkan tugas kalian. Ada yang tidak mengerjakan?" Tanya bu Berta tegas sembari menatap seluruh wajah para muridnya.

"Saya bu."

Suara Agam terdengar, ia pun berdiri dari duduknya.

Semua mata menatap Agam heran, bahkan melongo. Seorang Agam tidak mengerjakan tugas? Yang benar saja?

Bu Bertha menyerngitkan keningnya, heran. Agam itu seorang siswa yang patut ia acungi jempol, dia salah satu murid yang rajin dan pintar. Kok?

"Agam? Kamu tidak mengerjakan tugas?"

Agam mengangguk, "kemarin saya kurang fokus ketika sedang mendengarkan anda." Jawabnya jujur, walaupun sebenarnya hatinya tersentil malu.

"Nggak biasanya kamu begini, kenapa? Karena Gavin ya? Dia ngehasut kamu?"

Tuhkan! Gavin lagi, Gavin lagi!

"Yehhh, ibu enak aja! Jangan asal nuduh dong. Saya murid rajin nih, buktinya saya ngerjain kok." Sahut Gavin tak terima, selalu saja ia yang menjadi sasaran kejelekan Agam.

Sabar bos ...

"Benar, bukan karena Gavin. Ini kesalahan saya sendiri." Bela Agam, ia tak mau sahabatnya di salahkan. Ini murni kesalahannya.

"Hmm, baiklah. Sebagai hukumannya silahkan kamu berdiri di bawah tiang bendera sampai jam pelajaran ibu selesai." Perintah bu Bertha tegas.

"Baik bu." Agam pasrah, ia melangkah keluar kelasnya dan menuju lapangan.

Sesampai di lapangan, Agam melihat ada seorang gadis yang sedang hormat di bawah bendera, gadis tersebut tampak lemas. Agam pun berjalan ke arah tiang bendera dan segera berhormat mengikuti gadis itu.

Gadis tersebut sontak menoleh dengan terkejut, sepasang netra legamnya terbelalak lebar melihat seseorang yang tengah berdiri disampingnya.

"K-kak Agam?!?!"

Agam hanya terus menatap bendera dan berhormat, berusaha tidak mempedulikan gadis disebelahnya. Agam tahu bahwa gadis itu adalah gadis aneh yang tadi pagi menghampirinya.

Sungguh, jantung Rere kini berdetak hebat bisa berdiri disamping Agam sedekat ini, semoga saja Agam tak mendengarnya!

"Kok kak Agam bisa disini sih?" Tanya Rere benar-benar heran, memang seheran itu dia.

Tak mungkin Agam tiba-tiba kemari, apalagi ikut berhormat di bawah tiang bendera dan rela panas-panasan begini? Woahh ...

"Menurut lo?" Agam memincingkan matanya menatap Rere.

Sungguh, Rere berharap bahwa ini bukanlah khayalannya saja. Ia sangat senang luar biasa, yang tadinya lemas pun kembali semangat lagi. Rere bahkan rela kok berdiri di bawah bendera berjam-jam asalkan bersama Agam begini.

"Kak Agam ga tega ya lihat aku di hukum begini? Makanya mau nemenin berdiri disini, iya kan? Ya ampun kak Agam so sweet banget sih!" Pekik Rere sangat girang.

"Pede lo ketinggian!"

"Terus kak Agam ngapain kalau bukan nemenin aku? Kakak kena hukum juga ya kayak aku?" Tanya Rere sangat kepo.

"Lo bisa diem nggak sih?"

Rere mendengus, lelaki gunung es ini masih tak berubah! Rere kembali menatap wajah ganteng Agam dari samping sangat lekat.

"Kayaknya kita jodoh deh kak."

"Hah?" Agam pun menoleh sedikit ke bawah pada Rere yang lebih pendek darinya, menyerngit tak mengerti. Sepasang mata mereka saling beradu tatap satu sama lain.

"Iya! Ini salah satu rencana tuhan untuk mempersatukan kita."

Agam mendecih. "Nggak usah berharap. Gue ga bakal mau sama lo." Sinisnya. Lagi-lagi, menusuk ulu hati!

"Kenapa nggak? Di dunia ini nggak ada yang ga mungkin, kak."

Agam kembali tak peduli dan bersikap acuh. Ia mendongak ke atas setia berhormat pada bendera.

"Lihat aja suatu hari nanti, kak Agam bakalan suka aku."

Hening. Agam tak dengar!

Cukup lama setelahnya, Agam terheran karena tak lagi mendengar ocehan Rere. Penasaran, Agam mencuri pandang sejenak ke arah gadis itu, bentar doang kok.

Terlihat wajah Rere yang mulai memucat, peluh juga mengucur banyak di dahi gadis itu, mata-nya begitu sayu karena terus-terusan melihat ke atas.

Terbesit desiran aneh di benak Agam, ia tahu gadis di sampingnya itu sudah berdiri lebih lama darinya, dia sangat lelah.

"Kak," Rere menoleh ke Agam, tanpa disadari sepasang mata mereka bertemu lagi. Agam, tercenung lama menatap bola mata legam milik gadis itu.

"Aku lemas banget, nggak kuat." Kata Rere dengan nafas yang tak beraturan.

Agam mengerjapkan matanya berkali-kali, lalu mengalihkan pandangannya. Sial, bisa-bisanya ia kebablasan berlama-lama menatap gadis aneh itu.

"Kak —"

Brukkk!

Rere terjatuh pingsan.

Agam terkejut, ia mematung di tempat melihat Rere yang tergeletak di tanah.

Ah, ia tahu. Agam mendecih samar, "nggak usah cari perhatian gue." Sindir Agam tak suka.

Ya, katakanlah dia sangat kejam. Ia selalu menemukan para gadis yang berpura-pura pingsan di depannya hanya mencari perhatian, ia pikir gadis aneh ini juga begitu.

Hening. Rere masih tak berkutik.

"Lah? Beneran pingsan?"

Penasaran, Agam pun berjongkok di depan Rere, menepuk-nepuk pelan pipi pucatnya, mencoba membangunkan gadis itu.

"Hei, bangun. Hei," Namun usahanya gagal, mata Rere masih tertutup sempurna, wajah gadis itu sangat pucat.

Agam mengedarkan pandangannya di sekitar, di lapangan ini sangat sepi, hanya ada mereka berdua tentunya.

Melihat gadis itu, terbesit rasa kasihan mendorongnya untuk agar segera menolong. Termenung sejenak, Agam pun terkesiap menggendong tubuh Rere ala bridal style.

"Nyusahin aja sih. Berat lagi!" Gerutu Agam. Ia pun segera membawa Rere menuju ruang unit kesehatan sekolah atau yang biasa disebut UKS.

Sepanjang perjalanan menuju UKS, banyak sepasang mata yang menatap keduanya heboh. Bahkan banyak dari mereka yang men-foto kejadian tersebut untuk sebagai bahan ghibahan.

"Itu kak Agam sama kak Rere?"

"Iya! Ya ampun, mereka serasi banget!"

"Itu kak Rere kenapa?"

"Mau di gendong juga dong kak Agam!"

"Mereka habis ngapain ya? Kak Rere sampai pingsan gitu."

"Keenakan tuh cewek, pasti lagi modus ew!"

Ya, itulah bisikan-bisikan dari adik kelas yang sedikit Agam dengar, namun ia tak ambil pusing. Bukan karena lelaki itu ingin menjadi bahan pembicaraan, cuma ia hanya malas meladeni mereka.

Sesampainya, Agam langsung membaringkan Rere di salah satu ranjang yang ada di UKS.

"Dasar, nyusahin lo!" Dengus Agam pada Rere yang masih memejamkan matanya.

Klek,

Suara pintu UKS terbuka, sontak membuat Agam berbalik ke arah pintu dengan raut setengah terkejut.

Seorang gadis berkacamata yang baru saja masuk itu ikut terbelalak melihat kedua orang di hadapannya. Gadis itu Jihan, ia salah satu anggota petugas kesehatan disini. Jihan juga teman sekelas Agam.

"Agam? Rere?" Kaget Jihan setengah melongo.

Agam menatap Jihan datar, "urusin cewek ini, dia pingsan. Gue balik dulu." Jelas Agam, melangkah pergi berlalu darisana meninggalkan kedua gadis tak jelas itu.

Grep!

Jihan mencekal lengan tangan Agam, menahannya agar tak dulu pergi.

Agam menghempaskan tangan Jihan, sungguh ia tak suka ada orang memegang anggota tubuh seenaknya.

"Ighh, dari dulu lo sensian mulu ya!" Gerutu Jihan.

Agam berbalik menatap Jihan, alisnya terangkat seolah mengatakan agar Jihan segera berbicara tujuan dirinya menahan pergi begini.

"Ceritain dulu kenapa Rere bisa pingsan begini?" Tanya Jihan.

"Tanya aja sama orangnya sendiri."

Jihan mendengus, kini ia memicingkan matanya menatap Agam.

"Lo beneran pacarnya nggak sih? Perhatian sedikit dong, tungguin dia sampai siuman kek. Kejam bener sama pacar sendiri!"

Agam yang mendengar kata aneh itu pun mengerutkan dahinya, "pacar? Siapa?"

"Lo lah! Lo pacaran sama Rere kan?"

Agam berdecak, tak habis pikir oleh pikiran para siswi di sekolah ini.

"Dan lo percaya gosip itu?"

"Iyalah!"

"Fiks, lo kalah sama gue. Lo itu bodoh seperti yang gue kira." Omong-omong, Jihan dan Agam adalah rival sejati. Kedua orang itu selalu bermusuhan untuk memperebutkan kedudukan peringkat kelas.

Dulu jika Agam peringkat satu, Jihan-lah yang menduduki peringkat dua. Lalu saat Jihan peringkat satu, Agam-lah yang dibelakangnya, begitu seterusnya sampai sekarang. Kedua nama itu selalu berdampingan dan berebut satu sama lain, mereka sangat pintar.

Tetapi hubungan mereka tak sekeras itu kok, Agam dan Jihan hanya akan bersaing soal otak pelajaran saja. Sebenarnya mereka berteman baik dari kecil, Jihan dulu adalah tetangga Agam, keduanya sering bermain bersama, lihat saja betapa bobroknya Jihan saat bersama Agam hingga kini.

Jihan melotot tajam. "Apa maksud lo hah? Lo bicarain soal otak? Ya oke, lihat aja semester ini gue yang bakalan ngalahin lo!"

"Coba aja."

"Ett, tapi gue masih kepo, serius lo nggak pacaran sama Rere?"

Lagi-lagi Agam mendecih.

"Buktinya aja nih ya, kemarin Rere bilang lo udah kasih dia payung pas hujan. Itu artinya lo perhatian. Terus lagi, lo tadi udah bawa Rere yang pingsan sampai kesini. Itu artinya lo sangat-sangat perhatian! Ga mungkin dong, cowo kayak lo tiba-tiba perhatian sama Rere. Gue yakin ada udang di balik bakwan!" Cerocos Jihan tak ada hentinya.

Agam memijat pelipisnya, saingannya ini memang sangat cerewet, sama halnya dengan Gavin. Astaga, kenapa hidup Agam selalu di penuhi orang-orang aneh tak seiras sepertinya.

"Cukup. Gue pusing lo ngomong apa."

Jihan masih tak menghentikan kicauannya, "oh ya, kalau misalnya Lexa yang ada diposisi Rere? Apa lo masih mau bantu?"

"Ogah."

Jihan tertawa keras. "Kena lo! Sama Lexa ga mau, tapi Rere beda lagi ya? Cie cie, saingan gue yang gengsinya tinggi ini lagi jatuh cinta, khem khem."

BLAM!

Jihan terlonjak kaget menatap pintu yang terbanting keras oleh Agam yang baru saja keluar dari ruangan.

"Wuuu, dasar es balok!" Maki Jihan.

- TBC -

Continue Reading