Tulisan Sastra✔

By Tenderlova

15.7M 1.7M 922K

[SUDAH TERBIT] "Sahara, hidup itu perihal menyambut dan kehilangan. Kamu tahu lagu Sampai Jumpa-nya Endank So... More

01# Kolase Keluarga Sastra
02# Sebuah Korelasi Klasik
03# Tentang Mimpi Sastra
05# Cetta Ngamuk
06# Melawan Ibu-Ibu
07# Lagu untuk Sahara
08# Di Bawah Sinar Rembulan
09# Permintaan Kembali
10# Perasaan Sastra pada Sahara
11# Buntut Perbuatan Sastra
12# Selamat Datang, Bang Tama!
13# Titip Rindu Buat Bapak
14# Dawai Asmara
15# Singgah Untuk Sungguh
16# Mas Jovan Kiyut, I Love You
17# Gayatri Mandanu
18# Orkes Indie
19# Bentuk Cinta
20# Lekat
21# Kolase Ingatan Tentangmu
22# Dear, Abang
23# The One That Got Away
24# Sepi, Sastra Tidak Lagi di Sini
25# Sebuah Mimpi Dimana Ada Kamu
26# Kita yang Sedekat Jantung pada Rusuk
27# Pahitnya Kehilangan
28# Kepada yang Ditinggalkan
29# Hari Setelah Kamu Pergi
30# Kini, Selamat Jalan! [Final]
Available on Shopee!
Dear My Beloved Readers
Tulisan Sastra Edisi Spesial

04# Wadimor, Sastra dan Lee Taeyong

471K 62.6K 39.9K
By Tenderlova

Bukalah matamu selebar dunia ini
Dan rasakan banyak orang yang perduli
Jangan ingat lagi jangan kau sesali
Ada aku disini...

- DHYO HAW -

○○○●●●   》♤♤♤《  ●●●○○○

Di saat Jaya cekikikan melihat ekspresi sekarat Sastra, Kak Ros justru mati-matian menahan diri agar tidak melemparkan adik keduanya itu ke laut mati. Dari kecil, Sastra itu susah sekali diberitahu. Makin besar, bukannya berubah malah menjadi-jadi. Sebenarnya sepele, ini perkara sarung Wadimor Sastra dan Lee Taeyong. Setelah hampir dua jam, akhirnya Jovan dan Cetta berhasil membujuk Sastra untuk di bawa ke dokter. Tapi di luar dugaan, menjelang isya gerimis turun tipis-tipis. Diantara anak-anak pas Suyadi, hanya Bang Tama, Kak Ros dan Mas Jovan yang bisa menyetir mobil. Tapi berhubung Bang Tama tidak di rumah dan Mas Jovan tidak punya SIM A, mau tidak mau Kak Ros yang akan mengantarkan Sastra ke dokter.

Tapi masalahnya sarung Wadimor itu!

Entah sudah keberapa kalinya Eros menarik napas dalam-dalam.

"Sastra!"

Sementara yang dipanggil malah tidak menggubris. Sastra kelihatan menggigil saat di bantu Cetta menuruni tangga. Tidak lupa dibungkus sarung Wadimor yang katanya sama seperti punya Lee Taeyong.

"Lu yang bener aja mau ke klinik pake sarung gitu. Malu-maluin!"

"Tiris pisan ih! Lagian Kak Ros nggak tahu trend ya? Ini tuh sarung sama kayak yang dipake Taeyong pas di bandara." Lalu Sastra terbatuk-batuk.

"Teyang Teyong Teyang Teyong! Nggak mau tahu. Ganti pake jaket aja." Eros jadi sewot. Pokoknya dia anti kalau mengantar Sastra ke klinik tapi Sastranya malah bungkusan sarung kayak gitu.

Masalahnya ini klinik! Bukan tempat ronda.

Jaya dan Nana yang sejak awal tidak mau repot mengurusi kepala batunya Sastra hanya cekikak-cekikik melihat perdebatan antara Kak Ros dan Sastra. Nana sudah menduga perdebatan semacam ini akan terjadi, makanya dia lebih memilih membantu Jaya menggambar peta Indonesia di ruang tengah. Sastra itu kolotnya minta ampun, Nana sungguh tidak sanggup kalau harus meladeninya. Apalagi disaat Sastra sakit seperti ini. Lihat sendiri kan? Kak Ros saja sampai sewot begitu.

"Bang Sastra pakai paddingnya adek aja ya? Mama ambilin."

Mama sudah siap bangkit dari duduknya, tapi Sastra sudah lebih dulu menggeleng. Dalam hati berteriak, pokoknya sekali sarung ya tetep sarung!

"Nggak mau ah. Jaya bongsor gitu, yang ada aku kelelep pake padding dia. Udahlah Kak Ros, sarung aja kenapa sih?" Ternyata lain di mulut, lain di hati. Lagian, mana berani Sastra ngegas sama Mama. Nanti yang ada nama dia di tipe-x dari KK sama Kak Ros.

Pada akhirnya Eros menyerah. Kalau sampai dia tetap mempermasalahkan sarung itu, bisa-bisa klinik sudah lebih dulu tutup sebelum dia dan Sastra sampai di sana.

"Tck, yaudah ayo cepetan. Dari tadi ngapain aja sih? Heran, tinggal berangkat aja lama." Rasanya nggak enak kalau Kak Ros nggak sewot-sewot begini.

Habisnya salah Sastra juga sih. Siapa suruh makan sembarangan? Kalau sudah begini yang bakalan repot bukannya Sahara, tapi Mama dan saudara-saudaranya yang lain. Bukan, ini bukannya Eros malas mengurus Sastra. Kalau Eros malas, ngapain dulu dia mau-mau aja gantiin popoknya Sastra pas masih bayi? Ngapain dia mau mandiin Sastra waktu Mama sama Bapak lagi tidak di rumah? Ngapain Eros mau repot-repot nganterin Sastra rias karnaval waktu masih SD?

Justru Eros sewot begini karena dia sayang sama Sastra. Keluarganya aja mati-matian menjaga bocah tengik itu, Sahara yang cuma pacar aja kok gampang banget bikin Sastra sampai sakit begini.

"Kak..."

Eros berbalik. Dua matanya melotot, sebal karena Sastra terlalu lama mengulur waktu.

"Gendong." Rengeknya. Ya... beginilah Andhika Sastra Gauthama.

Mama yang melihat bagaimana anak-anaknya menertawai kekesalan Eros dan sifat manja Sastra hanya bisa geleng-geleng kepala. Anak-anak mama itu jarang sekali bertengkar. Paling hanya adu argumen tidak jelas yang berakhir saling menggoda satu sama lain. Dan melihat bagaimana manjanya Sastra pada kakak-kakaknya seperti ini, Mama seakan-akan tahu.

Sastra kangen sama Bapak.

"Jalan sendiri. Orang udah gede."

"Aku lemessh.. nggak kuat."

"Jovan aja tuh. Badannya gede kayak samson."

Detik itu juga Jovan langsung mendorong badan Sastra sampai bocah itu terkulai di pundak Cetta.

"Dih, ogah." Jovan sekonyong-konyong rebah di sebelah Nana.

Sementara Cetta yang juga keberatan, langsung mengoper sosok tak berdaya Sastra pada Eros.

"Kakak aja nih. Orang maunya digendong sama Kakak kok." Cetta ikut-ikutan melarikan diri.

Tidak peduli jika saat ini Eros memasang tampang melas pada saudara-saudaranya, mereka justru tak acuh. Ya, mau tidak mau Eros juga yang harus memapah Sastra sampai ke mobil. Sementara Sastra, bocah itu akhirnya bisa tertawa jahat saat Eros menggendongnya di belakang punggung.

Saat Sastra berkata bahwa tubuhnya terasa lemas, dia sama sekali tidak berbohong. Tapi merasakan hangatnya punggung Kak Ros, rasanya Sastra membaik perlahan-lahan. Bocah itu tetap mengeratkan tangannya pada pundak Eros, tidak peduli jika kakaknya itu mengomelinya habis-habisan.

"Aku makin sayang deh sama Kak Ros."

"Sayang palamu peyang."

Sastra tertawa terbahak-bahak sampai terbatuk-batuk. Tertawa lagi. Batuk-batuk lagi.

Padahal Sastra berkata jujur.

●●●●◇◇◇◇●●●●

Dugaan Eros sejak awal ternyata terbukti. Dokter bilang kalau Sastra terkena radang. Sepanjang perjalanan pulang, Eros gemas sekali ingin menendang Sastra ke rawa-rawa. Tapi melihat bagaimana adiknya itu meringkuk di jok belakang seperti ikan buntal. Ditambah tubuh yang menggigil dan wajah belernya, Eros jadi tidak tega.

"Sastra."

Bocah itu hanya berdeham.

"Kamu mau makan apa?"

"Nggak mau makan apa-apa."

"Enak aja! Perut kamu dari siang belum keisi apa-apa."

"Tadi udah makan sop tahu kok."

"Sop tahu doang mana kenyang. Nasi goreng mau nggak? Itu di depan ada orang jual nasi goreng."

"Ya udah terserah."

Eros hanya bisa memutar bola matanya. Tadi bilangnya tidak mau makan apa-apa. Tapi ditawari nasi goreng langsung mau. Dasar Sastra.

Lima menit kemudian mobil Eros berhenti di depan sebuah Alfamart. Laki-laki itu butuh menyeberang jalan untuk sampai di kedai nasi goreng langganan Jovan. Setelah membuka sedikit jendela di atas kepala Sastra, Eros berlalu begitu saja. Meninggalkan adiknya itu seorang diri di dalam mobil.

Sementara Sastra, dia tidak tahu sejak kapan mobil yang dikendarai Eros berhenti. Lalu saat ia menilik di balik kemudi, Kakaknya itu sudah tidak berada di sana. Sastra justru mendapatinya sudah berada di seberang jalan. Duduk di salah satu bangku, mengantre nasi goreng yang diinginkan Sastra.

Sastra merasa tubuhnya akan remuk sebentar lagi. Apalagi saat angin berhembus dari celah jendela di atasnya, rasanya sekujur tubuhnya linu bukan main. Mengeratkan sarung yang membungkus tubuhnya ternyata tidak menghasilkan kehangatan apapun. Tahu begini dia pakai padding Jaya saja tadi.

Sebelumnya, rasa kantuk yang didera Sastra seakan-akan tidak ingin berhenti menyerang. Tapi saat dua obsidian Sastra menembus ke dalam Alfamart, kantuk itu tidak terasa sama sekali.

Sastra melihat pacarnya ada di sana. Iya, Sahara ada di dalam alfamart itu. Berdua. Tebak sama siapa?

Sama Jepri.

Terserah namanya siapa, Sastra biasa menyebutnya dengan panggilan itu. Mereka berdua kelihatan cekikak-cekikik di depan chiller ice cream. Lalu dengan begitu saja Sastra merogoh ponselnya dan mengetikkan beberapa bubble pesan untuk Sahara. Di sana, ia melihat Sahara langsung membuka tas dan memeriksa ponselnya.

Lima detik kemudian Sastra mendapat balasan, yang langsung di balas lagi olehnya. Setelah bubblenya menghasilkan dua centang biru, Sastra memperhatikan Sahara di seberang. Jepri sudah berlalu ke depan kasir, tapi Sahara masih geming di depan chiller. Seperti sedang memikirkan sesuatu, entah apa. Hingga beberapa detik kemudian, Sastra merasakan ponsel yang digenggamnya bergetar. Balasan dari Sahara.

Hanya satu bubble, tapi keterangan di sana berhasil membuat dada Sastra terasa seperti disayat-sayat. Rasanya perih sekali. Namun saat Sastra memastikan luka yang ada di sana, Sastra tidak menemukan darah sama sekali. Laki-laki itu merasakan jantungnya berdegup seperti biasanya. Tapi sekali lagi ia menoleh pada Sahara dan Jepri, ada rasa nyeri yang menjalari tubuhnya.

Sastra sungguh tidak sanggup lagi. Kini ia berbaring, membiarkan wajahnya berhadapan dengan jok yang dingin. Sastra ingin menangis, tapi Eros keburu datang dan melajukan mobilnya meninggalkan area alfamart.

Sahara.. mencintai kamu kenapa harus sesakit ini?

Apa iya saran Mas Jovan itu jalan terbaik? Apa iya Sastra sanggup melepaskan Sahara?

Dalam hati Sastra tertawa. Benar apa kata Cetta, cinta itu Tanggo! Alpha! India!

●●●●◇◇◇◇●●●●

Jam 9 teng, Sahara membuka pintu kamar kontrakannya dengan sisa tenaga yang ia punya. Kegiatannya hari ini padat bukan main. Rasanya dia sedikit menyesal kenapa dulu dia sok-sokan masuk himpunan hanya karena Jefferey juga mengikuti kegiatan yang sama. Ah, lagi-lagi cowok itu.

Setelah menghempaskan tubuhnya ke kasur, Sahara menerawang langit-langit kamarnya yang tiba-tiba memperlihatkan tawa Sastra. Tawa semu yang kini justru menjalari bibirnya. Laki-laki itu selalu punya cara untuk membuatnya tertawa, Sahara tahu itu. Tapi Sahara tidak bisa berbohong kalau dia juga masih memikirkan Jef dalam kepalanya. Bukan berarti dia tidak mencintai Sastra yang kini menyandang status sebagai pacarnya. Sahara mencintai Sastra kok, hanya saja bayang-bayang Jef tidak semudah itu ia lenyapkan.

Sahara juga mau berhenti memikirkan Jef dan sepenuhnya menyayangi Sastra. Tapi rasanya sulit sekali. Dan setelah membaca ulang chatting yang ia lakukan bersama Sastra barusan, Sahara menarik napas sedih.

"Saharaaaa... lo ngapain bohong sih!"

Gadis itu meraung dengan perasaan carut marut. Sungguh, dia tidak bermaksud membohongi Sastra. Karena ia pikir, seandainya Sastra tahu kalau dia sedang bersama dengan Jef saat itu, Sastra pasti bakalan sedih. Pertemuannya dengan sang mantan sama sekali di luar dugaannya. Mereka tidak sengaja bertemu di depan gerbang kampus saat Sahara selesai melakukan rapat. Jef dengan pipinya yang bolong menawari dengan nada lemah lembut, apakah Sahara mau nebeng atau tidak?

Sahara awalnya menolak, tapi mengingat jam yang sudah hampir larut dan gerimis turun semakin deras, Sahara terpaksa mengiyakan. Dia sebenarnya ingin menelpon Sastra dan meminta pacarnya itu untuk menjemputnya. Tapi Sahara tahu kalau Sastra tidak enak badan. Maka pilihan menelpon Sastra jelas sangat tidak mungkin.

Dan tindakannya menerima tawaran Jef hingga berakhir membohongi Sastra berhasil membuatnya dikukung perasaan bersalah pada laki-laki itu.

"Mbek.. aku tuh sayang sama Sastra. Suwer deh! Tapi kenapa sih Jef tuh datang lagi.. datang lagi.. padahal kan dia udah jadian sama perempuan lain. Aku capek, Mbek!"

Sahara menggerutu pada Embek-- boneka kelinci warna putih yang diberikan Sastra padanya. Itu adalah boneka pertama yang diberikan Sastra padanya setelah 6 bulan pacaran. Hasil berjuang dari mesin capit boneka di timezone. Awalnya Sahara protes kenapa namanya malah Embek padahal sudah jelas itu boneka kelinci. Tapi dengan entengnya cowok itu bilang,

"Biar spesial, kayak kamu.." biasa lah, Sastra kan memang suka ngalus mulutnya.

"Sastra tuh baik banget sama aku. Kamu tahu sendiri kan, Mbek? Dia jauh lebih perhatian sama aku ketimbang Jef dulu, jadi gimana mungkin aku nggak suka sama dia coba?"

Sahara melenguh dalam kegalauan. Lantas menenggelamkan wajahnya ke permukaan kasur yang dingin seharian ini.

"Mbeeeek, aku harus gimanaa?" Sahara kelimpungan sendiri. Galau sekaligus kesal, kenapa dia masih memikirkan Jef sampai detik ini?

Apakah Jef memikirkan Sahara seperti perempuan itu memikirkannya?

JELAS TIDAK!! Hal itu sudah tidak perlu diragukan lagi.

"Oke, Sahara. Its been 2 years! Lo nggak mungkin kayak gini terus. Sastra lebik baik dari Jef! Lo ngapain sih masih mikirin cowok bangsat itu? Yang jelas-jelas ninggalin lo buat cewek lain! HAHAHAH sadar Sahara! SADAAAR!"

Perempuan yang masih mengenakan kaos himpunan itu uring-uringan. Dengan gerak membabi buta ia menghapus seluruh chat yang pernah ia lakukan dengan Jef sewaktu masih pacaran dulu. Sekaligus memblokir nomor laki-laki itu tanpa pikir panjang. Setelah urusan chatting dan nomor beres, Sahara tidak segan-segan menghapus akun twitter dan instagram bodong miliknya. Kemudian menghapus foto-foto dalam galeri yang sengaja ia hide agar Sastra tidak melihatnya.

Tapi setelah semua yang ia lakukan, setelah banyak hal yang terhapus, Sahara malah meraung dengan perasaan teriris-iris. Untuk sejenak perempuan itu lupa..

Dia tidak tahu bagaimana caranya menghapus kenangan yang tersimpan dalam hati dan pikirannya.

Sahara menangis malam itu, kecewa dengan dirinya sendiri.

"Sastra, maafin aku..." ditengah tangis pilunya malam itu.





















Bersambung...


Ini adalah lagu spesial persembahan dariku untuk Andhika Sastra Gautama😌

Terus juga perkenalkan ini namanya Embek, kesayangannya Sahara...


Jangan lupa bahagia ya, Sastra.....

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 72.6K 14
PART TIDAK LENGKAP. [Sudah dibukukan - Tersedia di Gramedia] Peristiwa yang menghancurkan seluruh kota dalam waktu singkat. 7 raga paling menyedihkan...
743 146 24
Ada tiga orang gadis yang hidup bersama dari kecil, mereka bernama Shaynala, Asa, dan Vyora. Hidup mereka berjalan dengan tentram dan damai, sampai s...
1.4K 140 34
Bisakah ia meruntuhkan dinding pembatas itu? Dinding pembatas yang pria-nya bangun, bahkan sebelum hubungan itu terjalin.
144K 10.8K 22
Harry yang saat itu ditinggal sendirian di rumah keluarga Dursley, terkejut mendengar ketukan pintu di rumahnya. Begitu pintu dibuka, dia mengernyit...