Hujan Bulan Desember

By daffoguy

2.6K 272 174

Menjadi seorang nomad bukanlah tujuan hidup Andreas Hestamma. Setelah sekian lama berpindah tempat tinggal da... More

P R A K A T A
Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Epilog
D A N K S A G U N G

Bab 30

44 5 9
By daffoguy

Jakarta, 2017

"Dek, sudah siap?" tanya seorang wanita dari luar kamar Adhira.

Adhira yang ketika itu tengah mematut dirinya di depan cermin seketika terhenyak. "Iya Mbak! Tunggu sebentar, tinggal pakai sepatu nih," jawabnya, sambil lalu berdiri dan meraih sepatu dengan heels yang cukup tinggi di sebelah tempat tidurnya dan kemudian memakainya.

Tak lama, ia keluar dari dalam kamarnya dan mendapati Sarah beserta dengan Rendra sudah berdiri di sana. "Cantiknya adekku ini, pengantinnya aja kayaknya kalah cantik nanti," puji Sarah ketika melihat Adhira yang sudah siap untuk pergi. Mendengar hal itu, Rendra seketika menyikut bahu istrinya tersebut, menyuruhnya untuk tidak banyak bicara. Sedangkan Adhira hanya tersenyum kecil, menampilkan baris rapi gigi putihnya.

Adhira ingat dua tahun lalu, ia pernah mengatakan bahwa ia tidak ingin lagi bertemu dengan Arian. Ia juga ingat betul bahwa ketika mengatakannya dulu ia tengah dilanda emosi yang cukup awet sampai berbulan-bulan. Namun kini, ia sudah melupakan semua hal yang pernah terjadi antara dirinya dengan Arian. Ia sudah tidak lagi merasa sedih, marah, ataupun bahagia ketika ia mengingat mantan pacarnya itu beserta dengan kenangan di dalamnya. Pertikaiannya dengan Andreas dulu sudah mengajarkannya bagaimana harus bersikap, mengajarkannya untuk bisa merelakannya.

Dan sekarang, ia harap Arian tidak akan merasa tersinggung karena kehadirannya di pesta pernikahan pria itu. Seharusnya sih tidak, karena ia sendirilah yang mengundang Adhira untuk juga hadir di sana.

Berbicara soal jodoh, memang rumit sekali rencana Tuhan perihal itu. Arian yang dulu begitu gilanya mengejar Adhira, tidak lama setelah mereka berpisah, sudah mulai kembali menjalin hubungan dengan orang lain. Dari yang Adhira tahu, semua hal itu terjadi atas andil orang tuanya yang mengatur perjodohan Arian dengan calon istrinya sekarang ini. Entah Arian menerima hal itu karena cinta atau bukan, yang jelas hubungan mereka berjalan cukup lama dan akan segera berakhir di pelaminan hari ini.

"Kalau kamu nggak ikut juga nggak apa-apa kok Dek," ucap Rendra kemudian. "Biar nanti mas titipin salam buat Arian," lanjutnya lagi sedikit khawatir.

Adhira tersenyum kecil. "Memenuhi undangan itu hukumnya wajib Mas," jawabnya pelan. "Yuk ah, nanti keburu siang," lanjutnya lagi.

Rendra dan Sarah mengangguk. Ketiga orang itu kemudian menuruni tangga dan berjalan menuju mobil.

***

Adhira hadir pada acara akad pernikahan Arian beberapa menit lalu. Ia menyaksikan dengan khidmat bagaimana pria itu akhirnya resmi memperistri seseorang yang ia kenal, Luna. Sedikit ia merasa iri. Bukan karena masih mengharapkan bisa bersama dengan Arian, namun iri bahwa di umurnya yang kini sudah menginjak tiga puluh ia masih belum menemukan seseorang yang bisa membawanya ke pelaminan seperti Arian kini, belum ada yang bisa dengan serius mengikatnya dengan tali pernikahan.

Kini Arian dan Luna sudah duduk di pelaminan mereka. Adhira, Sarah dan Rendra pun menghampiri mereka untuk memberikan ucapan selamat.

"Dek," ucap Arian ketika melihat Adhira menghampiri dirinya dan Luna. Arian yang ketika itu memakai jas hitam yang salah satu kerahnya dijepiti bunga tersenyum cerah menatapnya. Adhira pun membalas senyumnya. "Terima kasih sudah datang," lanjut Arian lagi.

"Sama-sama Mas," ucap Adhira. "Semoga langgeng ya Mas, Lun. I wish nothing but the best for you two," lanjutnya pada Adhira dan Luna.

"Terima kasih Dhira," ucap Luna. Adhira mengangguk sambil memberinya pelukan. "Ayok, foto dulu," ajak Luna kemudian. Ketiganya lalu berjajar mengikuti instruksi dari juru foto. Adhira lalu melambai pada dua pengantin itu sambil berjalan meninggalkan pelaminan. Ia kembali bergabung dengan Rendra dan Sarah.

Dari jauh ia memandang sepasang pengantin itu. Mungkin memang begitu caranya Tuhan bekerja. Seseorang yang pagi tadi sangat gagah dan berani berikrar janji setia untuk seorang wanita, adalah seseorang yang justru bersikap pengecut padanya dulu.

Tuhan memang pandai membolak-balik hati. Bukan karena kini Arian berubah menjadi seorang pria yang bertanggung jawab, hanya saja, kalau memang ia sedari awal berjodoh dengan Luna, ia akan selalu terlihat pengecut di mata wanita lain.

"Dek, ke sini sebentar deh ayok," ucap Sarah tiba-tiba sambil menarik Adhira dan berjalan menuju sudut lain aula itu, dekat pintu masuk.

"Kenapa sih Mbak tarik-tarik?" tanya Adhira sedikit sewot.

Sarah menaruh telunjuk kanannya di depan bibir, meminta Adhira untuk tidak banyak omong. "Inget mahasiswa HU yang pernah mbak ceritain di Jerman dulu nggak? Tadi mbak lihat sekilas. Mau mbak kenalin kamu sama dia," ucap Sarah kemudian. "Kamu masih jomblo kan?"

Adhira mengerling malas. "Apaan sih Mbak, malu-maluin. Nggak mau ah," rengek Adhira sambil berusaha melepas genggaman tangan Sarah pada pergelangannya.

"Sudah sih, diem saja. Kali saja dia juga jomblo, jadi bisa mbak bikin PDKT kalian berdua," timpal Sarah bersemangat. "Nah itu orangnya!" Sarah menunjuk seorang pria berambut cepak, berperawakan tinggi tegap yang tengah membelakangi mereka.

"Kamu tunggu sebentar di sini, jangan kemana-mana," ucap Sarah pada Adhira lagi. "Nanti mbak balik lagi ke sini," lanjutnya, sambil kemudian berjalan sendiri menghampiri pria itu. Dari kejauhan, Adhira melihat dua orang itu saling menyapa. Dan karena ia malas dan tidak tertarik, ia membuang muka ke sembarang arah, tanpa memperhatikan bahwa dua orang itu kini tengah berjalan ke arahnya.

"Dek," ucap Sarah mengejutkannya. Adhira menoleh. Sarah berdiri di samping pria berambut cepak itu, dan betapa terkejutnya Adhira ketika melihat bahwa teman lama Sarah adalah Andreas. "Kenalin, kenalan Mbak pas dulu di Berlin. Andre," ucapnya.

"Hai Dhir," ucap Andreas melambaikan tangannya sambil tersenyum. "Apa kabar?"

Adhira membalasnya dengan senyuman yang terkesan rikuh. "Hai juga Yas. Kabar baik. Kamu?" Ia tidak menyangka bahwa pria bertubuh tinggi tegap itu adalah Andreas. Wajahnya kini terlihat banyak berubah, terlihat lebih dewasa dibanding dulu. Rambutnya yang dulu sedikit panjang pun kini sudah dipotong pendek dan rapi.

Sarah mengernyitkan alis. "Kalian sudah saling kenal?" tanyanya.

Andreas mengangguk pasti. "Teman lama," jawabnya. Adhira mengangguk, sedangkan Sarah hanya membulatkan mulutnya.

"Pas aku dapet berita Arian mau nikah, aku pikir calon pengantinnya itu kamu," ucap Andreas pada Adhira kemudian.

Adhira tersenyum sambil menggeleng. "Kami putus nggak lama setelah kamu keluar dari perusahaan," jawab Adhira. "Mungkin memang kami nggak berjodoh." Ia terkekeh pelan.

Andreas mengulum bibirnya sambil mengangguk. "Sekarang kamu masih di Jakarta kan? Kerja?" tanyanya lagi.

Adhira mengangguk. "Aku ngajar di kampus kita dulu. Bareng Ethan. Kamu masih inget dia kan?"

"Wow keren banget ya kalian sekarang," timpal Andreas. Adhira hanya bisa terkekeh sambil mengucapkan terima kasih.

"Kamu sendiri bagaimana Yas?" tanya Adhira kemudian. "Kamu sekarang domisili di mana?"

"Aku sama kayak dulu, balik lagi jadi nomad. Ga jelas ini alamat pastiku di mana. Kebetulan pas Arian nikah hari ini, aku lagi ada proyek di Jakarta, jadi hari ini bisa hadir," jelasnya. Adhira mengangguk lagi.

Tiba-tiba seseorang menghampiri mereka. Seorang wanita berambut pendek yang memakai gaun abu tanpa lengan yang panjangnya selutut. Wanita itu tiba-tiba datang dan melingkarkan lengannya pada lengan Andreas. "Hai," ucapnya pada Adhira dan Sarah yang sedari tadi jadi kambing congek. "Ini teman-temanmu Sayang?" tanya wanita itu pada Andreas.

Andreas mengangguk sambil tersenyum, menatap wanita yang menghampirinya itu dengan lekat, sampai-sampai Adhira bisa melihat jelas kalau pria di hadapannya ini tengah dimabuk cinta. "By the way, kenalin," ucapnya pada Adhira dan Sarah. "Ini Erika, pacarku," lanjutnya memperkenalkan wanita yang baru bergabung itu.

"Halo," sapa Erika sambil menjulurkan tangannya pada Adhira. "Erika," ucapnya memperkenalkan diri, ketika Adhira menjabat tangannya.

"Adhira," balas Adhira memperkenalkan namanya. Erika kemudian beralih pada Sarah dan menyalaminya juga.

Adhira bisa melihat bahwa Erika adalah orang yang sangat tomboi, namun masih sangat cocok ketika wanita itu mengenakan gaun seperti hari ini. Untuk beberapa saat mereka berempat terlibat obrolan yang cukup seru, dan dapat Adhira sadari bahwa Erika adalah orang periang yang senang bercanda. Mengobrol dengannya sangat mengasikan. Mungkin hal itulah yang membuat Andreas memacarinya, selain dari fakta bahwa Erika cantik sekali seperti dewi.

"Omong-omong," ucap Andreas kemudian. "Aku sama Erika masih punya urusan di tempat lain. Sayang banget kami mesti pulang sekarang," lanjutnya.

Sarah mengangguk mengerti. Begitu pula Adhira. "Nggak apa-apa, kami ngerti kok," ucap Sarah. "Sampai jumpa lain kali ya," lanjutnya.

Andreas dan Erika mengangguk. "Kami pamit duluan ya," ucap Erika sambil melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Sarah dan Adhira di tempat itu sendiri.

"Sayang ya, sudah punya pacar ternyata," ucap Sarah. "Padahal mau Mbak jodohin loh sama kamu."

Adhira tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.

"Kenapa kamu malah ketawa Dek?"

Adhira masih tertawa. "Andreas itu sebenernya mantanku loh Mbak," jelasnya.

"Eh????" Sarah membelalakkan matanya saking terkejutnya.

Adhira tidak menghiraukan Sarah yang ketika itu sangat terkejut. Ia tengah merenung sebentar. Hari ini, ia melihat dua mantannya bergandengan tangan dengan orang lain, sesuatu yang mungkin orang sebut dengan situasi sial, pengalaman paling buruk dalam hidup dan menguras hati. Tapi Adhira sendiri baru menyadari bahwa kekuatan ikhlas itu tidak ada batasnya. Dan karena tidak ada batasnya, dadanya kini terasa sangat lega.

Move on itu bukan perihal siapa yang paling cepat bisa melupakan, atau siapa yang paling cepat bisa menemukan pengganti. Justru di atas hal itu semua, ikhlaslah cara yang paling berarti, yang membuat seseorang lebih tinggi posisinya dibanding yang lain. Dan yang terpenting, mencintai dengan ikhlas mengajarkan manusia untuk bisa ikut bahagia melihat mereka yang berbahagia.

Dan kini, sepertinya ia mulai mengerti apa yang dulu dirasakan oleh Arian ketika melepasnya. Dan tidak ada hal yang paling ia syukuri kini, selain dari keputusan Arian dulu terhadapnya, yang justru membuatnya hidup dengan arah yang lebih baik. Kalau saja Arian bisa mendengar isi hati orang lain, mungkin sekarang ia akan mendengar Adhira tengah berterima kasih kepadanya. []

Continue Reading

You'll Also Like

129 54 5
Jika takdir adalah ketetapan, maka hadirmu saat hujan turun kala itu adalah keajaiban. Jui Nada, seorang penggemar (/fangirl) yang biasa saja, Sama...
1.8K 384 9
Jika ada ungakapan, "Maut yang memisahkan." Maka bagi mereka, justru kebalikannya. Maut yang mempertemukan mereka. Menjadikan utuh dan melengkapi sat...
428K 25.2K 30
Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terlalu dikekang oleh siapapun bahkan kadang...
558K 53K 120
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...