[✔] CASSIOPEIA || Brothership

Bởi fara_zara

108K 10.3K 1.7K

(END) Layaknya berlian di angkasa luar Dialah sang pangeran yang selalu indahkan kelamnya malam Si surai kec... Xem Thêm

Pemanasan
1. Jiminie Hyung
2. Mon Tout
3. De Shiro
4. Cassiopeia
5. Sweet Heart
6. Lost You
7. Never Let You Go
8. I'm Down
9. New Day
10. He is
12. Manquer
13. Hoping for Better Days
14. Hold Me Please
15. Let Me Know
16. Adult Child
17. One More Chance to Love You More
18. Kartala
19. The Truth Was Told
20. Last Scene
SHYMPHONY
INFO TERBIT!

11. Out Of My Mind

4K 445 55
Bởi fara_zara

Tentang dunia dan segala isinya, Jeon Jungkook tak pernah tahu alasan Tuhan memilihnya untuk bertahan dibandingan ratusan insan yang juga hilang tujuan. Tak ada harapan. Dan cenderung membatasi diri dari dunia luar.

Bohong jika dirinya berkata akan tetap tertawa meskipun tak ada sang kakak di sampingnya. Nyatanya, hati itu masih tetap sama, hati yang tak bisa berada jauh terlalu lama dari yang tercinta. Muara kasihnya. Pusat dari segala rotasi kehidupan yang tak tergantikan. Jungkook tetap hidup, berkat sang kakak yang memberi warna pada rangkaian kelabu hidupnya.

Ia begitu merindukan Jimin, baik dulu, kini, maupun nanti, rasanya akan sama, sesak dan ingin mengakhiri diri. Tapi Jungkook sadar, bahwa yang dinanti bukan hanya Jimin seorang, melainkan juga dirinya yang seolah tersesat tak ada harapan.

Akhir-akhir ini Jungkook lebih memilih menjalankan banyak kegiatan dikampus dibandingkan berdiam diri dirumah. Beban pikiran yang menggunung ditambah dengan berbagai tuntutan tugas kuliah, sukses membuatnya berada diambang batas lelah. Pemuda itu terlalu memfosfir diri dengan hari-hari formal di kampus, tujuannya demi mendapat hiburan. Konyol memang, bahkan terkadang teman sekelasnya bepikir mengapa Jungkook maniak sekali dengan berbagai kegiatan dan sangat anti dengan rasa bosan berkepanjangan.

Seperti pagi ini. Belum sempat pemuda manis itu menyentuh pintu kelasnya, ia merasakan nyeri luar biasa di rongga dada, mendera bagai menghimpit paru-paru nya yang minim udara. Puncaknya adalah ketika dirinya mendapat informasi jika dosen yang mengajar hari ini mendadak ambil cuti. Jadi, ia meninggalkan kelas begitu saja tanpa kata sehingga sebagian temannya memandangnya heran. Beberapa saling pandang, kemudian salah satu ada yang menyusul si manis yang ternyata pergi ke kamar mandi yang kebetulan terlampau lenggang.

Jungkook mengunci salah satu bilik kamar mandi dan segera membuka ponselnya mencari kontak Taehyung untuk ia hubungi. Salah satu tangannya ia gunakan untuk memukul pelan belah dada kiri dimana sakit itu berasal dengan maksud agar sakitnya mereda, namun yang terjadi hanyalah ia yang semakin kehilangan daya.

Air mata Jungkook sudah keluar karena nyeri yang tak tertahankan. Ia mencoba menormalkan laju pernapasan nya ketika panggilan tersambung. Ada secercah harapan dibalik manik berairnya.

"Jungkook? Ada apa?" suara Taehyung dari seberang sana seolah menjadi pelita untuknya. Seperti biasa, Taehyung memang selalu cepat tanggap demi dirinya yang kadang memang merepotkan.

Dengan sisa tenaga, Jungkook bersusah payah mengucap kata.
"Kak Taehyung.., tolong aku" setelahnya, Jungkook tak dapat lagi menahan ponsel itu agar tetap ia genggam. Benda kotak itu meluncur bebas ke lantai bersamaan dengan ia mendengar suara seseorang yang masuk ke dalam kamar mandi.

Rintihan itu terpaksa ia tahan. Tangannya mencengkeram bagian dada yang rasanya seperti dipukul dengan palu panas. Tak bisa Jungkook jelaskan, yang jelas ia tersiksa sekarang, lantaran tak ada angin tak ada hujan, ruas dadanya seolah tertikam.

Jungkook semakin tak tenang ketika pintu bilik kamar mandi yang ia tempati diketuk panik oleh seseorang dari luar sana.

"Jungkook?! Kau di dalam? Jawab aku!" pemuda itu, Kim Younghoon, kawan baik Jungkook.

Jungkook sedikit merutuk, kenapa ada salah satu teman yang menyusulnya kemari? Ia bukan gadis perawan yang harus dikawal sana sini, bukan? Begitu batinnya.

"Kalau kau tidak menjawab, akan ku dobrak pintunya" ancam Younghoon sudah ambil ancang-ancang untuk menendang.

"Kembali lah ke kelas, Younghoon, aku hanya buang air" dari dalam sana Jungkook menyahut lirih.

"Buang air sampai merintih begitu? Jangan bohong. Kau kira aku tak tahu? Kau sakit? Keluarlah, Jungkook, biar aku mengantar mu ke ruang kesehatan"

"Diare! Aku terlalu banyak makan rujak. Sudahlah, jangan cemaskan aku" meski berujar demikian, Younghoon malah semakin panik ketika mendengar lagi suara rintihan tertahan Jungkook dari dalam sana. Ia pikir ini adalah yang terbaik, terlebih ia paham betul bahwa manusia kelewat imut itu tengah bebrohong. Jadi, Younghoon mendobrak pintu bilik kamar mandi demi menyelamatkan Jungkook yang semakin tak berdaya.

Benar dugaannya, bahwa Jungkook memang tengah kesatikan. Di dalam, ia melihat presensi temannya yang duduk menyamping dengan badan yang dibungkukkan seraya kedua tangannya yang berada di dada.

Kedua pipi berisi itu ia tangkup demi bisa melihat wajah temannya yang kini telah pucat pasi banjir peluh dan air mata.

Seketika Younghoon memekik khawatir.
"Astaga! Jungkook!"

"Sudah kubilang jangan berbohong. Kata nenek kalau berbohong nanti pipimu bisa makin lebar" omelnya panik namun berusaha menenangkan diri dengan ocehan konyol.

"Diamlah. Nenekmu tidak tahu filosofi pipi" sekalipun dengan suara lirih, Jungkook masih sempat-sempatnya membalas ucapan tak bermutu yang terlontar dari mulut Younghoon.

"Kau bisa berjalan sendiri? Ayo kuantar ke ruang kesehatan"

Melihat Jungkook yang sepertinya tidak berniat menjawab, Younghoon akhirnya berinisiatif merangkul pundak anak itu untuk ia bawa keluar kamar mandi. Jungkook sendiri tak ada niat berontak dalam rangkulannya, dikarenakan tubuhnya yang semakin melemas jadi ia pasrah saja.

.

.

Tak kalah panik dengan Younghoon, dosen muda dari fakultas seni grafis itu berlari secepat yang ia bisa demi menuju gedung fakultas Jungkook. Perasaannya tak bisa dikondisikan setelah menerima panggilan dari Jungkook tadi. Tentu saja tujuan utamanya saat ini adalah kelas Jungkook, namun ia harus menelan kenyataan pahit ketika teman-teman sekelasnya berkata Jungkook tidak ada dan sudah pergi sejak tadi. Jelas mana bisa ia berpikir jernih ditengah situasi genting begini.

Langkah kakinya yang tak santai itu, semakin terbilang tak santai lagi saat ia menemukan seorang pemuda merangkul orang yang tengah ia cari sekarang. Taehyung menghampiri keduanya yang tak lain adalah Younghoon dan Jungkook sendiri.

"Dia kenapa?" tanya Taehyung tanpa basa-basi sekalipun terengah-engah.

"Si badung ini, entah apa yang terjadi padanya. Aku menemukan dia hampir lemas di kamar mandi" jawab Younghoon setengah menggerutu juga sebab Jungkook yang menolak mentah-mentah untuk diajak keruang kesehatan dengan alasan menunggu seseorang. Padahal jelas lebih enak menunggu disana, tenang, aman damai, bisa tiduran pula.

Younghoon sempat tercekat ketika Taehyung tiba-tiba mengambil alih tubuh Jungkook untuk ia gendong di punggung. Memang Jungkook belum hilang sadar, namun rasa sakit tadi cukup kuat untuk membuatnya hilang daya bagaikan kue beras yang letoy.
"Kembalilah ke kelas. Aku yang akan mengurusnya"

Hendak Taehyung pergi melangkah, namun tangannya Younghoon tahan. Mata elang itu seketika berhadapan dengan tatapan intimidasi dari pemuda di depannya. Bermodal bumbu curiga, Younghoon berusaha sebisa mungkin mengalahkan tajamnya si mata elang .
"Tunggu dulu, kau siapa memang? Seenaknya saja membawa temanku kabur"

Taehyung sedikit tersenyum tipis sembari melirik wajah Jungkook yang tersembunyi di ceruk lehernya. Geli seketika melanda saat bocah itu menggumamkam nama 'Younghoon' di telinga Taehyung.

"Younghoon-ssi, aku kakak Jungkook. Dia tadi menghubungi ku untuk menjemputnya. Jadi jangan khawatir aku akan macam-macam"

Mulut Younghoon membentuk huruf 'O' yang lucu sembari kepalanya ia anggukan. Hilang sudah aura gagal mengerikan yang tadi sempat Younghoon bangun. Rupanya manusia didepannya ini adalah kakak dari si gembul.
"Baiklah. Tolong jaga Jungkook, jangan sampai lecet ya, kak"

Setelahnya Younghoon berlalu begitu saja meninggalkan Taehyung dan Jungkook yang sedikit geli dengan tingkahnya, -melangkah ria sambil sesekali membungkuk hormat pada siapapun yang lewat didepannya. Rupa-rupanya pemuda itu sama sekali tidak tahu bahwa yang ia ajak bicara merupakan seorang dosen di universitasnya juga, jadi ia bicara non formal. Tapi toh tidak masalah, Taehyung lebih suka orang yang seperti itu, karena selama ini para mahasiswa kampus selalu segan padanya sekalipun mereka tak terlalu terpaut usia.

Terlepas dari itu, kembali lagi dengan bagaimana keadaan Jungkook di punggung Taehyung saat ini. Kedua matanya masih terpejam dengan sisa-sisa keringat dingin di wajah yang pudar tanpa rona. Sepanjang perjalanan menuju ruang kesehatan, Taehyung terus mengajak Jungkook bicara agar anak itu tidak jatuh ke alam bawah sadarnya.

"Kau tidak ada kelas, Kook-ah?" tanya Taehyung ketika sudah tinggal beberapa meter lagi sampai di ruang kesehatan.

"Tidak ada. Dosennya cuti" jawab Jungkook walaupun lirih tapi posisi kelapanya yang tepat di bahu Taehyung membuat suaranya dapat Taehyung dengar dengan jelas.

"Kalau begitu ingin jalan-jalan? Kebetulan aku sedang tidak mengajar" tak sepenuhnya yang Taehyung katakan bohong. Ia memang tidak mengajar, karena waktunya ia sumbangkan untuk murid di kelasnya agar saling mengenal setelah mendapatkan kawan baru, sekaligus mengindari lara dihati lantaran yang dinanti tidak mengingatnya sama sekali.

Ahh.. Si anak baru itu. Membuat Taehyung gegana saja.

"Kemana?"

"Kemana saja, setidaknya pikiranmu harus rileks, iya 'kan"

"Hm.., baiklah"

Pintu ruang kesehatan Taehyung buka, dan ia langsung disambut oleh dokter jaga yang langsung membantunya merebahkan Jungkook diatas ranjang.

"Tunggu sebentar disini, aku akan mengambil mobil"

"Iya, kak"

Taehyung tersenyum sekilas setelah mengusap titik peluh di dahi Jungkook. Matanya kemudian menatap seorang wanita usia 30 tahun-an yang memang bertugas sebagai tenaga medis di sana.

"Nona Ahn, tolong jaga kelinci ku ini, ya. Aku tidak akan lama" ucap Taehyung pada sosok dokter jaga yang ia panggil Nona Ahn.

Sementara nona Ahn tertawa geli, Jungkook melotot tak terima. Manusia sekelas Justin Seagul begini dikata kelinci. Mana ada kelinci maskulin.
"Kakaaakkk..."

Kejahilan Taehyung tak berhenti sampai disitu, ia mengedipkan sebelah matanya sebelum benar-benar pergi dari sana, membuat Jungkook mati-matian menahan kesal dan semburat merah di pipinya yang menggemaskan.

.

.

Tak lama, Taehyung kembali datang menjemput Jungkook dan langsung melesat pergi meninggalkan area kampus. Tas nya tidak diambil karena ia memang berniat untuk kembali lagi setelah acara jalan-jalannya bersama Taehyung. Walaupun sebenarnya Taehyung sendiri memaksa Jungkook untuk istirahat saja dirumah, tapi tentu ia tolak, lagipula ini masih terlalu pagi untuk membolos. Terlebih Taehyung yang tak henti khawatir melihat semburat pucat di wajah pias Jungkook, sudah bisa dipastikan jika tetap pulang nanti, ia akan mendaat siraman qalbu dari dosen muda ini.

Menyebalkan!

Mereka kini berada di salah satu kedai kopi elit yang terletak tak jauh dari area kampus, tentunya tempat itu sering mereka sambangi guna melepas penat sejenak usai kegiatan kampus yang melelahkan.

Taehyung memesan Creamy Coffee untuk Jungkook dan Lemoni Coffee untuk dirinya sendiri. Lidah Jungkook ia larang untuk mencoba hal-hal yang memiliki rasa tajam. Alasannya? Anak bayi itu cenderung lebih sensitif, bukan?

"Nah, sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi padamu. Kau itu sedikit lesu akhir-akhir ini"

Tuntutan Taehyung membuat Jungkook mencebik kesal.
"Kakak mengajakku kemari untuk menyuap ku? Pintar sekaliii" ucapnya setengah mengejak hingga menimbulkan tawa ringan keluar dari mulut Taehyung.

"Astagaa.., tidak maniskuu" Jungkook mendelik pada Taehyung yang tersenyum jahil. Tangan Taehyung pun tak kalah jahil untuk menarik-narik pelan pipi Jungkook walaupun langsung disambar oleh pemiliknya.

"Kau tadi menelepon ku dengan nada seperti itu, bagaimana aku bisa berpikir bahwa kau baik-baik saja, heum?"

Jungkook meneguk sedikit kopinya -menikmati satu sesapan itu dengan sepenuh hati sebelum menjawab pertanyaan Taehyung.
"Apa kakak ingat aku pernah mengeluh tentang sakit di dada? Pagi ini sakitnya kembali, entah karena apa"

Wajah Taehyung berubah ekspresi. Ia mengernyit curiga.
"Kita harus ke rumah sakit, Kook, aku khawatir ada masalah serius pada tubuh mu" rasa panik Taehyung memang tidak bisa disembunyikan. Kepanikan itu tanpa sadar membuat sisi hati Jungkook menghangat bagai di musim semi.

"Aku akan memeriksakan diri kerumah sakit, tapi tidak sekaeang. Ada hal yang harus ku pastikan dulu setelah ini, kak" mendadak nada bicara Jungkook berubah jadi serius dan sedikit cemas jika Taehyung perhatikan.

"Memang hal apa yang mengganggu pikiran mu, Kook?" tanya Taehyung hati-hati.

"Eum.., aku tidak begitu yakin sebenarnya, tapi aku melihat seseorang yang mirip seperti Jimin hyung berada di sekitar kampus. Kurasa tadi pagi ia menuju fakultas seni grafis" jawab Jungkook setengah ragu.

"Apa kau melihat orang yang seperti itu, kak Tae?"

Taehyung tercekat. Awalnya ia memang belum ingin mengatakan hal ini pada Jungkook, apalagi setelah mendapat kabar anak itu sedang dalam keadaan tak baik, lalu sekarang Jungkook sendiri telah mengetahui tentang Jimin walau kedengarannya tidak yakin. Jika mereka berdua bertemu, entah apa yang akan terjadi.

Akhirnya terpaksa Taehyung berbohong lagi. Ia tidak ingin Jungkook terbebani atau stres dan berakhir hampir collapse seperti tadi.
"Jika ia Jimin, apa yang ia lakukan disana? Maaf, Jungkook, tapi kau masih ingat keadaan kakak mu 'kan?"

Air muka Jungkook mendadak turun. Ia tahu dan tidak akan pernah lupa bagaimana kondisi Jimin dulu yang memang butuh perlakuan khusus. Tapi, entah mengapa terasa seperti ada sesuatu yang mendesak nya kali ini, ia butuh untuk memastikannya, sekalipun yang ia lihat tadi pagi bukanlah Jimin.

"Karena itu, nanti pulanglah dulu, kak. Aku harus mencarinya, setidaknya untuk kali ini aku tidak ingin merepotkan mu"

Tangan kanan Taehyung meremat tangan kiri Jungkook yang ia letakkan diatas meja, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk mengangkat wajah Jungkook agar menatapnya.
"Hei, lihat aku. Kau tidak pernah merepotkan ku, mengerti? Aku ini juga kakak mu, Jungkook, dan kau adalah adikku. Hilangkan hal-hal seperti itu dari dalam pikiranmu, dan ingatlah sejauh manapun kau melangkah akan selalu ada aku yang mengiring di jalanmu. Tanamkan dan ingat kata-kataku, oke?"

Akhirnya setetes air mata Jungkook meluruh ke pipi, ia mengangguk pelan tanpa berani menatap netra elang Taehyung.

Sementara dalam hati, Taehyung sendiri tengah dilanda bimbang. Ia tak ingin Jungkook bertemu dengan Jimin dalam keadaan seperti ini, terlebih Jimin yang kelihatannya berbeda dan telah berubah drastis. Harus ada hal yang ia pastikan dulu, satu-satunya orang yang dapat ia tanyai perihal Jimin adalah Kim Seokjin. Dokter muda itu pasti ada sangkut pautnya dengan hilangnya Jimin selama ini.


***

Jungkook menyelinap pergi pada jam terakhir kuliahnya. Pemuda itu bergegas ke fakultas seni grafis demi mengorek sesuatu yang sejak tadi mengganggu otaknya untuk berkonsentrasi.

Didepan pintu utama gedung fakultas seni, Jungkook berdiri layaknya badut ind•m*ret yang tengah menyambut para tamu. Walau sebenarnya yang ia lakukan sedikit konyol, tapi Jungkook tetap betah menunggu di depan sana.

Hingga akhirnya yang ia tunggu tiba juga. Jantungya mendadak berdetak tak karuan, kedua tangannya bahkan gemetar, suaranya tercekat bahkan hanya untuk memanggil seseorang yang telah lama tersimpan dalam ingatan.

"Hyung..." panggilnya bermaksud untuk menyapa orang yang ia anggap Jimin. Namun orang itu hanya berlalu saja, berjalan santai tanpa tahu ada orang lain yang menatapnya penuh kerinduan.

Barulah ketika Jungkook sadar Jimin telah menjauh, pemuda itu mengejar sembari berteriak lantang.
"Jimin hyung!"

Jimin sontak berhenti, melepas kedua airpods nya lantas menatap Jungkook penuh tanya. Sedikit mengernyit kala sadar bahwa wajah asing ini memanggilnya secara non formal.
"Ya?"

"Jimin hyung? Ini sungguh kau?" pancaran mata Jungkook melambangkan binar rindu bercampur bahagia tak terkira. Ia maju beberapa langkah sementara Jimin memundurkan wajahnya bingung. Pemuda di depannya memandangnya sangat lekat hingga Jimin sedikit tergagap.

"Aku?" Jimin menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, namaku Jimin. Maaf, ada perlu apa ya?"

Seketika binar mata itu redup, tergantikan dengan netra yang berkaca-kaca. Dalam hati bertanya-tanya, kenapa Jimin seolah tak mengenalinya? Benarkah ini Jiminie hyungnya yang selama ini ia cari?

"Hyung.., ini aku, Jungkookie. Kookie rindu, hyung" getar suaranya menandakan bahwa ia benar-benar menahan segala lonjakan emosi dalam dirinya, terlebih ketika ia hendak memeluk Jimin namun pemuda itu malah mundur seolah takut pada adiknya sendiri, bahkan kedua tangan itu disilangkan ke dada seakan takut tersentuh barang sedikit saja.

"Tunggu., tunggu.! Aishh.., ada apa sebenarnya dengan orang-orang di kampus ini? Apa kalian memang mengenalku? Padahal aku baru saja pindah ke Korea dan tidak memiliki satupun teman disini"

"Ma-maksudmu..-? Hyung tidak akan melupakan Jungkookie 'kan?" Jungkook harap-harap takut dengan perkataannya sendiri.

Menghela napas, Jimin lantas menyahut lembut. Kelembutan nada yang membuat Jungkook terbuai, namun hanya sesaat setelah kalimat Jimin mengandung sesuatu yang tak ingin ia dengar.
"Adik.., mau melupakan bagaimana kalau kenal saja tidak? Maaf, ya, hari ini aku jadwal, aku harus pergi"

Buru-buru Jungkook mencekal lengan Jimim hingga terpaksa membuat pemuda yang dua tahun lebih tua darinya itu berbalik.
"Jangan pergi. Aku sudah pernah melepaskan mu, kali ini tak akan ku biarkan kau pergi lagi. Ayo pulang bersama ku, hyung" ucapnya diiringi isakan tertahan.

Jimin sendiri berusaha untuk melepas tangan Jungkook yang menjerat lengannya. Tidak sampai menyakiti Jungkook, namun Jimin mana sadar bahwa ia sendiri telah membuat luka parah di hati sang adik.
"Aduh.., kamu ini bicara apa sih? Aku ingin pergi karena ada urusan. Kalau ingin bertemu lain kali saja, ya, akan ku berikan kontak ku"

Lengannya memang sudah terlepas dari Jungkook, namun kini ada satu tangan lagi yang menghentikan gerakannya untuk mengambil kertas dan bolpoint. Siapa lagi kalau bukan Taehyung, dosen muda pemikat hati wanita di kampus itu, sekaligus orang yang membuatnya heran setengah mati saat baru saja menginjakkan kaki di lantai kampus.

"Kau bisa pulang sekarang, Jimin-ssi. Biar anak ini menjadi urusanku" ucap Taehyung dengan suara bass nya yang menenangkan.

"Kak Taehyung..." Jungkook merengek tak terima.

Jimin sendiri sepertinya mulai menyadari sesuatu mengetahui bahwa pemuda manis di depannya ini memanggil dosennya berbeda dari mahasiswa yang lain. Lebih manis dan sarat akan kasih.
"

Ohh.., jadi kalian saudara, ya? Dia adikmu, Kim ssaem?"

Taehyung mengangguk samar dan tersenyum sekalipun ada luka dibalik senyumnya.
"Tepatnya adik sepupu ku. Kakak kandung nya sudah dua tahun terakhir menghilang"

Jimin sedikit membuka mulutnya kaget.
"Ah, aku tidak bermaksud menyinggung. Maafkan aku, adik manis. Maafkan aku, ssaem" ia tersenyum canggung, tak enak hati.

Dalam hati ingin sekali Jungkook berteriak kepada pemuda di depannya ini bahwa dialah kakak yang ia cari dalam dia tahun terakhir ini. Hati Jungkook memberontak ingin membawa Jimin kembali padanya. Berbagai macam emosi dalam dirinya saat ini tak bisa ia tafsirkan, membuat kepalanya pening bukan main.

Air mata Jungkook yang kian deras mengalir, sehingga Taehyung makin tak tega. Dengan cara halus, ia menyuruh Jimin untuk pergi lebih dulu meninggalkan mereka dalam suasana pilu nan haru.

"Situasi nya tidak semudah yang kau bayangkan, Kookie. Tunggulah sementara waktu, kakak akan mencaritahu apa yang terjadi pada kakakmu" ucap Taehyung setelah memastikan Jimin tak lagi tampak.

"Jadi dia benar kakakku 'kan? A-aku menemukannya... Kak Taehyung, aku menemukan Jimin hyung" air mata Jungkook kembali meleleh, bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan ambruk hampir jatuh menimpa yang lebih tua.

Jungkook melemas di tangan Taehyung yang kelabakan panik bukan main, terlebih ketika kedua mata bulat itu terpejam rapat.
"Jungkook?! Hei, sadarlah... Kau dengar aku?"

Tak ada jawaban sama sekali. Kedua netra itu masih tertutup sama sekali enggan terbuka ditambah dengan gurat pucat diwajahnya yang pasi. Tidak ada waktu, Taehyung lantas membawa Jungkook di kedua lengan sembari berlari menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri.











.
.
.

CASSIOPEIA
Written by Fazara

Sekarang itu lagi musimnya ujiaan
Aku pengen gitu lanjut nulis sampe minimal 1 chap lagi lah, tapi kehalang sama USBN, huhu~(╥﹏╥)
Jadi, mohon doanya ya wan kawan, supaya ujiannya lancar dan aku bisa lanjut lagi dengan hati senang~

Semangat juga buat kalian yang lagi ujian!!
Fighting! ≧∇≦

Sampai jumpa 2 minggu lagi~~

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

241K 22.1K 37
Jeon Jungkook harus hidup diantara orang-orang yang membencinya karena kesalahan besar yang tak disengaja. Tapi, semua itu tak membuatnya gentar dan...
122K 9.9K 28
"Hyung , Apa kau tidak mengingatku ?" _Kim Taehyung_ "Mianhe , Apa kita pernah bertemu sebelumnya , Aku tidak mengingatmu " _Kim seokjin_
200K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
520K 5.6K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...