TIGA BELAS JIWA

By slsdlnrfzrh

1.3M 188K 70.7K

Cerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan mene... More

Tiga Belas Jiwa
[SC] Raga
[JH] Johan
[JS] Joshua
[WJH] Arel
[KSY] Catra
[JWW] Dipta
[WZ] Khrisna
[DK] Arthur
[KMG] Pram
[XMH] Mada
[BSK] Gatra
[VN] Vernon
[DN] Dino
1.2 Johan
1.3 Joshua
1.4 Arel
1.5 Catra
1.6 Dipta
1.7 Khrisna
1.8 Arthur
1.9 Pram
1.10 Mada
1.11 Gatra
1.12 Vernon
1.13 Dino
2.1 Raga
2.2 Johan
2.3 Joshua
2.4 Arel
2.5 Catra
2.6 Dipta
2.7 Khrisna
2.8 Arthur
2.9 Pram
2.10 Mada
[Special Part] Manjiw Squad Girls
2.11 Gatra
2.12 Vernon
2.13 Dino
3.1 Raga
3.2 Johan
3.3 Joshua
3.4 Arel
3.5 Catra
3.6 Dipta
3.7 Khrisna
3.8 Arthur
3.9 Pram
3.10 Mada
3.11 Gatra
3.12 Vernon
3.13 Dino
4.1 Raga
4.2 Johan
4.3 Joshua
4.4 Arel
4.5 Catra
4.6 Dipta
4.7 Khrisna
4.8 Arthur
4.9 Pram
4.10 Mada
4.11 Gatra
4.12 Vernon
4.13 Dino

1.1 Raga

22.8K 3K 1.2K
By slsdlnrfzrh

Raga

Gak habis pikir gue sama kejadian di kamis pagi ini.

Gue yang baru selesai jaga malam di UGD langsung meluncur ke rumah Vernon yang terletak di daerah Dago Atas. Sekitar jam dua subuh, Vernon WhatsApp gue katanya Dino ada di rumah dia dan gak sadar-sadar akibat diajakin mabok sama adiknya. Gue gak tau detailnya gimana, tapi yang pasti nyali adik perempuan Vernon boleh juga kalo sampe berani ngajakin lelaki sepolos Dino clubbing bareng hingga tumbang kayak orang mati gitu.

Maap maap aja nih, selama hampir tiga puluh tahun Raga Askaradewa hidup di dunia, gue belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di klub malam. Meski tinggal jauh dari kedua orang tua yang saat ini menetap di Ibukota sejak duduk di bangku SMA, gue gak pernah memiliki niat hidup gak bener dengan cara ngabisin duit dan ngerusak badan di tempat begituan. Sebagai penjunjung tinggi kesehatan, gue malah lebih senang merogoh kocek yang lumayan untuk ikut klub fitness di salah satu fitness center ternama Kota Bandung.

Saat tiba di sebuah komplek minimalis sekitar Dago Atas, gue langsung bertemu dengan si pemilik rumah yang kini garuk-garuk kepala. Tadi gue sempet ngehubungin yang lain supaya kalo ada waktu, beberapa diantara mereka bisa menyempatkan datang kesini buat nemuin Dino. Gue sih gak pernah ngelarang-larang apa yang dilakukan orang. Mau mabok kek, having sex kek, semuanya hak mereka dan akan dipertanggungjawabkan oleh mereka juga jadi cuek-cuek aja meski ada sedikit rasa kecewa pas liat Dino gelutukan diatas sofa kayak gitu.

"Dino gak salah anjir, Bang." Vernon memberikan klarifikasi, "Adek gue yang salah."

"Cerita dulu ke gue, Ver, semalem gak jelas soalnya gue lagi ada pasien." Ucap gue yang kini duduk dekat Dino buat sekedar memeriksa keadaan dia.

"Gua juga belum tau jelasnya, Bang. Cuma semalem, pas gue lagi jadi DJ di Casper, gue liat ribut-ribut dan ternyata adek gue anjir berantem sama cowok random. Saat gue ajak balik katanya dia kesini sama temennya yang sekarang mabok parah. Gak nyangka juga kalo ternyata temennya itu adalah Dino, temen kita." Sampe sini keterangannya masih setengah jelas. Asumsi gue sih Dino gak mungkin minum alkohol kalau nggak diajak atau dijebak.

"Adek lo mana?"

"Lagi mandi dia, sadar duluan kayaknya udah biasa." Jawabnya agak malu gitu. Mau gak malu gimana coba Vernon sebagai abang disini? Adiknya gak pernah unjuk muka, sekalinya diumumkan ke Tiga Belas Jiwa eh malah jadi biang onar. Kalo adik gue yang kayak gini sih, gue auto ngomel sampe mulut gue berbusa. Untungnya Vernon dan adiknya terbiasa hidup dalam lingkup pergaulan yang bebas, sama seperti ketika mereka masih berada di belahan Amerika sana.

Cewek cantik yang matanya bulat dengan iris berwarna kebiruan itu gak banyak cerita pas bersiap pergi dari sana. Tebakan gue gak meleset, Sofia kenal Dino lewat Tinder dan mereka ketemuan kemarin sore. Katanya Sofia pikir, Dino tuh sama kayak cowok-cowok lain yang sering dia temui di kampusnya gitu. Tapi ternyata ketika ditanya tau Casper atau enggak, dia kebingungan dan berakhir naas sebagai pria mabuk berat di club malam kenamaan yang ada di jalan Pasteur. Pengen ketawa iya, kesel iya. Dino tuh auranya aja yang bad, aslinya kan bayi banget alias gak tau apa-apa saking polosnya dia.

"Din," biasanya orang mabok cuma butuh tidur semalem buat bisa kembali normal, "bangun woy, lama amat lo tidur."

Benar dugaan gue, dia menggeliat sampai otot-otot tubuhnya meregang diatas sofa. "Bang, sorry banget gue harus ke RS. Ntar gue yang ngurus izin Dino deh ke HRD. Lo tidur disini aja, biar ntar sore anak-anak yang gue suruh kemari abis jam praktek mereka selesai." Hampir aja gue lupa kalo Vernon masih punya praktek di Instalasi Rawat Jalan. Gue mengangguk lalu tos sama dia, Vernon juga harus anter adiknya kuliah karena akses dari rumah Vernon ke jalan raya lumayan jauh juga.

"Hati-hati, bro. Ntar biar gue umumin di grup aja kali ya, supaya bisa sekalian ngumpul." Ucap gue yang sekarang menyaksikan kepergian Vernon dari rumah minimalis yang catnya dominan berwarna putih ini. Gue udah ngantuk parah, tapi Dino masih setengah sadar dan gue harus ngasih dia wejangan dulu sebelum ikutan tidur buat ngeredain mabuknya itu.

"Bangun lo," perintah gue pada lelaki yang masih sulit membuka mata ini. "Ngapain sampe mabok, Geraldino Osmano, adeknya Bang Raga yang paling ganteng? Hm?"

"Anu bang, Dino gak tau. Diajakin Sofia, adek bang Vernon." Jawabannya sama persis dengan jawaban Sofia. "Lagian abang sih, kok gak ada yang ngasih tau muka adeknya bang Vernon kayak apa coba ke Dino?"

Gue terkekeh pelan, "Semua orang juga gak ada yang tau muka adeknya dia, kan katanya takut digebet tapi tanpa disangka malah berhasil lo gebet, Din."

"Sumpah ya, gue ketipu sama polosnya dia di siang hari anjir. Malemnya liar gitu, kaget gue." Katanya sembari mengelus dadanya pelan, "Bang, rasanya mabok tuh kek gitu ya?"

"Mana gue tau, seumur-umur gue gak pernah mabok ya, Din." Ucap gue bangga, "Makanya, jangan gampang dibegoin orang. Kalo diajak ke tempat begituan lagi, gak boleh asal minum, tanya dulu ngandung alkohol apa enggak. Tapi mustahil sih kalo gak ada alkoholnya kecuali lo cuma jajan Mocktail di resto Kandang Ayam Karapitan."

"Laper gak lo?" Masih gue yang bertanya, abis muntah kayak gitu pasti laper deh, butuh asupan tenaga ulang.

"Laper, gue muntah ada kali satu ember." Candanya. "Btw gue gak sanggup masuk kerja nih kayaknya, masih ngelayang kepala gue, berat."

"Vernon yang urus, lo jangan tiduran terus, duduk dah sambil nonton tv biar gue masak bentar." Gue melenggang pergi menuju dapur. Raga gak bisa masak sih, cuma biasanya di rumah Vernon suka ada bubur instan yang sengaja dia stok untuk persediaan. Dan benar, gue menemukan banyak sekali bungkus makanan instan itu didalam lemari pantry dengan rasa yang beraneka ragam. Setelah menyeduhnya, gue kembali ke ruang tengah untuk memberikan satu dari dua mangkok yang gue ambil kepada Dino.

Gue dan Dino gak banyak bicara pagi itu, selain karena gue yang ngantuk berat, Dino juga masih shock terhadap apa yang dialaminya kemarin malam. Kita berdua hanya menonton televisi sampai akhirnya ketiduran, atau cuma gue aja yang ketiduran karena beberapa kali gue bisa mendengar suara dering notifikasi dari ponsel yang tentunya bukan milik gue melainkan milik Dino.

***

"Makanya anjing, jangan tolol lu kalo jadi orang. Jajannya Marimas mulu si, gampang dibegoin kan jadinya."

"Yaelah, Han, gak usah dimarahin juga anak orang. Emaknya aja bukan."

"Eh, Rel, emaknya semaleman nerror gua. Mau gak bingung gimana coba? Untung tadi ketemu Vernon, jadi tau dah dia kenapa."

"Kok jadi lo berdua yang berantem sih?" Gue melerai, bukannya datang buat ngilangin trauma Dino, Johan sama Arel malah bertengkar perihal Marimas doang.

"Tau nih manusia julit yang dua, nyari masalah mulu." Sindir Gatra.

"Din, denger Bang Jo." Suka nih gue kalo Joshua udah ngasih petuah, "Nanti, kapan-kapan, kalo ada yang ngajakin Dino ke tempat yang menurut Dino aneh, jangan diturutin, oke? Yang capek siapa? Badan Dino. Yang kasian siapa? Dino juga. Yang rugi? Masih Dino, plus pasien-pasien Dino yang tadi nungguin Dino."

"Iya bang, maaf." Laki-laki yang menjadi objek penerima nasihat itu tertunduk seraya mengangguk pelan. Dia langsung dirangkul sama Arthur yang sekarang ketawa-ketawa sendirian. Heran, padahal gak ada yang lucu tapi Arthur malah ngakak kayak gitu.

"Sama kayak sex education, alcohol education juga mulai diperlukan nih kayaknya hahaha. Supaya apa? Supaya orang-orang yang gak pernah mabok kayak kita bisa ngebedain mana marimas, mana alkohol." Katanya dengan tepukan di punggung Dino. Setuju sih gue sama Arthur, bertanya sebelum meminum sesuatu itu sepertinya dibutuhkan deh di jaman yang kian gak masuk akal ini.

"Gimana rasa cocktail? Kasih tau gua dong, Din." Kata Mada, padahal gue tau dia lebih khatam sama hal begituan dibanding dengan Dino. Sebenarnya cara ngasih wejangan ala manjiw squad ini gak pernah memakai cara yang serius meski inti pesan yang ingin disampaikannya sangat serius. Soalnya kita semua sadar, di usia kita yang sekarang, mendapatkan masukan dengan cara yang kuno itu jelas akan sulit diterima sehingga pilihan seperti ini udah sangat tepat untuk dilakukan.

"Pait anjir, bang. Gue pikir air rebusan pare dicampur gula."

"Masih paitan juga idup gua." Pram memukul dadanya sendiri, udah bukan rahasia umum lagi kalau lelaki satu itu tengah memperjuangkan cintanya terhadap salah satu dokter baru di Instalasi Rehabilitasi Mental.

"Sad boy." Arthur menepuk punggung Pram dengan wajah yang dibuat sedih, "Maaf kalau lo kalah ganteng sama gue, ini diluar kuasa gue soalnya." Tambahnya yang sukses memancing gelak tawa dari orang-orang yang ada disini. Biasanya yang dijadikan tempat ngumpul tuh rumah Arthur atau kafe langganannya Mada di Braga. Tapi berhubung ada kasus antara Sofia - Dino di rumah Vernon, makanya Manjiw Squad memutuskan buat ngumpul bareng di rumah dokter dari instalasi kesehatan Psikogeriatri.

Yang baru dateng cuma Johan, Arel, Joshua, Arthur, Gatra, Mada dan juga Pram. Gue, Dino, dan Vernon sih udah gak perlu dihitung kali ya soalnya khusus lelaki yang berperan sebagai kakak si biang onar, dia izin pulang lebih awal karena harus datengin adeknya ke kampus dan nemuin Dino untuk memastikan keadaannya. Johan harusnya masih jaga di UGD, tapi Khrisna bilang dia akan mengambil alih soalnya pada panik denger kondisi Dino. Sisa tiga orang yang belum datang, diantaranya Catra, Khrisna, dan juga Dipta.

Catra bilang, dia lagi otw kesini bareng sama Dipta. Jika mengingat lagi kejadian yang pernah menimpa dua orang itu, gue masih sering dibuat ngakak tiba-tiba. Kebetulan banget kita ngumpul bareng, ada yang harus gue omongin soalnya kemarin malem saat baru mulai jaga, gue didatengin sama tim humas rumah sakit jiwa. Enaknya sih ngomong pas udah pada kumpul aja kali ya, soalnya tiga orang belum dateng dan gue gak tau mereka datangnya kapan karena kondisi lalu lintas Bandung lagi sulit diperkirakan.

Tak berselang lama- mungkin sekitar dua puluh menit setelah itu, dua orang yang gue tunggu akhirnya datang juga. Khrisna bilang dia nunggu kabar aja soalnya lagi dapet pasien emergensi dan gak bisa pulang sesuai jam yang ditentukan. Catra Surya Wirawan baru sampe udah uring-uringan, katanya dia kesel sama Dipta gara-gara capung yang Catra tangkap pas lagi jalan ke Instalasi Radiologi dilepasin sama dia. Perihal capung doang dipermasalahkan, mau gak ajaib gimana coba temen-temen gue di Rumah Sakit Jiwa ini?

"Ya elu pake dilepasin, Dip."

"Orang capungnya mati."

"Dia ekting doang anjir, pas lu terbangin kan langsung kabur."

"Mana gue tau kalo capungnya lagi casting sinetron dalem botol."

Belum sempat Catra menjawab, sesegera mungkin gue memotong. "Kalo masih dilanjutin gue sumbangin lo, Tra, ke dunia capung." Ancam gue dengan telunjuk yang menunjuk kearahnya. "Dengerin dulu bentar, gue ada info nih."

"IH BANG VERNON, JANGAN NYOLEK-NYOLEK PANTAT DINO!"

"Nah, kalo udah bisa ngambek berarti lo udah sadar."

"Apaan sih, pokoknya Dino masih kemusuhan ya sama bang Vernon!"

Ada aja deh hambatannya. Resiko ngumpul sama belasan kepala tuh ya gini, gak bisa dibawa serius barang sebentar aja. "Anjing ih berisik, dengerin dulu itu si Raga mau ngomong!" Untung ada Johan dengan segala kata keramatnya yang mampu membuat semua orang bungkam mendadak.

"Tadi gue didatengin bu Tati, itu loh, pegawai humas RS."

"Nah loh, Dino ketauan mabok terus mau dipecat."

"Bukan, bego!" Tangan gue menggeplak belakang kepala Arel, "RSJ mau ulang tahun yang ke-41 tahun."

"Terus gedungnya suruh tiup lilin gitu?"

"Sekalian gentengnya dipakein topi ultah gak, Bang?"

Demi Tuhan, gue pengen banget nonjok dua orang yang ngomong itu sekarang- siapa lagi kalo bukan Catra-Gatra.

"Elu yang ditiup biar minggat dari RS!" Jarang banget Raga ngegas, sekalinya ngegas dan lupa istighfar ya gini deh jadinya. "Divisi Humas minta para tenaga kesehatan bikin acara yang meriah gitu. Para perawat diminta pentas drama, gak tau dah gua maksudnya apaan sampe orang sakit disuruh nonton drama. Nanti juga ada fun games buat para pasien di instalasi masing-masing, selebihnya kepala instalasi yang bakalan ngasih arahan. Nah, sebagai kembangnya RSJ Provinsi, Manjiw Squad disuruh mempersembahkan sesuatu yang menarik gitu, yang beda, yang belum ada."

Cuma satu hal yang bisa bikin orang-orang ini diem; mikir. Mereka kalo mikir langsung pada serius, gak ada acara colek-colekan, gak ada juga acara nyeletuk ngasih lawakan. Sebelas orang yang duduk gak karuan didepan gue langsung pada nunduk kayak orang lagi tahlilan. Mau main taruhan sama gue gak? Pasti dalam semenit kedepan, suasana akan riuh oleh sahutan dari mulut orang-orang tak berperi-kediaman ini.

"Karaoke!"

Itu Arthur,

"Lomba masak!"

Itu Gatra,

"Diem aja lah kita, nonton."

Itu King of Mager-nya Rumah Sakit Jiwa alias Johan,

"Arak-arakan kuda lumping!"

Tebak sendiri lah, males gue nyebutinnya.

"Atraksi Barongsai aja gimana?"

Gue tau etnis Tionghoa baru Imlekan, tapi masa iya sarannya harus atraksi barongsai banget?

"Kerohanian aja, Ga, biar makin deket sama Tuhan."

Setuju sih gue sama Joshua, tapi kayaknya kurang pas deh kalo ada acara kerohanian.

"Lomba main GTA Upin-Ipin. Kan banyak tuh anak-anak rehabilitasi yang kecanduan game."

"Iya kayak elu, lo juga harus gue rehab, Dip, lama-lama." Ucap gue kesal. Kalo setelah ini masih ada saran yang nyeleneh, gue lebih baik balik aja dari sini.

"Serius dong woy, masa udah ganteng disuruh arak-arakan kuda lumping sama atraksi barongsai." Arel yang lagi tengkurap diatas karpet mendadak nyaut karena udah kehabisan stok kesabaran.

"Yang gampang aja napa sih? Nyanyi kek, joget kek, orang ganteng mah mau ngapa-ngapain juga dimaklumi." Pram udah putus asa banget melihat pertikaian ini, pun dengan gue yang langsung sakit kepala karena berisiknya suasana di ruang tengah milik Vernon.

"Yang bisa alat musik siapa?" Vernon yang sejak tadi bungkam angkat bicara. "Gimana kalo kita bikin konsep acara musikal aja?"

Hening.

Otak pentium gue dan teman-teman yang lain mendadak lemot banget denger kata 'musikal' disebutkan. Gue lupa, disini kita punya ahlinya perancang event yang udah punya jam terbang luar biasa. Siapa sih yang gak tau Malcolm Promotama? Harusnya perdebatan kayak tadi tuh gak perlu terjadi karena segalanya akan beres jika diserahkan kepada si bule tampan ini.

"Banyak sih," jawab Gatra yang lumayan aktif di dunia seni. "Gue bisa lah kibot doang mah."

"Kibot?"

"Keyboard anjing, kibot pale lu." Kali ini gue dukung Johan buat marahin Gatra, serius.

"Yaelah bang, sensi mulu idup lo." Sungutnya gak mau kalah, "Bang Khrisna drummer dong, lo juga bassis, bang Jo gitaris, ntar biar Catra yang megang kecrekan hahahaha!"

"Adek durhaka lo, gagah gini disuruh pegang kecrek."

"Mau denger ide gue gak?" Tanya Vernon, semua orang mengangguk bersemangat dengan posisi duduk yang kian rapat. Vernon menjelaskan idenya satu persatu, gue sangat suka dengan pemikiran spontan laki-laki itu. Menurut gue ini akan pecah, dan gue yakin acara ulang tahun RSJ yang ke-41 ini akan sangat berkesan entah bagi orang-orang di rumah sakit, para pasien, ataupun kita sendiri.

Meski selalu diselingi oleh candaan, akhirnya rapat berakhir dengan satu kesepakatan. Acaranya masih satu minggu lagi, tapi kayaknya kita akan mulai sibuk dalam waktu dekat karena banyak sekali kegiatan yang sudah direncakan oleh pihak rumah sakit. Disaat yang lain udah pada bubaran dan sibuk dengan dunia mereka masing-masing, tiba-tiba saja Dino mendekat kearah gue sambil pasang tatapan sok menyedihkan.

"Bang," katanya seraya menggelayut di tangan gue, "Jangan bilang ibu bapak ya?"

***

Paska berakhirnya kasus Dino - Sofia yang gak menemui akhir karena si biang onar hilang tanpa jejak, malamnya gue kembali disibukkan dengan tugas jaga sampai keesokan paginya. Beruntung malam ini UGD gak rame-rame banget, cuma ada tiga pasien dan semuanya berasal dari pasien gawat darurat fisik. Kemarin Khrisna gak sempet datang, dia ketemu sama gue di parkiran rumah sakit dengan wajah lelahnya akibat menangani pasien gak sadarkan diri yang ternyata terkena pendarahan intrakanial akibat terjatuh di kamar mandinya sendiri.

Tiga puluh menit menuju pulang, gue udah bersiap-siap dengan cara bikin laporan jaga UGD untuk shift tadi malam. Kayaknya gue harus ke dokter mata dalam waktu dekat deh, soalnya tiap liat layar komputer atau hape, mata gue sering ngerasa sakit kemudian buram tiba-tiba sampai gue harus menyipitkan mata. Ngetik dengan ukuran huruf 12pt udah gak keliatan, gue harus zoom kertas berkali-kali buat memastikan apakah kalimat yang gue ketik benar atau salah. Tadinya UGD pake laporan manual gitu, tapi banyak yang protes karena katanya gak efektif sehingga diganti seperti ini.

"Dokter!"

Baru aja gue mau print laporan yang gue buat, mendadak saja sebuah kepala menyembul didepan meja hingga gue nyaris terjungkal dari atas kursi.

"Ody!"

Masih inget kan lo sama si Ody? Itu loh, pasien Siklotimik Disorder yang ngikutin gue pas pulang dari Instalasi Rehabilitasi Mental satu minggu lalu.

"Kamu ngapain ke UGD?" Desis gue pelan.

"Nemuin dokter lah, masa mau ketemu pasien. Kan gak kenal." Liat nih didikan gue, udah pinter ngeles kayak si Johan kan sekarang?

"Maksud dokter, kamu gak perlu ke UGD, nanti dokter yang kesana."

"Lama, udah kangen." Jawabnya manja, heran banget gue sama anak gadis jaman sekarang. Dibaikin dikit bilangnya baper, tau apa sih mereka soal baper-baperan disaat gue aja belum pernah ngerasain itu? "Bikin apa sih, dok? Serius banget sampe matanya sipit."

"Bukan serius, gak keliatan ini." Jawab gue agak ketus, "Sana kamu balik ke kamar, masih pagi ini, Dy."

"Gak mau, mau disini." Katanya sembari melingkari meja kemudian bersidekap disebelah gue. Dia gak duduk, punggung dan pantatnya jadi sejajar karena posisinya sekarang. "Laporan jaga dokter shift malam UGD RSJ Provinsi, dokter yang bertugas Raga Askaradewa Sp.KJ." dia membaca tulisan diatas kertas yang baru selesai gue cetak, "Keren namanya, kayak orangnya."

Sial banget gue melting gara-gara dipuji bocah ingusan kayak Ody, "Kamu tuh, cepet sembuh biar bisa sekolah lagi."

"Gak mau, nanti gak ketemu dokter Raga lagi."

Mendengar itu sontak saja kertas yang gue pegang jatuh berserakan keatas lantai, "Kamu ih, jatoh semua." ucap gue sebal. Saat gue hendak berjongkok untuk mengambil kertas-kertas itu, mendadak saja Ody melakukan hal yang serupa hingga kepala kita berbenturan.

"Ody!" Decak gue kesal, sementara yang dibentak cuma nyengir dengan wajah tanpa dosa.

"Dokter ganteng deh, jadi suka." Bisiknya yang sukses membuat gue terbengong. Lalu dalam waktu yang sangat cepat, sesuatu yang kenyal mengenai pipi gue yang sejak tadi berubah warna menjadi merah. Bocah delapan belas tahun kayak Ody belajar dari mana sampe lancang cium pipi orang seperti sekarang?

"ASTAGFIRULLAH RAGA!"

"AH!"

Untuk yang kedua kalinya, kepala gue kejedot kening Ody namun lebih kencang lagi dari sebelumnya. Yang teriak adalah Johan, kayaknya dia baru datang karena ternyata jam pergantian shift udah kelewat.

"Lo ngapain anjing?!" Bentaknya, diikuti oleh Khrisna yang sekarang menutup mulut dengan tangannya sendiri. Gue kayak kepergok zina ghair muhsan yang kalo ketauan harus dapet hukuman rajam sampe bertemu ajal anjir. "Itu bocah, anjing!"

"Han, gak gitu, gue bisa-"

"Bang, plis banget ini mah gue tau lo udah tua tapi gak gini." lirih Krishna pelan. Mereka liat adegan yang mana sih sampe pada geleng kepala kayak gitu?

"Hai, dokter." Ody melambaikan tangannya kepada Johan dan Khrisna lalu berdiri, "Saya ... anu, hehe." Katanya kemudian bersiap untuk lari. Namun dengan cekatan Johan mencekal tangan perempuan itu dan menyeretnya masuk ke ruang dokter. Pun dengan Khrisna, dia memaksa gue berdiri lalu menarik gue kedalam ruangan yang masih menyimpan barang-barang gue didalamnya.

"Anjing, Ga, kalo mau mesum jangan di kolong meja goblok!"

"Dek, kok pagi-pagi udah di UGD? Kamu gak diapa-apain bang- dokter Raga kan?"

"Han, Khris, gak gitu." Gue berusaha menjelaskan, tapi Johan malah berkacak pinggang sambil melihat gue geram. "Dy, kamu jelasin ke mereka buruan."

"Saya suka ke dokter Raga, hehe."

Ini bocah niat ngebunuh gue apa gimana sih?

"Wah parah, parah. Kawin lu berdua, biar gue yang bawa ke KUA." Ucap Johan ngawur.

Gue menghembuskan napas kasar lalu memejamkan mata selama beberapa saat, "Gue jelasin nanti, sekarang gue nganterin Ody dulu ke kamarnya. Sekali lagi lo ngelantur, gue tendang tulang kering lo." ancam gue serius. Gue menggeser tubuh Khrisna yang menghalangi pintu, Ody mengekor dibelakang gue dengan cengiran lebar di wajahnya. Dia keliatan bangga, padahal gue udah deg-degan karena dua temen gue berhasil salah paham oleh tingkah kekanakan bocah yang terkena Siklotimik Disorder itu.

"Ody, kamu gak boleh cium-cium dokter!" Gue menasehati ketika sedang membawanya keluar menyusuri lorong UGD.

"Kan gak sengaja dok, kirain gak ada yang liat." Katanya. Masih untung dia sakit, statusnya pasien pula. Kalo sehat dan statusnya orang biasa, udah abis kali gue amukin sampe nangis semaleman.

"Kalo Ody gitu lagi, dokter Raga gak akan nemuin Ody ke kamar rawat lagi!"

"Eh, kok gitu? Katanya ... katanya ... dokter mau bantuin Ody sembuh." Perkataannya yang itu membuat langkah gue terhenti, padahal tinggal beberapa meter saja menuju gedung berlantai satu yang khusus diperuntukkan bagi remaja dan anak-anak itu. Gue berbalik, menatap wajah gadis delapan belas tahun yang dibalut baju pasien berwarna biru muda.

"Janji dulu sama dokter, Ody udah gede dan ngelakuin hal itu ke dokter tuh gak baik." Selama hampir satu minggu kenal sama Ody, gue jadi tau banyak hal soal bocah perempuan yang ternyata baru lulus dari bangku SMA ini. Latar belakangnya tidak seberuntung gue yang hidup dengan gelimang kasih sayang orang tua, dia menderita gangguan kecemasan yang tak jarang membuatnya kehilangan kontrol dan rasa percaya diri. Dia takut mengecewakan orang tuanya, dia takut tidak bisa mempertahankan posisinya, dan ketakutannya sangat tidak wajar untuk dirasakan oleh anak seusianya.

"Maafin Ody ya, dok." Ucapnya tulus, kepalanya tertunduk untuk menghindari tatapan gue.

"Dokter Raga maafin." Jawab gue cepat, "Kamu masuk sana, nanti siang ada jadwal rehab sama dokter Arthur kan? Ikutin semua suruhan dokter dan perawat biar cepet sembuh."

Dia gak menjawab, Melody cuma tersenyum lalu melambaikan tangannya kearah gue seraya berlari menuju gedung rawat inap. Dia udah ditungguin sama satu perawat, nyaris aja perawat itu mau marah tapi urung saat kedua matanya menangkap gue dari kejauhan. Tanpa berlama-lama berada disini, gue kembali ke UGD untuk menemui dua laki-laki yang ... sekarang nyegat gue di pintu belakang UGD.

"Apa-apaan nih?" Tanya gue seraya mundur kebelakang.

"Udah diapain aja anak orang sama lo, Ga?"

Maksudnya gimana? Diapain apanya sih? Ngawur nih si Johan sama Khrisna, sumpah.

✡️✡️✡️






YEAY KETEMU LAGI DI BAGIAN DOKTER RAGA!

Ody siapa? Ada di part-nya Raga beberapa minggu lalu semoga masih inget.

Akutuh pengen banget kirim dr. Raga ke Korea buat nemenin S.Coups😭 kaget tau ga tadi sore denger kabar dia kena Anxiety😭 get well soon, uri Leader😭 nangis banget liat konfirmasi Pledis huhu

Continue Reading

You'll Also Like

141K 25K 64
Lautan, satu kata yang memiliki arti berbeda di diri setiap orang. Ada yang mencintai bentangan perairan biru bernama lautan itu dengan tulus dan ikh...
50.7K 6.3K 29
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
208K 39.4K 35
[ㅎㅈㅅ #BOOK2] hubungan jisung dan lina belum berakhir sebelum ada sesi baku hantamnya. sequel book from 'HAN JISUNG'. #41 in shortstory p.s: harsh wo...
1.6K 242 33
Katanya, cinta itu akan tumbuh sama seperti benih yang dirawat dengan kasih sayang. july 17, 2021