I'm Not Your Obsession [End]

Tyarss_ tarafından

5.1M 102K 1.9K

Demi memberikan kebahagiaan untuk adik angkatnya, Felicya rela melakukan apapun itu. Saat adiknya harus mela... Daha Fazla

Prolog
0||01
0||02
0||03
0||05
0||06
0||07
0||08
0||09
0||10
1||11
1||12
1||13
1||14
AN
Info
Haloooii

0||04

232K 7.2K 173
Tyarss_ tarafından

✡I'm not Your Obsession✡


Darin merebahkan tubuh Felicya perlahan di atas ranjang. Kali ini ia bersikap lembut supaya Felicya merasa tenang dan tidak akan tegang nantinya.

Felicya memalingkan pandangannya, namun tangan Darin bertindak memegang dagunya, dan menolehkan kepalanya, membuat matanya bertemu dengan tatapan gelap Darin. Nafas Felicya memburu tak teratur.

"Aku tidak suka kau melihat hal lain saat aku akan memasukimu. Cukup lihat mataku, dan teruslah mendesah untukku. Itu tugasmu sekarang." suara Darin yang rendah membuat bulu kuduk Felicya meremang. Tangannya meremas sprai erat-erat saat bibir Darin beraksi menggrayangi tubuhnya.

Menjilat lehernya, menghisap dan terus turun ke payudaranya.

"Ahhhhsssssshhh.." Felicya menggigit bibir bawahnya kala Darin mengulum payudaranya. Lidah Darin bergerak menggarap puntingnya. Geli dan lama kelamaan Felicya merasa nikmat.

Felicya memberanikan dirinya untuk mengangkat tangannya dan bertengger di kepala Darin. Meremas rambut tebal pria itu. Menariknya agar lebih dalam menghisap payudaranya.

Darin melepaskan kulumannya, menjilat bibir bawahnya sebentar, tatapannya sudah penuh akan kabut gairah yang memuncak.

"Aku akan memulainya." Darin mulai mengarahkan pusakanya ke inti Felicya.

Susah. Namun semakin ke dalam, Darin tak lagi menumukan penghalang. Ia berdecih.

"Cihhh! Dasar jalang! Kau bahkan sudah tidak virgin!" Darin menggeram saat milik Felicya mencengkramnya begitu erat. Rapat dan nikmat.

"Ahhhkkk!" Felicya menjerit tertahan saat Darin tiba-tiba menghentaknya kasar.

Permainan Darin berlangsung dengan begitu teratur. Mulai dari tempo lambat hingga cepat. Dan malam itu, untuk kedua kalinya Felicya merasakan nikmat duniawi. Meski di awal dia merasa sakit hati dengan perkataan Darin yang mengatakan dirinya 'jalang'

Ini semua bukanlah kemauan Felicya, takdirlah yang mengharuskan dirinya berbuat seperti ini. Tidak cukupkah gunjingan yang selama ini ia terima? Apa Darin harus mengatakan itu juga? Saat dirinya telah rela mengandung benih pria itu? Oh tidak! Tentu saja Darin akan selalu merendahkannya. Karena dia hanyalah seorang pelayan. Dan Felicya harus selalu sadar akan posisinya itu.

Felicya mengatur nafasnya saat permainan Darin telah selesai. Syukurlah Darin hanya membutuhkan sekali pelepasan. Felicya dapat merasakan lelehan yang keluar dari organ kewanitaannya. Memejamkan matanya dan terus mengatakan pada hatinya bahwa ini semua sudah benar. Yaa, dia harus kuat untuk sembilan bulan kedepan.

Buk!

"Auhhhh" Felicya menggaduh kesakitan saat bokong dan punggungnya mendarat di lantai. Darin menendangnya dari ranjang.

"Aku tidak suka ada orang yang tidur di sampingku. Tugas mu sudah selesai. Kau boleh kembali ke kamarmu." Darin mulai memejamkan matanya. Tenang dan tak merasa bersalah telah membuang Felicya setelah selesai menggunakan tubuhnya. Darin tak peduli itu.

"Ahkk!!" Felicya menggeram kesenutan saat menggerakkan kakinya. Ia merangkak memunguti pakaiannya. Memakai kembali pakaiaannya secepat yang ia bisa. Selangkangannya yang masih ngilu membuatnya harus menyeret tubuhnya hingga kepintu.

"Dasar pria tua yang kejam!" maki Felicya saat sudah berdiri dan membanting pintu keras-keras, ia tak peduli menganganggu tidur Darin. Toh itu yang ia inginkan.

Pagi beranjak, Darin menggeram dari tidur nyenyaknya yang terganggu akibat silau paparan sinar matahari yang masuk melalui celah gorden kamarnya.

Sudah menjadi rutinitas Darin untuk bangun pagi lalu sarapan saat hari liburnya tiba. Pagi ini setelah membersihkan tubuh kotornya akibat semalam, Darin sudah rapi dengan setelan santainya. Kaos putih polos serta celana pendek melekat di tubuh berototnya.
Darin menurni tangga lalu berjalan menuju meja makan.

"Selamat pagi tuan Darin." sapa bibi Daisy.

Para maid yang melakukan tugasnya berhenti sejenak untuk sekedar menatap majikan mereka yang tampan. Tapi Darin tetaplah Darin. Ia tak peduli dengan pandangan setiap orang terhadapnya.

"Hari ini, Andreas akan pulang. Mungkin beberapa jam lagi dia sudah sampai." jelas Darin pada bibi Daisy.

Andreas adalah anak tunggal bibi Daisy. Ia merupakan teman Darin sedari kecil. Hingga dewasa Darin selalu mempercayai Andreas untuk melakukan misi rahasia. Andreas selalu tau seluk beluk kejahatan Darin.

Bibi Daisy tersenyum haru. Yang ia tahu, Andreas putranya sedang melaksanakan tugas dari Darin untuk pergi ke suatu negara. Dan akhirnya putra tunggalnya itu pulang. Ia sangat merindukan putranya itu.

"Oh ya? Biarkan Felicya tidur sedikit lama. Dia butuh istirahat cukup untuk tugasnya nanti malam." Darin tersenyum miring membayangkan Felicya yang berada di bawah kungkungannya. Wajah gadis itu yang memerah serta desahannya sungguh melayang-layang di pikiran Darin.

"Baik tuan." bibi Daisy kembali menyiapkan makanan di atas meja makan, dan menyajikan santapan untuk Darin di atas piring pria itu.

Darin salah jika mengira Felicya masih tidur cantik di atas ranjang, nyatanya Felicya sudah sadar dan berjalan-jalan di area taman samping rumah. Alasannya sederhana, Felicya ingin menghindari Darin.

Felicya menginjak rumput dan berjalan kearah pekarangan bunga. Terdapat berbagai macam bunga, dan semua sangat terawat sekaligus tertata sangat rapi. Jika dipikir-pikir, ini sedikit aneh.

"Hah? Aku baru tau kalau pria dingin itu memilki kebun bunga. Ini agak.. Em.. Unik." Felicya bertolak pinggang.

Felicya membuang pandangannya. Dan saat itulah ia menemukan seuatu yang menarik baginya. Menghampirinya, Felicya berjongkok di samping kursi kayu. Kedua sudut bibir Felicya terangkat saat melihat kecantikan bunga baby breath. Bunga kecil itu merekah dengan sempurna.

"Wahhh cantiknyaa.." Felicya terkagum-kagum. Kedua lututnya yang tertekuk di jadikan penopang untuk dagunya. Felicya ingin memetik setangkai bunga itu, untuk di pajang di dalam kamarnya.

"Pasti akan terlihat sangat indah. Darin tidak akan marah jika aku memetik bunga ini bukan? Lagian untuk apa dia marah? Kecuali jika memang Darin seorang pencinta bunga, dan itu akan sangat mustahil." Felicya mengangguk mantap, dan mulai memetik bunga untuk dirinya sendiri.

"Siapa kau?" tangan Felicya yang hampir saya menyentuh bunga itu harus terhenti di udara. Ia lekas melihat si pemilik suara.

"Hah?" Felicya terhenyak. Ia berdiri dengan mulut setengah terbuka.

"Tampannya.." lekas Felicya membungkam mulutnya, sebelum pria yang berdiri di hadapannya itu menyadari gumamannya.

Pria itu mengeryit. Tentu saja ia dapat dengan jelas mendengar perkataan Felicya.

"Kau siapa?" kata Felicya balik bertanya.

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya? Kau tidak tau siapa aku?" Felicya menggeleng.

"Apa aku harus tau siapa dirimu? Apa itu penting?"

"Haahh? Kau pelayan baru yaa?"

Pelayan? Felicya terdiam. Yeaahh lagi-lagi ada orang yang mengingatkan posisinya.

"Iya." balasnya ketus.

"Aku, Andreas. Kita mungkin akan sering bertemu nanti." Felicya menatap ragu uluran tangan Andreas. Tapi senyuman pria itu mengalahkan keraguannya.

Felicya ikut tersenyum lalu menjabat tangan Andreas. Keduanya berpandangan cukup lama.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Andreas.

"Oh? Ini, aku sedang melihat bunga itu." tunjuk Felicya pada bunga di hadapannya.

"Kau belum tau nama bunga ini?"

Felicya menggeleng.

"Bunga ini Gypsophila paniculata, atau baby breath." Andreas jongkok, diikuti Felicya.

Keduanya menatap pada objek yang sama. Felicya nampak menunggu penjelasan dari Andreas selanjutnya.

Tapi Andreas tak kunjung bersuara. Membuat Felicya menatap pria itu.

"Apa?" tanya Andreas yang merasa kebingungan menadapatkan tatapan Felicya.

"Kau tidak akan melanjutkan penjelasanmu tentang bunga ini?"

"Tidak. Aku kan hanya memberi tahumu namanya saja. Sudahlah. Aku akan masuk. Kau tidak ingin masuk?"

"Tidak. Aku masih ingin ada disini." Felicya kembali melanjutkan aktifitasnya mengagumi bunga baby breath.

Andreas yang melihat itu tersenyum. "Cantik." gumamnya sebelum meninggalkan tempat itu.

Cukup lama Felicya berada di taman, dan ini sudah waktunya untuk kembali. Felicya berbalik melalui area belakang rumah. Ia berencana masuk melalui pintu belakang.

"Akhh! Tolong!" jeritan itu menghentikan langkah Felicya.

Felicya menajamkan pendengarannya. Tapi dia tidak mendengar suara apapun lagi.

"Mungkin itu cuma halusinasiku saja." Felicya mengenyahkan suara asing tadi.

Felicya kembali melanjutkan langkahnya. Namun baru satu langkah ia beranjak, ia kembali mendengar suara itu. Kali ini terdengar kentara.

"Tolong! Aku mohon selamatkan aku!"

Felicya menelisik sekitar. Mencari keberadaan suara itu.

"Tolong!" langkah kaki Felicya semakin mendekati suara itu.

Dan Felicya mulai yakin dimana suara itu berasal saat melihat sebuah pintu tua yang terlihat seperti gudang. Pintu itu berada di deretan pintu-pintu lainnya. Dan hanya pintu itu saja yang sudah terlihat tua dan karatan.

Tok! Tok! Felicya mencoba mengetuk pintu itu.

"Ada orang di luar! Tolong aku! Tolong selamatkan aku! Aku mohon.." suara itu terdengar lirih di akhir kalimatnya.

"Apa kau manusia?!" seketika Felicya merasa bodoh. Pertanyaan macam apa itu? Saat ini orang di dalam ruangan itu sedang ketakutan dan membutuhkan pertolongannya. Dan Felicya malah menanyakan hal konyol. Tapi bisa saja kan jika suara itu bukan dari manusia, bisa sajakan kalau dedemit.

"Iyah. Tolong selamatkan aku.. Aku mohonnn.." Felicya ragu. Ia merasa kasihan, tapi dia juga tidak tau apa yang saat ini terjadi. Alasan apa yang membuat perempuan itu di kurung di ruangan itu.

"Tenanglah. Aku akan mencoba mencari cara. Bertahanlah disana. Aku akan kembali." Felicya lekas masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan Darin.

Andreas membuka pintu perpustakaan. Di sana ia melihat Darin yang sedang fokus membaca buku. Punggungnya bersandar pada sofa sedangkan kakinya berselonjor di atas meja.

"Apa kau tidak ada kegiatan lain untuk mengisi waktu liburmu? Aku sungguh muak melihat apa yang kau lakukan. Bekerja dan membaca buku pada saat akhir pekan. Hufftt.. Sangat membosankan." cerca Andreas, duduk di samping Darin.

Darin melirik sebentar. "Aku tidak peduli apapun pendapatmu!"

"Ya ya. Aku tau itu. Tapi aku penasaran.. Aku baru saja bertemu seorang gadis di taman samping. Kau tau namanya? Dia sangat cantik." Andreas kembali menerawang momen pertemuannya dengan gadis itu.

Darin menatap jengah Andreas. "Namanya Felicya. Dia bekerja sebegai pelayan pribadiku."

"Pelayan pribadi? Apa maksudmu?"

Darin menutup buku bacaannya. Duduk tegap menghadap Andreas. Menatap penuh keseriusan dan tajam.

"Dia akan mengandung benihku."

"Apa kau gila!" Andreas meledakan emosinya. Darin tetap santai meski wajah Andreas telah berapi-api.

"Kau tau bukan aku membutuhkan penerus."

"Tapi bukan ini caranya! Aku justru lebih setuju dengan rencana awalmu untuk menikahi Brighita!"

"Dia saudara tirinya Brighita. Saat itu dia sendiri yang menawarkan dirinya untuk menggantikan posisi sang adik."

"Dan kau menyutujuinya?" Darin mengangguk mengiyakan.

"Kau- Arrrghhhh!!" Andreas mengacak rambutnya kasar. "Aku sungguh tak habis pikir dengan ide gila mu itu." dengan langkah lebar Andreas meninggalkan tempat itu.

Ia pergi dengan amarah yang membumbung tinggi.

Di tengah perjalanannya, Andreas berpapasan dengan Felicya. Tak seperti sebelumnya, senyuman ramah saat pertama kali mereka bertemu kini berubah menjadi tatapan sinis.

Felicya menghampiri Andreas untuk bertanya. "Andreas. Kau melihat Darin? Dimana pria itu."

Andreas mengatur nafasnya. Mengontrol emosinya. "Dia ada di perpustakaan." jawabnya. Dia berlalu tanpa ada keramahan di raut wajahnya.

Felicya yang tak mengerti mengedikkan kedua bahunya melihat sikap dingin Andreas.

Sampai di depan pintu perpustakaan, Felicya merasakan tangannya yang gemetar. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, gelisah.

"Huffttt.. Tenang Feli. Jangan membuat Darin curiga." setelah memantapkan nyalinya, Felicya membuka pintu di hadapannya.

"Darin." panggilnya. Felicya mencondongkan kepalanya terlebih dahulu untuk memastikan kondisi di dalamnya.

"Apa?" sahut Darin.

Felicya berjalan mendekat kearah Darin yang duduk di sofa.

"Apa kau perlu sesuatu? Emm.. Atau.. Apa jadwalmu untuk hari ini?" Felicya bersusah payah menahan nada bicaranya agar tidak gemetar.

Darin menelisik tingkah Felicya. "Aku tidak ada jadwal untuk hari ini."

"Begitukah? Lalu, apa kau akan di ruangan ini seharian?" Felicya meringis. Semoga Darin tidak curiga.

Darin mengetukkan jarinya pada meja kaca di depannya. "Ide yang bagus. Tapi cukup membosankan jika aku hanya seorang diri di sini." Darin tersenyum miring.

Felicya merasa tak nyaman melihat itu.

"Kemarilah." Darin menepuk-nepuk pahanya sendiri.

Sudah Felicya duga. 'Oh ini akan jadi hari yang panjang.' gerutu Felicya.

Agak ragu apakah ia harus duduk di pangkuan Darin. Felicya merasakan langkah kakinya yang berubah kaku.

"Kemarilah Feli." nada lembut nan menggoda itu membuat Felicya luluh.

Ia lantas mendudukkan tubuhnya pada paha Darin. Menghadap ke samping.
Darin melingkarkan tangannya pada pinggang Felicya. Membawa tubuh gadis itu semakin merapat. Hidungnya mengendus leher Felicya, menghirup aroma segar tubuh Felicya.

Merasakan hembusan nafas Darin di lehernya, Felicya meremang. Tangannya mencengkram kaos Darin kuat-kuat.

"Akksshhh.." Felicya memekik saat Darin menggigit lehernya, dan di lanjutkan hisapan-hisapan serta lidah Darin yang menyapu permukaan lehernya.

Felicya terbuai dengan permainan lidah Darin di lehernya.

Darin merasakan candu pada leher Felicya. Pria itu betah berlama-lama menyurukkan kepalanya pada ceruk leher Felicya.

Felicya siap menerima Darin yang menggarap tubuhnya. Tapi pria itu tak menunjukkan tanda-tanda akan melakukan sex. Darin hanya menggarap lehernya.

"Apa kita akan melakukannya lagi?" Felicya menatap sayu Darin.

Darin mengangkat kepalanya. Keduanya saling bertatapan.

"Tidak untuk sekarang. Aku hanya ingin tidur." Darin merebahkan tubuhnya di sofa berikut juga Felicya yang masih berada dalam pelukannya.

Jantung Felicya berdebar hebat. Bukan karena takut, melainkan debaran lain yang membuat perutnya merasa tergelitik dan menimbulkan rasa senang dan tersipu yang berpadu jadi satu.

Kedua tangan Darin melingkar erat di pinggang Felicya. Dalam pelukan Darin, Felicya merasa nyaman menyandarkan kepalanya pada dada bidang Darin.

Felicya mencuri pandang. Mata Darin tertutup sempurna. Pria itu menunjukkan wajah damainya. Apa Darin memiliki kepribadian ganda? Setau Felicya Darin semalam sangatlah kasar dengan kalimat-kalimat ketusnya. Tapi yang saat ini di lihat Felicya adalah Darin yang hangat. Sebenarnya Darin itu siapa?

Felicya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia mulai memejamkan matanya dan ikut terlarut dalam mimpi. Semakin menggeser tubuhnya mendekat ke arah Darin, Felicya ikut memeluk tubuh pria itu.

Hampir tiga puluh menit Felicya terlelap, untunglah ia sadar akan misi penyelamatannya. Felicya melirik Darin melalui ekor matanya. Tidur. Pelukan pria itu di pinggangnya juga sudah mulai mengendor. Pertanda Darin tertidur dengan lelap.

Selama perjalanan menuju gudang belakang rumah, Felicya menggigiti kuku jarinya gelisah. Ia sesekali memastikan kondisi sekitar. Aman.

Felicya memukul gembok dengan batu yang ia temukan tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Sekokoh gembok itu yang masih susah untuk di tangguhkan, sekuat tenaga pula Felicya mematahkannya. Telapak tangannya sudah mulai memerah. Untunglah, usaha tak pernah menghianati hasil.

Pintu itu terbuka...

Felicya terperanjat saat seorang wanita berhambur keluar dengan kondisi fisik brantakan serta air mata yang sudah mengering.

"Kau siapa? Kenapa bisa berada disini?"

Bukannya menjawab pertanyaan Felicya, wanita itu langsung memeluk Felicya. Memeluknya erat dengan wajah yang penuh air mata keharuan. Wanita itu menganggap Felicya malaikat pelindungnya.

"Terimakasih. Aku akan selalu mengingat wajahmu. Perbuatanmu saat ini akan terus ku ingat."

"Bisakah kau, menuntunku menuju gerbang utama? Aku harus segera keluar dari rumah ini agar penjaga-penjaga itu tidak menangkapku."

"Baiklah. Ikutlah denganku. Dan perhatikan langkahmu."

***

Felicya mengelap meja makan sembari bersenandung kecil. Bibi Daisy yang memperhatikan raut wajah Felicya yang ceria sore itu, turut menyunggingkan senyuman.

Gerakan tangan Felicya terhenti, ia menyempatkan diri melihat Darin yang sedang turun menuruni tangga. Pria itu tidak sendiri, ada Andreas yang berdiri disisi pria itu. Keduanya tampak serius membicarakan sesuatu.

"Sudah, maklumi saja. Kedua pria itu memang gila kerja. Kadang mereka suka tak melihat waktu, sampai lupa makan dan tidur. Untuk itu, kau harus mengurus tuan Darin dengan baik." Felicya tersipu mendengar ucapan Bibi Daisy.

Mereka kembali melanjutkan aktifitas mereka.

Darin bertolak pinggang. Mengusap wajahnya kasar. Rahangnya mengeras bersamaan kepalan tangannya yang semakin menguat. Meninju udara sebagai pelampiasan kekesalannya.

"Sial! Dimana tawananku!" makinya. Ia menatap satu persatu penjaga yang berbaris bersisian dengan tatapan mematikan.

Para penjaga itu menunduk dan siap menerima amukan sang majikan.

"Darin tenanglah. Masalah apalagi kali ini?" tanya Andreas.

"Kau tau Darmito? Dia meminta seorang pelacur sebagai tanda kesepakatan. Dan aku sudah menyiapkannya dari jauh-jauh hari. Tapi ini apa?! Pelacur itu berhasil kabur! ARGHHHH! SIAL!" Darin memikirkan sesuatu menyangkut beberapa jam lalu.

Hingga dia dapat menyimpulkan sesuatu. Darin melangkah tergesa memasuki rumah.

"SIAPA DI ANTARA KALIAN YANG BERANI MELEPASKAN TAHANANKU!" teriak Darin di sepanjang jalannya.

Para pekerja rumah yang mendengar teriakan Darin itu langsung berkumpul. Begitu juga Felicya.

Suasana mulai menengang. Para maid itu yang memang tidak tau apapun hanya menunduk tak breaksi apapun. Sementara Felicya berdiri tak tenang harap-harap cemas.

Darin yang melihat gelagat Felicya menghampiri gadis itu.

Felicya melihat sepatu Darin yang sudah menapak di depannya. Lalu ia memberanikan diri mendongak. Tatapan matanya langsung bertemu dengan tatapan mata Darin yang gelap. Membuat Felicya terintimidasi hanya dengan tatapan itu saja.

"Kau? Kau bukan?" pertanyaan santai Darin itu justru menambah ketegangannya.

"JAWAB SIALAN!" bentak Darin yang langsung membuat Felicya buka mulut.

"I-ya." Felicya bergetar hebat saat Darin mengambil pergelangan tangannya, dan langsung nenyeret tubuhnya.

"Darin, Darin.. Aku mohon maaf kan aku. Aku tidak tega melihatnyaa.. Untuk itu aku membantunya. A-aku- a-kuuhh tidak tau jika dia sedang di tahan. Aku juga tidak tau apa kesalahan gadis itu. Darin, aku mohon.."

Darin menghentikan langkahnya. Pria itu tersenyum culas.

"Kau akan di maafkan setelah kau menggantikannya. Lagian kalian kan sama-sama pelacur."

Felicya membelalak mendengar ucapan Darin. Apalagi ini?

Seorang pelayan mendekat dan memberikan sebuah kain berwarna merah. Darin menerimanya.

"Sekarang pakai ini." titah Darin datar.

Felicya menggeleng lemah. Ia masih menatap Darin penuh permohonan. Bola matanya sudah mulai berkaca-kaca. Tidak. Ia bukan pelacur. Ia tidak ingin melayani pria lain.

Darin yang sudah terbawa emosi dan tidak suka di tolak saat sedang marah mulai menunjukkan sisi gelapnya.

Darin mencekik leher Felicya hingga meninggalkan jejak kemerahan.

"Cepat. Kau. Pakai." terdengar mengerikan di setiap penekanan kata Darin.

Felicya tak mampu bersuara, ia akhirnya menganggukkan kepala.

Darin melepaskan cengkramannya pada leher Felicya. Melemparkan mini dress pada wajah Felicya lalu pergi.

Tubuh gadis itu merosot jatuh ke lantai. Nasib sial apa yang sedang ia jalani saat ini. Isakan gadis itu terdengar pilu yang menyesakkan dada.

Tbc.....
Ig:@kk_aaaa9

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

2.9M 145K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
11.6K 1.4K 12
Teresa, bertransmigrasi di tubuh seorang bocah laki-laki anak dari bangsawan yang memimpin kota kecil, baroness Stevia. Dia memasuki tubuh seorang bo...
8K 943 14
Ini kisah Aline, seorang gadis yang sudah lama merindukan kasih sayang keluarganya. Hingga akhirnya ia menyerah dan pasrah jika Tuhan memang lebih me...
16.9M 748K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...