The Ice Girls [END]

By NinnaNattasha

643K 23.5K 771

Agam Aldridge : Dia itu cantik, tapi nolak mulu, ucapannya selalu kasar, selalu menghindar. Carramel Skriver... More

Bagian - 1
Bagian - 2
Bagian - 3
Bagian - 4
Bagian - 5
Bagian - 6
Bagian - 7
Bagian - 8
Bagian - 9
Bagian - 10
Bagian - 11
Bagian - 12
Bagian - 13
MLFTSOA
Bagian - 14
Bagian - 15
Bagian -16
Bagian - 17
Bagian - 18
Bagian - 19
Bagian - 20
Bagian - 21
Bagian - 22
Bagian - 23
Bagian - 24
Bagian - 25
Bagian - 26
Bagian - 27
Bagian - 28
Bagian - 29
Bagian - 30
Bagian - 31
Bagian - 32
Bagian - 33
Bagian - 34
Bagian - 35
Bagian - 36
Bagian - 37
Bagian - 38
Bagian - 39
Bagian - 40
Bagian - 41
Bagian - 42
Bagian - 43
Bagian - 44
Bagian - 45
Bagian - 46
Bagian - 47
Bagian - 48
Bagian - 49
Bagian - 50
Bagian - 51
Bagian - 52
Bagian - 53
Bagian - 54
Bagian - 55
New Story
Info

●●END●●

14.9K 336 107
By NinnaNattasha

Ini adalah bagian terakhir The Ice girls yah. Jangan ada yang spam next lagi atau bonus part yah.

Justin menatap Ariana dan Darrel dengan tatapan tajam, ditangan Justin sebuah cairan keras dibotol. Ia masih menatap Ariana.

Dulu Ariana adalah temannya, namun tidak Justin duga bahwa dibalik wajah cerianya ada diri psikopat yang tertanam.

Orang bilang, penjahat adalah orang baik yang tersakiti , tidak seperti itu menurut Justin.

Perlahan Justin berjalan  kearah Ariana, mata Ariana kembali berair, tatapannya penuh permohonan pada Justin. Penyesalan tak berguna sekarang.

Shhhhhh

"AAAAAAAAAA." Ariana berteriak saat cairan keras itu mengguyur tubuhnya. Panas, sakit, perih, gatal, semuanya bercampur, yang paling parah dibagian kepalanya, serasa kulitnya melepuh.

"J-jus..tin.. amp-pun," rintih Ariana yang dibalas senyuman setan oleh Justin. Tolong jangan remeh kan Justin, bagi cowok ini pernghianatan tidak ada kata maaf.

Justin beralih pada Darrel, ia melakukan hal yang sama seperti Ariana, Darrel menjerit merasakan neraka dunia ini.

Tubuh kedua orang ini memerah, dari kepala Ariana darah mengucur begitupun Darrel, kepala mereka melepuh hebat. Kulit kepala mereka terkelupas terbawa darah.

"Am...punn," kembali terdengar rintihan kesakitan si penghianat ini, Justin membuat botol cairan yang isinya sudah habis. Tubuh mereka kejang.

"Gimana keadaan Carramel?" tanya Jolex yang ikut duduk dikursi yang menghadap Ariana dan Darrel.

"Kacau," jawab Justin, keadaan Carra memang sangat kacau sekarang, kemarin Justin melihat Carra hampir saja menggoreskan pisau yang entah dari mana, untung saja Justin cepat merebut pisau itu.

"Mayat itu memang Agam, gue udah cek cctv di kantor polisi, itu memang dia," Justin menghela napas mendengar penuturan Jolex.

"Gue gak tau harus gimana lagi, kematian Agam bener-bener membuat mental Carra terganggu, dari mulutnya dia cuma bergumam nama Agam, gue udah coba komunikasi, gak ada sahutan." Justin mengusap wajahnya kasar.

Mental Carra benar-benar terganggu, puncaknya adalah saat gadis itu mencoba bunuh diri. Justin bener-bener seperti sudah tidak mengenali Carra lagi.

                         **

"Mel, sini liat kesini.." Justin mengusap kepala Carra, namun gadis ini tak merespon, tatapanya masih kosong kedepan. Perlahan Justin menangkup wajah Carra membuatnya terpaksa menatap mata Justin.

"Agam.." Air mata Carra keluar begitu saja, deras sekali, ia bahkan sesegukan, beberapa kali Carra menyerka air matanya. Justin tetap menangkup wajah Carra.

"Mel.. ini J Mel, bukan Agam," Justin mencoba menyadarkan Carra, namun tatapan gadis ini kembali kosong saat air matanya tidak keluar lagi. Ini sudah tidak beres.

Justin menggendong Carra, ia membawanya kemobil dan segera menelpon dokter pribadi keluarga Carra. Justin menjadwalkan Carra. Keadaan gadis ini sudah tidak biasa lagi.

"Agam.." kembali terdengar gumaman Carra, Justin sekuat tenaga tidak menatap Carra yang disampingnya. Ia tidak kuat melihat gadis yang ia cintai ini menderita.

Setelah sampai dirumah sakit, Justin segera menggendong Carra menuju ruang dokter yang sudah diberi tahu dokternya.

"Heii..inget saya?" sang dokter mencoba mengalihkan perhatian Carra, tatapan mata Carra masih kosong, alat pemeriksa mata Carra tidak diikuti oleh mata gadis ini. Bahkan matanya tidak terganggu meski disorot lampu pemeriksa.

"Dok, ini catatan medisnya," suster memberikan kertas yang sudah diisi catatan medis Carra. Dokter itu menghela napas. Ia kemudian memberikan keterangan kepada Justin.

"Carramel mengalami gangguan jiwa, saraf otaknya tidak berpungsi, dia memgalami stres berat yang membuatnya kehilangan kemampuan berpikirnya."

Justin menelan salivanya berat, ia menatap Carra yang berada di sampingnya dengan tatapan kosong itu.

"Itulah yang mengakibatkan dia tidak merespon saat kita bertanya."

Justin menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya, cobaan apa lagi ini, bagaimana bisa ini terjadi pada Carra. Sudah cukup takdir mengambil kedua orang tua dan kekasih Carra. Tolong jangan ambil kesadaran Carra.

Justin tidak tau apa yang harus ia lakukan, setelah menjalankan konselingnya, ia menatap Carra yang masih duduk disofanya masih dengan tatapan kosong.

"Maafin aku Mel," Justin memeluk erat tubuh Carra, tidak ada balasan hanya gumaman nama Agam yang terdengar. Justin semakin mengeratkan pelukanya.

**

Carra perlahan membuka ponselnya meski lemah ia mengambil ponselnya, jam sudah menunjukan pukul 02:30.

Ia kemudian beralih keperekam suara, ada beberapa rekaman suara disana, Carra kemudian memutarnya.

"Yakin mau dinyanyiin," terdengar suara Agam disana.

"Hm, yaudah.. tapi lagu yang mana?" Agam menanyakan itu dengan suara jahilnya.

"Yang waktu kamu nanyiin pas aku dirumah sakit," terdengar suara Carra disana, ini adalah rekaman telpon.

"Loh, kok kamu tau, aku kan nyanyi nya pas kamu koma,"  suara Agam.

"Masa sih, kok aku bisa denger yah," Carra menimpali.

"Yaudah, yakin mau dinyanyiin itu?" Suara deheman kecil Agam terdengar, Carra tidak menjawab. Terdengar suara petikan gitar disana.

"Kamu adalah bukti.. dari baiknya tuhan padakuuu, kou jadi harmoni saat ku bernyanyi, kou gadis terhebat bagiku, tolong camkan itu.."

Mata Carra mengeluarkan cairan bening, ia menahan gejolak yang membuncah dihatinya.

            Carramel Pov

Bisakah kita bertemu lagi? saat menghadapi takdir ini. Mungkin cerita kita menjadi sebuah mimpi yang tidak bisa dibangun. Suaraku tidak bisa sampai kepadamu yang jauh, bahkan hanya sekali saja.

Aku mencintaimu Agam, jauh didalam lubuk hatiku, tolong jangan biarkan aku menangis.

Aku berharap bisa bertemu denganmu lagi Agam suatu hari nanti. Akhir dari awal cinta kita adalah seperti demam parah. Aku berdiri dititik akhir dari awal, seperti alarm yang sendirian dikegelapan sambil bersedih.

Apapun yang kupikirkan, jawabannya masih dirimu Agam. Sebuah jawaban yang salah yang tertulis dihatiku. Itu bahkan masih ada saat kou pergi.

Aku tidak ingin kehilanganmu Agam. Tidak ingin.

Carramel Pov end.

"Agam..Agam..Agam..hiks,"

Carra menangis dengan terus menyebut nama Agam, Justin yang mendengar raungan itu segera menuju kamar gadisnya.

"Mel," panggil Justin, Carra menangis saat Justin datang, namun baru saja Justin akan memeluk gadis ini, tiba-tiba dia tertawa.

"Mel.., sadar." Justin memegang bahu Carra pelan, menyadarkan bahwa ini tidak benar.

"Aku mau Agam.." ucapnya sehabis tertawa, Carra mengalami gangguan jiwa, bilang saja di sudah Gila.

"Mel..iya, tapi sekarang tidur yah," bujuk Justin karna Carra kembali mengeluarkan air matanya, meski dia berbicara tetap saja tatapan mata yang membuat Justin miris itu kosong.

Sampai pagi menjelang pun Carra masih tidak menutup matanya, ia terus saja meracau.

"Mau Agam..Agam," sesaat Carra menangis dan selanjutnya tertawa, bi Lasti menahan dadanya, perih dan sesak, kenapa ini terjadi kepada majikanya.

1 Bulan Kemudian

Justin membiarkan Carra duduk diteras, ia melihat sebentar ditangan Carra sudah ada boneka laki-laki yang selalu Carra peluk.

"Agam..agam.." racaunya dengan tertawa atau berteriak dan menangis. Justin meninggalkan Carra untuk kebelakang sebentar, ia akan menyelesaikan tugas.

Justin menatap kedua orang yang sudah lemah dihapanya ini, disana juga ada Jolex.

"Habisi mereka,''perintah Justin kepada Jolex, lelaki ini mengangguk. Wajah Ariana dan Darrel sudah tidak terlihat lagi akibat banyaknya darah kering yang menutupi tubuh mereka.

Tidak ingin melihat keduanya dibunuh, Justin memilih keluar dari gudang itu.

"Agam...agam..agam," Carra menimang-nimang boneka lelaki itu, ia kembali menangis sekarang.

"Carra."

Carra mendongak serasa mendengar suara yang memanggilnya, sebuah senyuman lebar dan air mata yang mengucur dimata Carra.

"Agam." Lirihnya.

____TAMAT___

Terima kasih sudah setia membaca The Ice Girls, cerita ini sudah ditulis maret 2018 dan baru sekarang tamatnya Oktober 2019.

Hm, dari awal emang gue gak akan menyatukan Agam-Carra, justru gue lebih pas ke Justin.

Buat yang ngerasa cerita ini ngegantung atau terlalu di paksakan atau juga gak sesuai ekspetasi kali mohon maaf ya.

Cerita ini bisa dibilang Sad ending. Akutu suka banget kalau cerita Sad ending.

Cerita ini hanya fiktip belaka nama karakter disini diambil dari beberapa tokoh novel kesukaan saya seperti yang saya bilang diawal cerita.

Terima kasih dan sampai jumpa dicerita-cerita saya selanjutnya.

             Visual The Ice Girls

Visual Asli.

(Lexy Jayde)




(Park Chanyeol)

*
Visual Indonesia.

(Elina Joerg)

(Rayn Wijaya)

Ini Carra sama Agam yah.


Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 75.1K 56
fredella smite seorang gadis yg dulunya murah senyum dan murah hati. sekarang gadis yg kejam, cuek, dingin, dan tak punya hati. karena masalalunya yg...
2.5M 268K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1.4M 89.3K 43
Cover by: Pinterest Ini adalah kisah tentang gadis cantik sang penguasa dunia ,dia adalah Anindira Deolinda Chalondara. Gadis cantik yang yang sukses...
1.1M 58.9K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...