The Ice Girls [END]

By NinnaNattasha

645K 23.6K 771

Agam Aldridge : Dia itu cantik, tapi nolak mulu, ucapannya selalu kasar, selalu menghindar. Carramel Skriver... More

Bagian - 1
Bagian - 2
Bagian - 3
Bagian - 4
Bagian - 5
Bagian - 6
Bagian - 7
Bagian - 8
Bagian - 9
Bagian - 10
Bagian - 11
Bagian - 12
Bagian - 13
MLFTSOA
Bagian - 14
Bagian - 15
Bagian -16
Bagian - 17
Bagian - 18
Bagian - 19
Bagian - 20
Bagian - 21
Bagian - 22
Bagian - 23
Bagian - 24
Bagian - 25
Bagian - 26
Bagian - 27
Bagian - 28
Bagian - 29
Bagian - 30
Bagian - 31
Bagian - 32
Bagian - 33
Bagian - 34
Bagian - 35
Bagian - 36
Bagian - 37
Bagian - 38
Bagian - 39
Bagian - 40
Bagian - 41
Bagian - 42
Bagian - 43
Bagian - 44
Bagian - 45
Bagian - 46
Bagian - 47
Bagian - 48
Bagian - 49
Bagian - 51
Bagian - 52
Bagian - 53
Bagian - 54
Bagian - 55
●●END●●
New Story
Info

Bagian - 50

7.4K 235 7
By NinnaNattasha

Bi Lasti kembali menyerka air matanya, melihat anak dari almarhum majikannya terduduk didepan laptop yang mati. Bi Lasti kemudian mendekat.

"Non ayo makan, dari kemarin non belum makan kan?" tanya bi Lasti membuat Carra mengalihkan tatapanya, Carra menampilkan senyum kecilnya demi menghargai bi Lasti, "bibi mohon non, non Carra jangan seperti ini." Kembali air mata bi Lasti keluar.

"Seperti gimana bi? Carra gak apa-apa ko, oh iya, Agam udah dateng belum?" tanya lagi Carra. Bi Lasti menggeleng tanpa menjawab. Carra kemudian mengangguk.

"Yaudah ayo kita makan, tapi bibi maukan nemenin?" tanya Carra membuat bi Lasti segera mengangguk cepat. Mereka kemudian keluar dari ruangan itu menuju meja makan.

"Bibi masak banyak, dimakan semua yah," ucap bi Lasti yang menyodorkan semua masakanya, tidak lupa air mata yang ia serka. Carra menatap semua makanan itu.

"Bibi serius, semuanya. Hm, bibi gak tau yah kalau lambung aku kecil," Carra mencoba mencairkan suasana, masalahnya bi Lasti gak berhenti nangis, meski ya tidak mengeluarkan suara.

Bi Lasti mengangguk. Kemudian terdengar suara bel rumah, cepat-cepat bi Lasti membukanya.

"Den Agam, ayo masuk non Carra lagi makan," ucap bi Lasti yang tersenyum pada Agam. Agam membalas senyuman bi Lasti kemudian menghampiri Carra. Terlihat Carra menuangkan air minum kenasinya dan itu membuat Agam terhenyak.

"Kenapa makanya kayak gitu?" tanya Agam melihat Carra menyuapkan nasi denan kuah air putih itu.

"Gapapa, ayo ikut makan," jawab Carra dengan senyuman kecilnya. Ia memang masih belum pulih dari keterpurukanya.

"Bentar lagi aku UN, kita belajar bersama yah," pinta Agam membuat Carra mengangguk.

"Boleh, hm, rencananya kamu mau kuliah dimana?" tanya Carra yang kembali menyuapkan nasinya.

"Di UI ajahlah, biar agak deketan. Lagian papah juga lulusan UI," jawab Agam, Carra mengangguk ia sudah selesai makan.

"Kita jadikan nganterin kak Glenca?" tanya Carra. Yah Glenca akan kembali ke newyork hari ini, dan secara khusus Glenca meminta Cara ikut mengantarkan.

"Jadi lah, dari tadi pagi dia nanyai terus, kamu jadi ikut apa nggak," jawab Agam yang sedikit kesal. Glenca sepertinya sangat menyukai Carra, yah karna mereka jadi semakin dekat.

"Masa sih, kak Glenca kayaknya ngefans banget yah sama aku," ucap Carra diselingi kerlingan kesal dari Agam. Mereka kemudian keluar dari rumah itu.

"Oh iya Yang, kemarin aku dapet kiriman ini," ucap Agam yang mengambil sebuah kotak kecil dari kantung celananya. Kemudian menujukanya pada Carra, "Isinya surat aneh," lanjut Agam, Carra kemudian membuka kotak kecil itu dan benar ada surat yang dilipat.

'Jika memang harus mati, makan tunggu saja'

Isi surat itu membuat Carra menyernyit, "Ini maksudnya apa?" tanya Carra membuat Agam mengedikan bahunya.

"Itu dia aku juga gak ngerti, ini tiba-tiba ada di loker aku dikelas," jawab Agam, Carra kembali membolak-balikan kotak itu.

"Orang isengkah," gumam Carra yang masih bisa Agam dengar, Agam tidak menyahut ia masih fokus kejalanan.

**

"Makasih yah Carramel udah dateng," Glenca memeluk Carra dengan antusias, dia sangat menyukai Carra. Dia sudah menganggap Carra adiknya sendiri apalagi ia melihat bagaimana rapuhnya Carra saat ibunya dimakamkan. Perasaan Carra saat itu adalah perasaannya dulu saat ibunya juga meninggal.

Jadi dia sangat menyayangi Carra karna merasakan hal yang sama.

"Hati-hati yah ka, "balas Carra yang melepaskan pelukan itu. Glenca mengangguk, mereka kemudian menunggu beberapa saat kemudian suara panggilan terdengar.

"Pah aku berangkat yah, .. Gam jagain Carra, dan Carramel kamu jangan sedih lagi oke," Glenca kembali memeluk semua orang dan kemudian pergi masuk ke pesawat.

"Papah langsung kekantor yah, kalian hati-hati." Gama menepuk bahu Agam membuat cowok ini mengangguk. Kini tinggal Agam dan Carra, mereka tengah terdiam tanpa melakukan apa-apa.

"Besok.. mau sekolah kan?" tanya Agam, Carra mengalihkan pandanganya sebari mengangguk. Mereka kemudian berjalan bersama menuju luar bandara untuk mengambil kendaraan.

**

Pagi ini tidak terlalu cerah, Carra menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya, sedikit ia merindukan sekolahnya ini. Agam sebenarnya ingin berangkat bersama namun Carra menolak dengan alasan, Carra ingin berangkat sendiri. Kurasa itu bukan sebuah alasan.

Carra berjalan disepanjang koridor utama. Sebentar lagi ia akan naik kekelas 12, entahlah rasanya baru kemarin saja dia naik kelas 11. Dibelakangnya Ariana dan Elsa berlari menghampiri Carra.

"Akhirnya lo masuk juga, kita kangen banget," ujar Ariana yang memeluk Carra, Elsa mendengus karna tidak kebagian dipeluk.

"Ih Ar udah dulu meluknya, giliran gue nih," balas Elsa yang menarik Ariana hingga terlepas dari Carra, kedua gadis ini berebut sementara Carra hanya menghela napas.

"Dari pada berantem, sini gue peluk kalian berdua," ucap Carra yang merentangkan kedua tanganya, otomatis kedua gadis itu segera memeluk tubuh Carra. Kapan lagi kan!.

"Gue kangen, lo lama banget cutinya," ringis Ariana yang membuat Elsa mengangguk.

"Iya, lo kelamaan Carr." Balas Elsa yang semakin mengeratkan pelukanya, dari sebrang lapangan seseorang berlari menghampiri ketiga gadis yang berpelukan.

"Jahat lo ya, gak ngajak-ngajak kalau mau pelukan," Sella belaga kesal dengan melipatkan kedua tanganya didada.

"Sell, sini kalau mau ikutan," ucap Ariana yang tak mau melepaskan pelukan dari Carra, tidak membuang waktu Sella segera memeluk mereka.

"Baru ajah tadi pagi gue berdoa supaya lo cepet sekolah Carr, ternyata terkabul, puji tuhan," Ya Sella menangis, ketiga gadis yang sangat merindukan sahabatnya ini menangis.

Carra tersenyum kecil. Itu artinya banyak yang merindukannya, Carra tidak menyangka, pertemanan yang tidak sengaja antara dirinya dengan Sella dan Elsa kini terjalin erat.

"Gue juga kangen sama kalian ... " sebentar Carra kemudian melepaskan pelukan mereka, "..kok gue geli yah ngomongnya," lanjut Carra yang tidak menyangka kata 'kangen' keluar dari mulutnya.

Mereka kemudian tertawa, satu yang harus diingat, Carra yah Carra, sangat aneh rasanya jika gadis bermata elang ini mengatakan hal manis. Bisa gempa tujuh dekade .

Mereka semua segera berjalan menuju kelasnya untuk mendiskusikan kisi-kisi untuk UKK nanti.

Sementara Agam sedang lari terbirit-birit.

"Sial, gara-gara gak bisa tidur semalam gue jadi kesiangan," Agam menggerutu dibalik gerbang sekolah, ia kesiangan bukan hal aneh sih. Agam kemudian mengeluarkan ponselnya berniat menelpon Raga atau Dewa.

"Hallo Wa, gue digerbang nih, lo kesini bisa gak bukain gerbang, tuh satpam kaga bolehin masuk," terdengar suara krasak-krusuk disebrang sana.

"Sorry Gam.. ada pak Jainal, guru kesayangan lo.. sekarang lagi mencak-mencak karna lo gak .. masuk." Suara Dewa seperti berbisik. Sekedar info pak Jainal adalah guru terkiller di Atlanta, semua yang tidak taat aturan sering dibabat habis olehnya. Tak terkecuali Agam.

Agam memutuskan sambungan telponya, bisa brabe urusanya kalau menyangkut pak Jainal, bisa-bisa nilai pelajaran di Nol kan, kan Agam gak mau tuh kembali masuk Remedial.

Agam yang udah gak tau harus pake cara apalagi akhirnya terduduk dikursi panjang yang sengaja disediakan diluar gerbang.

"Hai.. kak Agam," Agam mengalihkan pandanganya, melihat siswi yang sepertinya adik kelas. Agam mengangguk sebagai balasan sapaanya.

Gadis itu menahan dadanya, tidak menyangka Agam yang dipujanya membalas sapaanya meski hanya mengangguk saja.

Dia Sarah. Gadis yang setahun ini menganggumi sosok Agam, meski ia tahu Agam sudah mempunyai kekasih. Menganggumi seseorang boleh saja bukan.

"Kak Agam telat juga?" Sarah menanyakan itu tanpa jeda, Sarah gugup bisa berbicara dengan pentolan sekolah ini. Agam mengangguk, ia sama sekali tidak menjawab. Karna Agam tau jika ia menjawab akan banyak pertanyaan kembali.

Sarah mengigit bibir bawahnya.

"Kak Agam, aku suka kak Agam, berawal dari kagum, kini suka, aku suka banget sama kaka, kaka maukan jadi pacar aku. Gak papah ko aku jadi selingkuhan kaka, karna.. aku ..suka banget.. sama kaka."

Agam menautkan alisnya, heran dengan adik kelas yang berdiri didepanya ini. Dia nembak Agam? serius. Mau jadi selingkuhan? yang benar saja.

"Lo gila," hanya itu jawaban Agam karna sedetik kemudian Raga memaksa satpam membuka gerbang.

"Yo Gam, ngapain duduk ajah," Agam berdiri dan mendekati Raga, mereka kemudian masuk kehalaman sekolah.

Sementara Sarah yang sudah ditolak mentah-mentah hanya memutar bola matanya malas. Ia kemudian menghubungi seseorang.

"Sorry kak, kayaknya gue gak akan bisa ngambil kak Agam dari si Carramel, sebaiknya lo jalanin rencana A ajah," Sarah mematikan sambungan telponya. Kaka kelasnya menyuruh untuk mendekati Agam, namun sudah 2 kali Sarah gagal.

**

Ariana

*

Sella.

*

Elsa.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 150K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
944K 87.8K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
725K 33.4K 49
Sebenarnya, ia ditakdirkan untuk bahagia atau tidak? Sylvia Queenella, Kini, ia yang tidak disangka akan berubah 180° dari sikap aslinya. Siapa sangk...
59.2K 3.7K 79
"Dasar pembunuh!" "Pergi kau!" Aku yang besar dengan kerasnya dunia, hidup terlempar jauh dari keluarga dan selalu dihantui oleh masa lalu. Dulu ak...