Daily Love

By sugarkoovi

411K 39.2K 2.4K

√ drable series √ baku √ bxb/boyslove Yoongi yang over protektif, posesif, dan pencemburu punya pacar Jimin... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35.😂
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
hoseok's
45
Q&A
46
47
49
50
51
52
53
54
55

48

4.7K 454 22
By sugarkoovi

Spoiler





























Yoongi sedang kelimpungan. Bingung, frustasi, kesal, dan perasaan buruk lainnya karena kekasih manisnya sedang marah. Ah, dia 'kan hanya bercanda semalam kenapa juga harus ditanggapi begitu serius?

Begini ceritanya, semalam saat Jimin akan pamit masuk ke rumah, Yoongi masih dengan tingkah jahilnya menahan satu lengan kecil di manis. Menarik mendekat lalu mencuri satu lumatan panjang, tidak perduli Jimin berontak, sampai akhirnya Namjoon memergoki mereka. Ciuman terlepas dan tanpa basa-basi Jimin menendang tulang kering Yoongi keras sambil berucap 'brengsek!' sebelum akhirnya hilang di telan pintu rumah Seokjin.

"Sialan!" umpatan itu jelas tidak bisa lagi di tahan, sebab -ayolah, mereka semalam baru saja berbaikan dan harus bertengkar lagi?? Dan.. "kenapa dia tidak bisa dihubungi?!"

Ponsel di banting sembarangan di atas dashboard, tapi dalam dua detik kembali dalam genggaman. Yoongi mencari kontak seseorang yang mungkin tahu keberadaan kekasihnya.

"Tae, ini aku. Kau bersama Jimin?"

"Uh, Yoongi Hyung? Tidak, aku ada kelas pagi."

"Oke, terimakasih."

Tidak perlu menunggu jawaban Yoongi lantas memutus panggilan. Kenapa dari Seokjin sampai Taehyung juga tidak tahu keberadaan Jimin? Kemana anak itu sebenarnya? Ah, Seokjin. Bahkan dia sudah di sembur oleh manusia yang mengaku sebagai wali Jimin. Mengomel panjang lebar tentang atitude yang harus di jaga, tentang jangan berciuman di sembarang tempat yang bisa menimbulkan kesalahpahaman serta gunjingan tetangga. Oke, Yoongi membenarkan tapi tetap saja dia tidak mau peduli. Pikirnya, para tetangga hanya iri pada kemesraan yang tidak bisa mereka lakukan dengan pasangan masing-masing.

Baik, kembali pada Yoongi yang masih berada di jalan buntu untuk menemukan Jimin. Jangan di tanya kenapa dia sedari tadi tidak mencari di kampus, Yoongi memiliki seluruh jadwal kegiatan perkuliahan Jimin dari kelas sampai klub yang diikuti kekasihnya tersebut. Katakan dia posesif, karena Yoongi memang tidak akan rela kehilangan untuk kesekian kali.

Kali ini dia akan merelakan waktunya terbuang untuk menunggu Jimin. Matanya melirik jam di tangan kiri, mendekati makan siang dan itu berarti -kemungkinan besar- Jimin akan berada di kampus karena memiliki jadwal kelas setelahnya.

Mobil melaju, melesat di jalanan dengan kecepatan sedang. Dia memang terburu, tapi dia belum mau kehilangan nyawa dan merelakan Jimin hidup bersama yang lain. Hell, No. Setelah sampai di pelataran kampus, Yoongi segera parkir dan beranjak menuju kafetaria. Tempat yang mungkin akan di kunjungi Jimin untuk bertemu teman-temannya.

"Oh, Hyung?" Jungkook sedikit mengernyit ketika tiba-tiba Yoongi duduk dihadapannya dengan tampang suram. "Kenapa dengan wajahmu?"

"Kau lihat Jimin?"

Dua alis Jungkook terangkat, lalu menggeleng. "Belum. Atau.. sudah?"

Kali ini berganti Yoongi yang mengerutkan kening. Menatap kekasih Taehyung yang sedikit terlihat bodoh dengan bola mata bulat yang melebar, bibir tipis sedikit menganga, dan satu tangan memegang sumpit yang mengudara. Lalu, ketika akhirnya Yoongi sadar jika arah pandang Jungkook terlalu fokus, dia memutuskan untuk memutar leher dan tanpa aba-aba mengumpat dalam hati.

"Sialan, Jeon, jaga tatapanmu!"

Jungkook terbatuk pelan. Untung saja tidak sampai tersedak parah. Meminum air mineral dalam botol sebelum kembali menatap objek yang datang bersama kekasihnya. "Aku tahu dia imut tapi aku tidak tahu dia bisa seimut itu."

Cengiran gigi kelinci Jungkook tampilkan ketika Yoongi melirik sinis. Kembali mematai Jimin yang baru saja masuk kafetaria bersama Taehyung untuk mengantre mengambil makan siang. Sial, sial, sial!!! Kenapa disaat seperti ini Jimin harus tampil seimut itu?

Agaknya Yoongi harus bersyukur, sebab Jimin masih mau duduk satu meja dengannya, meski tingkah lelaki manis itu sungguh menjengkelkan. Sepertinya Jimin memang marah sungguhan, bahkan tidak ada rasa bersalah sama sekali setelah mengumpati dan melakukan kekerasan fisik terhadapnya.

Yoongi menopang dagu, menatap arah samping. Mengamati penampilan baru Jimin. Rambut yang di potong rapi dengan warna cokelat, topi putih yang dipakai asal, T-shirt putih kebesaran, serta celana jeans longgar yang membungkus kakinya. Serius, Jimin nampak seperti anak SMP lugu yang tersasar di kehidupan orang dewasa.

"Dari mana saja?" Yoongi bertanya tanpa sadar, dengan aura dingin mencekam dan tatapan lurus. Sayangnya, Jimin mengabaikan. Bertingkah seolah tidak ada dirinya disana. Yoongi menggeram, menumpu kepala diatas lipatan tangan. Dia akan membiarkan Jimin menghabiskan makannya terlebih dahulu sebelum menyeretnya untuk dia hakimi.

"Pulang bersama?"

Tidak, Yoongi pikir itu pertanyaan untuk dirinya dari Jimin. Ternyata kekasihnya mengobrol dengan Taehyung.

"Aku selesai jam 4 sore."

"Oke, kita bertemu di lobi saja kalau begitu. Namjoon Hyung bilang akan menjemput kita."

"Kalau begitu sampai bertemu nanti."

"Hubungi aku kalau kau selesai lebih dulu."

"Oke, kau juga."

Setelahnya Jimin beranjak, membawa nampan bekas makan beserta isinya ke sudut ruangan untuk di serahkan pada petugas. Tidak peduli pada manusia yang mengikutinya dan terus memanggil sampai jadi perhatian orang-orang. Tentu saja, memang kapan lagi melihat Yoongi yang kalang kabut mengejar seseorang hanya untuk mengobrol?

"Jiminie!"

"..."

"Baby!"

"..."

"Sayang!"

"..."

"Sialan, kalau kau tidak berhenti jangan salahkan aku kalau aku memaksamu  dengan caraku!"

Sudah dibilang, Jimin yang berubah itu menjengkelkan.

"MIN JIMIN!!"

Lantas langkah kaki mungil itu berhenti. Jimin memejamkan mata erat dengan kepala tertunduk, dua tangan mungilnya terkepal kuat disisi tubuh. Dan, tentu saja pipinya memerah tanpa permisi.

Yoongi menyeringai, masih berdiri di tempat dengan jarak dua meter. "Hei, apa yang aku katakan ketika bicara dengan seseorang?"

Pelan tapi pasti, Jimin berbalik. Menghela napasnya berat sebelum menegakkan kepala hanya untuk balas menatap Yoongi.

"Ayo," satu ajakan tidak jelas diiringi uluran tangan yang ditatap sangsi oleh Jimin. "Baby?"

"Aku ada kelas!" Jimin menyahut ketus, tidak lupa memasang wajah kesal yang justru tampak lucu.

"Sebentar. Hanya lima menit."

"Tidak bisa. Kalau aku terlambat aku akan diusir."

"Kalau kau diusir aku akan menampungmu."

Jawaban santai yang terdengar asal ditelinga Jimin semakin membuat lelaki manis itu kesal. "Jangan membuatku semakin kesal, Hyung."

"Maka berikan sedikit waktumu dan aku akan membuatmu tidak terusir dari kelas. Deal?"

"No Deal. Permisi."

Yoongi menggeram kesal -entah untuk yang keberapa kali- lalu mengejar Jimin untuk dia raih tangannya. Menggenggam jemari mungil itu erat-erat.

"Lepas, kelasku akan segera dimulai!"

"Bahkan kalau kau membolos sekali saja tidak akan membuatmu rugi."

"Min Yoongi, kekasih macam apa yang mengajari kekasihnya membolos?!"

"Kekasih semacam aku?"

Jimin menepis genggaman tangan besar itu. "Kau pikir uang yang dikeluarkan Seojun Hyung untuk kuliahku tinggal memetik di kebun?"

"Nanti aku yang akan membantu keuanganmu, jadi-"

"Seriously?" pandangan Jimin jelas terkejut. Dia tahu Yoongi serampangan, tapi.. "Kau keterlaluan, Min Yoongi."

Sebentar, Yoongi sedang memproses apa yang baru saja terjadi. Tentang kepergian Jimin, kemarahan Jimin, tatapan kesal Jimin yang masih imut tapi sedikit menyeramkan, dan dua bola mata yang memerah.

"Shit! Stupid!"

"Memang, baru sadar?" disana Goowon menggeleng miris. Meratapi kebodohan sepupunya. "Mulutmu memang perlu filter, Bung. Tidak heran kalau Jimin akan menjauhimu atau... memutuskanmu?"

"Jaga ucapanmu!"

"Selamat berjuang kalau begitu." Goowon mendekat, mengangkat satu tangannya yang terkepal. "Fighting!"








Daily Love






Demi seluruh dunianya untuk Jimin, Yoongi bersumpah kalau ucapannya siang tadi tidak di sengaja. Maksudnya, dia hanya bergurau, meski dia akan setuju-setuju saja kalau pun harus membiayai kuliah Jimin. Toh, dimasa depan Jimin akan dinafkahi olehnya 'kan?

Tapi, tidak untuk sekarang.

Satu kalimat itu seolah memukul kepalanya berkali-kali sampai dia kembali sadar bahwa dia harus memadamkan api amarah Jimin. Seharusnya sudah padam tapi dengan bodohnya dia justru menyiramkan minyak.

Sore menjelang, percayalah Min Yoongi rela melakukan semua ini hanya demi lelaki manisnya. Hal yang dibenci, amat sangat di benci Min Yoongi adalah menunggu, tapi lelaki pucat itu rela duduk berjam-jam hanya demi mendapatkan maaf dari Jimin. Jiminnya yang manis.

Hampir mati gaya, setiap kali ada yang lewat di depannya, mereka akan berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk dirinya. Yoongi tidak lagi peduli, bersyukur saja dia memiliki tingkat kepedulian yang begitu minim terhadap sekitar. Selama hampir 4 jam ditemani segelas es kopi hitam favorit, Yoongi tidak berhenti mencari ide untuk meluluhkan hati Jimin. Dari acara makan malam romantis, mengajaknya ke taman hiburan, membeli camilan dan es krim lalu movie maraton sampai  pagi, sampai memberi cincin?

Oke, yang terakhir berlebihan. Lupakan, itu belum waktunya.

Ketika pintu kelas di buka, Yoongi dengan segera beranjak. Menatap penuh harap pada tiap-tiap manusia yang keluar dari sana, semoga Jiminnya mau diajak bicara. Setidaknya biarkan dia menjelaskan bahwa dia tidak bermaksud menyinggung perasaan kekasihnya itu.

"Baby!"

Ketahuilah, Min Yoongi bisa menjadi sangat-sangat keluar dari karakter jika sudah menyangkut Park Jimin. Lelaki dingin itu bisa jadi manja bahkan tidak sungkan merengek.

Jimin tidak menggubris. Serius, ingat dengan ucapan lelaki pucat siang tadi hanya semakin membuat hatinya jengkel berkali lipat. Dia pikir dia akan lupa, tapi melihat sosok ini justru membuat api di hatinya berkobar.

Yoongi mencoba meraih tangan Jimin tetapi di tolak, di tepis, bahkan Jimin berjalan semakin cepat. Seolah tengah menghindari hama pengganggu yang mengusik hidupnya.

"JIMIN, PLEASE! WE NEED TO TALK!"

Lagi, Min Yoongi berteriak. Sampai langkah kaki Jimin berhenti karena terkejut. Matanya menatap lelaki Min dengan tatapan yang tidak mampu di deskripsikan oleh lawan bicara. Namun, jelas itu tatapan yang tidak di sukai Yoongi. Sebab tatapan itu menjabarkan satu kata yang Yoongi benci. Luka.

"Sorry, I just-" Yoongi tidak mampu melanjutkan. Satu tangannya yang menggenggam lengan Jimin perlahan turun, meraih jemari mungil itu untuk di rangkum dalam sela jari jenjangnya. "Ikut aku sebentar, oke? 15 menit-" Yoongi menggeleng keras, "-tidak, 10 menit, aku janji. Please?"

Yoongi lekas membawa Jimin menjauh dari keramaian menuju parkiran. Yoongi pikir, mungkin bisa sedikit modus untuk mengajak Jimin makan malam atau setidaknya pulang bersama sebagai penebus dosa.

Jimin tetap bungkam, malas buka suara. Untuk apa? Kalau ujungnya direndahkan. Atau kalau itu terlalu kasar, dia hanya tidak ingin dipandang sebelah mata. Bukan berarti Yoongi bisa berucap atau berbuat semaunya karena Jimin yang memang mengejar lelaki pucat itu. Jimin masih punya harga diri. Terutama ini menyangkut soal keadaan finansial keluarganya, tentang Kakak yang begitu dia hormati.

"Langsung saja." Jimin menginterupsi ketika Yoongi berniat membukakan pintu mobil untuknya. Dia tidak lagi peduli dengan nada sinis yang mengalun dari bibirnya.

Yoongi menghela napas, mengusap wajahnya sedikit kasar. Mencoba menenangkan diri dan menata pikiran. Dia lebih dewasa, dia sebagai pihak yang harus mengalah karena memang posisinya salah.

"Baby, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud apa-apa, sungguh." Yoongi menatap Jimin penuh harap, jangan lupakan dua tangan besarnya yang menggenggam tangan Jimin. Kekasihnya tidak mau balas menatap, memilih menunduk dan melihat sepasang sepatu yang saling bertemu. "Jim-"

"Kau keterlaluan, Hyung," ujarnya pelan dengan suara serak menahan tangis. "Aku tahu aku yang mengejarmu tapi bukan berarti-"

"Aku tahu. Maaf, aku hanya kelepasan. Itu sekedar gurauan, jadi-"

Ucapan Yoongi berhenti ketika mendengar Jimin tertawa getir. Oke, Yoongi tahu ini musibah paling mengerikan setelah badai-badai yang mereka lalui.

"Apa hidupku selucu itu sampai bisa kau jadikan lelucon?" Jimin menatap Yoongi tidak percaya. Menarik tangannya lepas dari genggaman Yoongi. "Kau boleh merendahkan aku, Hyung, tapi tidak dengan Seojun Hyung. Dia segalanya untukku. Satu-satunya hal paling berharga yang kumiliki selama hidup. Dan tidak membolos kuliah adalah hal paling sederhana yang bisa aku lakukan untuk membalas budi karena dia sudah berkorban banyak untukku."

"Baby, oke, aku minta maaf. Aku salah." dari pada masalah semakin panjang, lebih baik Yoongi memilih jalan pintas saja dengan mengakui kesalahannya. "Tapi sungguh, aku tidak bermaksud semacam itu. Seojun Hyung adalah orang yang aku hormati sebagaimana aku akan menghormati kedua orang tuamu, jadi tidak mungkin aku meremehkannya. Lagi pula, mau sekarang atau nanti pada akhirnya akulah yang akan menafkahi hidupmu 'kan?"

"Hyung, serius sedikit bisa?"

Dua tangan Yoongi terangkat, merangkum pipi tembam Jimin yang merona alami. "Aku serius. Sangat sangat serius."

Jimin diam, hanya balas menatap lugu sekembar sipit milik Min Yoongi. "Hyung, tapi-"

"Aku hidup sendiri, Jiminie. Kau pikir aku mencari uang untuk siapa kalau bukan untuk masa depanku? Kau pikir aku memintamu kembali hanya untuk main-main lalu melepaskanmu lagi? Aku serius, bahkan kalau kau mau aku bisa saja mengikatmu sekarang juga."

"Aku bukan piaraan, kenapa harus diikat?!"

Yoongi mendecak, melengos sekilas sebelum mengusak ujung hidungnya pada hidung mungil Jimin.

"Hyuuuung, menjauh!!"

Yoongi terkekeh saja, dua tangannya masih menangkup wajah merah Jimin setelah dia mengusalnya dengan gemas. "Boleh aku jujur?"

"Memang harus!" wajah Jimin memberengut seperti kucing dan membuat Yoongi semakin bertanya-tanya.

Satu alis terangkat, matanya memindai dari ujung sepatu hingga kepala lalu berakhir menatap wajah kekasihnya.

"Apa?!"

Menggeleng mengabaikan kesinisan kekasih lucunya, Yoongi kembali memasang tampang tengil, "aku sedang bertanya-tanya, sebenarnya berapa umurmu?"

Alis Jimin menukik dalam, bibir cemberut, mata memicing, persis seperti induk kucing yang akan mengamuk karena anaknya diganggu. Tawa manis Yoongi mengudara. Entahlah, rasanya sulit untuk marah pada sosok menggemaskan satu ini.

"Kau seperti anak TK."

Bibir bawahnya digigit, menahan teriakan kesal. Jimin mendorong tubuh Yoongi hingga mundur beberapa langkah sebab ulah tiba-tibanya. Namun, tetap saja Yoongi semakin terkekeh. Gigi kecil rapi itu dipamerkan, membuat banyak pasang mata diam-diam menaruh cemburu pada Jimin sekaligus berterimakasih sudah membagi pemandangan indah langka dari sosok dingin Min Yoongi.

"KAU MENJENGKELKAAAAAANNN!!!!!" kakinya menghentak sekali dengan lengkingan suara yang tidak main-main.

Yoongi menikmatinya. Mengganggu Jimin, membuat kesal Jimin, menggoda Jimin adalah hal yang membuatnya bahagia. Sayangnya, itu tidak bertahan lama. Setidaknya untuk sekarang. Ketika beberapa pasang mata dengan blak-blakan menatap penuh minat pada kekasihnya. Kekasih manisnya. Kekasih lucunya. Kekasih menggemaskannya.

Kalau kalian berpikir tatapan penuh minat itu semacam ingin melakukan hal-hal tidak senonoh, kalian salah. Justru yang tergambar dari tiap-tiap raut manusia itu hanyalah dampak dari eksistensi seorang Park Jimin. Mereka seolah menemukan anak kecil lucu yang diganggu kakaknya. Gemas ingin dibawa pulang. Atau diculik diam-diam untuk diajak main di taman sambil makan es krim.

Jimin menyadari sesuatu saat tawa Yoongi mengikis. Berganti dengan tatapan sinis penuh intimidasi dan ultimatum. Kepalanya menoleh, mencari sumber kekesalan lelaki pucat di hadapannya yang secara tiba-tiba membuka pintu mobil kasar sekaligus menariknya untuk kemudian di jebloskan ke dalam.

"Hyung-"

"Berani keluar aku tidak akan segan-segan menghukummu."

"Tapi-" tidak, Jimin tidak mampu melanjutkan kalau sudah dihadapkan dengan tatapan mata setajam katana itu. Nyalinya ciut meski hatinya dongkol bukan main. Isi tasnya diaduk, ponsel diambil untuk mengirim satu pesan pada seseorang. Mengabaikan suara bantingan pintu yang memekakkan telinga.

"Pakai sabuk pengamanmu. Kita-" tadinya Yoongi mau mengabaikan, tapi ketika melihat nama Seokjin dilayar dia mau tidak mau harus menjawab. "Ya, ha-"

"MIN YOONGI, KE CAFEKU SEKARANG JUGA!!!!"

Jimin menatap keluar, menutup telinga meski mereka berdua tahu suara Seokjin diseberang sana terlalu jelas didengar meski tidak di load speaker.

Min Yoongi menggeram, seharusnya dia tidak lupa kalau manusia disampingnya memiliki seribu benteng perlindungan. Dan, Kim Seokjin adalah salah satu benteng yang tidak bisa dipandang sebelah mata.











Fin!
Daily Love
¯\_༼ ಥ ‿ ಥ ༽_/¯

ƪ(˘⌣˘)ʃ

( ˘ ³˘)♥

GIGI
SEPTEMBER 20, 2019

Continue Reading

You'll Also Like

74.7K 8.1K 85
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...
300K 26.5K 51
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
719K 57.9K 62
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
725K 67.7K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...