Please enjoy and hope you like it.
----------------
PLAYLIST: Bea Miller-Like that.
----------------
4 years ago. Jefenerich's Private Airport, Madrid-Spain. 09.00 pm.
Pesawat pribadi yang memiliki inisial huruf J besar berwarna emas di bagian badannya itu baru saja mendarat di Jefenerich's private airport. Beberapa saat kemudian, seorang pria berperawakan tinggi lengkap dengan penampilannya yang berkelas, berjalan elegan menuruni undakan tangga pesawat. Sedangkan puluhan pria bersetelan hitam sudah berjajar rapi di dekat pesawat, guna menyambut kedatangan anak majikan mereka yang kini tengah berjalan menuju mobil limousine tidak jauh dari pesawat mendarat. Deretan pria berseletan hitam tersebut langsung membungkukkan badannya hormat saat anak manjikan mereka mulai berjalan melewati barisan.
"Selamat datang kembali di Madrid, Tuan Muda Dextier." Kendrick-orang kepercayaan keluarga Jefenerich, membungkuk singkat kemudian membukakan pintu limousine mewah dan mempersilakan Dextier masuk ke dalam mobil.
Dextier mengangguk singkat, kemudian menempatkan diri di bangku penumpang belakang.
Usai menutup pintu, setengah berlari Kendrick membuka pintu sisi lain dan menempatkan diri di bangku sebelah pengemudi. Tidak berselang lama, mobil melesat meninggalkan area bandara.
Selama di perjalanan, Dextier sibuk mengamati suasana kota Madrid dari balik kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Everything will start from here. Dextier mengembuskan napas singkat. Kehidupannya akan berawal dari sini, kota kelahiran serta kota di mana dia dibesarkan oleh kedua orang tuanya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
"Kita langsung menuju mansion atau Tuan muda ingin ke suatu tempat terlebih dulu?" Kendrick melongokan kepala ke belakang.
Lamunan Dextier buyar, lelaki itu mengalihkan pandangan tanpa melepas kaca matanya. "Nope. Kita langsung pulang saja," jawabnya yang dibalas anggukan patuh Kendrick. Pria yang sudah betahun-tahun mengabdikan diri pada keluarga Jefenerich itu langsung memberi intruksi supir agar langsung menuju mansion keluarga Jefenerich.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, mobil limousin dengan plat khusus keluarga Jefenerich itu sampai di mansion besar milik Renald-ayah Dextier. Gerbang tinggi mansion otomatis terbuka saat mobil berada di depan gerbang. Ketika mobil memasuki gerbang, jalan panjang yang dipenuhi pepohonan rindang di sisi kanan dan kiri jalan menyambut kedatangan mereka.
Masih butuh perjalanan lima belas menit lagi untuk mencapai pelataran mansion, hal tersebut membuat Dextier berulang kali menghela napas panjang yang tidak luput dari penglihatan Kendrick.
"Sebentar lagi kita akan sampai, Tuan. Pasti Tuan muda sudah tidak sabar bertemu dengan Tuan Besar Renald dan Nyonya Karlen," ujar Kendrick menatap Dextier melalui spion tengah.
Dextier hanya membalas dengan tersenyum sangat tipis, orang lain mungkin tidak akan melihat senyum pria tersebut.
"Rasanya tentu tidak mengenakkan, Tuan, saat kita terpaksa bepisah dengan orang-orang yang kita sayang. Tapi, sekarang Tuan tidak perlu merasakannya lagi. Bahkan Tuan dapat bertemu dengan keluarga Jefenerich setiap hari." Kendrick menambahi. Karena sudah lama mengabdi pada Jefenerich family, membuat Kendrick tak sungkan untuk berkata demikian.
"Yeah, kuharap begitu." Dextier membalas singkat.
Tidak ada percakapan lagi di dalam mobil itu, hingga pintu mansion Renald terlihat jelas di depan sana.
Kendrick adalah orang pertama yang ke luar dari mobil. Orang kepercayaan Jefenerich itu bergerak membukakan pintu untuk Dextier.
"Silakan, Tuan Muda."
Usai Dextier mengijakkan kakinya di pelataran mansion, Kendrick membungkuk hormat kemudian berlalu setelah Dextier memberi anggukkan singkat.
Dextier menatap pintu utama mansion megah di hadapannya beberapa saat, kemudian membuka kacamata dan meletakkannya di antara kerah t-shirt hitam yang berlapis jaket kulit mahal. Pria itu sedikit membenarkan letak jaket di tubuhnya, sebelum melangkah menaiki undakan tangga.
Tepat ketika kakinya berada di undakan tangga terakhir, pintu utama mansion tiba-tiba terbuka lebar.
"My Son ...!" Teriakan Karlen-ibu Dextier-disusul sosoknya yang berjalan cepat kemudian menubruk tubuhnya, membuat Dextier yang awalnya terperajat seketika tidak bisa untuk tidak tersenyum. Lelaki itu langsung membalas pelukan ibunya tidak kalah erat. Sesekali bibirnya juga mengecup puncak kepala ibunya sayang.
Di belakang Karlen, belasan pelayan juga sudah berjajar rapi seraya membawa poster besar bertuliskan 'Welcome home Dextier Rexford Jefenerich'. Bukan hanya itu, masih ada beberapa pelayan lainnya yang berjajar rapi dengan membawa balon-balon huruf yang membentuk tulisan D E X T I E R. Tanpa bertanya lagi, Dextier jelas tahu bahwa Karlen hanya berbohong soal tidak dapat menjemputnya di bandara karena terdapat acara lain. Wanita itu lebih memilih membuat penyambutan sederhana untuk memberikannya kejutan. Dan terang saja hal tersebut membuat Dextier terkejut sekaligus merasa haru.
"Karlen! Sudah berulang kali kubilang, perhatikan langkahmu!" Sebuah suara berat tiba-tiba menginterupsi. Tidak lama kemudian, Renald muncul dari dalam dengan satu tangan yang berada di saku celana, raut wajahnya terlihat datar.
Karlen memutar bola matanya malas sembari melepas pelukan. "Jangan berlebihan, Ree. Aku hanya berjalan cepat, tidak sampai lari sprint," sahutnya tanpa membalikkan badan. Karlen yakin, saat ini suaminya itu sedang menatap ke arahnya tajam.
"Berani kau melakukan itu, kupastikan kau-"
"Oh ayolah, anak kita baru saja sampai, apa dengan celotehanmu itu cara kau menyambutnya?" Karlen menghadap Renald di belakangnya seraya mendengkus keras. Wanita cantik meski mulai berumur itu berkacak pinggang lalu kembali membalikkan badan, menghadap anak laki-laki yang sudah dia tunggu-tunggu kedatangannya.
"Maafkan daddy jelekmu itu ya, Nak. Dia memang payah dalam segala hal," ucap Karlen mengelus lengan Dextier lembut.
"Hei!" Renald sontak memekik tidak terima.
Dextier yang sejak tadi diam menyaksikan perdebatan kedua orang tuanya hanya tersenyum geli. Dia tahu betul, kedua orang tuanya itu tidak serius bertengkar. Lihat saja beberapa menit lagi, keduanya pasti akan kembali bermesra-mesraan bagai dua benda yang direkatkan dengan lem.
Karlen tidak menggubris pekikkan Renald sama sekali. Perhatian wanita itu sudah sepenuhnya beralih kepada Dextier kembali. "Bagaimana perjalananmu, Nak?"
"Tidak-"
"Dextier hanya menempuh perjalanan beberapa jam, tidak sampai berhari-hari. Jadi tidak perlu berlebihan seperti itu, Karl." Renald kembali menginterupsi. Suara laki-laki itu tedengar bosan.
"Shut up! Apa sekarang namamu berubah menjadi Dextier?" Renald tercenung menatap Karlen yang kini sedang menghunuskan tatapan tajam ke arahnya. Tidak mau membuat Karlen justru semakin marah, Renald mengatupkan bibir dan menatap ke arah lain.
"Jadi, bagaimana perjalananmu, Sweetheart? Apakah menyenangkan? Jika tidak, biar Mommy suruh daddy-mu itu menjual pesawatnya dan membeli yang lebih nyaman."
Renald mendelik, berbanding terbalik dengan Karlen yang kini menjulurkan lidah ke arahnya.
Dextier terkekeh geli. "Tidak perlu membeli yang baru, Mom, pejalananku sudah cukup menyenangkan. Simpan saja uang daddy untuk keperluan lain," jawab Dextier penuh kelembutan. Pria berusia dua puluh satu tahun itu menangkup kedua sisi wajah Karlen kemudian mengecup keningnya penuh rasa sayang.
Terjadi hening beberapa saat sebelum dehaman keras merusak suasana romantis tersebut. "Beri aku kesempatan untuk berbicara, Sweet." Mengabaikan raut tidak terima Karlen, Renald memilih maju selangkah agar berhadapan dengan Dextier.
"Ck! Dasar perusak suasana. Tadi saja terlihat tidak peduli," gerutu Karlen di belakang tubuh Renald.
"Welcome back home, My Son." Pria yang memiliki garis wajah persis Dextier itu mengabaikan gerutuan Karlen dan lebih memilih memeluk serta memberi sedikit tepukan di punggung putranya secara jantan. "Oh ... rasanya seperti baru kemarin aku menimangmu. Cepat sekali kau sudah tumbuh sebesar ini, Little Jefenerich."
Dextier terkekeh mendengar penuturan Renald. "Karena memang sudah waktunya untukku bertumbuh besar, Dad."
"Tentu saja." Renald ikut terkekeh sembari melerai pelukan. "Tetaplah menjadi kembanggaan kami, Dex," ujar Renald seraya merangkul pundak Dextier.
"Yeah, I know, Dad. Aku akan lakukan apapun yang terbaik untuk kalian." Dextier membalas senyum ayahnya tidak kalah lebar. "Oh ya, di mana Andreana dan Andrian? Aku tidak melihatnya sejak tadi," ucap Dextier seraya mengintip ke dalam mansion melalui celah barisan pelayan.
"Kau pasti mengerti, betapa exited-nya mereka jika sudah berada di luar rumah. Kadang Mom dan Dad saja kewalahan membujuk mereka pulang." Renald tertawa kecil disusul Dextier yang juga ikut tertawa kecil. Ayah dan anak itu seakan tidak peduli hal lain lagi jika sudah dipertemukan dalam satu waktu.
"Baiklah, ayo kita masuk, Boys. Atau makanan yang sudah kumasak susah payah akan mendingin." Karlen menginterupsi, lalu melangkah maju untuk mengapit lengan Dextier, mengarahkan anak laki-lakinya masuk mansion tanpa menatap Renald lagi. Wanita itu sibuk bertanya banyak hal kepada Dextier, membuat Renald hanya mampu berggeleng-geleng heran.
"Bawa barang-barang itu masuk dan letakkan di dekat ruang keluarga. Susun yang rapi, jangan sampai ada yang rusak, atau nyonya besarmu di dalam sana akan mengamuk," kata Renald kepada para pelayan yang kini saling tersenyum geli mendengar ucapan terakhir majikannya.
"Aku masih mendengarmu, Tuan Renald!" teriak Karlen dari dalam mansion. Renald tidak berniat membalas, lelaki itu memilih menyusul keduanya tanpa banyak suara.
***
Di dalam, Dextier tersenyum kecil melihat raut kesal sang ibu.
"Daddy-mu benar-benar menyebalkan. I hate him."
Dan kali ini Dextier tak sanggup menahan kekehan gelinya.
"Kenapa kau justru tertawa? Mommy sedang tidak melucu, kau tahu?" Karlen berhenti melangkah. Tangannya dengan sadis mencubit pinggang Dextier sampai terasa pedas.
"Awh ... oke ... oke. Ampun, Mom. Aku hanya bercanda!" Dextier meringis. Ia berusaha keras menghindar dari cubitan maut Karlen.
"Huh, dasar! Anak dan daddy tidak ada bedanya. Sama-sama menyebalkan," sungut Karlen kemudian berlalu. Meninggalkan Dextier sendiri di tengah-tengah ruangan besar.
Sepeninggal Karlen, senyum Dextier langsung sirna. Setelah memastikan sang ibu sudah menghilang, Dextier membalik telapak tangan kanannya yang sejak tadi terkepal. Secarik kertas kucal timbul begitu ia membuka buku-buku jari. Tanpa Karlen dan para pelayan sadari, saat Renald memeluknya tadi, pria setengah baya itu sempat memberikannya secarik kertas. Ayahnya itu juga sempat membisikkan kalimat yang menyuruh Dextier membaca tulisan di kertas tersebut tanpa diketahui orang lain. Dan apa yang ia baca saat ini, benar-benar membuatnya meneguk ludah susah payah.
Setuju atau tidak, Daddy akan menunggu keputusanmu sampai nanti malam.
Tak disangka-sangka, dunia barunya benar-benar sudah menunggu Dextier di depan sana. Dunia penuh intrik yang hanya akan menentukan; siapa pemenang dan siapa pecundang. Dan setelah ini Dextier yakin, hidupnya tidak akan berjalan mulus selayaknya orang normal di luar sana.
-------------------------
To be continued
--------------------------
Thanks for reading. ❤
With love,
Vi