Dijodohin • Kim Doyoung

By hyuniyaw

2.2M 234K 84.1K

Ngajak nikah atau ngajak berantem sih?! More

~1
~2
~3
~4
~5
~6
~7
~8
~9
~10
~11
~12
~13
~14
~15
~16
~17
~18
~19
~20
~21
~22
~23
~24
~25
~26
~27
~28
~29

~30

112K 7.4K 11.1K
By hyuniyaw

"Jadi lo sama Kak Mingyu gimana?"

"Lancar jaya, ga ada macet-macetnya sama sekali."

"Bagus deh."

"Kapan nikahnya?" tanya gue lagi ke Tzuyu.

"Secepatnya dong!"

"Bagus kalo gitu. Jangan sampe ada masalah ya kalian, kalo ada dibicarain baik-baik, lonya jangan ngambekan jangan marahan." ujar gue.

"Iya iyaaa. Yang udah nikah mah beda ya, udah ngerti masalah rumah tangga, lebih dewasa, ngasih nasehat mulu." Tzuyu manyun.

Gue cekikikan dengernya, "Kita seumuran tapi gue berasa lebih tua dari lu 10 tahun."

"Makanya, kita tuh nikahnya harusnya bareng! Eh, lu malah ngeduluin gue!"

"Ya mana gue tau gue bakal nikah duluan." Gue ngangkat bahu.

Gue sekarang sama Tzuyu lagi di cafenya gue. Iya gue mengelola cafe. Lumayan banyak pengunjungnya. Gue mengelola cafe ini bukan karena penghasilan suami gue gak cukup untuk menhidupi keluarga kecilnya, justru penghasilannya lebih dari cukup.

Gue mengelola cafe ini karena gue pengen mandiri. Gue gak mau ketergantungan sama suami gue. Makanya gue cari duit sendiri.

"Eh Jess, punya anak enak gak sih? Susah ga sih ngurusinnya?" tanya Tzuyu.

"Susah Yu. Mereka kan ga bisa ngomong jadi gak tau maunya apa, terus kalo bangun tengah malem tuh, hhhh, nyusahin banget." jawab gue sambil menumpu wajah memakai kedua tangan.

"Tapi namanya anak, kalo liat wajah imutnya juga luluh. Tapi ya lo sabar dan nikmati aja. Nanti tau-tau anak lo udah gede trus lo bakal kangenin masa-masa dia masih digendong." lanjut gue.

"Aduhh, mahmud kesayangan gue emang the best dah!" Tzuyu ngacungin jempolnya. Gue terkekeh pelan.

"Jesslyn."

Mendengar ada yang manggil nama gue, gue dan Tzuyu kompak noleh bareng ke orang itu.

Suami gue dateng sambil ngegendong Si Kembar.

Iya anak gue kembar, satu cewek satu cowok.

Namanya Taylor dan Tyler. Bagus kan?

Iya dong. Siapa juga yang ngasih namanya.

Kak Johnny yang ngasih.

"Mereka nyusahin gak?" tanya gue sambil ngambil Tyler dari tangan suami gue.

"Ngga kok. Malah aku seneng ada yang nemenin tadi." katanya. Gue ngangguk-ngangguk.

"Mau dianter pulang sekalian gak Yu?" tawar gue.

"Boleh gak sama sang suami?" tanya Tzuyu.

Gue noleh ke suami gue lalu balik noleh ke Tzuyu, "Boleh-boleh tenang aja."

Tzuyu noleh ke suami gue, "Boleh gak mas suami?"

Dia senyum ke Tzuyu, "Boleh kok."

"Wah, ayo deh." Tzuyu berdiri.

Waktu kami keluar dari cafe, terlihat Kak Mingyu nyender di mobilnya.

"Eh ternyata udah dijemput gue, kebiasaan gak ngabarin dulu. Kalo gitu gue gak jadi ikut ya." kata Tzuyu yang gue balas dengan anggukan.

Tzuyu nyamperin Kak Mingyu dan gue dan suami gue jalan ke mobil kami. Waktu gue dan suami gue baru naro Taylor dan Tyler di jok belakang, Tzuyu nyamperin gue, membuat kening gue berkerut.

"Kenapa? Ada yang kelupaan?" tanya gue sambil ngebuka pintu mobil.

Tzuyu nganggukin kepalanya, "Gue lupa ngasih tau sesuatu." katanya.

"Apaan?" tanya gue penasaran.

"Lo sama suami lo kalo mau anak ketiga kudu nunggu gue sama Kak Mingyu pokoknya!"

Mendengar itu mata gue melotot,"HAH?! Apa-apaan sih???"

Tzuyu cengengesan, "Ya meringatin aja." katanya lalu pergi nyamperin Kak Mingyu lagi.

"Apasih." kesal gue sambil masuk mobil lalu menutup pintunya.

Gue menatap suami gue yang sekarang lagi ngeliatin gue, "Apa? Cepet jalan."

"Kamu mau bikin anak ketiga?" tanyanya.

Gue melotot lagi, lalu mukul lengannya pelan, "Apaan sih. Taylor sama Tyler aja ribet ngurusinnya."

Dia terkekeh pelan, "Nanya aja."

Gue memanyunkan bibir gue, menatapnya sebal.

"Gausah manyun-manyun deh, cantik jadinya." katanya sambil sesekali ngelirik gue dan fokus ke jalan.

"Cantik mah aku udah dari lahir." ucap gue sambil mengibaskan rambut kayak yang di iklan shampoo.

"Iya iya kamu cantik setiap saat."

((0,0))

"Shh pelan-pelan, nanti mereka bangun." bisik gue sambil menaruh jari telunjuk di depan bibir.

Suami gue mengangguk lalu kami keluar dari kamar Taylor dan Tyler.

Gue memasuki kamar lalu menjatuhkan diri di kasur, "Akhirnya.." Gue menghela napas lega.

"Mandi dulu sana, nanti baru tidur." kata suami gue sambil ngusap kepala gue.

"Hmm." Gue ngangguk lalu beranjak dari kasur dan pergi mandi.

Selesai mandi gue balik ke kamar dan ngeliat suami gue lagi duduk di kasur sambil fokus ke laptop yang ada di depannya dengan kacamata yang menggantung di batang hidungnya.

Gue naik ke atas kasur lalu nyender di bahu suami gue.

"Kenapa hm?" tanyanya.

"Gapapa. Sibuk banget ya?" tanya gue balik.

"Nggak juga. Kenapa?" Dia natap gue.

Gue balik natap dia, "Gapapa."

"Kamu tuh kalo bilang gapapa pasti ada apa-apanya." katanya sambil narik hidung gue.

"Aaahh, sakit." ucap gue sambil mengerucutkan bibir.

"Makanya bilang kenapa?" tanya dia lagi.

Gue menarik napas, "Gapapa." kata gue sambil malingin pandangan.

"AH! Sakit Pah!" pekik gue sambil ngusap-usap pinggang gue. Sial, pinggang gue dicubit. Mana sakit lagi. Hhhh. Batu banget suami gue. Padahal udah bilang gapapa, tapi ada apa-apanya sih sebenernya hehehe.

Sebagai balasan pangsung gue tabok tuh lengannya, "Enak aja nyubit-nyubit! Sakit tau!"

"Aduh, maaf maaf." ucap suami gue sambil ngusap lengannya.

Gue mendengus sebal, "Udah ah, mau tidur." ujar gue sambil menutupi badan dengan selimut.

Gue menutup mata gue dan baru sebentar tiba-tiba gue merasa ada sesuatu yang melingkar di pinggang gue.

"Ada apa sih? Ayo bilang dong. Aku suami kamu, kamu bisa bilang apa aja ke aku."

"Kan aku dah bilang, gapapa." kata gue.

"Aku gak gampang dibohongin." ucap suami gue sambil mengeratkan pelukannya di pinggang gue.

Gue membalik posisi gue jadi menghadap suami gue terus natap mukanya.

Ganteng banget anjir.

Gue memang melihat pemandangan ini setiap hari. Tapi gue gak bisa bohong kalo suami gue itu ganteng banget.

"Kenapa hm?" tanyanya lagi dan lagi. Bosen gue dengernya.

Gue menghela napas, "Jadi sebenernya..."

Suami gue menunggu, tapi gue masih menggantung kata-kata gue.

"Ngga ada apa-apa." Gue memalingkan wajah.

"Jess." panggilnya.

"Ap—"

Chup.

Gue melotot ketika dia mencium bibir gue, "Apaan sih—"

Chup.

"Sto—"

Chup.

"Stop—"

Chup.

Kali ini dia mencium cukup lama, tapi gue tetep berontak, "I said STOP, MARK LEE!" teriak gue ketika berhasil melepas tautan bibir kami. Setelah itu gue mencoba mengatur napas gue.

"Tell me." katanya menatap gue dalam.

"I-itu..."

Anjing kenapa gue jadi deg-degan gini sih?! Kayak anak SMA aja.

"Jadi sebenernya aku—"

"Oeeekk oeekkk!"

Mata gue langsung membulat mendengar suara tangisan anak-anak gue, "Kamu sih!" kesal gue sambil mukul dada Mark pelan.

Gue mendengus dan langsung bangkit dari kasur lalu nenangin anak-anak gue yang kebangun itu.

Setelah nenangin Si Kembar gue balik ke kamar lalu merebahkan tubuh gue di kasur.

"Jess." panggil Mark manja.

"Apa lagi sih?!" Gue natap dia sebal.

"Belom bilang yang tadi." katanya.

"Udah ah lupain aja, gak penting. Tidur aja sana."

"Gak mau tidur sebelum kamu ngasih tau."

"Yaudah aku tinggal tidur." Gue memejamkan mata.

"Aaaaaaaa, sayaaaang." rengek Mark sambil meluk gue.

"Apa?" Gue menatap dia datar.

"Kasih tau ayo."

Gue mendengus, "Oke aku kasih tau, tapi kamu harus jawab."

"Loh jadi pertanyaan? Pilihan ganda atau uraian?" canda Mark tapi gue gak ketawa.

Gue menghela napas, "Jadi sebenernya aku dapet tiket liburan ke Jepang buat dua orang." kata gue akhirnya.

Dia menghela napas, "Astaga, aku pikir kamu hamil sampe serius kayak gini." Dia mengelus dadanya.

"Udah ah cepet jawab, ngantuk nih."

"Mana pertanyaannya?"

Gue memutar bola mata. Ngeselin banget orang.

"Kamu bisa gak?" tanya gue.

Dia diem sambil berpikir, "Nanti Si Kembar gimana?" tanyanya.

"Bisa dititipin ke Mamah sama Papah kayak biasanya." jawab gue.

"Apa menurutmu kita gak terlalu ngerepotin mereka?"

Gue menghela napas, "Kalo gak bisa tuh bilang."

"Enggak bukan gitu maksudnya." katanya, "Aku pikir-pikir dulu ya?" Dia ngelus kepala gue.

Mendengar jawabannya gue hanya bisa menghela pasrah. Mau gimana lagi?

Kecewa? Jelas gue kecewa denger jawabannya. Apalagi jawaban kayak gitu tuh biasanya adalah jawaban gak yang tertunda.

"Udah tidur yuk." ajaknya.

Gue mengangguk lalu memeluknya dan memajamkan mata.

((0,0))

"Loh? Udah bangun?" kata gue sambil ngucek mata.

"Liatnya gimana?" Dia noleh ke gue lalu tersenyum.

Gue gak jawab dan duduk di sebelah dia sambil nyender di bahunya.

"Si Kembar belom bangun?"

"Belom nih tumben." kata dia sambil membalik kertas koran yang sekarang dia baca.

Koran? Gue kira udah punah itu benda.

"Dapet koran dari mana? Bukannya udah musnah?" tanya gue.

"Tadi nemu." jawabnya.

O nemu. Nemu dimana? Gue gatau di rumah ini masih ada koran. Mau nanya tapi... males.

"Mau aku buatin sarapan gak?" tawar gue.

Bukannya menjawab Mark malah meletakkan korannya di atas meja dan melingkarkan tangannya di pinggang gue.

"Soal kemaren malem..." ucapnya menggantung.

"Gimana?" tanya gue menunggu jawaban.

"Kemungkinan besarnya sih... gak bisa..." katanya gak enak.

"Tapi, bakal aku usahain." lanjutnya.

Gue menghela napas pasrah lalu tersenyum sambil ngelus rambut Mark, "Gakpapa kok, aku tau kamu sibuk. Nanti kalo gak bisa kasih aja ke Mamah Papah atau siapa."

Sedih sih. Tapi gue gak boleh egois.

Gue bukan Jesslyn yang dulu. Gue bukan Jesslyn yang dikit-dikit ngambek gak jelas, marah-marah gak jelas, dan Jesslyn yang keinginannya harus dituruti. Gue berubah.

"Sorry..." ucapnya penuh rasa bersalah.

"Gapapa."

"Eh, kamu gak ngantuk apa?" tanyanya sambil pindah posisi menjadi tiduran dan paha gue dijadiin bantal, tapi tangannya tetep meluk gue, "Semalem kan kamu ngurusin Si Kembar, aku aja ketiduran."

"Hah? Nggak kok." jawab gue berbohong.

Hebat banget kalo gue gak ngantuk. Semaleman ngurusin Si Kembar. Dan baru tidur subuh, bangun lagi jam setengah 7 pagi. Tidur 3 jam doang gue kayaknya. Untung pagi ini mereka anteng.

"Kamu gak kerja?" tanya gue. Dia langsung membulatkan matanya lalu menepuk jidat.

"Astaga lupa!" katanya lalu beranjak dari sofa. Lalu dia buru-buru bersiap. Gue geleng-geleng kepala melihat kelakuan suami gue ini.

"Eh Mark bentar!" panggil gue menghentikan langkahnya yang mau memasuki mobil.

Gue jalan menghampirinya lalu membenarkan dasi dan kerah bajunya, "Nah udah."

Gue melirik Mark yang ternyata lagi ngeliatin gue, "Kenapa ngeliatin? Cantik? Iya tau."

Dia nyengir, "Gemes." katanya sambil meluk gue, dan gue membalas pelukannya.

"Aku berangkat dulu ya." katanya lalu mengecup kening gue sekilas, setelah itu memasuki mobilnya. Gue melambaikan tangan sampai akhirnya mobil itu menghilang dari pandangan gue.

Gue kembali masuk kedalam rumah lalu mengambil hp yang terletak di sebelah boneka bebek yang Mark berikan beberapa tahun lalu. Gue memperhatikan boneka itu selama beberapa saat.

Sial. Kejadian itu keputer lagi di kepala gue.

"Mending sekarang lo pilih, gue atau Kak Doy?"

Gila. Ini bener-bener gila. Masa gue harus milih salah satu diantara mereka berdua?!

Gue harus pilih siapa? Nanti kalo pilihan gue salah gimana? Nanti kalo pilihan gue membuat dia yang gak kepilih benci gue gimana? Gatau ah pusing! Kenapa harus gue sih yang ada di posisi ini?!

"Gue pilih..."

Gue mendengus, "Gak tau, pusing."

"Jess!" seru mereka bersamaan.

"Dih, kok maksa sih?!" kata gue sewot, mereka berdua langsung diem.

"Hhhh, udah ah mau pulang." kesel gue sambil berdiri lalu dengan hati-hatu gue jalan walau agak pincang.

"Biar kakak anter!"

"Biar gue anter!"

"Gausah, gue bisa pulang sendiri." tolak gue.

Gue celingukan dulu sebelum gue menyebrang jalan, setelah memastikan gak ada kendaraan yang lewat, gue menyebrangi jalan.

Saat di tengah-tengah gue menyebrang, ada truk yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Lari.

Itu satu-satunya yang ada di otak gue. Tapi tubuh gue malah diam membeku.

Lagipula kayaknya udah terlambat buat lari.

Jadi ini akhirnya? Gue mati?

Truk itu semakin mendekat dan...

"Jesslyn!"

BRAK!

Gue membuka mata perlahan.

Gue kira gue udah di surga, tapi ternyata gue masih di tempat ini.

Gue hidup?

Mata gue menyusuri tempat ini dan menemukan tubuh Kak Doyoung terkepar tak berdaya dengan darah yang terus mengalir keluar dari tubuhnya.

Melihat Kak Doyoung tangis gue langsung pecah, "K-Kak Doy..." lirih gue sambil menutup mulut menggunakan kedua tangan.

Gue baru inget, saat truk itu hampir menabrak gue seseorang mendorong tubuh gue.

Dan orang itu... Kak Doyoung..?

Dengan langkah gontai, gue mencoba berjalan secepat mungkin untuk menghampiri Kak Doyoung. Kenapa dia ngelakuin hal bodoh itu sih?! Harusnya dia ngebiarin gue tertabrak truk itu.

Gue mengguncang tubuh Kak Doyoung, "Kak... bangun please..." isak gue.

Kak Doyoung terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya, lalu tersenyum kearah gue, membuat tangisan gue makin deras.

"Kak, bertahan please..." kata gue sambil menggenggam tangannya. Kak Doyoung malah membalasnya dengan gelengan.

"Kak! Kakak harus bertahan! Kakak gak boleh mati dulu!" seru gue dengan tangisan yang makin menjadi. Gue celingak-celinguk buat nyari pertolongan, sayangnya daerah ini sepi banget. Cuma ada Mark yang mungkin lagi blank sama kejadian barusan dan sopir truk yang gue gak tau gimana kondisinya.

Kak Doyoung terkekeh lemah, "Jangan nangis, jelek." ucapnya.

Gimana bisa gue gak nangis?

"Kakak mau ngelap air mata kamu, tapi tangan Kakak kotor..." katanya lemah lalu terbatuk lagi.

Gue menggeleng, "Kakak gak perlu ngelap air mata aku, Kakak cukup bertahan aja, please..."

Dia diam sebentar lalu menatap gue, "Maafin Kakak ya?"

Gue menggeleng, "Gak aku maafin!"

"Maafin dong." Dia terkekeh lemah lalu terbatuk.

"Jangan banyak ngomong dulu Kak, Kakak boleh cerewet lagi kalo udah baikan, ya?" kata gue khawatir.

Dia menggeleng, "Baik-baik ya? Jangan nangis, bahagia selalu ya, Jessie." Dia tersenyum, genggamannya melemah, lalu menutup matanya. Untuk... selamanya?

"Kak..." panggil gue sambil mengguncang tubuhnya.

Please jangan. Jangan pergi secepet ini Kak.

"Kak!" panggil gue lagi, masih gak ada jawaban.

"Kak Doy..."

Bodoh. Buat apa manggil-manggil dia kalau udah tau dia gak akan memberikan jawaban?

"Kak Doy, jangan pergi..."


Hari itu hampir sama dengan hari waktu pertama kali gue dan Kak Doyoung ketemu.

Bedanya, dia gak selamat.

Apa kalau waktu itu gue memilih, kecelakaan itu gak akan terjadi?

Mungkin sekarang Kak Doyoung masih hidup?

Entahlah, cuma Tuhan yang tau.

Gue menghela napas lalu mengelap air mata gue.

Ck, kenapa cengeng banget sih? Inget kejadian itu aja nangis.

Gue membuka galeri di hp gue, melihat foto-foto Kak Doyoung dan gue dulu.

Kak, Kak Doyoung seneng gak ketemu bidadari-bidadari cantik di surga? Kak Doyoung bahagia kan disana? Karena aku juga bahagia disini.

~FIN.

Yeay akhirnya tamat juga cerita ini! ()/

Makasih buat kalian yang mau baca cerita ini dari awal sampe akhir, dan juga kalian yang meluangkan waktu untuk baca cerita gak jelas ini. Sini peluk dulu (づ ̄ ³)

Sekali lagi, makasih buat kalian semua! And love you guys! ( ˘ ³˘)♥

Continue Reading

You'll Also Like

328K 42.5K 37
Yuta ✖ OC kalo suka tuh bilang, jangan diem aja, nanti keburu diambil orang
590K 67.1K 40
Tentang Deye, atau Doyoung, kakel galack yang menghanyutkan WARNING 1 chapter ga sampe 300+ words Gaada masalah berat2 disini Just enjoy it bruh
78.4K 6.8K 52
[complete,tamat] kaveh yang pada saat itu adalah senior jurusan arsitektur di akademiya,nolongin junior yang lebih kecil darinya buat ngambil buku di...
71K 9.9K 43
Ternyata untuk pacaran itu tidak mudah. Jangankan pacaran, mendekatinya saja sudah sulit, banyak sekali tantangan dan masalahnya. Tapi tidak apa, kar...