Desired by The Don

By LonelySelena

4.9M 156K 4.2K

Warning: adult and explicit sensual content. Juan Pedro Silas datang dari Kolombia atas utusan Salazar Silas... More

PRELUDE
The Arrangement (1)
Selena (2)
Don Pedro (3)
15K (4)
The Don (5)
Buena Niña (6)
Malam Panjang (7)
Lo Siento (8)
Por Favor (9)
O Dios Mio (10)
Mi Amor (11)
El Patron (12)
Te extraño (13)
Amarah Sang Don (14)
Proposal (15)
Carlos Javier Luna (16)
Senorita (17)
Presente (18)
Don Juan (19)
Mannequin (20)
Te Echo de Menos (22)
La Grandaze de Colombia (23)
The Special Agent (24)
Boyd Matthew Williams O'Connor
Two Pieced Red Bikini (25)
Dame un Abrazo (26)
La Cocaína (27)
Sad Girl (28)
Miami Beach (29)
Si, Senor (30)
El Cielo Rojo (31)
Mac Club Deuce (32)
Sexy (33)
Joshua Dalton (34)
Shane Dalton (35)
Tranquilla (36)
Pequeña Perra (37)
Dignity (38)
Bonita (39)
Te Quiero (40)
La Familia (41)
Manuela (42)
Love Birds (43)
Hope (44)
Tu Eres Muy Hermosa (45)
EXTRA PART II. MIGUEL ANGEL
PENGUMUMAN UNTUK PEMBACA DBTD LEWAT STORIAL/ EBOOK VERSI AWAL
DOWNLOAD EBOOK LENGKAP

Peligro (21)

75.9K 2.8K 51
By LonelySelena

Note: Peligro; danger.

Sang Don mengecup sekali lagi bahu Manuela sebelum gadis itu bangkit dari sofa beledu ungu. Ia memandangi tubuh mungil telanjang itu berjingkat kecil ke balik bilik di mana pakaiannya disimpan dengan senyum samar membayangi wajahnya. Setiap kali melakukannya dalam keadaan terdesak dan diburu waktu, Sang Don merasakan kepuasan lain yang tak didapatnya dari permainan cinta biasa. Bukannya dia tidak menyukai sesi bercinta di dalam kamar, di atas kasur empuk, dan waktu yang sangat luang, tapi rutinitas selalu membutuhkan penyegaran.

Sewaktu Manuela muncul dari balik bilik mengenakan pakaian yang tadi dipakainya, Sang Don tengah menaikkan celana panjangnya hingga ke pinggang. Manuela—sambil memperbaiki tatanan rambutnya—mendekat dan memungut kemeja Sang Don yang tercecer di lantai. Bibirnya sudah kembali berwarna. Kali ini mauve, serupa kelopak bunga mawar. Wanginya tercium manis, hingga sang Don memejam. Wangi parfum mahal, pikir pria itu.

"Ada karyawan Diego Herera di dalam," ujar Manuela santai, sambil membantu Sang Don menyatukan butir-butir kancing kemejanya. "Mereka yangmemulas bibirku, dan memercikkan parfum di nadiku. Kau suka?"

Sang Don menggeriap sedetik.

"Kau membuat mereka malu." Manuela menukas, masih seenteng kalimat pertamanya. Kemudian ia berputar untuk memungut vest dan jaket Don Pedro sementara pria itu memasukkan ujung kemeja ke balik pinggang celananya.

"Kau tahu sejak awal?" bisik Sang Don salah tingkah.

Manuela membantunya mengenakan vest, mengancingkannya. "Si," jawabnya sambil melirik sang Don yang meringis.

"Kenapa kau tak mencegahku?" tanya Sang Don dengan rahang mengatup supaya hanya Manuela yang bisa mendengar protesnya.

Sambil menarik ikat pinggang sang Don dan mengaitkannya sesuai ukuran pria itu, Manuela menatapnya. Dengan lagak bodoh dan manja, gadis itu berkata, "Kan kau bos-nya, aku tidak boleh membantah."

"Kau—" ucapan Sang Don mengambang di udara, ia kesal, tapi juga gemas karena tahu Manuela sengaja mengerjainya. "Kau nakal sekali," gumam pria itu, wajahnya agak memerah saat tiga orang karyawan Diego Herera yang terjebak di balik bilik tengah mengurus sepatu dan aksesoris yang telah dipilihnya keluar satu per satu.

Manuela menyodok siku sang Don.

Pria itu menoleh, mendapati Manuela menaikkan alis kepadanya. Dengan sigap, pria itu mengeluarkan dompet di bagian belakang celananya, dan menarik beberapa lembar seratus dolar dari sana. Manuela mencabutnya.

"Maaf, membuat kalian menyaksikan sesuatu yang tidak mengenakkan," kata gadis itu sambil membagi rata uang di tangannya kepada ketiga karyawan Diego Herera yang bahkan tak berani menatap wajah sang Don sebelum melarikan diri dari sana.

"Lain kali kau harus tahu waktu dan tempat," kata Manuela sambil menyodorkan jaket setelan sang Don.

"Kau sengaja," kata pria itu.

"Kau juga sengaja di rumahku semalam," balas Manuela.

Sang Don meraih busana terluarnya dari tangan gadis itu. Mereka berdekatan. Sang Don memandangi Manuela yang dengan berani kembali mengangkat dagu di hadapannya. Beberapa waktu lalu wajah manis itu menangis karena merasa diabaikan, ditelanjangi, dan didandani seperti sebuah benda mati. Kini ia berani membalik posisinya, tapi hal itu justru membuat Sang Don menyukainya. Dengan gemas, dia mencubit dagu mungil Manuela.

"Sebaiknya kau tahu, aku sama sekali tidak merasa terbalas oleh perbuatanmu, Bonita. Apa kau pikir aku akan merasa malu?"

Manuela tak menjawab.

"Aku hanya kaget, tapi kuanggap sekarang kau paham. Aku bosmu, kau bekerja untukku. Kau di sini untuk memuaskanku, melayaniku, dan membuatku senang. Apapun yang kuperintahkan berkaitan dengan itu, harus kauturuti. Kau tidak berkata tidak, kau tidak bertanya, dan kau harus membeli wewangian yang baru saja dipercikkan untukmu di balik bilik tadi. Wanginya sangat menggugah selera. Tanyakan kepada mereka, dan minta mereka membelikannya untukku. Kau mengerti?"

Manuela mengangguk patuh, mengambil tasnya dan membukakan pintu untuk Sang Don.

"Dengar, Mi amor," ujar Sang Don di ambang pintu. "Kau akan ke hotel duluan dengan salah satu orangku, oke?"

"Kau mau ke mana?" tanya Manuela, wajahnya yang semenit lalu sudah menyiratkan bahwa ia paham kembali mengerut keruh.

Sang Don mengelus pipinya. "Apa yang tadi kubilang?"

"Tidak boleh bertanya?"

Sang Don mengangguk.

Bibir kecil Manuela mendecap. "Memangnya kau mau ke mana?" tanyanya nekat.

Membuat bibir Sang Don melebar tanpa bisa ia tahan. "Hanya sebentar, Bonita. Aku dan Carlos harus mengurus sesuatu yang tidak kalah penting." Pria itu menunduk setinggi telinga Manuela dan membisik mesra, "Kita lanjutkan yang tadi nanti malam, Oke?"

"Bagaimana semuanya beres?" tanya Diego Herera yang muncul dari ruangan lain tepat setelah Sang Don mengecup singkat bibir gadisnya.

"Si! Semuanya sudah beres. Kita hanya tinggal membicarakan kalung merah delima itu, aku tidak menerima jawaban 'tidak'" ujar Sang Don sambil membenarkan letak kerah jaketnya, kemudian mengancingkan dua butir kancing, dan membiarkan yang terakhir. "Bawa ke tempatku malam sebelum pesta, dan kirim orangmu keesokan paginya."

"Aiiih," keluh Diego Herera.

"Lima ratus ribu dolar, untuk dua puluh empat jam, dan kubawa pulang antingnya," imbuh Sang Don dengan suara pelan.

Diego masih tampak berat hati.

"Jangan panggil namaku kalau kau masih menolak, anggap saja kita tidak saling mengenal."

Diego menyerah, dan sebagai tanda jadi, ia memeluk bahu Sang Don, kemudian merangkulnya. "Kurasa dia istimewa sekali," kata pria berbadan besar dan berwajah mulus seperti porselen itu kepada kawannya yang jauh lebih kurus, namun tinggi.

"Istimewa atau bukan, aku ingin dia tampil istimewa saat itu," kelit sang Don sambil melepaskan diri dari lengan Diego Herera yang memberati bahunya. "Kuurus pembayarannya—"

"Aih, sudah, jangan bicarakan itu. Aku akan langsung menghubungi akuntan kartel." Diego Herera mengibas. "Kau akan langsung pulang, atau bisa tinggal untuk makan malam? Aku bisa memberikan perawatan ekstra untuk bonekamu yang cantik, selama kita berbincang-bincang."

"Tak bisa, aku ada urusan."

"Kupikir kau di sini untuk liburan? Sudah setahun lebih aku tak mendapatimu berpesta di Miami. Kau bisa bau pupuk kalau terus tidur dengan wanita Kolombia saja, sesekali bermainlah ke kota. Kokain yang sama pun terasa jauh berbeda di sini, Don Pedro."

"Tentu saja. Kalian menghirup udara yang kotor setiap harinya. Oleh karena itu kokain dari kami memberi kalian penyegaran," balas Sang Don ketus. "Kukontak kau kalau urusanku sudah selesai, Mi Hermano. Terima kasih untuk bantuanmu."

Diego Herera masih tertawa terbahak-bahak sampai Sang Don melambai kepada Manuela, dan masuk ke mobil Carlos.

Mobil mereka melaju ke arah berlawanan dari mobil yang membawa Manuela. Carlos mengemudi santai menuju jalanan yang jauh lebih sepi, menjauhi kota. Sang Don duduk di sisinya, bukan di jok belakang, supaya bisa mengatur car audio hingga menemukan frekuensi radio yang memutar lagu-lagu Amerika latin.

Tak ada yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan menuju satu tempat yang sepertinya sudah sering mereka kunjungi itu. Sang Don membersihkan pistolnya dengan cermat, bibirnya menyenandungkan syair lagu Peligro, single terbaru dari penyanyi kelahiran Branquilla, Kolombia, Shakira.

Carlos menghentikan mobil di antara dua mini jeep yang sudah lebih dulu berada di sana. Suara-suara tawa dan gurauan dalam Bahasa Spanyol terdengar begitu sang Don melangkah keluar dari mobil. Ia berjalan lambat mendekat sambil menyimpan pistol di balik pinggangnya, melepaskan kaca mata, dan mengedarkan pandangan mengawasi gedung bekas hunian yang kini tak terawat itu. Salazar membelinya untuk disulap menjadi landasan pesawat yang akan memudahkan transportasi uang tunai dari Miami ke Kolombia nanti.

Suara tawa dan gurauan otomatis berhenti. Beberapa orang bersenjata yang semula mengobrol santai segera memperbaiki posisi.

"Kalian tidak ada yang berjaga di luar?" tanya Carlos yang berjalan di belakang sang Don.

"Si, Senor," sahut dua orang di antara tujuh yang mengelilingi satu sosok pria berpakaian lengkap, dengan tangan terikat di balik punggung, dan wajah tertutup kain hitam sebelum berjalan cepat ke arah gerbang masuk gedung kosong.

"Apa dia mengatakan sesuatu?" tanya Sang Don.

"No, Senor."

Don Pedro lantas memberi isyarat agar seseorang membuka kain hitam yang menutup kepala pria itu.

"Pedro Silas, hijo de puta, anak iblis!" seru pria yang beberapa jam lalu berbagi bizjet dengannya setelah penutup mulutnya dibuka, partner bisnis Shane Dalton yang juga sedang ada urusan ke Miami dan menempuh jalur udara bersamanya. "Apa yang kauinginkan? Aku tak tahu apa-apa!"

"Kau tahu. Kau hanya terlalu bodoh untuk mengatakannya," ujar sang Don dingin. "Kau beritahu aku siapa saja yang terlibat penggelapan ratusan kilo kokain kakakku yang kaupalsukan laporan sitaannya itu, juga dari siapa kau menjual kokain di Texas, dan California. Satu nama, dan kau akan menyelamatkan satu jari tanganmu."

Pria itu hanya menggeram.

"Lepaskan ikatannya," perintah Sang Don tenang, dan tak tergoyahkan. "Kaupikir aku hanya mengandalkan orang lain untuk memaksa seseorang bicara? Aku bisa memburai ususmu sekarang, tapi itu tak akan berarti banyak. Mungkin kau ingin aku menangkap Sandra Thorne, istrimu yang cantik jelita dan melemparnya ke hutan belantara Kolombia untuk hiburan para gerilyawan anti komunis supaya kau mau bicara? Atau menguliti kepala Dr. Armando Martinez, ayahmu yang terhormat dan tak mau mengakuimu lagi sejak kau menjadi bandit supaya kau mau bekerja sama? Aku tahu semua tentangmu, Miguel Angel, aku tahu di mana anak gadismu yang manis sekolah dan les piano, dia tentu akan sangat senang ikut denganku daripada tinggal denganmu, ayah tiri yang selalu mencoba menyentuhnya—"

"Itu hanya ratusan kilo kokain, Pedro!" sahut pria itu ketakutan.

Sang Don mendengkus. Telapak tangannya menengadah ke arah Carlos dan dengan sigap Carlos meletakkan sebilah pisau di sana. "Kalau itu hanya ratusan kilo kokain bagimu, baiklah. Kepercayaan dan kesetiaan memang tak pernah penting untuk orang-orang seperti kalian. Tapi aku berani taruhan—lima puluh dolar, bagaimana Carlos—kau akan memberiku semua nama sebelum jari ketiga."

Continue Reading

You'll Also Like

138K 8.2K 71
Jason Marshall punya segalanya yang diinginkan oleh semua orang. Uang, ketenaran, karir yang cemerlang serta penampilan yang sanggup membuat semua w...
2.2M 132K 50
17+ (Cerita sudah diterbitkan secara self publish. Tersedia juga di google playbook) Tristan, pria pendiam yang memiliki masa lalu kelam di hadapkan...
728K 37.9K 28
[CERITA LENGKAPNYA TERSEDIA DI DREAME/INNOVEL] *** Hidup Evelyn mendadak berubah drastis semenjak bertemu dengan Justin. Percintaan panas satu malam...
2.9M 143K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞