Yours

By Elsarst

739K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 26
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

Bagian 21

15.8K 1.2K 290
By Elsarst

Akibat kiss first itu, Lalisa berubah menjadi sangat pendiam, entah itu di kelas maupun saat ini di perjalanan pulang sekolah.

Yaps, mereka sedang menuju rumah. Lalisa yang terduduk di jok belakang, tidak sama sekali mengaitkan kedua tangannya di tubuh Niko. Begitupun Niko yang turut diam, karena ia juga masih terbayang-bayang kejadian di pagi hari itu. Saat dimana bibirnya tidak sengaja bersentuhan dengan bibir Lalisa.

Dan, itu sangat mengesalkan bagi seorang Niko, karena sialnya dipagi itu ia cukup menikmati walaupun hanya sekilas.

Diam. Hanya suara klakson dan hembusan angin di sekitarnya, sampai akhirnya Niko yang menyetir tidak fokus hingga tidak sengaja menggas motornya ketika melewati polisi tidur. Alhasil, Lalisa terhuyung ke depan dan tangan yang refleks memeluk tubuh Niko.

"Woi!!!!" Bacotan itu keluar lagi tepat di depan telinga Niko, sontak cowok itupun menyipitkan kedua matanya.

"Lo itu bisa bawa motor gak sih?!" Tanya Lalisa ngegas sembari memundurkan duduknya, lalu ia menaruh tas yang awalnya berada di belakang punggung menjadi di depan tubuhnya, agar tidak terjadi lagi kejadian seperti tadi.

"Bawel lu! Masih mending gua kasih tumpangan." Balas Niko dan sibuk bermain dengan gigi di motor gedenya.

Sementara Lalisa hanya bisa mendengus sebal seraya memutar bola matanya dengan malas.

🔥

Sesampainya di pekarangan rumah gadis itu, Lalisa langsung turun dari motor Niko dan menghampiri Revan yang kebetulan baru sampai juga ke rumahnya. Sedangkan Niko, ia memilih untuk masuk ke dalam rumahnya, bukan rumah Lalisa.

"Revan."

"Hai, Lis." Sapa Revan seraya melepas helm fullface-nya. Dan, ia langsung menoleh dengan masih terduduk di atas motornya.

"Van, nanti malem kita makan yuk ke tempat nasi goreng langganan kita itu!" Ajak gadis itu.

"Yah..., sori Lis gua gak bisa." Revan menyesal terhadap ajakan sahabatnya itu, apalagi sekarang Lalisa memudarkan senyumannya seakan memperlihatkan kesedihan.

"Kenapa? Dulu Revan gak pernah nolak tuh kalo diajak kesitu, apalagi kalo soal makanan kesukaan. Keknya sekarang sibuk banget!" Lalisa meluapkan kesedihannya tentang perubahan Revan akhir-akhir ini.

Sontak, Revan yang tidak suka melihat sahabatnya itu sedih langsung memegang pundak Lalisa. Dan, cowok itu menatap dalam-dalam bola mata Lalisa dengan penuh yakin.

"Lalis, Revan minta maaf, tapi kali ini beneran gak bisa. Soalnya nanti sore ada latihan basket, dan kemungkinan sampe malem." Jelas cowok itu.

"Ya tapi kan bisa pulangnya..." Merengek, yaps itulah Lalisa ketika bersama Revan, seperti anak kecil.

Sontak, Revan pun menghela pelan. "Yaudah deh." cowok itu pasrah sehingga membuat gadis di depannya kembali tersenyum sumeringah.

"Nah, gitu dong!" Lalisa tidak bete lagi.

"Tapi ada syaratnya."

"Apa?" Lalisa menantang, seolah-olah ia bisa melakukan syarat itu demi makan bareng bersama cowok yang disukainya.

"Ajak Niko buat latihan, gua males ngajakin dia." Kata Revan masih sedikit kesal karena Niko pernah satu motor dengan gadisnya, Nina.

Dan, seketika bola mata Lalisa berserta mulutnya membulat. Ia tidak akan sanggup sepertinya, apalagi keadaannya tidak memungkinkan, atau bahkan mereka berdua akan menjadi musuh abadi setelah ini karena first kiss itu.

"Gak." Gadis itu menolak mentah-mentah. Sementara Revan langsung mengernyitkan kedua alisnya, ia seperti sedang menerka sesuatu.

"Lah? Kenapa? Lu kan lengket banget sama itu cowok, masa gitu aja gak mau. Buktinya, dia rela masuk eskul basket demi lu, kan?"

Lalisa menghela nafas. "Gak gitu."

Rasanya gadis itu ingin menceritakan semuanya tentang dirinya yang rela menjadi asisten Niko hanya untuk cowok itu menggantikan posisi teman Revan yang sedang cedera.

"Ayolah, Lalis..., lu tau kan tinggal seminggu lagi itu pertandingan mulai? Dan, itu temen lu belum latihan lagi setelah ribut sama gua." mohon Revan.

"Hah? Ribut?" Lalisa kembali menoleh dengan tatapan tajamnya. "Kalian berdua sempet ribut?" Dan, Lalisa baru tahu itu.

Sontak, Revan hanya bisa diam sambil mengalihkan pandangannya. Ia malas jika harus memberitahu alasan ributnya dengan Niko, kepada Lalisa.

"Kalian ributin apa?" Lalisa terus bertanya dengan nada juga tatapan yang mengintimidasi. Tetapi Revan masih saja diam, dan tidak mau menatap wajah Lalisa lagi.

"Revan...!" Lalisa mendorong pelan bahu sahabatnya itu, agar ia mau menolehkan wajahnya. "Kalian ributin apa?!" gadis itu tidak akan berhenti sampai ada sebuah jawaban.

Dan, begitupun Revan yang terus diganggu, akhirnya ia memutuskan untuk mendongak menatap bola mata Lalisa yang terlanjur penasaran itu. "Gua ribut karena lu." bohongnya, agar Lalisa diam dan tidak bertanya lagi.

Gadis itu seketika terdiam. Ia tiba-tiba kaku mendengar jawaban dari Revan. Yaps, Lalisa senang, Revan menghabiskan waktunya ribut dengan orang hanya karena dirinya.

Revan ribut sama Niko, karena gue!
Revan ribut sama Niko, karena gue!
Sumpah?!

Batin gadis itu tidak bisa diam, ia terlalu senang sampai lupa tidak mengedipkan kedua matanya.

"Kenapa?" tanya Lalisa tiba-tiba, hingga membuat Revan kembali mengerutkan dahinya. Yaps, cowok itu bingung harus jawab apa lagi.

"Hah?"

"Kenapa lo ribut karena gue?" Tanya Lalisa dengan nada bergetar. Dalam hati ia berharap sesuatu tentang cintanya yang tidak bertepuk sebelah tangan.

Revan terdiam sejenak, ia mengalihkan pandangannya sembari terlihat berpikir. "Uumm..,"

Kemudian, cowok itu kembali mendongak setelah menemukan jawaban yang pas. "Karena gua gak suka dia memperlakukan lu tidak baik." dan, Revan mengembangkan senyumnya sehabis mengucapkan kalimat manis itu pada Lalisa.

Begitupun Lalisa, ia tidak henti-hentinya tersenyum manis. Revan masih peduli terhadap dirinya, walaupun sikapnya mulai berubah.

"Revan tenang aja, Lalis bisa jaga diri dari cowok itu." Kata gadis itu meyakinkan Revan.

"Uumm..., yaudah, jadi gimana?" Lalisa mengangkat alisnya sebelah, karena bingung dengan pertanyaan Revan yang tiba-tiba itu.

"Gimana apanya?" tanya balik Lalisa. Ia tidak paham.

"Jadi Lalis mau kan bujuk itu orang buat latihan sore ini?" Revan menaik-turunkan alisnya dengan tujuan menggoda Lalisa agar ia mau membujuk Niko.

"Umm..., yaudah, iya." Terpaksa, sekali lagi.

Jika bukan karena Revan, Lalisa ogah untuk memohon sekali lagi pada cowok itu.

"Nah gitu dong." Revan mencubit pipi kanan Lalisa dengan gemas.

🔥

Di tempat berbeda, Niko yang baru saja mengganti seragamnya langsung terduduk di sofa kamarnya. Yaps, kali ini ia malas pulang ke rumah Lalisa. Bukan karena kejadian itu, melainkan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga sikap kepada gadis lain, sedangkan gadisnya sedang tertidur pulas di rumah sakit sana bersama selang-selang.

"Ah..., shit!" Niko mengacak-acak rambut frustasi, lalu bersandar pada sofanya dengan penuh amarah.

Kemudian, cowok itu kembali terdiam sambil mengatur nafasnya yang sempat menggebu-gebu, sampai akhirnya suara ketukan pintu terdengar di pendengarannya.

Tok.
Tok.
Tok.

Niko menoleh ke arah pintu, tapi tidak berniat untuk membukakannya.

"Niko...," Suara itu benar-benar tidak asing lagi. Suara yang menyebalkan bagi Niko, apalagi jika sudah bernada tinggi.

Tok.... Tok.... Tok...

"Buka woy!"

Niko tetap diam, malah sekarang ia mengalihkan pandangannya dan membiarkan gadis cerewet itu berteriak sembari mengetuk pintu. Toh, Niko tetap tidak mau membukakan pintu.

"Niko, denger ya! Kalo lo gak mau bukain pintu juga, biar Lalis dobrak nih pintu sampe rusak. Buruan buka! Nih, gue itung sampe tiga," Ancamnya seraya berancang-ancang untuk mendobrak.

"Satu...,

Dua....,

Tig....,"

Niko diam-diam menunggu hitungan Lalisa selesai, namun sayang ketika ingin menyebutkan kata 'Tiga' gadis itu malah mengulur waktu, sehingga membuat cowok yang tengah bersandar di sofa tersenyum kecil karena tingkah Lalisa.

"Pffttt..., Niko denger nih! Udah mau tiga. Yakin gak mau buka?" Tanya gadis itu dari balik pintu, seakan ancamannya itu benar-benar akan terjadi jika Niko tetap keukeuh tidak membuka pintu.

"Tiga... BUGGGG

Niko refleks menegakkan tubuhnya dan menoleh pada pintu yang didobrak Lalisa barusan. Yaps, cowok itu sedikit khawatir, terlihat dari bola matanya.

"Aduh...," pekik gadis itu meringis kesakitan.

"Tangan gue sakit, mati rasa nih keknya."

Mendengar itu, Niko langsung berdiri dan tanpa berpikir panjang ia membuka pintu untuk melihat keadaan Lalisa.

Dan, saat cowok itu membuka pintu dengan ekspresi penuh panik, tiba-tiba saja bola matanya bertemu dengan gadis yang sempat meringis kesakitan itu. Yaps, ia tengah berdiri sembari tersenyum lebar, tanpa adanya wajah-wajah kesakitan seperti apa yang dibayangkan Niko di dalam.

Sontak, cowok itu pun mengernyitkan alisnya dan melihat Lalisa dari atas sampai bawah, demi memastikan tidak ada yang terluka.

"Loh? Lu kok gak apa-apa? Tangan lu gimana?" tanyanya masih panik, dan refleks meraih pergelangan tangan Lalisa lalu dilihatnya baik-baik.

Sementara gadis yang sedang dikhawatirkan itu justru menahan tawa, karena melihat Niko yang sangat panik.

"Tangan lu mati rasa?" tiba-tiba bola mata Niko naik ke atas, lebih tepatnya melihat wajah Lalisa. Yaps, cowok itu masih serius bertanya.

Sontak, Lalisa pun tertawa sembari melepas cekalan tangan Niko di lengannya. "Hahahaha....,"

Niko pun mengernyitkan alisnya bingung.

Yaps, Lalisa meredakan tawanya dulu, sebelum akhirnya lanjut bicara. "Ummm..., mohon maaf ini, tapi tadi gue gak bener-bener dobrak pintu lo kok, ehe."

Sontak, kekhawatiran Niko pun berubah menyeramkan. Begitupun Lalisa yang tiba-tiba menjadi kikuk karena mendapat tatapan horror dari Niko, sampai ia harus menggigit bibir bawahnya.

"Lu pikir ini lucu?" tanya cowok itu dingin.

Lalisa menjadi sangat penakut jika sudah menemukan tatapan tajam milik Niko.

"Yaelah, kok lo gitu sih, Niko. Gue cuma pengen lo buka pintu doang kok!" Lalisa berusaha untuk melawan, walaupun nada suaranya sudah berubah menjadi takut.

"Yaudah sih, kalo gak mau gue ganggu. Seenggaknya tuh ngomong, jangan diemin gue gini!" Semprot gadis itu ingin menangis, terlihat dari bola matanya yang berkaca-kaca.

"Kalo emang gue cuma jadi beban buat hidup lo, mending dari awal aja ngomong sama ortu gue buat gak jagain gue. Gak usah pencitraaan!" nada suara Lalisa meninggi, sekarang ia berani meluapkan semuanya.

Sementara Niko masih terdiam mendengarkan keluh kesah gadis itu.

"Lo pikir enak dibentak kaya tadi?! Hiks..." Alhasil gadis itu menangis juga. Ia kesal, karena Niko tetap diam dan menatapnya intens, meruntuhkan kecengengannya saja.

"Udah?" tanya cowok itu santai, meskipun airmata Lalisa bersamaan dengan isak tangis sudah keluar daritadi dan semakin kencang.

"Apa lo? Terserah lo deh mau bentak gue gimana juga! Emang semuanya salah gue kok, gue tau becandaan gue itu garing gak cocok sama humor lo yang dollar itu!" cerocos Lalisa dan tidak berani mendongak lagi.

"Apaan sih. Siapa yang bentak lu?" Tanya Niko. Ia gerah sebab daritadi Lalisa terus memojokkannya karena merasa dibentak.

Lalisa diam saja.

"Gua cuma bilang 'Lu pikir ini lucu?' udah itu doang. Emang ada gua bentak-bentak lu?" tanya Niko sekali lagi.

"Ya, sama aja. Nada suara lo itu seakan-akan marah sama gue," keukeuh Lalisa, tetap merasa itu sebuah bentakan baginya. "Bokap gue aja, istilahnya gak berani tuh bentak gue. Kalopun iya? Dia selalu minta maaf sama gue dan abis itu meluk gue karena merasa bersalah." kata Lalisa membandingkan.

Sontak, Niko pun menghela nafas panjang sembari mengacak-ngacak rambutnya frustrasi sebelum akhirnya kembali menatap wajah Lalisa dari samping.

"Oke. Lalis...," cowok itu melembutkan suaranya.

Lalisa mendongak, ia mengangkat kedua alisnya dengan bola mata yang masih berkaca-kaca karena habis menangis.

"Gua minta maaf karena udah bentak lu. Sekali lagi sori," ucap Niko tulus, berniat untuk menghentikan isak tangis Lalisa yang masih saja keluar.

Lalisa masih diam, tidak ada jawaban dari gadis itu, yang keluar hanya ringisan kesedihan.

"Sori kalo perlakuan gua tadi menyakitkan." kata Niko lagi, lalu menarik tubuh Lalisa pelan hingga gadis itu berada di dekapannya.

Deg.

Lalisa tertegun seketika. Ia berada di dada Niko sekarang, bahkan aroma milik cowok itu sangat jelas di penciumannya.

"L—lo..., ke—ke—napa peluk gue?" tanya Lalisa gugup bersamaan detak jantung yang berdebar cepat.

Sementara Niko yang masih melingkarkan kedua tangannya di tubuh mungil Lalisa, malah menaruh dagunya di pucuk rambut gadis itu karena Lalisa yang lebih pendek darinya.

"Ya, karena kata lu tadi, bokap lu aja memperlakukan lu kaya gini setelah dirasa dia ngebentak lu. Dan, begitupun gua, gua itu orang asing tapi berani banget bentak-bentak lu, jadi sebagai permintaan maafnya, gua harus seperti bokap lu juga. Memeluk lu setelah minta maaf, bukan?"

Lalisa diam tidak menjawab. Ia terlanjur nyaman, sampai akhirnya gadis itu agak kecewa ketika Niko tidak lagi memeluknya.

Sontak, Lalisa pun mendongak lagi dengan tatapan yang tidak bisa disembunyikan kalau ia sedikit kecewa.

"Sekarang lu gak marah lagi, kan sama gua?" Niko menaikkan kedua alisnya, meminta jawaban.

Sementara Lalisa langsung mengangguk. "Iya."

Sontak, senyumpun kembali terukir diraut wajah cowok itu. "Yaudah, sekarang lu bisa pulang, ya. Gua ngantuk mau tidur." kata cowok itu lembut, tapi seolah mengusir Lalisa secara halus.

"Lo ngusir gue?!" gadis itu kembali ke sifat awalnya.

"Gua gak ngusir. Cuma mau apa lagi lu disini? Kan, masalahnya juga udah selesai." Tanya Niko.

"Ish..., justru itu gue kesini karena mau ajak lo latihan basket sama tim Revan nanti sore!" Lalisa kesal, karena tujuan awalnya terhambat.

Niko memutar bola matanya malas, dan langsung melipatkan kedua tangannya di depan dada. Yaps, wajah songongnya kembali terhias lagi setelah omongan lembutnya tadi.

"Males."

Ngeselin emang.

Lalisa menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya dihembuskan perlahan. Ia mencoba untuk tidak emosi lagi.

"Ayolah! Plis..." gadis itu menyatukan kedua telapak tangannya dengan menampilkan puppy eyes.

Sementara Niko daritadi hanya memperhatikan raut wajah gadis itu yang terkesan memaksakan.

Dan, Niko pun hanya bisa menggeleng seraya tersenyum miring. "Lalis, Lalis..., masih aja mohon-mohon kaya gini demi Revan." gumam cowok itu, tapi masih terdengar jelas di pendengaran Lalisa, sehingga gadis itu menurunkan telapak tangannya dengan tatapan datar.

"Apa lu bilang?" ia meminta diulangi.

"Ya, gua bingung aja. Kenapa lu selalu mohon-mohon kaya gini sama gua demi Revan doang? Ya, gua tau sih lu suka sama dia, tapi kan gak seharusnya lu kaya gini. Kalo Revannya suka sama lu juga, harusnya bukan lu doang yang berjuang." kata Niko merasa miris sekaligus kasihan dengan gadis di hadapannya itu.

"Denger ya, Niko! Revan itu tidak mengakui perasaannya, karena dia menjaga persahabatan. Jadi, gue akan hargai itu!" tekan Lalisa sembari menunjuk Niko.

Dan, lagi-lagi senyuman Niko seakan meremehkan, walaupun ia mangut-mangut. "Oke, oke. Tapi, maaf. Gua tetep gak bisa."

Shit!

Lalisa menajamkan pandangannya. "Harus bisa!" kali ini pemaksaan.

"Gak."

"Gue bisa ancam lo, sekarang! Kali ini beneran." ancam gadis itu serius.

Sedangkan Niko tetap tidak percaya, ia yakin itu hanyalah sebuah ancaman lewat dan tidak benar-benar dilakukan oleh Lalisa. Makannya, Niko masih terlihat santai sambil bersandar pada ujung pintu.

"Coba aja, lu pikir gua percaya?" remeh cowok itu tersenyum devil.

"Kalo lo gak mau latihan basket sore ini.....,"

Niko membiarkan Lalisa menggantung pembicaraannya.

"Gue bakalan telepon ortu kita, dan bilang kalo tadi pagi lo nyium bibir gue!"

Niko terbelalak mendengar itu, bahkan tubuhnya tidak lagi bersandar melainkan tegak menghadap Lalisa.

"Hah? Apaan?" Niko pura-pura tidak mengerti.

"Serius, gue bakalan bilang kalo lo melakukan pelecehan! Biar mampus lo digebukin sama bokap lo." ancam gadis itu tak main-main, sampai bola matanya memelotot.

"Weh, tapikan itu lu yang tarik tangan gua. Apa perlu gua cerita semuanya dengan detail?" Lalisa langsung terbelalak dan berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.

"Bodoamat, lo tetep salah. Gue bakalan bilang sekarang juga!" Lalisa merogoh hpnya di tas sekolah. Dan, setelah berhasil ditemukan, gadis itu memencet sesuatu sebelum akhirnya menempelkan layar ke telinganya.

"Halo, Ma...," setelah beberapa detik diam, gadis itu memanggil seseorang dari seberang telepon.

"Ada sesuatu yang mau aku omongin," Lalisa melirik Niko yang masih saja diam dan menatap serius gadis itu.

"Waktu pagi...., Niko—ummmm

Mulut gadis itu segera didekap oleh Niko, sedangkan ponselnya diambil alih dan langsung mematikan telepon yang sedang tersambung itu.

Dan, alhasil tubuh mereka kembali berdekatan bersamaan dengan wajah yang berjarak beberapa centimeter saja. Gadis itu memelotot lucu, meminta untuk dilepaskan, sedangkan Niko tidak bisa membiarkan itu.

"Lalis, lu gila ya?!" Nada suara Niko panik. Yaps, hampir saja Lalisa membocorkan kejadian tadi pagi kepada orangtuanya hanya karena Revan.

"Demi Revan aja lu rela ngumbar aib lu ke ortu!"

"Ummmm.... Ummmm!!!" Lalisa tidak bisa berbicara, karena dekapan Niko sangat kuat. Sontak, cowok itu pun segera melepas tangannya dan membiarkan Lalisa berbicara.

"Ya lagian lo gak mau nurutin gue! Dan, biar aja, biar lo diomelin ortu lo!" kata gadis itu.

"Shit! Yaudah, iya, gua mau." Niko menahan emosinya, agar tidak kelepasan membentak Lalisa yang cengeng itu.

Dan, mendengar itu, senyuman Lalisa kembali sumeringah. "Nah, gitu dong."

"Tapi inget ya! Kejadian tadi pagi harus lu lupain! Dan, jangan pernah ancem gua soal ini lagi. Paham?"

Lalisa mengangguk. "Iya, santai."

Continue Reading

You'll Also Like

298K 17.8K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
4.9M 388K 37
[DIMOHON BUAT READER'S SEBELUM BACA CERITA INI UNTUK TAHU KALAU INI MENCERITAKAN TENTANG TRANSMIGRASI YANG CUKUP KLISE. JADI JIKA ADA KALIMAT YANG SA...
1.1M 43.5K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
809K 96.2K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...