COME BACK

By aimemy

16.7K 4.2K 5.8K

Synda berniat menutup pintu hati saat terakhir kali menjalin hubungan yang berakhir dikhianati. Tapi sepertin... More

Prolog
Part One
Part Two
Part Three
Part Four
Part Five
Part Six
Part Seven
Part Eight
Part Nine
Part Ten
Eleven 🍁
Thirteen 🍁
Fourteen 🍁
Fifteen 🍁
Sixteen 🍁
Seventeen 🍁

Twelve 🍁

361 147 106
By aimemy

Hai cantik, maaf aku bisanya ngabarin dari WhatsApp gini. Hari ini aku berangkat ke Bandung karena aku dipindahkan ke sana, dan sepertinya aku memilih menetap di sana untuk beberapa tahun. Kamu jaga kesehatan, jangan galau-galau mulu. Kalau wisuda undang aku, ya.

Aku sedikit kecewa membaca pesan dari Ilwan, dia tidak mengatakan apapun saat terakhir kali kami bertemu. Sekarang dia malah mengirim pesan kalau dia akan pergi jauh dan mungkin nggak akan balik ke Medan.

Aku mengetik kata-kata terakhir sebagai penyemangat untuk Ilwan di sana. Dia teman laki-laki yang selalu ada untukku selama ini, walaupun akhir-akhir ini kami jarang komunikasi ataupun bertemu karena aku yang sok sibuk dengan kegiatanku dan dia benar-benar sibuk dengan kegiatannya, tetap saja aku pasti merindukannya nanti.

Setelah menekan tombol kirim, aku menyimpan ponselku di dalam loker kemudian merapikan baju dan siap bekerja.

"Ada yang nyariin tuh di meja delapan," kata Ani---barista di cafeku bekerja.

Aku bingung kenapa orang yang duduk di meja delapan selalu mencariku, kemarin Ilwan dan sekarang siapa lagi?

Melihat postur tubuhnya dari belakang, sepertinya aku bisa menebak siapa dia. Untuk apa laki-laki itu datang ke tempat kerjaku di jam segini coba?

"Ngapain di sini?" tanyaku dengan tampang tak bersahabat dan tangan kulipat di atas dada. Untungnya keadaan cafe lagi sepi, jadi tidak masalah aku bergaya seperti ini.

"Kamu marah sama aku?"

"Kamu punya jam nggak, sih? Ini tuh masih jam kerja aku."

"Loh, aku 'kan mau makan di sini, emang nggak boleh? Aku customer loh ini," Rean menunjukan senyum manisnya yang menampakan lesung pipitnya di sebelah kiri. Ah manis sekali.

Aku tetap memasang wajah tak sukaku, aku harus membuatnya merasa bersalah kali ini. Benar kata Niawan, kalau aku tidak protes Rean tidak akan pernah mengetahui apa kesalahannya, dia akan terus bertingkah sesuka jidatnya dan aku yang makan hati, mana bisa begitu.

"Makan tempat lain aja, deh. Jam delapan malam, jemput aku di sini." Aku langsung meninggalkan Rean.

Mungkin, dengan berat hati, Rean terpaksa mengikuti keinginanku. Dia berjalan menuju kasir dan memesan satu Avocado coffe Float--minuman bestseller di cafe ini untuk dibawa pulang.

Aku memberikan senyum indahku saat mengantarkan pesanannya. Rean berdiri kemudian berbisik. "Nanti aku jemput ya. I love you."

Memang dasar aku yang tidak bisa dirayu sedikit saja, langsung meleleh mendengar ucapan Rean, bahkan pipiku panas sekali rasanya.

"Pssst..., Mbak Syn." Aku menoleh saat mendengar suara Uci----kasir di cafe ini.

"Itu tadi siapa?" tanyanya. Tampang-tampangnya sih dia ini pasti kepo, kemarin saja waktu Ilwan datang kemari dia menguberku untuk bertanya siapa Ilwan itu.

"Kenapa tanya-tanya?" tanyaku galak. Aku ini perempuan posesif kalau kalian belum tau, bahkan kalau teman dekatku mengatakan dia menyukai pacarku, siap-siap kontak WhatsApp-nya akan ku blokir.

"Dih galak amat, Mbak. Masnya ganteng, alisnya tebal banget, aku suka." Aku melotot tak percaya, apa dia bilang tadi? Suka?

"Suka?! Dia pacarku ! Awas aja jiwa-jiwa pelakormu meronta-ronta pas ngeliat dia, ya. Badan sama lehermu pisah!" kataku dengan mata melotot.

Uci hanya tersenyum kemudian pura-pura menyibukkan diri dengan layar komputer di depannya.

🍁🍁🍁

Rean berjalan ke arahku yang baru saja keluar dari cafe. Laki-laki itu mengenakan celana ponggol hitam dan sweater oversize berwarna dongker. Sejujurnya aku sangat suka dengan style Rean malam ini, ingin rasanya aku berlari dan langsung memeluk laki-laki itu. Tapi, kuurungkan karena aku ingin membuat Rean merasa bersalah malam ini.

"Kamu capek, ya?" tanya Rean menggenggam tanganku.

Aku sedikit kaget, ini pertama kalinya Rean menggengam tanganku. Bahkan saat pacaran dulu kami tidak pernah pegangan tangan. Kenapa Rean harus bersikap manis disaat aku ingin membuatnya merasa bersalah, sih?

Rean memasang helm di kepalaku, "Kita makan dulu ya, aku laper banget." katanya---kemudian naik ke atas keretanya.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban kemudian duduk di jok belakang.

"Kamu nggak mau peluk aku?" tanya Rean yang lagi-lagi membuat aku terkaget-kaget. Ada apa dengan Rean malam ini?

Untuk pertama kalinya Rean mengajakku ke tempat makan tanpa bertanya 'kita makan di mana?' Ini sebuah perkembangan yang patut diacungin jempol menurutku.

Aku langsung duduk di kursi kosong, sedangkan Rean meminta menu di meja kasir.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Rean dengan tatapan yang kurasa penuh perhatian.

"Terserah."

"Kamu kepingin kepiting 'kan? Kemarin aku lihat story WhatsApp kamu, makanya sekarang aku ajak ke sini."

Oho..., sejak kapan pacarku ini menjadi orang yang peka? Biasanya sekeras apapun aku mengodenya dia nggak akan sadar.

"Kamu bilang kita perlu bicara, mau bicara tentang apa?" tanya Rean saat dia sudah kembali dari kasir untuk memberi kertas pesanan kami.

"Kita."

"Maksudnya?"

"Aku mau kita nggak usah berkabar dulu."

Alis Rean berkerut, mungkin dia bingung bukankah selama ini kami memang jarang berkabar. Lebih tepatnya dia jarang memberi kabar padaku.

"Maksudnya apa, sih?"

Oke, pacar kesayanganku ini ingin kuperjelas maksud dan tujuanku.

"Kita nggak usah ketemu, kita nggak perlu kasih kabar untuk sementara."

"Kenapa gitu? Kita ;kan pacaran, komunikasi itu perlu. Begitu yang ku tau dari teman-temanku yang pacaran."

Oh, jadi pacarku ini masih menganggap hubungan kami ini pacaran? Dan apa katanya tadi? Tau dari teman-temannya yang pacaran? Jadi, selama ini dia hanya sibuk melihat temannya berpacaran di sana sedangkan pacarnya uring-uringan di sini? Hebat.

Aku memasang senyum terbaikku, "Untuk sementara aja kok. Nanti kalau aku ngerasa semua uda membaik, aku yang bakalan ngabarin kamu duluan."

"Kasih aku alasan Synda. Kenapa kita nggak perlu berkabar untuk sementara? Aku ada salah?"

Menurut ngana? Ngana gak pernah salah gitu?

"Enggak, kamu enggak ada salah," jawabku masih dengan senyum manis yang menghiasi bibirku.

Rean tampak gusar, entah itu benaran atau dibuat-buatnya aku tak tau. Percakapan kami berhenti saat ibu penjual seafood datang membawa pesanan kami.

🍁🍁🍁

Aku dan Rean duduk di teras kosku. Aku sudah mengusirnya, tapi dia berkeras ingin memperjelas maksud perkataanku tadi. Aku yakin membahas masalah ini sekarang akan membuatku mengeluarkan sedikit tenaga dan air mata mungkin, karena aku ini gadis emosian yang cengeng.

Untungnya jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Sudah tidak ada teman kosku yang berada di luar, memang biasanya di jam segini para penghuni kos Ceramah sudah sibuk di kamar masing-masing.

"Syn, please. Jelasin apa maksud kamu ngomong begitu tadi di sana," suaranya melemah, matanya juga seperti orang yang ingin menangis. Aku yakin ini hanya acting, sebenarnya Rean pasti senang karena aku meminta untuk tidak berkabar dulu. Eh? Tapi tidak juga, kalau aku meminta tidak berkabar dulu, mana bisa dia menyakitiku seperti rencananya.

"Uda cukup jelas Re, aku mau kita nggak perlu berkabar dulu. Kenapa berat banget sih nurutin yang aku minta ini? Bukannya memang kita jarang berkabar, ya?" sindirku.

"Syn, kamu tau aku nggak pernah jalin hubungan sama siapa pun setelah sama kamu dulu, aku nggak tau harus ngelakuin apa, aku nggak tau aku harus bersikap gimana. Aku butuh kamu. Aku butuh kamu buat ngasih tau semua kesalahanku. Aku butuh kamu buat ngubah aku jadi seorang pacar seharusnya."

Aku masih menatap Rean dengan tampang tak percaya. Dia butuh aku? Kenapa baru sekarang? Kenapa setelah aku memutuskan untuk membuatnya bersalah baru dia butuh aku?

"Kalau aku punya salah, kasih tau aku biar aku ubah. Jangan begini Synda, aku butuh kamu," katanya lagi dan menggenggam tanganku.

Aku menarik napas, bingung harus menjawab apa. Aku melihat Rean benar-benar merasa bersalah sekarang seperti yang aku inginkan. Tapi, otakku selalu mengatakan dia hanya ingin membalas dendam. Dia ingin membuatku sakit seperti akuyang  membuatnya sakit dulu.

Laki-laki mana yang akan kembali ke pelukan perempuan yang sudah menyakitinya? Bahkan kami sudah berpisah tujuh tahun lamanya, logikaku mengatakan Rean tidak tulus padaku.

"Synda, please. Jangan diam begini, aku makin bingung harus apa. Jangan tinggalin aku, Syn," suaranya bergetar. Rean menunduk, apa dia menangis? Itu air mata sungguhan atau air mata buaya?

Aku mengelus lembut punggung tangan Rean. "Kamu terlalu sibuk dengan duniamu, Re. Sama seperti dulu, kamu nggak anggap aku ada. Aku pernah bilang ke kamu, aku capek main-main, aku capek nyari persinggahan. Kukira kamu persinggahanku, tapi nyatanya enggak. Aku coba ngerti dengan semua sikap kamu, aku nunggu kamu yang sadar sendiri, kalau aku pacarmu."

"Maka dari itu aku butuh kamu, Synda Arshnella."

Aku tersenyum. "Kamu butuh aku untuk apa? Untuk ngerti semua sikap kamu yang cuek ke aku? Untuk ngerti semua kesibukanmu sampai-sampai nggak bisa memberiku kabar? Bahkan sampai detik ini aku pacarmu, nggak tau kegiatan kamu itu apa. Kamu selalu punya waktu buat ngumpul sama temanmu, tapi buat memberiku kabar kamu nggak ada waktu."

"Syn," lirih Rean.

"Kamu tau kapan titik aku jenuh nunggui kamu sadar sendirinya kalau aku ini pacarmu dan aku butuh kamu? Dua hari yang lalu, saat kamu bilang kamu sibuk, yang aku sendiripun nggak tau  kesibukanmu apa, aku ngelihat snapgram temanmu, dan aku ngeliat kamu di sana. Kamu haha hihi sama temenmu, bahkan di sebelahmu perempuan yang aku nggak kenal itu siapa. Aku nggak ngeraguin kesetianmu, nggak sama sekali, karena kita berdua sama-sama tau, yang nggak setia di sini itu aku. Tapi, sebagai pacar yang nggak dianggap aku sakit hati, Re."

"Aku bisa jelasin masalah itu, Syn."

"Aku nggak pernah ngelarang kamu selama ini 'kan? Bahkan aku nggak pernah ngeluh apapun sama kamu. Saat aku stress masalah tugasku, saat aku stress di kerjaan, aku gak pernah ngeluh ke kamu. Karena apa? Karena kamu nggak pernah ada waktu buatku Rean."

"Please, Synda."

"Aku cuma minta satu, kamu hargai aku sebagai pacarmu. Tapi kamu nggak bisa lakuin itu. Kamu tau apa yang aku pikirkan selama ini? Kalau kamu kembali hanya buat balas dendam, kamu mau buat aku ngerasain sakit hati seperti yang aku lakuin dulu ke kamu."

Rean menggeleng cepat. "Enggak ! Aku tulus sama kamu, Syn. Aku nggak pernah ada niatan buat balas dendam atau apalah seperti yang kamu pikirkan."

"Terus apa niatan kamu kembali Rean?" Air mata sialan jatuh tanpa diminta membasahi pipiku.

"Aku sayang kamu Synda, aku cinta kamu, aku cuma mau kamu. Tolong jangan mikir yang aneh, aku bakalan berubah seperti yang kamu mau. Tapi untuk itu, aku butuh kamu."

Aku terhenyak, untuk pertama kalinya Rean mengatakan dia cuma mau aku. Sebentar, dia cuma mau aku untuk apa? Pasangan hidup atau pelajaran hidup?

"Kasih aku kesempatan, Syn. Aku pasti bisa berubah dan belajar jadi lebih baik lagi. Tolong Synda Arshnella."

Aku masih diam, otak dan mulutku tidak bekerja dengan baik. Aku bingung harus menjawab apa.

"Jujur, kemarin-kemarin aku ngerasa kita nggak benar balikan makanya sikap aku seperti itu. Aku takut kalau kamu masih cinta Azam." Laki-laki itu menunduk.

"Azam uda hilang dari hidupku."

Rean mengangguk, "Maafin aku ya, aku janji bakalan berubah."

Dengan bodohnya aku mengangguk mengiyakan, memberi maaf lagi kepadanya seperti yang kulakukan dulu. Tapi, kali ini aku berharap Rean benaran berubah, kalaupun dia memang benar hanya ingin balas dendam kepadaku, aku ingin tau bagaimana permainannya.

"Aku sayang kamu," katanya sebelum pergi.

Jangan lupa tekan tanda bintang di pojok kiri, ya.

Satu bintang dari kalian, adalah semangatku.

Peluk jauh ❤️

On Ig :
Rsswp__

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 6.4K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
51.1K 7.9K 4
⚪Kagak Sequel-Sequel Jajar Genjang amat sih ⚪ Semenjak kepindahan Kak Yeyen satu minggu yang lalu mengikuti jejak tugas suaminya, toko kelontong satu...
20.8K 1.6K 50
Kafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana...
AZALEA By paul 🐾

General Fiction

37.8K 6.6K 32
Ada satu masa ketika Aleyna merasa hatinya sedang bermain-main dengannya. Mengalami perpisahan dan menorehkan kenangan tak terlupakan dalam satu wakt...