COME BACK

By aimemy

16.7K 4.2K 5.8K

Synda berniat menutup pintu hati saat terakhir kali menjalin hubungan yang berakhir dikhianati. Tapi sepertin... More

Prolog
Part One
Part Two
Part Three
Part Four
Part Five
Part Six
Part Seven
Part Eight
Part Nine
Eleven 🍁
Twelve 🍁
Thirteen 🍁
Fourteen 🍁
Fifteen 🍁
Sixteen 🍁
Seventeen 🍁

Part Ten

426 178 136
By aimemy

Laptop dan beberapa lembar kertas berserakan di tempat tidurku, aku sedang menyusun pertanyaan yang cocok untuk wawancara besok, kemudian mengetiknya dan diprint serapi mungkin.

Sampah bekas cemilanku pun masih berserakan dilantai bahkan aku belum sempat mandi sejak pulang kerja tadi. Ribet sekali memang mengatur waktu antara mencari uang dan ilmu secara bersamaan.

Getaran ponsel di atas tempat tidurku menarik perhatianku. Kulihat notifikasi dan seketika bibirku melengkung indah. Oh ya tentu, pesan yang kubaca ini berasal dari Rean, laki-laki yang sudah menjadi pacarku.

Rean

Malam sayang

Masadepanmu

Too Baby

Rean

Uda makan malam?

Aku mendengus kesal. Kami bukan anak SMP atau SMA lagi kan? Apa masih wajar dia menanyakan aku sudah makan apa belum? Ya, aku tau aku selalu lupa makan kalau sedang sibuk, tapi gak mungkin sampai gak makan kan?

Masadepanmu

Uda beb

Rean

Good. Malam ini aku izin keluar bareng teman ya, main game. Kamu jangan tidur kemalaman. Goodnight Syndaku.

Selalu begini. Mungkin sudah hampir dua minggu hubungan kami, tapi Rean mengabariku hanya untuk bertanya aku sudah makan apa belum, kemudian meminta izin berkumpul bersama temannya. Dia tidak pernah perduli, bahkan tidak pernah bertanya apa saja kegiatanku satu hari ini.

Apa dia beneran masih mencintaiku? Apa dia mengajakku menjalin hubungan lagi benar-benar karena masih menyukaiku? Semua pertanyaan ini sering melintas di kepalaku.

Bukan maksudku membandingkan, tapi dulu-saat bersama Azam, laki-laki itu selalu bertanya apa saja kegiatanku, bagaimana perasaanku, dan mendengarkan segala keluh kesahku. Jujur, aku sedikit merindukan perhatian itu, dan aku berharap setidaknya Rean memberikannya.

***

"Jadi gimana Syn?" tanya Hikmah.

Seperti kesepakatan kami kemarin, aku dan kelompokku akan melakukan observasi hari ini. Tapi, kami kekurangan kendaraan, Niaz membawa kereta dan aku menyuruhnya berboncengan dengan Ana, karena Ana tidak membawa mobil hari ini. Sedangkan Hikmah berboncengan dengan pacarnya yang berasal dari fakultas lain. Hanya aku yang tidak memiliki boncengan, pacarku sibuk yang aku sendiri pun tak tau apa kesibukannya, bahkan sampai sekarang aku gak tau Rean itu bekerja atau kuliah. Bego sekali aku kan?

Tempat obsrvasi kami kali ini sedikit jauh dari kampusku, jika aku, Ana, dan Niaz berboncengan di satu kereta bukankah kami terlihat seperti cabe-cabean? Jika aku ikut berboncengan di keretanya pacar Hikmah itu lebih gak mungkin lagi, sih. Masa iya aku harus nebeng sama orang yang sedang kasmaran.

Aku berpikir seraya mengingat laki-laki mana yang mau memberi tumpangannya padaku dengan sukarela, dan aku teringat akan sosok Niawan-si lelaki baik itu. Bodo amat kalau para ceriwis yang suka gosip itu membuatku menjadi bahan gosipan mereka, yang terpenting sekarang aku sampai di tempat observasi.

"Kalian duluan aja, deh. Uda tau alamatnya 'kan?" tanyaku.

Niaz mengangguk. "Ada pacarnya Hikmah juga nanti yang bisa nunjukin jalan. Kau berangkat sama siapa?"

"Sama Niawan, ini lagi ngirim pesan ke dia," jawabku---kutekan tombol kirim pada Niawan.

Ketiga temanku langsung pergi menuju tempat observasi, meninggalkan aku sendiri menunggu Niawan. Aku membuka WhatsApp berharap ada pesan yang dikirimkan Rean, tapi tidak ada. Kulihat jam, sudah pukul 12 siang, jika dia bekerja harusnya dia sedang istirahat, jika dia kuliah harusnya sudah pulang, dan jika dia pengangguran harusnya dia punya lebih banyak waktu untuk sekedar mengirim pesan padaku 'kan? Tapi mengapa dia tidak mengirimiku pesan?

Aku tau yang masih cinta banget di sini tuh aku, sama seperti masalah yang dulu, yang cinta banget itu aku meskipun yang ngajak menjalin hubungan itu Rean. Tapi, harusnya dia tetap menunjukan bagaimana sikap seorang pacar meskipun tidak terlalu mencintaiku 'kan? Sebentar, apa jangan-jangan dia mengajakku balikan karena ingin membalas dendam atas kesalahanku yang dulu?

Suara klakson mobil yang dipasang Niawan di keretanya menyadarkanku dari pikiran aneh yang mulai bermuculan di kepalaku ini. Aku berdiri-meminta helm kemudian memakainya dan naik di jok belakang kereta Niawan.

Selama perjalanan, Niawan terus-terusan bertanya bagaimana perkembangan hubunganku dan Rean. Ya, selain Ana, Niawan merupakan salah satu teman curhatku dan dia satu-satunya teman curhatku yang berjenis kelamin laki-laki.

Aku tipikal perempuan yang lebih mendengarkan saran dari orang saat menghadapi masalah. Maka dari itu aku butuh dua teman curhat, jika aku sudah memikirkan jalan keluar dari masalahku, aku tetap membutuhkan saran mereka. Karena aku akan memilih saran dengan suara terbanyak.

Aku menghela napas. "Aku bingung, Nia. Aku harus apa coba? Harus protes, kenapa dia nggak pernah memberiku kabar dan hanya sibuk dengan dunianya? Bisa-bisa dia menganggapku posesif nanti. Aku nggak suka itu."

"Kalau kau diam terus malah makin runyem entar. Kau sendiri yang cerita ke aku kalau pacarmu itu cueknya minta ampun 'kan? Bahkan kau juga bilang kalau kau pacar pertamanya dan dia tidak berpacaran dengan siapapun lagi setelah putus samamu kemarin. Iya 'kan?"

Aku mengangguk. "Aku dengarnya sih gitu, aku belum ada tanya ke dia. Gimana mau nanya coba, dia nggak ada waktu buat aku. Bahkan aku nggak tau dia tuh kerja, kuliah, atau pengangguran."

Niawan menggelengkan kepalanya, matanya masih menatap jalanan. "Ya, makanya kau harus ngobrol sama dia, coba minta waktu ketemu sesekali, jangan gengsian, deh. Biasanya kau perempuan yang nggak tau malu, kenapa sekarang sok gengsi-gengsian gini coba? Ingat kata Ana, pacarmu itu alien, jadi kau yang harus ngasih tau gimana seharusnya seorang pacar bersikap."

Aku berdecak kesal, enak saja dia mengatakan aku perempuan yang nggak tau malu.

"Dia uda dewasa, Nia. Uda berapa ya umurnya? Setahun lebih tua dari aku, deh, pokoknya. Harusnya dia tau gimana sikap pacar yang baik."

"Terserahmu aja, Nda. Kau yang tau terbaik, yang harus kau ingat pacarmu itu alien."

Ana dan Niawan ini adalah spesies teman yang mulutnya harus kujejelin cabe satu kilo.

***

Setelah pulang dari observasi tadi, aku langsung menuju tempat kerjaku. Aku tidak jadi mengambil off, karena Zaski ingin bertkar shif denganku. Benar-benar melelahkan. Aku berdiri di depan computer-menginput pesanan customer. Aku menoleh saat Catiya memanggilku.

"Kenapa?" tanyaku-mengoyak kertas print yang berisi pesanan customer

"Meja delapan manggil tuh," jawabnya. Aku mengernyitkan dahi-mengapa tidak dia saja yang mencatat pesanan customer di meja itu.

"Cutomernya bilang mau mesan cuma samamu," kata Catiya--lagi, seakan mengerti ekspresi bingung wajahku tadi.

Aku mengangguk kemudian berjalan menuju meja yang disebutkan Catiya tadi.

"Permisi," kataku sopan seraya meletakan dua buku menu di atas meja.

"Hai cantik." Aku menatap customer ini dan ternyata Ilwan.

Ya Ilwan, laki-laki yang tidak ada kabarnya setelah malam itu. Malam di mana aku mengatakan aku telah kembali bersama Rean. Sekarang Ilwan datang ke tempat kerjaku dengan senyuman well-sudah terlihat baik, tidak seperti senyumnya di malam itu.

Aku tersenyum. "Tumben kemari sore begini,"

"Lagi cuti nih, temeni aku makan yuk."

"Mana bisa, aku kan kerja. Lagian waktu istirahatku masih dua jam lagi."

"Duduk bentaran aja juga nggak bisa? Cafe juga masih sepi ini, coba deh ngomong sama managermu."

"Bentar, deh." Aku pergi berjalan menuju Mbak Kamila untuk meminta ijinnya.

Setelah mendapat ijin dari Mbak Kamila aku langsung duduk di depan Ilwan. Laki-laki itu sudah memasan makanan dan minumannya tadi.

"Tumben banget minta ditemani makan, biasanya nungguin aku pulang kerja."

"Ilwan tersenyum-senyumnya manis sekali. "Aku nggak boleh sering-sering bawa pacar orang keluar malam-malam." Suara Ilwan sedikit---entahlah aku pun tak tau, yang pasti suaranya sedikit serak. Apa dia batuk ya?

Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya.

***

Hari ini, Aku dan Rean menghabiskan waktu di area timezone. Sebenarnya bukan kami lebih tepatnya aku. Karena hanya aku yang bermain di sini, sedangkan Rean lebih memilih tempat duduk di dekat box pengambil boneka dan sibuk dengan ponselnya.

Aku menghela napas kasar. Harusnya aku tidak memberitahunya kalau hari ini jadwal libur kerjaku. Semalam Rean menjemputku saat pulang kerja, aku sedikit kaget karena Rean tidak menghubungiku sebelumnya. Sesampai di kos laki-laki itu tidak langsung pulang, dia memilih duduk untuk menghabiskan minuman kaleng yang kami beli dijalan. Dengan berat hati aku harus menemaninya.

Rean menanyakan kapan hari liburku karena dia ingin mengajakku kencan. Aku yang terlalu bersemangat, langsung memberitahunya dan mengiyakan ajakannya, di dalam hayalanku kencan yang kami lakukan adalah bermain bersama dan tertawa bersama, bukan hanya aku sendiri seperti ini.

Aku duduk di samping Rean memperhatikan laki-laki itu yang terjadi sibuk dengan gamenya. Apa dia tidak punya cukup waktu di rumah untuk bermain game itu sampai saat kencan denganku pun harus memainkannya?

"Uda selesai?" tanyanya----menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

"Uda."

"Mau makan?" Aku merasa Rean bukan seperti pacarku. Dia lebih pantas menjadi bodyguardku yang bertugas mengantarku bermain game, menjagaku saat aku bermain, dan mengajakku makan saat aku sudah selesai bermain. Terdengar seperti bodyguard yang menjaga anak umur lima tahun bukan?

Aku mengiyakan kemudian berjalan duluan, meninggalkan Rean yang berlari kecil mengejarku. Berdasarkan pengalamanku berpacaran dan beberapa novel romantis yang kubaca, orang yang sedang berpacaran selalu pegangan tangan saat sedang berjalan, atau si laki-laki merangkul pacarnya, atau paling tidak juga berjalan dekat-dekatan. Tapi, aku dan Rean tidak seperti itu, dia selalu berjalan di belakangku.

Aku melihat penampilanku, sepertinya tidak ada yang salah, sweater yang sedikit kebesaran kupadukan dengan celana jeans hitam dan sepatu cats hitam putih pula. Tidak terlalu buruk. Wajahku juga cuma kupolesin sedikit blushon dan liptint di bibirku. Lalu, kenapa Rean tidak mau berjalan di dekatku? Penampilanku kan tidak jelek-jelek kali. Bahkan menurutku, aku sudah cukup cantik.

Kami sudah sampai di McD yang berada di dekat mall tadi. Aku langsung memesan dua porsi McSpicy Large dengan minum Sprite untuk kami berdua. Aku mengeluarkan dompet dari dalam totebag untuk membayar pesanan kami, tapi Rean langsung menahan tanganku.

"Aku yang bayar," katanya.

"Tadi kamu uda bayarin aku di timezone, sekarang gantian aku yang bayar." Aku memberikan dua lembar uang ratusan kepada kasir, tapi lagi-lagi Rean menahannya. Drama sekali kami ini, di depan Mbak Kasir pula.

"Di sini yang laki-laki itu aku," kata Rean mencoba protes. Aku tersenyum.

"Gender gak jadi penentu untuk bayar makanan saat kencan sayang," jelasku sengaja menekankan kata 'Sayang' di dalam kalimat. Pipiku panas sendiri saat ku ingat, ini pertama kalinya aku mengatakan sayang selama kami berpacaran-lagi.

Aku menatap Rean yang sibuk dengan gamenya, bahkan burgernya pun belum disentuh sedari tadi. Tiba-tiba isi kepalaku yang bodoh ini mengingat tentang Azam dan mencoba membandingkan mereka. Dulu, saat bersama Azam laki-laki itu jarang sibuk dengan ponselnya saat makan bersamaku. Dia lebih fokus ke makanan dan sesekali mengajakku mengobrol.

Tidak seperti Rean yang mengacuhkanku. Untuk apa coba dia mengajakku jalan-jalan hari ini? Kalau seluruh waktunya hanya ke gamenya itu?

"Kenapa kamu liatin aku?" tanya Rean yang mungkin sedikit risih karena kutatap dengan mata seramku ini.

Aku menggeleng. "Aku suka alis kamu," Rean hanya mengangguk dan kembali pada gamenya lagi. Salahkah aku jika cemburu pada game? Apa cewek di dalam game itu lebih menarik dari pada aku?

"Aku baru ingat, kalau hubungan kita uda hampir sebulan."

"Hmmm."

"Sampai sekarang aku gak tau kegiatan kamu apa. Kamu kerja atau kuliah?"

"Sama kayak kamu."

"Sama kayak aku? Kuliah sambil kerja?"

"Hmmm."

Aku menahan emosi, apa sekarang Rean sedang cosplay menjadi Nisa Sabyan? Hmm mulu jawabannya dari tadi.

"Kamu kuliah di mana?" tanyaku. Anehkan? Kami menjelain hubungan tapi aku gak tau apa kegiatan pacarku. Rean ini misterius sekali.

"Bentar ya, nanti aku jawab. Dikit lagi victory ini," katanya dan aku hanya tersenyum.

Boleh minta krisar gak?

Setelah membaca sampai 10 part, gimana ceritanya menurut kalian?

Ngebosenin kah atau gimana?

Terima kasih buat yang sudah mau menjawab ❤️

Peluk jauh ❤️

Rsswp

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 82.6K 54
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
Ace. By hiatus.

Fanfiction

80.5K 10.9K 42
argy bargy after story. 25 Nov, 2021.
167K 22K 50
Tentang yura mahasiswi tingkat akhir dengan segala kisahnya. Saat akhir dari perkuliahan datang. Saat itu juga cintanya terbalaskan. "Kalo gue anggot...
2.7M 192K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...