COME BACK

By aimemy

16.6K 4.2K 5.8K

Synda berniat menutup pintu hati saat terakhir kali menjalin hubungan yang berakhir dikhianati. Tapi sepertin... More

Prolog
Part One
Part Two
Part Three
Part Four
Part Five
Part Six
Part Seven
Part Eight
Part Ten
Eleven 🍁
Twelve 🍁
Thirteen 🍁
Fourteen 🍁
Fifteen 🍁
Sixteen 🍁
Seventeen 🍁

Part Nine

434 187 178
By aimemy

"Jadi gimana? Uda dapat kabar dari Bu Kasih belum?" tanya Ana padaku. Saat ini kami duduk di bangku depan kelas yang memang disediakan untuk menunggu kelas sebelumnya keluar.

"Belum, entah kemana tuh orang. Nggak tau apa dia kalau aku butuh kepastian?"

Kemarin saat aku mengisi KRS atau Kartu Rencana Studi, aku salah mengambil kelas disalah satu mata kuliahku. Harusnya aku berada di kelas satu, tapi karena kecerobohanku aku mengambil di kelas dua. Akibatnya, namaku tak pernah ada di absen sama sekali, dan aku membutuhkan saran Bu Kasih untuk masalah ini. Secara dia itu dosen pembimbing akademikku.

Tapi dosen pembimbing akademikku itu terkenal dengan kesibukannya, dia sering ke sana kemari untuk menghadari beberapa acara yang diadakan khusus para petinggi di kampus ini. Aku sampai bingung, mengapa Bu Kasih tidak memakai asisten saja kalau dia sibuk begini. Apa aku harus melamar menjadi asistennya, agar aku tak repot begini?

"Yaudah, besok coba hubungi lagi. Terus langsung buat janji aja," kata Ana mencoba memberi solusi.

"Aku maunya juga gitu, Na. Masalahnya Bu Kasih ini kayak doiku, dichat diread doang. Sakit hatiku," kataku mencoba melankolis.

Tapi memang benar aku sering sakit hati saat menghubungi Bu Kasih. Aku tau hobbynya membaca bukan menulis, makanya dia tak mau membalas pesanku. Tapi aku inikan mahasiswi yang harus dibimbingnya ke jalan yang benar, masa balas chat yang tidak sampai lima menit dia nggak mau? Heran aku.

Ana memicingkan matanya, menatapku curiga. "Doi? Kau barusan bilang 'doiku'? Jadian sama siapa kau? Oh, sekarang main rahasia-rahasian? Oke fine, Syn."

Aku merapikan kertas yang berserakan di depanku. "Nggak usah pakai acara ngambek segala samaku. Aku bukan kayak laki-laki pengagum itu. Jadi, nggak ngaruh."

"Bodo amat."

"Aku uda jadian sama Rean, yippi.....," teriakku mengangkat tangan ke atas seakan baru memenangkan pertandingan sepak bola.

"Masa? Secepat itu?"

"Responmu kok seakan-akan aku terlalu buluk untuk diajak Rean balikan, ya?"

"Bukan gitu, secara kau kan pakgirl. Selirmu aja entah ada berapa, si Ilwan, Rai, Rio, Bara, Eza, dan lain-lain." Aku melirik Ana dengan tatapan tak senang. Bisa-bisanya dia mengingat semua nama-nama selirku.

"Ya terus?"

"Masa dia nggak mikir kalau kau bakalan selingkuh lagi sih, harusnya dia mikirin itu."

Aku memutar bola mataku malas, "Temenmu sekarang siapa? Aku atau Rean?"

"Ya, kau lah. Mana mungkin aku berteman sama alien."

Ingin rasanya kucabik mulut sahabatku ini, tadi dia menjelaekkanku dengan menyebut semua nama selirku, seakan-akan aku fuck girl kelas kakap, dan sekarang dengan lancarnya dia mengatakan Rean alien.

"Tapi, terlepas dari itu aku senang kok. Akhirnya penantianmu mengharapkan sang mantan kembali tercapai juga, selamat ya sayang." Ana mengecup singkat pipiku dan aku langsung menjauh-menghapus bekas bibir Ana yang tertempel di pipiku.

Ana tertawa puas melihatku, mengandeng lenganku dan membawaku berjalan menuju keluar kampus. "Mau kemana?" tanyaku.

"Bayar PJ dong. Pajak jadian. Selama kau galau kan aku yang kau repotin, aku harus muter otak buat ngasih kau wejangan. Jadi kau harus bayar usahaku itu."

Aku menatapnya tak percaya, bisa-bisanya dia menyuruh membayar semua wejangan yang dia berikan padaku.

🍁🍁🍁

Ana memesan begitu banyak makanan, aku menyesal mengiyakan ajakannya tadi. Aku lupa terkadang Ana ini spesies lembu yang berwujud manusia. Eh? Jahat sekali aku menyamakan Ana dengan lembu.

"Kenyang aku, terima kasih Synda Arshnella si baik hati. Sering-sering jadian, ya, biar aku kenyang begini. Kenyang bayar sendiri sama kenyang dibayarin orang itu beda, loh."

Aku menggelengkan kepala, bisa-bisanya perempuan ini mengatakan agar aku sering-sering jadian. Aku dan selirku saja tidak pernah jadian sampai sekarang.

"Oh ya, jadi gimana? Uda hampir siang ni." Ana melihat jam tangannya, "Uda hampir jam dua belas siang."

Aku mengernyit bingung, "Apanya yang gimana? Kau mau ketemuan sama laki-laki pengagummu?"

Perempuan ini memutar bola matanya. "Gimana? Si alien uda ada ngabarin belum? Uda siang loh ini, biasanya orang yang baru jadian tangannya nggak akan lepas dari ponsel. Tapi, kulihat dari tadi kau nggak megang ponsel."

Aku mendesah malas, aku tau Ana bakalan menanyakan ini. "Belum," jawabku.

"Dari tadi pagi? Say good morning juga nggak ada?"

Aku menggeleng lemah.

"Sudah kuduga, dan kau harus ingat apa yang ku bilang kemarin. Kau harus terima konsekuensinya."

"Iya," kataku seraya mengangguk pasrah.

"By the way, kemarin aku dengar si Nifa lagi bergosip ria dengan tim ceriwisnya."

"Kapan? Kok aku nggak tau?"

"Kayaknya kau lagi ke toilet, deh. Tau nggak mereka gosipin apa?"

Aku menggeleng. Dari mana aku bisa tau kalau aku sendiri tidak ada di sana.

"Mereka gosipin kedekatanmu sama Niawan."

"Ha? Kapan aku dekat sama Niawan?"

Ana mengindikan bahunya. "mungkin kemarin-kemarin, apalagi Niawan juga sering kan anter-jemput kau kalau pulang ngampus?"

Kuakui, semenjak putus dengan Azam, aku sering diantar jemput oleh Niawan, itu juga kalau laki-laki itu ada perjalan searah dengan kosku, kalau tidak, ya, tidak.

Kami tidak dekat seperti orang yang sedang pdkt, lagian Niawan juga sudah memiliki pacar, mana mungkin aku ada niatan merusak hubungan mereka, terlebih Niawan sangat mencintai pacarnya itu.

"Nggak sering banget deh, itu juga kalau Niawan mau ke rumah tantenya yang kebetulan jalannya searah sama kosku."

"Ya, aku tau itu. Si Nifa beserta ceriwisnya 'kan nggak tau. Lagian bodo amatin aja deh, kan sekarang kau sama si Rean alien."

Aku mengangguk mengiyakan, tapi tak habis pikir juga. Bagaimana bisa mereka menduga aku dan Niawan ada apa-apanya.

🍁🍁🍁

Medan, 2013

Rean duduk di sampingku sambil menatap ponselnya. Dia baru datang lima menit yang lalu, sedangkan kami janjian bertemu dari 30 menit yang lalu. Ya, aku menunggunya sendirian di bawah terik matahari selama 25 menit, dan tampa bersalah dia datang dengan senyuman kemudian mengacak rambutku.

Aku menoleh ke samping---menatapnya. Mungkin ini kali terakhirnya aku bisa menatapnya seperti ini.

"Kenapa ngajak ketemu?" tanyanya.

Aku tersenyum kecil---memberanikan diri mengatakan hal yang sudah kupikirkan selama seminggu ini.

"Kita putus aja," kataku masih mencoba mempertahankan senyumku. Rean menatapku dengan tatapan biasa saja, tidak ada keterkejutan atau kesedihan di sana.

"Kenapa?" tanyanya.

"Aku capek," suaraku mulai bergetar. Aku sudah mati-matian menahan agar air mata ini tidak jatuh.

Rean---laki-laki yang kukejar selama dua tahun. Rean salah satu alasanku semangat saat berangkat ke sekolah dulu, walaupun kutau Rean tak akan mau membelas perasaanku tapi aku tetap menyukainya.

Rean mengerutkan keningnya. "Capek kenapa? Terus urusannya sama putus apa?"

Aku menarik napas-----laki-laki ini memang bodoh dari lahir kalau masalah hati seperti ini.

"Kita pacaran Re, aku pacar kamu. Tapi, aku ngerasa kamu gak pernah anggap aku ada. Oke, aku tau, aku yang ngejar-ngejar kamu, di sini aku yang jatuh cinta duluan sama kamu, dan butuh waktu selama dua tahun buat aku bisa dapatin kamu, aku tau itu. Tapi, tetap aja, yang ngajak buat jalin hubungan itu kamu. Kamu yang minta aku jadi pacarmu. Tapi, apa pernah kamu ngabarin keadaanmu samaku? Apa pernah kamu mengunjungiku seperti pacar pada umumnya? Apa pernah kamu tau keadaanku yang lagi sakit atau sebagainya? Gak pernahkan? Kamu membuat hubungan kita hanya status, Re." Aku menarik napas mencoba meredakan emosi yang hampir meledak. Air mataku sudah jatuh tanpa diminta sedari tadi.

"Maaf," kata Rean-laki-laki itu menunduk.

"Kamu selalu minta maaf, dan aku selalu maafin itu. Satu tahun delapan bulan, dan selama itu aku berusaha sebaik mungkin untuk menerima semuanya. Aku terima kamu jarang ngasih kabar ke aku, aku terima kamu cuma read chat aku doang, aku terima waktu aku ngeliat kamu nganter teman kamu pulang, sedangkan aku pacarmu berdiri nungguin angkot datang. Aku terima! Tapi, kamu gak pernah hargai itu ! Kamu memaksaku untuk selalu setia di sampingmu dengan status kita 'pacaran', tapi kamu gak lakuin apa yang seharusnya dilakuin seorang pacar."

Aku menghapus air mata yang sudah banjir membahasi pipiku. Sungguh hatiku sakit mengatakan ini semua, bahkan sangat sakit saat aku membayangkan hubungan kami berakhir sampai di sini.

"Maaf."

"Aku uda maafin kamu, sekarang hubungan kita sampai di sini aja. Semoga kamu ketemu perempuan yang lebih baik dari aku, yang lebih bisa menerima semua caramu memperlakukan pacarmu. Aku uda nemuin laki-laki yang lebih bisa menghargai kehadiranku."

Rean mengernyitkan dahinya. "Kamu selingkuhin aku?"

Aku mengangguk. Aku tau ini jahat, tapi ini salah satu cara agar Rean bisa memperbaiki diri ke depannya-mungkin.

"Aku gak mau putus sama kamu. Putusin laki-laki itu, aku janji bakalan berubah seperti yang kamu mau."

Aku menggeleng. "Terlambat Re, selama ini aku selalu ngasih kamu kesempatan itu. Maafin aku karena uda nyelingkuhin kamu, makasih atas pelajaran yang kamu berikan ke hidipku. Bahwa gak semua yang aku cintai bisa mencintaiku."

Aku berdiri----memberikan senyuman terakhir kemudian berbalik dan melangkah pergi.

"AKU BAKAL NUNGGUI KAMU SAMPAI KAPAN PUN, SYN ! KAMU HARUS INGAT ITU!"

Aku menoleh ke belakang tapi Rean sudah berjalan pergi dan mulai hilang dari pandanganku.

🍁🍁🍁

Siang ini aku dan Ana menghabiskan waktu di kelas kosong bersama teman kelompok kami. Tanggal pengumpulan tugas sisa seminggu lagi, dan kami belum melakukan wawancara sama sekali. Aku memutar otakku untuk membuat pertanyaan yang akan kami ajukan saat wawancara nanti.

Sialnya, materi yang kelompokku dapatkan adalah masalah kesehatan di Indonesia, yaitu Stunting dan KIA. Aku benci itu, menurutku itu sangat susah apalagi mengenai stunting yang pasti alasan utamanya rendahnya perekonomian keluarga. Ditambah masalah KIA yang biasanya disebabkan karena kurangnya ilmu pengetahuan.

Stunting merupakan kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya yang biasanya disebabkan oleh kekurangan gizi dan sering mengalami anemia. Penyebab masyarakat kekurangan gizi adalah rendahnya perekonomian keluaraga, ya tentu saja faktor itu yang menyebabkan kekurangan gizi.

Masyarakat dengan perekonomian rendah biasanya jarang mengkonsumsi makanan bergizi, sudah syukur mereka masih bisa makan hari ini. Masalah perekonomian keluarga begini harusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah.

"Pertanyaannya uda selesai, Syn? Ada berapa pertanyaan?" tanya Hikmah----salah satu teman sekelompokku.

"Sepuluh aja cukup nggak, sih? Nggak perlu banya-banyak juga 'kan?"

"Cukup deh kayaknya," jawab Niaz, teman kelompokku yang lain.

"Jadi gimana? Kapan mau observasinya?" tanya Hikmah.

Aku menopang wajah sambil mengingat hari apa aku off bekerja. Bukan aku mau enaknya saja, dengan memilih waktu saat jadwal libur kerjaku. Tapi, observasi membutuhkan waktu yang lama, kami harus mencari narasumber yang bersedia mengisi kuesioner dan di wawancarai.

"Besok, gimana?" tanyaku sambil merapikan kertas yang berisi pertanyaan untuk wawancara besok.

"Boleh, aku juga besok off kerja," jawab Hikmah. Perempuan itu juga bekerja sepertiku, tapi dia bekerja di salah satu gerai jus dekat kosnya.

"Materi Hipertensi, Obesitas, dan TBC siapa yang bahas?"

"Kelompok satu deh kayaknya," jawabku.

"Syn, coba nanti tambahin pertanyaan tentang sering mengkonsumsi makanan bergizi nggak saat hamil?"

"Iya, oke entar aku masukin dipertanyaannya, ya."

"Masalah junkfood dan pola hidup masuk ke mana tuh?" tanya Ana yang baru ikut nibrung didiskusi kami. Sedari tadi perempuan itu hanya mendengarkan tanpa ikut memberi suara.

"Bisa juga masuk ke pembahasan kita, tapi biasanya itu lebih dibahas dimasalah Hipertensi, Obesitas, sama TBC," jawab Niaz.

Aku mengiyakan. "Secara 'kan, selain faktor keturuan, junkfood dan pola hidup itu pemicu utama. Apalagi sekarang banyak aplikasi pesan antar, orang pada mageran jadinya. Kesannya kurang melakukan aktivitas."

"Jadi, entar faktor KIA apa?" tanya Niaz.

"Berdasarkan yang aku baca, salah satu penyebab KIA adalah rendahnya pengetahuan si ibu. Kurangnya edukasi sex. Edukasi sex itu perlu, makanya sekarang diadakan pendidikan pra-nikah 'kan? Kalau nggak salah, kemarin kita ngikutin seminar itu yang diadakan kampus, deh, " kataku mencoba mengingat.

"Iya deh, aku baru ingat. Makanannya nasi kotak kemarin kan?" tanya Ana.

Aku dan kedua teman lainnya menatap tak percaya ke arah Ana. Perempuan itu hanya mengingat makanannya saja, bukan ilmu yang diberikan.

Jangan lupa tekan tanda bintang di pojok kiri ❤️

Peluk jauh ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

16.6M 706K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
Jeon. By hiatus.

Fanfiction

12.9K 2.5K 12
nanti, ngga pandai bikin deskripsi sob. 1st Jan, 2021.
142 51 6
Le coup de foudre, cinta pandangan pertama. Saat kedua mata dengan binar itu menatapnya, semua nya terasa dimulai, kegelisahan dalam pertemuan singka...
1M 14K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...