COME BACK

By aimemy

16.6K 4.2K 5.8K

Synda berniat menutup pintu hati saat terakhir kali menjalin hubungan yang berakhir dikhianati. Tapi sepertin... More

Prolog
Part One
Part Two
Part Three
Part Four
Part Six
Part Seven
Part Eight
Part Nine
Part Ten
Eleven ๐Ÿ
Twelve ๐Ÿ
Thirteen ๐Ÿ
Fourteen ๐Ÿ
Fifteen ๐Ÿ
Sixteen ๐Ÿ
Seventeen ๐Ÿ

Part Five

660 284 440
By aimemy

Hari ini ruangan kelas satu sedikit bahagia, penyebabnya apalagi kalau bukan kabar gembira yang diberikan komting berisi 'mata kuliah pertama, dosennya gak masuk' sontak seluruh mahasiswa bergembira, termasuk aku. Setidaknya kuis hari ini dibatalkan, aku bisa menyiapkannya untuk minggu depan walau faktanya aku tidak akan pernah ada persiapan saat kuis.

Aku sibuk memainkan ponsel, membuka aplikasi WhatsApp kemudian menutupnya. Pesan yang kutunggu dari kemarin tak kunjung datang.

Kemarin saat aku mengulangi pertanyaanku tentang menunggunya, Rean tidak pernah menghubungiku lagi. Bahkan saat pamit pulang pun Rean hanya berkata 'aku pulang'. Padahal aku berharap dia bertanya apakah dia diizinkan masuk untuk sekedar mampir sebentar atau tidak.

Aku berpikir apa ada yang salah dengan pertanyaanku? Atau karena aku tidak memanggilnya dengan sebutan kakak? Atau sikapnya sekarang merupakan jawaban dari pertanyaanku? Begitu banyak pertanyaan yang berkeliaran di pikiranku ini, dan tak kutemukan satu jawaban pun.

"Kau kenapa sih? Kusut mulu tuh muka, lupa di gosok tadi pagi?" tanya Niawan yang duduk di sampingku.

Mengapa laki-laki ini selalu hadir di saat wajahku kusut dan moodku buruk?

"Nia, laki-laki tuh lebih seneng dikejar apa mengejar sih?" Aku memasang wajah serius..

"Kau beneran uda jatuh cinta lagi, Nda? Secepat itu?"

Aku mendengus kesal, "Ish, orang nanyak itu ya dijawab dulu baru nanya balik."

"Oh oke. Apa tadi pertanyaanmu?"

"Laki-laki lebih senang dikejar apa mengejar, ganteng?"

"Iya, aku ganteng, makasih, ya. Jawabannya, tergantung."

"Tergantung gimana maksudmu?"

"Tergantung wajahnya cakep atau nggak hahaha...." Tawa Niawan pecah, padahal menurutku tidak ada yang lucu sama sekali.

"Aku serius Nia ...., jangan bercanda, ah."

Niawan menghentikan tawanya yang menjengkelkan menurutku. "laki-laki lebih senang mengejar, ada sensasinya. Dia ngerasa perempuan itu nggak mudah di dapatkan."

Aku tampak berpikir mendengar jawaban Niawan, kalau laki-laki suka mengejar, apa berarti Rean tidak menyukaiku? Karena selama ini, aku yang mengejarnya.

🍁🍁🍁

Siang ini, Ilwan menungguku di depan Fakultas Kesehatan. Berdiri dengan cool di samping motor beat kesayangannya itu. Tadi, dia mengabariku untuk mengajak makan siang bersama. Memang sudah lama kali tidak keluar bersama, selain karena aku sibuk di cafe aku juga sibuk mengerjakan tugas yang tak ada hentinya.

"Uda lama nunggu?" tanyaku begitu sampai di depan Ilwan.

Aku memperhatikan sekitar, banyak mata yang memperhatikan kami---bukan, lebih tepatnya Ilwan. Kuakui siang ini penampilan Ilwan memang sedikit berbeda, dia mengenakan celaan jeans cream, kaos oblong bewarna hitam, dan rambut yang ditata rapi. Seperti ingin berkencan saja.

"Baru aja sampai, langsung berangkat ni?"

"Iya deh, temenku juga ada kegiatan lain. Jadi, kebetulan lagi free siang ini."

Ilwan memasangkan helm di kepalaku, kegiatan ini sering dilakukannya kalau kami hendak bepergian jika menggunakan helm. Padahal aku sangat benci menggunakan helm, entah mengapa kepalaku selalu pening jika berlama-lama memakai benda bulat itu.

Sepanjang perjalan menuju tempat makan, kami tidak mengobrol. Aku lebih asik dengan ponselku, mengecek apakah Rean sudah mengirimiku pesan atau belum, dan sampai sekarang jawabannya adalah belum.

Apa laki-laki itu mati?

"Ponsel mulu perasaan yang diliatin, aku nya kapan?" kata Ilwan----kami sudah sampai di tempat tujuan.

"Buat apa liatin kau? Gak ada faedahnya tauu.....,"

"Jahat banget ih, padahal aku ganteng lo siang ini. Sengaja beli minyak rambut seribuan di warung biar makin kece."

Aku tersenyum, " iya ganteng."

"Gitu dong, kalau muji gini kan enak dengarnya. Mau makan berapa banyak nanti, Dek? Abang bayarin deh. Abang tau maksud Adek muji pasti biar dibayarin 'kan?"

Aku tertawa, kemudian berjalan duluan mencari kursi kosong. Lumayan duitku tidak berkurang siang ini, bisa dipakai untuk tambah-tambah membeli novel baru.

Aku menatap Ilwan yang sibuk dengan ponselnya, aku ingin menanyakan pertanyaan yang sama tentang hal kejar-mengejar yang kutanyakan pada Niawan tadi.

"Aku tau aku ganteng, jangan gitu ngeliatinnya, entar kalau jatuh cinta gimana?"

Ilwan selalu mengeluarkan kata-kata anehnya saat berada di dekatku.

"Aku mau nanya, deh."

"Silahkan. Asal jangan tanya aku mau nggak jadi pacarmu, ya. Karena kau tau jawabannya pasti mau," kata Ilwan dengan kekehan kecil.

Terkadang aku bingung harus baper atau tidak dengan ucapan Ilwan ini. Dia mengatakannya sambil tertawa begitu, walaupun hanya tawa kecil tetap saja aku merasa dia hanya bercanda.

"Serius ih."

"Yaudah iya, mau nanya apa?"

"Menurutmu, laki-laki itu lebih suka dikejar atau mengejar?"

"Mengejar," jawab Ilwan cepat. Seperti cerdas cermat saja.

"Kok gitu?"

"Nggak tau, aku juga nggak paham. Tapi, berdasarkan apa yang aku lakukan selama ini, laki-laki itu lebih suka mengejar daripada di kejar. Contohnya, kayak aku yang lagi ngejar cinta kamu."

Aku diam, bingung harus menjawab apa. Ilwan berkata dengan mata yang menatap mataku, dan tampa kekehan kecil seperti tadi.

Aku mengalihkan pandangan saat waiters datang mengantarkan pesanan kami. Sepertinya aku harus banyak bersyukur dengan para waiters dan penjual yang selalu mengantarkan pesanan diwaktu yang tepat.

🍁🍁🍁

"Ngapain di sini?" tanyaku dengan ekspresi bingung.

Ini sudah pukul sepuluh malam, dan Rean tiba-tiba mengabari bahwa dia sudah di depan kosku. Aku buru-buru mengambil baju yang berada paling atas di lipatan baju, karena tadi aku hanya mengenakan tengtop dan hotpants.

Sekarang aku berdiri di depan Rean dengan mengenakan baju daster ibuku yang tertinggal kemarin, aku terlihat seperti ibu yang mengurus tiga anak. Baju daster dan rambut yang acak-acakan.

Rean memang selalu punya cara tersendiri membuatku jantungan.

"Aku nggak boleh main ke kos kamu?" tanya Rean dengan ekspresi dingin dan datar yang sudah melekat di tubuhnya itu. Cuaca yang dingin dan wajah Rean yang dingin sudah komplit membuatku kedinginan malam ini.

"Boleh sih, tapi ya inget waktu dong, Kak. Ini tuh uda jam sepuluh, ngapain Kakak ke kos anak perawan jam sepuluh malam gini coba?"

"Kenapa panggil 'Kak'? Kemarin kamu pakai 'Kamu' saat nanya ke aku?"

Tuh kan! pasti dia marah karena aku nggak pakai kata 'Kak' waktu nanyak ke dia.

"Maaf Kak, nggak sengaja kemarin itu. Jangan marah, ya," pintaku sedikit memelas biar keliatan bersalah banget.

"Aku lebih senang kalau kamu manggil aku nggak pakai 'Kak' lagi." katanya----mengeluarkan paperbag yang ada di dalam mobilnya. "Aku cuma mau ngasih ini."

Aku baru sadar kalau Rean membawa mobil malam ini, padahal dulu dia hanya memakai kereta kalau lewat di depan rumahku. Sepertinya banyak perubahan yang terjadi pada Rean yang tak kuketahui, apalagi sudah tujuh tahun lamanya kami berpisah.

"Apa ini?"

"Kamu buka aja nanti, kenapa harus nanya? Aku pulang ya, kamu masuk sana, angin malam nggak bagus buat anak gadis."

Hey, apa katanya? Tidak bagus buat anak gadis? Aku berada di luar juga karena dia.

Rean langsung masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja. Harusnya dia menungguku masuk dahulukan baru pergi? Begitu konsep yang aku baca di beberapa novel romantis.

Dasar laki-laki tembok!

Begitu sampai di dalam kos, aku langsung membuka paperbag yang diberikan Rean tadi. Isinya terdapat satu martabak cokelat dan satu amplop bewarna coklat. Aku merasa seperti sedang gajian melihat amplop cokelat ini.

Ngomong-ngomong tentang gajian, sepertinya gajiku bulan ini tidak begitu banyak, karena aku lebih sering mengambil libur hanya untuk mengerjakan tugas. Padahal sebentar lagi waktunya pembayaran uang kuliah. Ah! aku pusing dengan beban yang kutanggung ini.

Aku langsung memasukan sepotong martabak cokelat ke dalam mulutku. Kebetulan malam ini aku memang belum makan karena masih kenyang karena tadi siang aku makan banyak bersama Ilwan.

Aku membuka amplop bewarna cokelat dan membelalakan mataku. Isinya dua tiket premier nonton bioskop. Aku tidak mengerti maksud dari tiket ini, mengapa dia membelikanku dua tiket nonton? Apa dia sedang berulang tahun jadi ingin membagi rezekinya? Tapi, seingatku ulang tahun kami berdekatan dan itu bukan pada bulan ini.

Aku merogo amplop cokelat itu dan terselip note kecil yang bertuliskan

'Simpan tiketnya ya, minggu kita nonton. Aku malu ngajak kamu secara langsung, selamat tidur Syndaku'

Bibirku membentuk lengkungan yang sempurna, hatiku berdebar-debar. Ah, Rean selalu memiliki cara tersendiri membuatku merasa istimewa dan tersanjung. Rean menuliskan kata "Syndaku" dengan tangannya setelah ia menghilang tanpa kabar kemarin.

Kejutan yang diberikan Rean kali ini sukses membuatku merasa kalau laki-laki itu masih mencintaiku.

Jangan lupa tekan tanda bintang di pojok kiri ✨

Peluk jauh ❤️

Rsswp_

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 15.2K 24
(โš ๏ธ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”žโš ๏ธ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. โ€ขโ€ขโ€ขโ€ข punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
Ace. By hiatus.

Fanfiction

80.2K 10.9K 42
argy bargy after story. 25 Nov, 2021.
16.6M 707K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
3.5K 365 5
โ2nd PART of Alan Allana (ON GOING) _______________________________________ "Leo, hidup itu kaya sebuah buku. Orang tua kita yang kasih sampul, dan k...