COME BACK

Galing kay aimemy

16.7K 4.2K 5.8K

Synda berniat menutup pintu hati saat terakhir kali menjalin hubungan yang berakhir dikhianati. Tapi sepertin... Higit pa

Prolog
Part One
Part Three
Part Four
Part Five
Part Six
Part Seven
Part Eight
Part Nine
Part Ten
Eleven 🍁
Twelve 🍁
Thirteen 🍁
Fourteen 🍁
Fifteen 🍁
Sixteen 🍁
Seventeen 🍁

Part Two

1K 391 819
Galing kay aimemy

Bagi mahasiswa Kesehatan Masyarakat, berbicara di depan umum itu sudah kewajiban. Kami diharuskan memiiki skill ngebacot, karena dengan itu mereka tidak malu berbicara di depan umum untuk menyampaikan informasi seputar kesehatan. Seperti slogan kesehatan 'Mencegah lebih baik daripada mengobati' dan itu yang diterapkan kepada mahasiswa Kesehatan Masyarakat.

Tapi pastinya, tidak semua orang bisa melakukan itu. Contohnya pada saat ini, aku, Ana dan ketiga teman lainnya disatukan menjadi kelompok dan harus mewawancarai masyarakat. Mereka semua menunjukku untuk melakukan itu, karena mereka tau yang hobi dan ahli ngebacot itu hanya aku. Tidak elite sekali predikatku diberikan mereka.

Aku hanya mendengarkan tanpa mengerti apa yang mereka bahas saat ini. Karena jam perkualiahan yang dipercepat aku tidak sempat untuk sarapan tadi, dan hasilnya aku kelaparan saat ini.

"Na, makan yuk. Aku laper, beli geprek di simpang kampus sebelah aja," ajakku dengan memegangi perut yang sudah berbunyi dari tadi.

"Ayo," jawab Ana. Perempuan itu beralih menatap ketiga temanku yang lain, "kita lanjut besok aja, ya."

Satu hal lagi yang aku sukai dari Ana adalah, dia selalu mengikuti kemauanku. Mungkin lebih tepatnya dia pemakan semua jenis makanan, jadi menu apapun yang kuminta untuk kami makan dia pasti oke-oke saja.

"Mana si Niawan, biar pinjam keretanya aja." Aku cilingak-cilinguk mencari keberadaan laki-laki yang aku butuhkan, lebih tepatnya keretanya yang aku butuhkan.

"Lama nunggu Niawan, nih ada si Rizky. Pakai kereta dia aja lah."

"Kereta Rizky besar banget, aku juga belum mahir. Niawan jiwa-jiwa matic, jadi mudah."

Kukeluarkan ponsel---berniat mendial nomer Niawan. Belum sempat kuhubungi, laki-laki itu sudah berada di depanku, kurasa dia punya insting kalau keretanya sangat dibutuhkan saat ini.

Niawan memberiku kunci kereta berserta uang untuk memberi rokok. Laki-laki ini selalu saja menitip rokok kepadaku dan Ana, kalau bukan karena butuh keretanya aku ogah membelinya.

Tidak sampai 15 menit, kami sudah sampai di warung ayam geprek. Aku dan Ana duduk di dekat meja kasir untuk menunggu pesanan kami datang. Kumainkan ponsel dan membuka facebook untuk membuang rasa bosan.

Kuakui facebook memang tidak sebooming dulu, tapi Rean hanya memiliki facebook, jadi untuk mencari tau tentangnya atau hanya ingin memastikan dia masih ada di bumi ini, aku harus sering-sering membuka aplikasi itu. Aneh kan? Kurasa hampir semua temanku sudah memiliki Instagram, tiktok, dan akun lainnya. Tapi Rean, laki-laki itu hanya memiliki facebook saja.

Aku pernah bertanya padanya, kenapa tidak memiliki instagram, padahal aplikasi itu yang sedang marak sekarang, bahkan ibu-ibu pun banyak yang menggunakan itu. Dan dia menjawab "Aku tidak suka berfoto, aku tidak suka terlalu sibuk di sosial media. Lalu untuk apa aku harus punya instagram? Toh, tanpa aplikasi itu aku tetap bisa hidupkan." Aku hanya membalas dengan emoticon senyum. Sunggu anti sosial.

Aku menoleh melihat Ana di sampingku, "Na, menurutmu kalau aku ngechat Kak Rean gimana?"

"Ya, nggak gimana-gimana. Chat aja kali."

"Iya kan? Aku sama dia berteman, ya 'kan?"

"Tolong diralat Syn, lebih tepatnya kau masih suka Kak Rean, perempuan gagal move on."

"Angek aja lemak lembu."

Jari-jariku menari di atas keyboard, berniat mengikuti kata hati untuk mengirim beberapa kata sapaan karena kami sudah lama tidak berkomunikasi. Tapi semua terkalahkan oleh gengsi dan akhirnya aku hanya mengirim kata "apa kabar, Kak?"

🍁🍁🍁

Sebelum berkuliah aku pernah bekerja selama setahun di tiga tempat yang berbeda. Pertama di salah satu hotel yang ada di Medan, bekerja sebagai marketing dan hanya bertahan dua hari. Kedua di salah satu restaurant sebagai Waiters yang bertahan selama enam bulan, dan yang ketiga di restaurant yang berbeda sebagai kasir, yang bertahan selama lima bulan dan mengharuskanku resign karena ingin fokus kuliah di semester awal.

Hal itu membuatku memiliki banyak teman dan kontak WhatsApp tentunya, walau hanya berfungsi sebagai penonton story.

Ilwan salah satu temanku dulu saat bekerja di hotel sebagai marketing. Kami dekat, sering bertukar kabar, makan bersama, nonton bersama, dan menghabiskan waktu bersama. Beberapa orang yang melihat kami selalu menyangka kami sepasang kekasih, padahal bukan seperti itu faktanya.

Bahkan Ilwan sering mengirimiku chat yang berisi gombalan, tapi tidak mempan bagi orang sepertiku. Walaupun aku sedikit geer, bukan berarti aku bisa langsung jatuh cinta. Setelah kejadian Azam , aku sedikit trauma untuk jatuh cinta. Tapi cintaku pada Rean tetap utuh. Bodoh sekali aku ini.

Sudah lebih dari 15 menit yang lalu, Ilwan duduk di teras kosku yang memang disediakan khusus untuk menunggu. Dia kan bukan pacarku, jadi sengaja aku suruh tunggu di sana. Kalau dia itu Rean pasti sudah kupersilahkan masuk dengan pintu yang terbuka lebar.

Kosku bukan kos khusus perempuan, kos ini termasuk kos yang bisa dikatakan sedikit bebas karena bisa membawa teman laki-laki ke dalam. Aku sering melihat temanku membawa teman laki-lakinya ke dalam kosnya. Namanya juga kos murah, kantongku hanya cukup menyewa kos seperti ini.

Aku keluar dengan pakaian serba hitam, akhir-akhir ini aku suka memakai pakaian warna gelap ini, aku merasa sedikit langsing. Malam ini Ilwan mengajakku untuk makan di luar, bukan di restaurant mewah, hanya nasi goreng kaki lima tapi rasanya melebihi restaurant bintang lima menurutku.

"Lama amat ganti baju doang," protes Ilwan setelah melihatku berdiri di depannya, "pakaianmu kenapa hitam semua gini, ada yang mati emang?" tanya Ilwan.

Aku menatap sinis ke arah Ilwan, apa memakai pakaian hitam seperti ini mengisyaratkan sedang berduka apa. "Ada, hatiku! Buruan deh, aku laper nih," jawabku dengan ketus.

"Giliran makanan aja cepat, coba masalah hati, pasti diem."

"Apa sih? Gaje banget kau Il."

Aku selalu merasa menjadi perempuan paling jahat di muka bumi ini kalau Ilwan sudah membahas perasaannya. Tapi, memang aku perempuan jahatkan? Perempuan yang dekat dengan laki-laki lain tapi tetap mencintai sang mantan.

Nasi goreng pesanan kami sudah tersaji, aromanya langsung masuk memenuhi indra penciumanku, dan tentunya membuatku semakin lapar. Cacing di perutku sudah meronta-ronta minta di isi mungkin.

Aku langsung melahap nasi goreng yang ada di depanku ini. Sungguh, makan nasi goreng panas dengan porsi banyak begini, rasanya sangat nikmat. Apalagi, kalau sedang kelaparan seperti aku ini.

Ilwan tersenyum melihatku, mungkin lebih tepatnya dia tertawa melihat perempuan rakus di sampingnya, tapi ditahannya. Aku dapat melihatnya dari ekor mataku.

"Pelan-pelan woy, nggak ada yang minta," kata Ilwan diiringi kekehan kecil.

Tuh kan dia sebenarnya menertawaiku!

"Aku lapar banget, tugas menumpuk, tadi di cafe juga rame bener pengunjung, jadi nggak sempat makan."

Ya, selain berkuliah aku juga bekerja di salah satu cafe dekat kampusku untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kedua orangtuaku bukan keturunan sultan yang bisa membuatku bergoyang kaki di rumah tapi uang mengalir terus di dompetku. Tanggungan mereka masih banyak, ketiga adikku masih bersekolah. Sudah syukur mereka masih mau membayar uang kuliahku, selebihnya biar aku yang cari sendiri.

"Pantesan, kau seperti orang yang nggak makan seminggu, padahal baru beberapa jam. Lain kali harus makan mau sesibuk apapun, kan bisa beli nasi di warteg."

"Tadi nya sih mau begitu, tapi lauk di warteg sisa ikan dencis, tau sendirikan aku gak bisa makan ikan."

Sedikit informasi, aku memang hanya bisa memakan satu jenis ikan, yaitu ikan tongkol atau orang pasar sering menyebutnya ikan salah nama. Bukan alergi, tapi semenjak menonton film Rampage aku tidak suka ikan. Perihalnya saat Kanjeng Ratu---ibuku memasak ikan dencis yang besar, disaat itu juga aku melihat buaya yang berubah menjadi besar, bahkan lebih besar dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di film itu. Dari situlah aku tidak menyukai ikan yang besar-besar, karena di mataku mereka terlihat seperti buaya. Aneh kan?

Ilwan tersenyum, "Aneh, tapi aku suka."

Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Ilwan. Salahkah aku tidak bisa menyukai laki-laki ini?

🍁🍁🍁

Kupandangi ponsel yang ada di genggamanku. Rean sudah membalas pesanku kemarin, dan aku juga sudah membalasnya dengan kata "Aku uda putus sama Azam, Kak."

Sekarang aku hanya bisa merutuki kebodohan otak dan jari-jariku. Pesan itu sudah tidak bisa ditarik, karena seseorang di sebrang sana sudah membacanya dan sekarang sedang mengetik.

Mati aku

Aku bingung harus apa sekarang. Bagaimana jika laki-laki itu membalas "Terus urusannya sama aku apa?" atau lebih parahnya "Aku nggak ada nanyak tuh." Mau diletak di mana wajahku yang tidak glowing ini. Astaga Synda you stupid gril.

Getaran ponsel yang di genggamku membuatku kaget dan dengan spontan kucampakkan ponsel ke sembarang tempat. Untung saja saat ini aku berdiri di dekat tempat tidur, jadi ponsel jatuh di kasur empuk itu, kalau tidak bisa mampus aku kalau ponselnya pecah. Ayahku pasti marah besar dan tidak akan menggantinya dengan cepat.

Ku gigit jari jempol sebelah kiri, aku selalu melakukan itu jika sudah ketakutan ataupun khawatir. Perlahan, kuambil ponsel itu-----memicingkan mata sebelah dan mencoba membaca dengan satu mata.

Mataku membelalak saat sebagian kata sudah terbaca. Jawaban yang diberikan laki-laki di sebrang sana jauh dari prediksiku. Laki-laki itu menjawab "Kapan? Apa alasannya?" Hey! Lihat lah, bukan kah dia kepo? Aku yakin kalau dia masih menyimpan rasa untukku, walaupun itu hanya seujung kuku.

Aku tersenyum---naik ke atas tempat tidur dan bersandar di kepala bed tempat tidurku. Kuketik serapi mungkin alasan mengapa aku dan Azam putus. Aku tau ini bodoh, untuk apa kuceritakan kisah sedih itu kepada mantan sekaligus calon crushku? Tapi hati kecilku mengatakan, ini salah satu cara agar Rean kembali padaku.

Rean

Jadi uda berapa lama putus?

Syndaasya

Enggak tau, enggak inget Kak


Aku sedikit risih saat menggunakan embel-embel 'Kak' pada percapakan kami. Mengingat kami pernah menjadi sepasang kekasih dulunya, panggilan 'Kak' rasanya terlalu formal. Tapi, apa boleh buat? Status menjadi yang sudah menjadi mantan menyadarkanku agar tidak menggunakan embel-embel 'Kamu'.

Rean

Oh gitu

Syndaasya

Kakak gak punya nomer wa ?

Rean

Enggak

Syndaasya

Nanti kalau punya, kabari aku ya Kak

Rean

Oke

Rean memang laki-laki cuek dan datar yang pernah kutemui. Tapi itu pula yang menarik menurutku, aku suka laki-laki kalem, pemalu, dan cuek seperti Rean itu. Aku selalu merasa untuk meluluhkannya, aku butuh usaha yang keras.

Angek : kata yang sering dipakai anak Medan yang memiliki arti Iri, cemburu, atau tidak suka.

Gaje singkatan dari Ga Jelas

Kereta : Sebutan motor di Medan.

Tekan bintang di pojok kiri, ya ✨

Peluk jauh untuk kalian ❤️

Rsswp_

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

142 51 6
Le coup de foudre, cinta pandangan pertama. Saat kedua mata dengan binar itu menatapnya, semua nya terasa dimulai, kegelisahan dalam pertemuan singka...
7.2K 805 25
Semesta Series 2 ( Forest ) Adult Content! ( Romance-Comedy & Fantasi Modern ) Raung Kalamantana, seorang pemuda kehilangan arah yang berlari kepada...
2.2K 427 14
❗PLAGIAT PERGI JAUH-JAUH❗ ❗Follow terlebih dahulu, sebagian cerita diprivate❗ //Romance//adult//comedy "Lepasin tangan aku Mas sakit!!!." Aku kian be...
142K 1.7K 5
Kirana Alona begitu menyukai Karan Reinal salah satu Most Wanted di sekolahnya. Kiran sapaannya, tak pernah jera akan sikap dingin Karan kepadanya. C...