The Ice Girls [END]

By NinnaNattasha

643K 23.5K 771

Agam Aldridge : Dia itu cantik, tapi nolak mulu, ucapannya selalu kasar, selalu menghindar. Carramel Skriver... More

Bagian - 1
Bagian - 2
Bagian - 3
Bagian - 4
Bagian - 5
Bagian - 6
Bagian - 7
Bagian - 8
Bagian - 9
Bagian - 10
Bagian - 11
Bagian - 12
Bagian - 13
MLFTSOA
Bagian - 14
Bagian - 15
Bagian -16
Bagian - 17
Bagian - 18
Bagian - 19
Bagian - 20
Bagian - 21
Bagian - 22
Bagian - 23
Bagian - 24
Bagian - 25
Bagian - 26
Bagian - 27
Bagian - 28
Bagian - 29
Bagian - 30
Bagian - 31
Bagian - 32
Bagian - 33
Bagian - 34
Bagian - 35
Bagian - 36
Bagian - 37
Bagian - 38
Bagian - 39
Bagian - 40
Bagian - 42
Bagian - 43
Bagian - 44
Bagian - 45
Bagian - 46
Bagian - 47
Bagian - 48
Bagian - 49
Bagian - 50
Bagian - 51
Bagian - 52
Bagian - 53
Bagian - 54
Bagian - 55
●●END●●
New Story
Info

Bagian - 41

7.6K 320 10
By NinnaNattasha

5 Panggilan tidak terjawab

Carra menghela napas saat melihat nomor baru itu terus miscall nomor Carra. Mengesalkan memang saat Carra menelpon balik malah diriject.

"Udah lo lacak?" tanya Carra pada anggota Black-Dragon bernama Yufan, Jolex bilang Yufan adalah jagonya teknologi, untuk itu Carra meminta melacak nomor yang mengganggunya ini.

"Gak bisa dilacak bos, aksesnya udah diblock." Jawab Yufan yang menyernyitkan keningnya aneh, akses lacak yang ia gunakan ternyata sudah diblock yang membuatnya tidak bisa melacak nomor itu.

"Kok bisa, Lex lo bilang di ahli yang beginian." Semprot Carra yang kesal sebari mendudukan dirinya dikursi, Jolex meringis mendengar sindiran ketuanya yang menohok.

"Ya.. sory-sory ajah nih yah bos, kayaknya orang ini bukan orang sembarang deh, soalnya dia udah tau kalau pasti akan dilacak." Ucap Yufan aneh, Carra menghela napas. Bukanya Carra tidak bisa memblokir nomor itu, Carra sudah berkali-kali memblokirnya namun ternyata nomor masih bisa menganggunya. Ariana sudah menyarankan ganti nomor saja namun tidak , itu tidak mungkin, nomor yang Carra sekarang pakai adalah akses komunikasi semua gengstar nya.

"Yaudah sih Carr, gak perlu lo lamunin kayak gitu, mungkin kebetulan orang iseng ajah kali." Balas Ariana yang menatap Carra yang juga meliriknya. Carra mengedikan bahunya tak acuh.

"Carr, besok lo sekolah kan?" tanya Ariana yang melihat kondisi Carra sudah pulih total. Carra mengangguk dan kembali menatap Yufan yang masih berusaha melacak kontak itu.

"Gue cabut dulu, ada urusan." Ucap Carra yang langsung berdiri, dan segera mengambil kunci mobil Lambo merahnya.

Carra keluar dari basecamp nya, ia sedikit merasakan ponselnya kembali bergetar, cukup lama, Carra segera merogohnya. Nomor itu lagi, namun kali ini bukan cuma miscall yang seperti biasanya, kali ini menelpon.

Carra segera menggeser tombol hijau itu, tak lama sambungan pun terhubung.

"Lo kalau mau main-main jangan sama gue, lo pengganggu." Ucap Carra saat mendengar suara krasak-krusuk disebrang sana. Tidak ada jawaban, entah kenapa Carra penasaran siapa orang ini.

"Hallo, lo bisa denger gue." Lanjut Carra dengan suara dingin menusuk, terdengar helaan napas seorang pria, Carra menyernyitkan keningnya.

"Haloo, Mel" sapa orang itu, mata Carra melotot sempurna, bibirnya memucat, tubuhnya bergetar hebat, ponsel yang berada ditanganya terlempar begitu saja, kaki Carra tak mampu menompang tubuh Carra yang kemudian ambruk.

Air mata Carra bercucuran, Ariana yang kebetulan akan keluar menterbelalakan matanya sempurna melihat Carra hampir tak sadarkan diri itu. Ariana segera menahan tubuh Carra.

"Carr.. lo kenapa?" tanya Ariana panik melihat keadaan terguncang Carra, bibir pucat itu tak mampu berbicara. Ariana kemudian membopong Carra untuk duduk disofa ruang tamu. Ariana menggosok telapak tangan Carra.

"Lo kenapa?" tanya lagi Ariana, mata Carra hanya mengerjap, Ariana kemudian mengusap pundak Carra memberi kekuatan.

"Ar.. itu.. tadi..suara dia, dia..Ar." Ucapan Carra dengan suara bergetar, mata Ariana melotot sempurna, 'dia' Ariana tahu siapa yang dimaksud Carra disini, namun itu hal mustahil.

"Gak mungkin Carr, dia, dia." Ariana menggeleng dengan memeluk Carra, tubuhnya ikut terguncang mendengar perkataan Carra tentang dia.

"G-gue denger.. cuma d-dia yang manggil gue Mel.." lanjut Carra yang melepaskan pelukan Ariana, gadis tirus itu terus menggeleng.

"Mustahil Mel." Balas Ariana dengan air mata yang sudah terjun bebas, ia masih tidak percaya dengan ucapan Carra.

"Hp gue." Sadar Carra yang segera berlari mengambil ponselnya, ia kemudian melihat sipenelpon terakhir, "ini Ar.. liat." Lanjut Carra memperlihatkan si nomor baru itu melakukan percakapan dengan Carra 20 detik.

"C-coba lo telpon lagi, g-gue masih belum yakin.. bisa ajah itu orang iseng Mel," sergah Ariana, Carra menghela napas, ia yakin pendengarannya masih tajam, ia yakin orang yang memanggilnya itu adalah 'dia'.

"Nggak aktip." Ucap Carra yang menutup wajahnya dengan kedua tanganya, ia yakin sekali, ia tidak mungkin salah dengar.

"G-gue minta nomornya Carr, gue.." Ariana kembali menangis tak percaya, Ariana tahu Carra tidak mungkin berbohong, karna terlihat dengan bagaimana ia terguncang tadi.

"Ini nomor yang terus ganggu gue selama beberapa hari ini, gue yakin itu dia." Tegas Carra yang segera berdiri, ia pun segera pergi dari basecamp.

**

"Kamu lagi dimana?" tanya Agam disebrang telpon saat Carra baru saja duduk setelah memesan minuman.

"Lagi di Starbusk deket sekolah, kenapa?" tanya Carra yang melihat sekelilingnya.

"Aku kesana sekarang yah." Ucap Agam yang membuat Carra mengangguk, entahlah padahal Carra tahu Agam tidak bisa melihatnya.

"Hm." Jawab Carra, sambungan telpon pun terputus, Carra kembali menyedot minuman rasa strawberry nya, sekitar 5 menit Agam datang dengan motor ninja hitamnya, ia memarkirkan motor dan segera menghampiri Carra.

"Udah dari lama?" tanya Agam, Carra yang menatapnya menggeleng pelan, minumanya masih utuh itu kembali ia sedot. Agam menatap Carra yang berada dihadapanya ini dengan senyum-senyum, ia amat sangat merindukan kekasihnya ini.

"Aku kangen banget sama kamu, besok mulai sekolah kan?" tanya Agam.

"Kayaknya, udah pulih juga." Jawab Carra yang menatap Agam, ia tidak ingin menanyakan kepada Agam kenapa cowok ini kangen padanya.

Agam memesan minuman rasa coklat disini, ia melihat wajah Carra yang terlihat gusar.

"Kamu.. gapapah kan?" tanya Agam, Carra menyernyitkan keningnya seraya menggeleng.

"Gapapa, ada apa emangnya?" tanya balik Carra, Agam tersenyum kemudian mengusap puncak kepala Carra.

"Kamu banyak pikiran yah, mau cerita gak?" tanya lagi Agam, Carra yang mengerti arah pembicaraan Agam segera menggeleng.

"Gapapa, itu pesenannya," ucap Carra yang melihat pelayanya memberikan minuman digelas plastik kepada Agam.

"Pulang aku anter, mau kan?" tanya Agam, sekilas Carra melihat mobilnya, entah kenapa sering sekali muncul perasaan tidak enak dihati Carra, Carra ingin menolak namun entah kenapa ia merasa tidak enak.

"Iya." Akhirnya Carra menjawab itu. Agam tersenyum bahagia ia segera menyedot minumanya dengan perasaan senang.

Sekitar beberapa lama mereka memutuskan untuk pulang, namun terlebih dulu Agam mengajak Carra menemaninya membeli buku pesenan Glenca yang membuat Carra mengangguk saja.

Setelah selesai mereka pun keluar dari toko buku itu, terlihat awan sudah mendung, membuat Agam merasa bersalah pada Carra.

"Sayang, kamu naik taksi ajah yah, kayaknya bentar lagi ujan." Ucap Agam mendongakan wajahnya kemudian menatap Carra.

Carra menggeleng, "Gak usah, lagian hujannya juga belum kan," ucap Carra yang malah membuat Agam tertawa, Carra ini ada-ada saja, memang sih belum hujan, namun melihat hitamnya awan membuat Agam yakin pasti akan hujan.

"Yakin, nanti kalau dijalan kehujanan gapapa?" tanya Agam, Carra mengangguk cepat. Mereka kemudian memutuskan untuk segera melenggang dari tempat itu.

Perkiraan Agam ternyata memang benar, tak lama hujan turun dengan deras, membuatnya segera menepikan motornya didekat warung.

"Kita cari taksi yah." Ucap Agam yang merasa kasihan pada Carra, tak ingin kalau kekasihnya ini kembali sakit, saat akan menerobos hujan untuk menghentikan taxi, tangannya Carra tahan.

Agam menatap Carra yang menahan tanganya, ada perasaan bahagia menyelimuti hatinya.

"Gak usah, aku bareng kamu ajah, udah tanggung juga bajunya basah semua," balas Carra yang menunjukan bajunya basah kuyup. Agam menggaruk belakang telinganya yang tiba-tiba gatal.

Agam mengangguk, ia menggenggam tangan Carra yang tadi sempat menahanya, tidak ada tolakan dari Carra, gadis itu membiarkan Agam menggengamnya.

"Kita lanjut lagi yuk, kayaknya hujan gak bakal berhenti sampai malem," ucap Carra yang melihat langit yang penuh dengan hujan.

"Nanti kamu sak-." Ucapan Agam terpotong.

"Ayoo," balas Carra, dengan helaan napas Agam mengangguk, namun sebelum mereka memasuki hujan kembali.

"Yang, kerumah aku ajah yah, gapapah kan, soalnya lebih deket?" tanya Agam membuat Carra mengangguk, memang kalau dari sini lebih dekat kerumah Agam, Carra mengangguk dan segera menaiki motor Agam.

Sebenarnya ada penyesalan dihati Agam, ia menyesal sudah meminta Carra untuk naik motor bersamanya, kalau saja ia tidak meminta Carra, pasti cewek ini tidak akan kehujanan.

Carra memeluk Agam dengan erat dibelakang, ia tahu Carra kedinginan namun ia juga tidak bisa apa-apa, Agam hanya menggunakan kaos masalahnya.

Untung saja walaupun Agam membawa motornya pelan, ia akhirnya sampai kerumahnya, bibir Carra sudah membiru terlihat sekali ia sedang kedinginan. Agam kemudian membantu Carra untuk turun dari motornya.

"Ayoo," ajak Agam yang kembali menggandeng tangan Carra, pakaian mereka sudah basah kuyup, mereka pun masuk kerumah Agam.

"Yaalah Gam, kenapa basah-basahan kayak gini," pekik heboh Glenca yang berlari menuju Agam yang menuntun Carta.

"Kak pinjemin Carra pakaian yah, kasian kedinginan," pinta Agam membuat Glenca mengangguk cepat dan segera menarik Carra kekamarnya. Agam pun segera berlari kekamarnya dan segera mengganti pakaian.

Setelah selesai Agam kemudian segera turun dengan rambut yang masih basah, ditanganya masih memegang handuk untuk mengeringkan rambutnya, saat Agam sampai didepan kamar Glenca, Agam menatap Carra yang baru keluar dengan pakaian biasa milik Glenca.

"Rambut kamu basah." Ucap Agam yang menarik handuknya kemudian meletakannya dikepala Carra, kemudian tanganya perlahan mengeringkan rambut Carra dengan handuk itu.

Carra terpaku menatap Agam yang mengeringkan rambutnya, mereka masih berdiri berhadapan, detak jantung yang sama-sama berpacu cepat kilat itu membuat pipi mereka berdua merah.

Namun dari mereka berdua tak ada satupun yang ingin menghentikan moment ini, keduanya sama-sama menikmatinya.

Perlahan senyuman terukir dibibir Carra, suatu hal yang langka yang pernah Agam lihat, cantik, satu kata dengan sejuta makna, Carra memang benar-benar sangat cantik dengan senyuman yang baru saja terbit.

"Ekhm, nyamuk..nyamuk..nyamuk.." ucap Glenca yang baru menujukan batang hidung saat melihat mereka bermesraan.

Agam emang gak romantis, namun entah kenapa tindakannya ini terlihat sangat romantis bagi kedua cewek itu, Carra dan Glenca.

"Eh.. gapapa deng, lanjutin ajah," lanjut Glenca yang segera turun kelantai pertama, Agam menatap Carra dengan kikuk, namun gadis itu terlihat biasa saja.

Tangan Carra terulur mengusap pipi Agam yang merah merona itu.

"Lo ganteng."

**

Gak di cek ulang, kalau ada typo kasih tau yah.

Continue Reading

You'll Also Like

28K 2.6K 46
Aretha Dwi Bara. Seorang gadis manis dengan bentuk mata kacang almond. Hari-harinya tak luput dipenuhi oleh senyum manisnya. Dia memiliki taruhan den...
58.8K 3.7K 79
"Dasar pembunuh!" "Pergi kau!" Aku yang besar dengan kerasnya dunia, hidup terlempar jauh dari keluarga dan selalu dihantui oleh masa lalu. Dulu ak...
1.3M 63.4K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.9M 106K 57
(Proses Revisi) Jangan pernah berpikir kalo gue bakal balik kaya dulu dan itu semua karna kalian gue jadi wanita kejam yang gak mempunyai belas kasih...