My Boss!

By May_Rose22

1.2M 85K 8.4K

WARNING!!!! CERITA INI BERBEDA DENGAN CERITA-CERITA YANG PERNAH SAYA BUAT SEBELUMNYA. AWAS!!! KALIAN BAPER... More

My Boss! 1
My Boss! 2
My Boss! 3
My Boss! 4
My Boss! 5
My Boss! 6
Cast
My Boss! 7
My Boss! 8
My Boss! 9
My Boss!! 10
My Boss! 11
My Boss! 12
My Boss! 13
My Boss! 14
My Boss! 15
My Boss! 16
My Boss! 17
My Boss! 18
My Boss! 19
My Boss! 21
My Boss! 22
My Boss! 23
My Boss! 24
My Boss! 25
My Boss! 26
My Boss! 27
My Boss! 28
Announcement!
My Boss! 29
My Boss! 30
My Boss! 31
My Boss! 32
My Boss! 33
My Boss! 34
My Boss!! 35
My Boss! 36
Lanjut?
My Boss! 37

My Boss! 20

25.5K 1.9K 158
By May_Rose22

Putar mulmed di atas ya, :-( lagi suka sama lagu itu btw.

Malam ini aku kasih double up. 💗

*Rewrite the Stars*

🎶🎶

Kali ini Faiz datang ke kantor lebih siang dari biasanya, ekspresi datar dan langkah lebarnya membuat para karyawan enggan hanya untuk menyapa, sebagian dari mereka memilih untuk diam dan menundukkan kepala, sementara yang lain memilih untuk tak berusaha menarik perhatian Faiz. Bisa dipastikan bahwa mood bos besar mereka tengah buruk.

"Pagi pak Faiz."

"Keruangan saya sekarang!"

Aurora yang baru saja menyapanya dan mendapatkan respon tak seperti biasanya hanya mengangguk dan sedikit takut, pasalnya kini Faiz benar-benar terlihat kacau.

"Duduk!"

Aurora duduk di sofa dan memperhatikan Faiz yang baru saja melemparkan tasnya di atas meja, lelaki itu kini sudah berjalan mendekati Aurora dan duduk di samping gadis itu.

"Pak Faiz baik-baik aja?" Tanya Aurora lirih.

Faiz menghela nafas, mengusap wajahnya kasar lalu tanpa Aurora duga lelaki itu langsung memeluknya erat, begitu tiba-tiba hingga membuat Aurora tak sempat mengelak. Faiz hanya diam, begitupun Aurora yang masih cukup terkejut dengan tindakan Faiz.

"Mas Faiz ada apa?"

"Ara, aku..." Faiz menjeda kalimatnya dan melepaskan pelukannya pada Aurora "Maaf, aku kelepasan."

Aurora hanya diam, menatap Faiz dengan mata bulatnya penuh tanya, ini bukan seperti Faiz yang ia kenal, wajah frustasi dan tatapan sedih itu melukai hati Aurora, entah apa yang terjadi pada Faiz saat ini. Tanpa sadar, tangan Aurora bergerak mengelus bahu Faiz lalu memberikan senyuman terbaiknya.

"It's okay, mau Ara ambilkan minum?"

Faiz menggeleng, ia menatap lekat Aurora. "Ara, menikahlah denganku."

"A-apa?" Aurora hanya bisa mematung dan menatap Faiz tak percaya, gadis itu perlahan bergeser hingga memperlebar jarak diantara mereka.

Ini bukan lelucon, dan ini juga bukan hal remeh. Sebuah permintaan untuk menikah merupakan hal paling serius yang pasti akan Aurora pikirkan baik-baik, tidak hanya karena 'rasa asing' yang memang sudah muncul akhir-akhir ini, tapi Aurora juga butuh kepastian lain dari dirinya sendiri. Ajakan Faiz yang terdengar mendadak dan di saat Faiz terlihat kacau berhasil menimbulkan spekulasi tersendiri bagi Aurora.

"Kenapa?" Kalimat lirih itu Aurora tanyakan pada Faiz yang masih setia menatapnya.

Belum sempat Faiz menjawabnya, suara ketukan pintu menginterupsi keduanya. Aurora langsung beranjak dari duduknya, dan berjalan menuju pintu, sementara Faiz masih setia duduk di tempatnya.

"Kamu siapa?" Pertanyaan tanpa nada ramah yang Aurora dapat dari seseorang di depannya hanya di tanggapi senyum oleh Aurora

"Saya sekretaris pak Faiz, apa ibu ingin bertemu beliau? Kebetulan beliau baru datang, silahkan masuk." Aurora bergeser dan memberikan jalan agar seseorang itu bisa masuk.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Aurora segera menutup pintu dan meninggalkan ruangan Faiz.

"Jadi dia yang membuat kamu menentang mama?"

Faiz tak menjawab bahkan tak bergeser sedikitpun dari posisinya, lelaki itu memilih duduk diam dan membiarkan ibunya duduk di sofa yang ada di seberangnya.

"Ingat Faiz, mama dan papa membebaskanmu untuk memilih itu karena kami percaya bahwa kamu bisa memberikan rekomendasi yang jauh di atas Anna jika kamu tidak menerima perjodohan ini, tapi apa yang mama dapatkan? Dia jauh dibawah Anna."

"Mama, maaf, ini di kantor, biarkan Faiz bekerja dan kita bahas masalah ini lagi di rumah."

Fatma menggeleng "mama tahu, kamu tidak akan mau lagi untuk kerumah. Sudahlah Faiz, terima Anna, dia perempuan terbaik yang pernah mama temui, dia pantas mendampingi mu."

"Ma---" ucapan Faiz terpotong ketika seseorang mengetuk pintu yang ternyata adalah Aurora dengan nampan berisi dua cangkir minuman.

Fatma menatap Aurora dari ujung kaki hingga kepala, menilai gadis itu dengan sorot meremhkan yang membuat Arora merasa tidak nyaman.

"Maaf, saya hanya mengantarkan minuman."

"Tunggu," Fatma menahan langkah Aurora yang hendak berbaik pergi.

"Mama." Peringat Faiz pada ibunya yang jelas tak akan membuat wanita itu berhenti.

"Duduklah, aku ingin menanyakan beberapa hal padamu." Ujar Fatma mengangkat kepalnya tanpa ingin menatap Aurora.

Firasat buruk yang Aurora miliki membuat gadis itu melirik Faiz yang hanya bisa terlihat pasrah.

"Duduklah, Ara." Faiz memberikan isyarat agar Aurora mengikuti kemauan ibunya.

"Siapa namamu?"

"Laudya Aurora, Bu" jawab Aurora masih berusaha memberikan senyum terbaiknya.

Fatma mengangguk-anggukan kepalanya lalu tersenyum tipis yang Aurora paham itu bukanlah senyum ramah.

"Aku hanya ingin mengundangmu makan malam, nanti aku akan menyuruh supir untuk menjemputmu. Dimana rumahmu?"

"Mama, stop! Tidak ada acara apapun nanti malam." Faiz mengepalkan tangannya dan berusaha untuk tidak meledak saat ini juga karena ia masih sangat sadar bahwa yang duduk didepannya itu adalah ibunya.

Aurora menoleh pada Faiz lalu kembali menatap Fatma yang terlihat menunggu jawabannya. Situasi yang tak Aurora mengerti membuat gadis itu tampak bingung.

"Jadi, dimana rumahmu?" Fatma tak memperdulikan ucapan Faiz.

"Saya tinggal di kost kecil, terimakasih untuk tawarannya, tetapi saya rasa--"

Fatma mengangkat tangannya yang membuat Aurora menghentikan ucapannya.

"Anggap ini undangan dari bos yang harus kamu penuhi, tulis alamatnya disini." Fatma memberikan secarik kertas dan pulpen pada Aurora yang mau tidak mau membuat Aurora memenuhi permintaan nyonya besar Al Hasan.

"Urusan mama sudah selesai, mama akan ke yayasan dulu untuk menjemput Anna."

Fatma berdiri dan menatap Aurora sejenak lalu mendekati Faiz dan mengusap kepala anaknya. "Jangan kecewakan mama hanya demi sesuatu yang tak berharga."

Faiz masih berusaha menahan amarahnya, ia bahkan tak merespon apapun yang Fatma katakan hingga wanita itu pergi dari ruangannya.

"Ini ada apa?"

Faiz mendongak lalu menarik Aurora lembut agar duduk di sampingnya. "Aku memintamu sekali lagi, menikahlah denganku Ara."

"Menikah bukan lelucon bagi saya pak, maaf saya tidak bisa menjawabnya sekarang. Saya permisi."

Dengan tergesa, Aurora segera pergi dari ruangan Faiz , meninggalkan lelaki yang hanya bisa menunduk dan tertawa sumbang.

"Ya, kamu benar Ara. Menikah bukan lelucon."

***

20:05, Kediaman Keluarga Al-Hasan.

Aurora yang tadi di jemput oleh seorang sopir suruhan Fatma, kini sudah berdiri di depan rumah besar dam mewah dengan pintu yang langsung di buka oleh seorang pelayan dan mengarahkannya untuk menuju meja makan . Faiz yang hendak berdiri menyambut Aurora mengurungkan niatnya ketika Fatma lebih dahulu menginterupsi.

"Kemarilah, kami sudah menunggumu." Ujar Fatma dengan sebuah senyuman yang sempat membuat Aurora terkejut, ekspresi serta sikap yang benar-benar berbeda dari yang ia terima saat di kantor tadi pagi.

Mengabaikan tatapan semua orang, Faiz beranjak dari duduknya dan langsung menarikkan kursi untuk Aurora agar duduk di sampingnya, berseberangan dengan Anna yang duduk di depan Faiz.

"Ini adalah sekretaris Faiz, kebetulan mama mengundang dia karena tadi tidak sengaja ketemu di kantor." Ujar Fatma

"Kita pernah bertemu nak, apa kau ingat?" Firdaus terkekeh kecil yang di balas anggukan oleh Aurora.

Fatma mengabaikan keramahan suaminya terhadap Aurora , wanita itu menatap Anna lembut lalu beralih pada Aurora

"Kenalkan, dia Anna. Dia--"

"Apa makan malamnya sudah bisa dimulai?" Faiz memotong ucapan Fatma untuk yang pertama kalinya, bahkan raut terkejut tak bisa disembunyikan oleh Fatma sendiri maupun Anna dan Firdaus.

"Mari kita makan." Firdaus memecah keheningan yang sesaat terasa tak nyaman.

Dentingan piring dan sendok yang terdengar membuat Aurora semakin tak nyaman, apalagi lirikan Fatma yang beberapa kali terlihat sinis padanya membuat Aurora ingin segera menyelesaikan sesi makan malam ini dengan cepat, bahkan Aurora masih belum mengerti kenapa dirinya diundang makan malam bersama keluarga Faiz, apa itu ada kaitannya dengan lamaran Faiz tadi pagi? Jika benar, maka bisa dipastikan ini bukan hal baik, mengingat bagaimana sikap ibu Faiz terhadapnya.

"Aurora."

Aurora mendongak lalu menatap Fatma yang tadi memanggilnya "ya?"

"Dimana keluargamu?"

"Keluarga saya ada di Kalimantan, saya tinggal sendiri di Jakarta." Jawab Aurora setenang mungkin.

"Anak perantauan ya? Kalau Anna baru lulus dari Kairo dan sekarang sedang mengajar di pesantren milik yayasan keluarga kami. Dia juga sudah seperti anak sendiri, dari kecil bahkan dia selalu bersama Faiz."

Aurora hanya tersenyum, kalimat yang jelas membandingkan dirinya dengan Anna membuat Aurora tersinggung. Aurora sadar, dirinya seperti Upik abu diantara mereka yang jelas memiliki status sosial tinggi, keluarga elit dan pasti juga tak akan pernah selevel dengan dirinya.

"Kami selalu berharap Anna bisa menjadi bagian dari keluarga kami, pilihan terbaik keluarga, kebetulan orang tuanya rekan bisnis lama dengan keluarga kami." Lanjut Fatma semakin terdengar tak menyenangkan "Oh ya, apa pekerjaan orang tuamu?"

"Ayah saya pensiunan tentara." Aurora menghentikan tangannya saat hendak memotong daging di piringnya.

"Wow, kamu anak seorang prajurit ternyata, itu hebat, nak." Sahut Firdaus

"Sudah pensiun ,pah." Sambung Fatma cepat

"Memangnya kenapa? Prajurit tetap prajurit, pensiun hanya status saja, jiwanya masih sama, masih seorang prajurit bangsa dan itu hal yang hebat." Jawab Firdaus santai.

"Ah, tetap saja pensiunan, memangnya apa yang bisa dibanggakan?"

"Mah!" Faiz meletakkan sendoknya dengan keras hingga suara dentingan yang beradu dengan piring membuat semua orang terkejut.

"Cukup, mah!" Faiz berdiri, ia menatap Aurora yang menunduk menahan tangisnya.

"Aku antar kamu pulang,"

Aurora yang beranjak dari duduknya langsung ditarik oleh Faiz agar segera pergi dari sana. Sementara Anna yang melihat itu hanya bisa diam begitupun Fatma, berbeda dengan Firdaus yang nampak marah.

"Fatma! Apa kamu sadar dengan ucapanmu tadi?! Sejak kapan kamu menjadi arogan seperti ini?!" Firdaus memijit pelipisnya lalu pergi dari meja makan, ia tak menyangka istrinya akan sekejam itu pada Aurora.

***

"Ara bisa pulang sendiri." Aurora mengusap kasar air matanya.

"Enggak, aku yang antar."

Aurora menggeleng dan langsung berlari meninggalkan Faiz yang tentu mengejarnya, bersyukurlah karena Aurora langsung menemukan taksi yang segera membawanya pergi.

"Ara!" Faiz mengayunkan kakinya menendang angin sebagai bentuk kekesalannya, ia segera kembali ke mobilnya dan melajukannya dengan cepat, berusaha agar masih bisa mengejar taksi yang membawa Aurora pergi .

"Kemana neng?"

"Bandara pak." Jawab Aurora tanpa keraguan.


Continue Reading

You'll Also Like

683K 80.6K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
294K 20.8K 31
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
1.8M 145K 30
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
5M 37.1K 30
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...