[SHRS2] Mahmaa Hadats, Maa Zi...

By fa_mujahiddah11

1.1K 56 30

HAK CIPTA DILINDUNGI ALLAH! -Spin off HALWA V1 [Spiritual-Hurt-Romantis] •Best rank: # •MULAI: 22 Juni 2019. ... More

S1 | Al-Haadhir.
1 | Pengkhitbahan.
2 | Pilihan.
S2 | Al-Maadhii.
| Cast (1).
4 | Awal dari Segala Takdir.

3 | Pupus.

91 6 8
By fa_mujahiddah11

S1 | Al-Haadhir : Masa Kini.

“Mengenalmu adalah sebuah
takdir dari-Nya.
Mencintaimu adalah sebuah
fitrah dari-Nya.
Juga; mengikhlaskanmu adalah sebuah ujian dari-Nya.
•Muhammad Farukh Alhazmi•

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

•Farukh's POV ·on·•
•Flashback ·on·•

Alhamdulillah, akhirnya hari ini tiba juga. Hari yang selalu kunantikan, kuimpikan dan kudo'akan. Hari yang berarti bagiku dan … baginya.

Bagaimana kabarmu? Kuharap, kamu sehat selalu. Aamiin. Semoga hari ini bukan hanya menjadi hari baik bagiku saja, namun bagimu juga.

Tak terasa, sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu. Dan kini, aku akan datang padamu atas izin-Nya.

"Farukh," Abi memanggil, ketika aku sedang menuruni anak tangga.

"Iya, Bi?" Aku duduk di sebelah kirinya.

"Kamu mau ke mana? Udah rapi begitu," Kulihat, Abi memerhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kakiku.

Aku tersenyum tipis mendengarnya. "Farukh mau …,"

Hm.. jujur saja. Aku masih belum berani mengatakan tentang hal ini pada kedua orang tuaku. Bukannya apa-apa, aku hanya ingin memastikan dulu. Kalau memang sudah 'benar-benar' alias diterima, baru aku akan bilang.

Abi menatapku dengan tatapan menyelidik. "Mau apa?"

Duh, ya Allah. Baru gini aja kok udah gugup, sih? Padahal.. ini orang tuaku sendiri, loh! Bukan orang tuanya. "Itu.."

"Udah dong, Abi! Mungkin Farukh belum siap, bilangnya." Ummi berjalan ke arah kami, lalu duduk di samping kanan Abi.

"Belum siap?" Abi bertanya. "Emangnya mau ngapain, sih?"

"Abi nih, ya.. kayak gak tau aja kalo laki-laki seusianya bakal ngelakuin apa. Pastinya 'itu' dong! Iya 'kan?" Ummi menatapku seraya tersenyum.

Aku menggaruk pelan tengkukku, lalu mengangguk. "Eum, iya."

"Oh." Abi mengangguk. "Ke sananya mau bareng?" tanyanya lagi, sambil tersenyum.

"Gak usah, Bi. Nanti aja kalo udah pasti," Sebenarnya aku juga ingin mereka ikut bersamaku. Tetapi jika belum ada kepastian, maka aku tidak bisa mengajak Ummi dan Abi.

"Ya udah, deh. Berangkat sekarang, 'kan?" Aku mengiyakan sambil mengangguk.

Setelahnya, aku berdiri untuk menyalimi punggung tangan Ummi dan Abi. "Farukh berangkat dulu, ya?"

"Iya. Semoga diterima ya!" kata Abi. Membuatku tersenyum mendengarnya.

"Do'a kami selalu menyertaimu, Nak.." Ummi ikut menimpali.

"Assalamu'alaikum," Aku memberi salam.

"Wa'alaikumussalam."

Aku bergegas masuk ke dalam mobil. Tak lama setelahnya, aku mulai melajukan mobilku dengan kecepatan sedang.

Aku berangkat setelah Shalat Zhuhur. Karena itu, cuaca sedang lumayan panas. Matahari tengah memancarkan sinarnya. Sama sepertinya, aku juga begitu. Kami sama-sama sedang 'cerah', saat ini.

Sekitar empat puluh menit kemudian, aku sampai di rumahnya. Aku tahu alamat rumahnya, karena kami pernah satu kelompok dan kerja kelompok di rumahnya.

"Motor siapa, ya?" batinku. "Ah, mungkin punya Abinya Hani'ah." lanjutku, masih membatin.

Aku pun berjalan mendekat ke depan rumah. Tapi pintunya terbuka agak lebar. Sepertinya ada tamu yang sedang berkunjung.

Aku memutuskan untuk menunggu saja di teras, tepat di depan jendela rumah. Namun, aku menghadap ke arah lain, agar tidak menguping pembicaraan orang-orang yang ada di dalam rumah.

Yah, meskipun aku dapat mendengar pembicaraan mereka, sih. Tapi yang kudengar tidak terlalu jelas. Karena kini, aku dapat mendengar bahwa pria paruh baya di dalam rumah sedang menanyakan sesuatu pada pemuda di hadapannya.

Pria paruh baya itu adalah abinya Hani'ah. Sedangkan pemuda yang berada di hadapannya; entahlah, aku tidak tahu. Dan sepertinya juga, ia beberapa tahun lebih tua dariku.

"Saya ingin meng-khitbah putri Bapak,"

'DEG!'

Bukan. Itu bukan suaraku. Bukan aku yang sedang mengatakannya. Melainkan dia, pemuda tadi.

Aku pun refleks berbalik untuk melihat keadaan di dalam. Dapat kulihat, Abinya Hani'ah terkejut. Setelahnya, beliau menanyakan hal lain lagi.

Saat beliau bertanya tentang putrinya yang mana, yang akan di-khitbah oleh pemuda tadi. Dan ia menjawab, "Hani'ah," sambil tersenyum.

Memangnya lelaki itu siapa, sih? Aku jadi penasaran.

Seolah tahu bahwa aku sedang dilanda penasaran, abinya Hani'ah menanyakan nama lelaki yang kini tengah meng-khitbah putrinya.

"Nama saya Faiz. Muhammad Faiz Alhusayn,"

'DEG! DEG! DEG!'

Innalillahi, ya, Allah! Kak Faiz itu, 'kan … lelaki yang pernah dikagumi oleh Hani'ah, dulu.

Jantungku berpacu lebih cepat, dibandingkan saat ia mengatakan tujuannya datang kemari. Lalu, aku harus bagaimana? Tentu saja pulang dan mengurungkan niatku untuk meng-khitbah Hani'ah.

Kenapa? Karena dalam Islam, dilarang melamar perempuan yang telah dilamar oleh lelaki lain.

“Janganlah seorang laki-laki melamar di atas lamaran saudaranya, hingga pelamar sebelumnya itu meninggalkan lamarannya atau ia mengizinkannya.” Ada di Hadist riwayat Bukhari.

Aku tahu, belum tentu Hani'ah menerima lamaran Kak Faiz. Tapi entah mengapa, kurasa ia akan menerima lamaran tersebut. Apalagi, ia pernah mengagumi Kak Faiz sampai bertahun-tahun lamanya.

Karena tidak ingin dan tidak sanggup mendengar pembicaraan selanjutnya, aku berniat untuk segera pergi dari sini saja. Iya, aku akan pulang. Dan jika orang tuaku bertanya tentang hal ini, akan kujawab semampuku.

Tapi, aku akan kembali lagi ke sini. Sore nanti dan seminggu kemudian. Karena aku mendapat firasat, bahwa Hani'ah akan meminta waktu selama itu.

~•~••~•~••~•~••~•~••~•~

"Assalamu'alaikum." Aku berjalan memasuki rumah.

"Wa'alaikumussalam." Ummi menghampiriku.

Aku pun menyalimi punggung tangannya.

Sambil memasang raut wajah yang nampak begitu bahagia, Ummi bertanya, "Rukh, gimana?"

Tuh, 'kan. Pasti langsung ditanya.

"Diterima, nggak? Kok mukamu sedih gitu, sih?" Ummi mengusap pelan pipi kiriku. Membuatku menggenggam jemari kirinya menggunakan tangan kiriku.

Setelahnya, aku menggeleng pelan. "Entahlah.." kataku.

Ummi mengernyitkan dahinya. "Loh? Kok gitu, sih?"

"Mi, aku jelasinnya nanti aja, ya? Farukh capek, Mi. Mau istirahat dulu," Iya, lelah. Lelah hati, tentunya.

"Ya udah, deh." Ummi melepaskan genggaman tangan kami.

Aku tersenyum tipis. Lalu menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamar.


Aku mengerjapkan pelan kedua mataku. Lalu melihat ke arah jam dinding di kamar. Pukul tiga sore.

Saking lelahnya, begitu sampai ke kamar aku langsung tertidur. Kini, aku harus cepat-cepat bersiap untuk menunaikan Shalat Ashar berjama'ah.

Setelah selesai bersiap-siap, aku menuruni anak tangga. Kulihat, Abi juga sudah rapi dengan pakaian shalatnya.

"Eh, Farukh! Ayo bareng," ajaknya.

Aku mengangguk setuju. Setelah berpamitan pada Ummi, kami berjalan menuju Masjid yang berada di dekat rumah.

Sesampainya di sana, setelah berwudhu kami duduk berdampingan pada salah satu shaf shalat.

"Rukh," panggil Abi.

"Iya, Bi?"

"Tadi gimana?" Sebaiknya aku bilang apa, ya?

Aku terdiam cukup lama, guna memikirkan jawaban yang pantas. Namun, tak juga kutemukan sampai saat ini.

Abi memegang pundakku. "Kenapa sih, Rukh? Bilang aja," Beliau menuntut jawaban dariku.

Sepertinya.. aku harus mengatakan yang sebenarnya. "Begini, Bi. Tadi Farukh sudah datang ke sana. Namun sesampainya Farukh di sana, ternyata …," Aku menghela napas pelan. "dia sedang di-khitbah lelaki lain,"

Kulihat, kedua alis Abi bertautan. "Sedang? Atau sudah?"

"Sedang, Bi. Saat Farukh baru aja sampai. Farukh lihat ada seorang lelaki sedang meng-khitbah perempuan yang ingin Farukh khitbah," Aku menjelaskan.

"Tapi 'kan belum tentu diterima sama dia. Emangnya siapa sih, perempuan yang mau kamu khitbah itu?"

"Iya, sih. Tapi.. Farukh memutuskan untuk langsung pergi, Bi. Nanti Farukh ke sana lagi, kok. Dan, namanya Hani'ah. Dia temen sekelas Farukh pas Madrasah 'Aliyah,"

"Ke sana lagi? Kapan?" Abi bertanya lagi.

"Nanti sore dan minggu depan," jawabku. Entahlah, keputusanku ini benar atau tidak.

"Oh," balas Abi.

Beberapa menit kemudian, aku diminta untuk mengumandangkan Adzan Ashar oleh Abi.

~•~••~•~••~•~••~•~••~•~

"Assalamu'alaikum." Aku dan Abi berjalan masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumussalam," jawab Ummi.

Di rumah, kami hanya tinggal bertiga. Aku adalah anak tunggal. Karena dulu, Ummi dan Abi menikah di usia yang agak telat.

Setelah masuk ke kamar untuk berganti pakaian, aku kembali lagi ke lantai bawah. Qahthan bilang ia akan datang ke rumah, jadi aku memutuskan untuk menunggunya.

"Tumben ke bawah. Udah mau ke sana lagi?" Sepertinya, Abi sudah memberitahu Ummi perihal khitbag-ku yang masih belum jelas.

"Belum, Mi. Nanti aja." Aku duduk di sofa berwarna merah yang ada di ruang keluarga.

"Kenapa?" Ummi bertanya lagi.

"Aku dapet info dari sahabatnya Hani'ah, kalo dia ada jadwal ngajar ngaji di deket rumahnya setiap mau Shalat Maghrib,"

Ummi sudah tahu tentang Hani'ah. Mereka pernah bertemu ketika Shalat Ashar di Masjid yang ada di dekat sekolahku, dulu.

"Oh, gitu. Terus sekarang kamu mau ngapain?" Ummi duduk di sebelah kananku.

"Qahthan mau dateng, Mi." Aku menyesap teh hangat yang dibuatkan oleh Ummi.

"Oh, mau ngapain?"

"Belum tau. Dia cuma bilang bakal dateng doang,"

Kudengar, Ummi hanya ber-oh-ria menanggapi ucapanku.

Tak lama setelahnya, suara salam terdengar. Kami pun menjawabnya. Lalu aku berjalan ke arah pintu, guna membukakan pintu untuk Qahthan.

"Diminum, ya." Ummi menaruh gelas-gelas yang berisikan minuman berperisa melon ke atas meja.

"Makasih, 'Ammah!" Ummi memang dekat dengan sahabat-sahabatku. Terutama dengan Hani'ah.

Ummi tersenyum, lalu berjalan menjauh dari tempat kami.

"Kenapa, Than? Kayaknya lagi bahagia, nih!" kataku.

Ia tersenyum simpul. Lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya padaku. Undangan?

"Kamu mau nikah, Than?" Aku membaca lagi isi undangan. "Sama.. Qaidah? MaasyaaAllah! Barakallah, ya!"

Ia terkekeh pelan. "Iya. Alhamdulillah. Kalo kamu, gimana?"

"Eh? Gimana apanya?"

"Itu, hubunganmu sama Hani'ah. Udah ada kemajuan belum?" tanya Qahthan, membuat senyumanku luntur seketika.

"Sepertinya nggak," jawabku pelan.

"Maksudmu?" Tampaknya ia masih belum mengerti juga.

"Sebenernya, tadi siang aku udah ke rumahnya. Tapi pas sampai di sana, kulihat ada seorang ikhwan yang sedang nge-khitbah Hani'ah." Aku menghela napas. Karena lagi-lagi, napasku terasa sesak.

Qahthan memasang tampang terkejutnya. "Hah? Siapa?"

"Kak Faiz. Kamu tau, 'kan?" Ketika aku bertanya, ia kembali memasang tampang terkejut.

"Tau. Dia yang pernah dikagumin sama Hani'ah, 'kan?" tanyanya dan aku mengangguk.

"Ya Allah, sabar ya, Rukh!" Aku tersenyum tipis mendengarnya.

Setelah lama berbincang bersama, Qahthan memutuskan untuk pulang.

Pada sore hari ini, aku melajukan mobilku ke arah rumah Hani'ah. Sesampainya di sana, aku melihatnya berjalan ke arah suatu tempat. Aku pun memutuskan untuk mengikutinya.

Setelah beberapa menit ia berjalan dan aku mengikutinya, kami berhenti di suatu tempat. Tempat tersebut adalah tempat mengaji, karena banyak anak-anak berpakaian muslim yang sedang bermain.

Sesaat setelah ia masuk ke dalam. Aku keluar dari mobil dan berjalan mendekat. Yah, tingkahku saat ini memang persis seperti seorang penguntit.

Aku cepat-cepat bersembunyi di balik tembok ketika Hani'ah mengedarkan pandangannya ke arah tempat persembunyianku. Setelah merasa sudah cukup aman, aku kembali melanjutkan aksiku.

Sesekali aku tersenyum, tatkala menyaksikan interaksi antara Hani'ah dan murid-muridnya. MaasyaaAllah! Betapa beruntungnya seorang ikhwan yang akan memilikimu.

Karena sebentar lagi waktu Shalat Maghrib tiba, aku pun berjalan ke arah Masjid yang memang jaraknya hanya berada beberapa meter saja dari tempat Hani'ah mengajar.

~•~••~•~••~•~••~•~••~•~

•Seminggu kemudian …
•Farukh's POV ·off·•

Hari ini selepas menunaikan shalat berjama'ah di Masjid, Farukh akan menuju rumah Hani'ah lagi. Farukh akan mendengar sendiri jawaban yang diberi oleh Hani'ah.

"Mi, Farukh berangkat dulu, ya?" Farukh berpamitan pada sang Ummi.

"Iya, hati-hati, ya!" kata Ummi, ketika Farukh sedang menyalimi punggung tangannya.

"Abi mana, Mi?" tanya Farukh.

"Lagi tidur siang." Umminya terkekeh pelan.

Farukh ikut terkekeh. "Oh. Ya udah, deh. Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam,"

Setelah cukup lama mengendarai mobil. Farukh pun sampai di depan rumah Hani'ah. Lagi dan lagi, Farukh melihat sepeda motor Faiz terparkir di sana.

"Bismillah! Ya Allah, apapun pilihannya dan apapun keputusan-Mu.. semoga hamba mampu mengikhlaskannya." Farukh berjalan mendekat dan berdiam diri di teras rumah.

Ia mencuri-curi pandang ke dalam rumah. Dalam hati, ia terus-menerus meminta maaf kepada-Nya karena telah menguping pembicaraan orang lain.

Sementara itu di dalam rumah, Hani'ah dan umminya sedang berjalan ke arah sang Abi dan Faiz. Setelah duduk, Hani'ah diberi sebuah pertanyaan dari Abinya.

"Bismillahirrahmannirrahiim, na'am … kuterima," Hani'ah menjawab dengan lirih, namun Farukh masih mampu mendengarnya.

'DEG!'

Jantung Farukh seolah berhenti berdetak. Namun setelahnya, jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Bahkan, Farukh dapat merasakan darahnya yang mengalir di dalam nadi.

'DEG! DEG! DEG! DEG! DEG!'

"Astaghfirullaahal'adziim …" Farukh tak henti-hentinya beristighfar di dalam hati.

Napasnya tercekat, dadanya terasa sesak dan hatinya begitu nyeri. Keringat telah membasahi kedua pelipisnya. Badannya lemas, seolah tanpa tulang belulang.

Ia membalikkan badan, lalu berjalan selangkah demi selangkah. Baru tiga langkah ia berjalan, kepalanya malah tertoleh kembali ke belakang.

"Mengenalmu adalah sebuah takdir dari-Nya. Mencintaimu adalah sebuah fitrah dari-Nya. Juga; mengikhlaskanmu adalah sebuah ujian dari-Nya."

Farukh mengalihkan pandangan. Setelahnya, ia berjalan gontai untuk menjauh dengan pandangan yang tertunduk dalam.

~•~••~•~••~•~••~•~••~•~

"Assalamu'alaikum." Farukh berjalan masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumussalam." Kedua orang tuanya menyambut tangan putra tunggal mereka, yang menyalimi punggung tangan keduanya secara bergantian.

Setelah itu, Farukh langsung menaiki tangga dan memasuki kamar. Tanpa memberi penjelasan apapun, kepada Abi dan Umminya.

Sesampainya di kamar, Farukh duduk di atas kasur, seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur. Pintu kamar telah ia kunci, agar baik Abi maupun Umminya, tak ada yang dapat melihat keadaannya saat ini.

Berkali-kali, ia mengatur napasnya yang tengah memburu. Berusaha menetralkan perasaannya, berusaha menahan air matanya.

Ia laki-laki, karena itu ia berusaha sekeras mungkin guna menahan kedua netranya agar tidak mengeluarkan buliran-buliran hangat.

Berulang-ulang, ia beristighfar. Menenangkan hatinya yang berdenyut secara perlahan, namun terasa sakit.

"Mengapa kamu menerimanya, Hani'ah? Bukankah perasaanmu padanya, telah lama hilang?"

Farukh tak mampu menerka-nerka, perihal yang terjadi hari ini. Ia heran, amat heran. Mengapa Hani'ah menerima khitbah-an Faiz?

Apa karena dia yang lebih dulu datang? Apa karena ia yang terlalu lambat tiba? Apa rasa yang dulu pada dia hadir kembali? Apa rasa yang dulu ada padanya sirna seketika?

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang berada di benak dan pikiran Farukh. Namun hanya mampu ia pendam, tanpa satu pun yang dapat ia utarakan.

Jika saja ia bisa, ia ingin menanyakannya. Jika saja ia bisa, ia ingin mengungkapkan kekecewaannya. Jika saja ia bisa, ia ingin menyampaikan perasaannya.

Namun nyatanya, itu hanyalah sebuah angan. Angan, yang sampai kapan pun tak 'kan pernah terwujudkan.

"Apa karena dulu, aku pernah mengungkapkan perasaanku padanya?" tanya Farukh lagi, masih di dalam hatinya.

Ia terus bertanya; apakah salah, mengungkapkan perasaan kepada seseorang yang kita kagumi bahkan cintai? Jawabannya adalah salah, bahkan sangat salah.

Cinta. Cinta adalah fitrah dari-Nya. Dan kita, tidak boleh mengungkapkannya tanpa seizin-Nya.

Karena kesalahan terbesar seorang lelaki adalah; yang mengungkapkan perasaannya, namun belum siap mengikatnya.

~•~••~•~••~•~••~•~••~•~••~•~••~•~

Assalamu'alaikum!

Nah, loh! Kasian banget ya, si Farukh π.π
Ternyata oh ternyata, Farukh yang 'nguntit' Hani'ah.
Farukh gak bermaksud jahat, kok.
Dan, ya.. Farukh lagi dalam mode sakit hati, nih!
Ada yang mau jadi penggantinya Hani'ah buat dia, nggak?
Maaf ya, kalo pendek. HeheXD

Vote jika suka!:"

Sekian, syukran.

Wassalamu'alaikum>.<

| 8 Juli 2019 |
By : kwati7970.

Continue Reading

You'll Also Like

17M 754K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.5M 136K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
544K 3.1K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.