My Boss!

Par May_Rose22

1.2M 85K 8.4K

WARNING!!!! CERITA INI BERBEDA DENGAN CERITA-CERITA YANG PERNAH SAYA BUAT SEBELUMNYA. AWAS!!! KALIAN BAPER... Plus

My Boss! 1
My Boss! 2
My Boss! 3
My Boss! 4
My Boss! 5
My Boss! 6
Cast
My Boss! 7
My Boss! 8
My Boss! 9
My Boss!! 10
My Boss! 11
My Boss! 12
My Boss! 13
My Boss! 14
My Boss! 15
My Boss! 16
My Boss! 17
My Boss! 19
My Boss! 20
My Boss! 21
My Boss! 22
My Boss! 23
My Boss! 24
My Boss! 25
My Boss! 26
My Boss! 27
My Boss! 28
Announcement!
My Boss! 29
My Boss! 30
My Boss! 31
My Boss! 32
My Boss! 33
My Boss! 34
My Boss!! 35
My Boss! 36
Lanjut?
My Boss! 37

My Boss! 18

27.1K 2K 113
Par May_Rose22

"Sampai jumpa satu jam mendatang, pak!"

Faiz mengangguk seraya berjabat tangan dengan klien penting dari Singapura beserta asistennya yang merupakan orang Indonesia. Setelah tamu pentingnya meninggalkan ruangan, Faiz menghela nafas lalu meraih ponselnya dengan kesal dan hendak menekan nomor seseorang yang sejak pagi sudah membuatnya emosi jika saja pintu ruangannya tidak kembali terbuka. Seseorang yang dari tadi Faiz nantikan akhirnya muncul dengan nafas terengah, berdiri tegak, menatap cemas Faiz yang sudah terlihat marah menyambutnya.

"Wah! Hebat! Bos besar kita baru datang rupanya, apa kamu memiliki zona waktu yang berbeda dari kantor tempatmu bekerja?!" Faiz menatap tajam Aurora yang terlihat pasrah.

"Maaf pak, tadi saya ketinggalan bus jadi harus menunggu bus berikutnya yang ternyata datang terlambat, jadi--"

"Jadi apa?!" Potong Faiz. "Jadi busnya yang bersalah karena sudah datang terlambat?!"

"Bukan." Gumam Aurora mencengkeram erat ponselnya seraya menunduk tanpa berani menatap Faiz. Kali ini Faiz benar-benar terlihat marah padanya.

Faiz menyugar rambutnya kebelakang dan menghela nafas berkali-kali,lalu meraih map biru di atas mejanya.

"Pelajari! Satu jam lagi kita meeting dengan Pak Wen."

Aurora mendongak dan menerima map biru pemberian Faiz lalu segera menuju meja kerjanya.

"Pak Wen?" Aurora membuka dokumen yang ada di dalam map biru seraya mengingat siapa itu pak Wen?

"Kayaknya gak asing deh."

Aurora mulai membaca profil company dan seketika ia terkejut menyadari bahwa Pak Wen yang Faiz maksud adalah Wendra Hadiyaksa, pewaris tunggal Hadiyaksa Group yang merupakan perusahaan besar dengan banyak cabang hampir di seluruh Asia Tenggara. Wendra yang berdarah Indonesia China memang memilih untuk menggunakan nama Indonesia daripada menggunakan nama Chinese dari ayahnya.

"Gila! Gue bakal bisa lihat langsung pewaris tunggal Hadiyaksa Group!" Pekik Aurora tertahan, mengingat dimana kini dirinya berada.

Aurora senyum-senyum sendiri membayangkan betapa tampannya lelaki berdarah keturunan Chinese itu, jangan salahkan Aurora jika dia memang selalu exciting jika bersangkutan dengan cogan alias cowok-cowok ganteng. Status 'single' yang melekat padanya membuat Aurora bebas mengagumi siapapun.

Sementara itu, tanpa Aurora ketahui, sejak tadi Faiz memperhatikannya dengan sebelah alis terangkat serta ekspresi kesal yang tak kunjung hilang, malah semakin bertambah saat Faiz sadar apa yang sedang Aurora lamunkan.

"Semangat, ketemu pak Wen!" Ucap Aurora dengan ceria

"Bagusss!!!"

"Astaghfirullah!" Aurora mengelus dadanya karena  suara Faiz yang membuatnya terkejut.

Faiz mendekati Aurora dan mengambil map biru yang ada di meja kerja Aurora.

"Silahkan bermimpi bisa ketemu Pak Wen!"  Ucap Faiz menatap Aurora tajam

"Hah?" Aurora yang terbengong beberapa saat akhirnya kini menyunggingkan senyum jahatnya, senyum yang Faiz tahu adalah tanda perang bagi mereka

"Jadi pak Faiz gak jadi nyuruh saya ikut pertemuan? Gak masalah sih." Aurora mengedikkan bahunya seolah tak peduli. "Jadi saya bisa makan siang sama teman-teman, yang artinya gak ada yang bisa bantuin pak Faiz memaparkan materi kerjasama, ingat kan kalau bapak adalah presiden direktur, yang berarti tidak etis jika pekerjaan asisten atau sekretaris bapak yang lakukan. Nanti apa dong kata Pak Wen? Bapak bisa saja di anggap tidak profesional."

Kini giliran Faiz yang tercengang dengan ucapan Aurora, sebenarnya ini merupakan penghinaan besar bagi Faiz, tapi bagaimanapun ucapan Aurora ada benarnya. Aurora selalu bisa di andalkan, bahkan dalam situasi rumit yang membuat Faiz menyerah karena klien yang hendak membatalkan kerjasama pun dapat Aurora atasi.

Faiz berdehem lalu memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, "Well, saya memang harus profesional."

Aurora terkikik pelan melihat kepergian Faiz yang kembali ke ruangannya "yes!! Dasar bos galak, enak aja mau bikin mimpiku ketemu pak Wen hancur. Kenapa stok cogan disini banyak banget ya Allah, jadi bingung mau berdoa minta di jodohkan sama yang mana."

***

Bukan Aurora namanya jika tak membuat Faiz naik darah, gadis itu tak pernah takut padanya, bahkan harga diri Faiz sebagai bos dan wibawanya seketika hilang musnah di telan bumi jika sedang bersama Aurora.

"Ara!"

"Sstt.." Aurora memberi isyarat Faiz agar diam

"Allahuakbar! Ara! Masuk mobil!" Sekali lagi Faiz memperingati Aurora yang malah asik bercakap-cakap ria bersama anak kucing yang ia temui di di depan kantor, entah siapa yang membuang kucing disana.

"Aku pergi dulu ya, nanti aku bawakan makanan. Bye empus..." Aurora mengelus gemas kucing yang hanya mengeong.

"Pak Dadang, kucing ini jangan di buang ya. Nanti mau aku rawat."

Scurity kantor yang bertugas di depan hanya bisa mengangguk karena ia tahu bahwa Faiz sangat tidak suka dengan kucing, tapi jika pak Dadang menolak, alamat ia harus berdebat panjang lebar dengan Aurora.

"Bersihkan tangan kamu!" Faiz memberikan tissue basah dan hand sanitizer pada Aurora setelah gadis itu duduk di sampingnya.

"Ih? Kenapa? Tangan saya bersih kok, pak."

"Saya alergi bulu kucing." Terlihat hidung Faiz yang sudah memerah dan beberapa saat kemudian Faiz langsung bersin-bersin.

"Eh, serius pak? Iya-iya saya bersihkan. Atau saya duduk di belakang aja?"

"Jangan...Hatcim!" Faiz kembali bersin. "Tetap duduk di samping saya. Kamu kira saya supir?"

"Hhmm...oke." jawab Aurora ringan tanpa merasa bersalah sedikitpun, bahkan ia tak meminta maaf telah membuat Faiz bersin-bersin akibat bulu kucing yang menempel pada tangannya tadi.

Faiz yang mulai menjalankan mobilnya sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya meski masih terlihat hidung mancungnya yang memerah, tanpa sadar Aurora mengamati Faiz dari samping dan langsung membuang wajahnya ketika Faiz menangkap basah dirinya.

"Jangan sekali-kali bersentuhan dengan kucing saat bersama saya, mengerti?"

Aurora mengangguk lalu memberikan sesuatu yang membuat Faiz bingung.

"Untuk apa?"

"Tangan bapak merah-merah, ini bisa membantu." Seketika rasa bersalah menyelimuti hati Aurora saat melihat lengan Faiz yang mulai terlihat ruam kemerahan.

"Enggak, kamu pikir saya bayi di kasih itu?! lagian tas kamu udah mirip kantong ajaib aja sampai bedak bayi pun ada."

"Minggir dulu deh, setidaknya ini bisa membantu, pak." Aurora masih kekeh untuk membujuk Faiz.

Mau tidak mau Faiz menepikan mobilnya mengingat ia juga sudah merasa gatal dan tidak nyaman, tidak mungkin ia menunda pertemuan ini atau datang terlambat untuk ke dokter terlebih dahulu.

"Kamu yakin?" Faiz menyipitkan matanya

"Yakin, pak."

"Jangan panggil pak, kita di luar kantor."

Aurora yang membantu Faiz menggulung lebih tinggi lengan kemejanya kini mendongak lalu tersenyum tipis, yang sempat membuat Faiz terkejut.

"Oke, mas Faiz."

Faiz hanya diam saat Aurora mulai menaburkan tipis bedak bayi pada lengannya kemudian menggosoknya secara merata.

"Sebelah kanan." Pinta Aurora kemudian melakukan hal yang sama pada lengan kanan Faiz.

"Jadi wangi baby, deh." Canda Aurora membuat Faiz juga tertawa

"Kamu selalu bawa itu? Untuk apa?" Tanya Faiz

"Kulit ku sensitif, sering merah-merah juga kalau siang. Jadi alternatifnya ya pakai ini."

"Manjur?"

"Sugesti aja sebenernya, kalau mas Faiz yakin bisa manjur ya insyaallah manjur kok. Anggap aja usaha saat darurat." Jawab Aurora mantap

"Oke, akan aku coba." Faiz merapikan kemejanya lalu kembali melanjutkan perjalanan mereka.

***

"Pernah kesini?" Tanya Faiz seraya melepaskan seat belt nya setelah sampai di depan sebuah hotel besar berbintang lima

"Hadiyaksa Hotel, hmmm...belum."

Faiz tersenyum "good, berarti aku orang pertama yang ngajak kamu kesini."

Aurora memutar bola matanya malas dan meraih jas Faiz yang ada di kursi belakang "nih jasnya!"

"Terimakasih Ara cantik," ucap Faiz yang membuat Aurora memberikan ekspresi mual dan membuat Faiz tertawa.

Mereka berjalan memasuki hotel yang langsung di sambut oleh beberapa pegawai yang sudah pasti mendapatkan perintah dari Wendra.

"Silahkan ikuti kami, pak." Seorang perempuan dengan tinggi semampai, rambut di sanggul rapi dengan stelan rok span di atas lurus serta blazer merah membuatnya nampak anggun. Apalagi heels yang dipakainya membuat Aurora seketika merasa minder berada disana.

"Ara, jangan jauh-jauh." Peringat Faiz saat Aurora memilih berjalan di belakangnya "kamu bukan bodyguard, jadi jangan jalan di belakangku."

"Sudah memasuki suasana formal pak." Kilah Aurora

"Ini bukan kantor, ingat?" Faiz menyunggingkan senyum kemenangan "dan kita belum bertemu klien."

Aurora menghela nafasnya dan menyamakan langkahnya di samping Faiz. "oke."

"Selamat datang, Pak Faiz. Silahkan duduk." Sambutan hangat lelaki bermata sipit dengan wajah oriental membuat suasana bersahabat.

"Terima kasih, perkenalkan ini Aurora."

Wendra mengulurkan tangannya yang di sambut oleh Aurora "sekretaris pak Faiz?"

"Betul, saya Aurora sekretaris pak Faiz."

"Sekaligus calon istri," sahut Faiz yang membuat suasana menjadi hening seketika.

"Ahaha, begitu rupanya. Saya Wendra panggil saja Wen." Ucap Wendra dengan tawa yang terdengar di paksakan. Sementara Faiz berusaha menahan perih pada kakinya karena injakan tak berperasaan yang di lakukan oleh Aurora.

"Pak Faiz memang kadang suka bercanda, harap anda tidak salah paham pak." Ucap Aurora mengabaikan tatapan tajam Faiz.

"Oh, begitu rupanya." Wendra tertawa pelan yang kini terlihat lebih natural "So, lebih baik kita tidak terlalu formal. Faiz, C'mon dude! Aku sengaja ngajak ketemuan di hotel biar kamu bisa santai. Ya mau bagaimana lagi, kamu selalu bersikap formal jika di kantor."

"Ck, dasar bocah sipit!"

Wendra dan Faiz tertawa layaknya dua sahabat yang lama tak berjumpa, berbeda dengan Aurora yang hanya melongo melihat keakraban mereka berdua.

"Oh My God! Mereka temenan?" Batin Aurora.

"Apa kamu terkejut melihat kami?" Ujar Wendra "kami adalah sahabat dari kecil, bahkan dia yang paling banyak ngajarin saya budaya Indonesia. Well, karena ibuku sudah meninggal jadi tidak ada yang mengajarkan tentang budaya Indonesia padaku, bahkan bahasa Indonesia pun Faiz yang lebih sering membenarkan kalimatku."

"Sshhh!!!" Faiz menggosok daun telinganya "berantakan banget sumpah, tuh lidah udah berapa tahun sih gak ngomong bahasa Indonesia?"

"Seburuk itu? Udah lima tahun gak ke Indonesia, jadi wajar. Kalau telpon juga kita komunikasi bahasa Inggris." Wendra mengusap pangkal hidungnya lalu menatap Aurora "maaf, saya tidak terlalu pandai. Kadang formal dan non formal tercampur jadi satu."

"Udah! Gak usah modus!" Ucap Faiz mendahului Aurora yang hendak membuka mulutnya.

Wendra kembali tertawa yang membuat mata sipitnya semakin terlihat sipit, lebih tepatnya 'hilang'

"Masih galak kamu ya? Kasian Aurora."

Faiz melirik Aurora "kasian apa? Dia kalau gak di galakin ngelunjak, di galakin aja masih berani."

Cukup! Aurora sudah kesal menjadi bahan perbincangan dua sahabat generasi Sultan ini, dengan senyum terbaiknya Aurora menatap Faiz, "jadi, apa yang akan kita bahas hari ini, pak?"

"Ah, itu bukan hal besar santai saja. Faiz setuju saya setuju, deal. Gampang kan?" Jawab Wendra ringan

"Pak Faiz." Aurora berbisik pelan yang tentu bisa di dengar Faiz dengan jelas "ini serius? Saya harus ngapain?"

"Duduk tenang di samping saya, jelas kan?" Jawab Faiz.

Melihat dua lelaki yang malah kembali asik dengan obrolan tak berfaedah mereka membuat Aurora hanya bisa pasrah, entah apa definisi kerjasama proyek bernilai miliaran menurut dua orang generasi Sultan itu, mereka terlalu santai bahkan menganggap semuanya mudah. Hmm, Aurora sadar, jika menjalin kerjasama dengan sahabat sendiri yang sama-sama miliader bukanlah hal sulit.

"Dasar orang kaya!" Batin Aurora.

"Kita makan siang dulu." Wendra mulai duduk tegap ketika makanan datang dan seketika memenuhi meja yang ada di depan mereka.

"Apa kalian ingin yang lain?" Tanya Wendra

"Sepertinya udah kamu persiapkan dengan baik." Ucap Faiz yang jelas merupakan pernyataan daripada sebuah jawaban

"Sure, aku tidak mau kamu sidak lagi ke dapur para koki ku dan memarahi mereka karena masakan yang, well...salah di mata kamu." Wendra menatap Aurora "jangan heran, bos kamu dulu adalah koki terbaik lulusan Amerika sebelum pindah haluan menjadi bisnisman."

"Oh ya?!" Aurora tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, oh God!

"That's a long time, Wen." Ujar Faiz malas mengumbar biodatanya di depan Aurora

"Kamu makan yang ini saja," Faiz memberikan nasi dan sop ayam pada piring Aurora

"Loh, tapi--"

"Jangan bantah! Hanya ini yang tidak pedas, atau kamu mau makan sayur aja? Salad mau?"

Aurora menggeleng. "Hanya pedas, apa masalahnya?"

"Masalah, karena saya tidak mau mendapatkan surat izin dokter lagi dari kamu." Jawab Faiz

"Wah, wah... Kisah cinta macam apa ini?" Wendra menopang dagunya dan mengamati dua sejoli itu dengan senyumnya

Aurora yang tersadar menjadi salah tingkah karena merasa tidak seharusnya mereka berkomunikasi non formal seperti itu di depan Wendra.

"Maaf, saya memang pernah izin lama karena sakit  yang membuat pekerjaan kantor terbengkalai, mungkin maksud pak Faiz baik, pak Faiz sangat tidak suka jika karyawannya banyak absen."

"He'em? Benarkah begitu bos?" Wendra menatap jahil sahabatnya yang hanya meliriknya tanpa minat dan tak mengatakan apapun, Faiz lebih memilih untuk menikmati makan siangnya daripada meladeni Wendra yang memang bersifat jahil dan humoris.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

705K 80.9K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
2.4M 20.1K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
6.5M 331K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
5.4M 289K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...