Descendant (Sad Story Vkook)...

De elmi_wirastiti30

136K 10.1K 1.8K

"Hyung kenapa kau membenciku? Sebesar itukah kau membenciku? Hingga kau ingin membunuhku dengan teman kesayan... Mais

PROLOG
Beginning (Part 1)
Hyung (Part 2)
Tears and Smile (Chapter 3)
Tears (Part 4)
Loyalty (Part 5)
Enemy (Part 6)
Look Me Hyung (part 7)
Fire (Part 8)
Second (Part 9)
Limitless (Part 10)
perhatian ini penting (30/11/2017) 😭😭😭😭
Waiting For Secret (Part 11)
A Secret, Believe? (Part 12)
I Don't Know (part 13)
When You Meet Dark? (14)
Analogi (15)
Love Yourself, Please (chapter 17)
Blood on Fight (Part 18)
Drag Me Down (Part 19)
Revenge (20)
Sweet Psychopat (21)
Magic Door (22)
So my Lie (23)
I want all of these ends (24)
Adventure Time (25)
when fate says now (26)
the heirs (27)
the enemy is real and God is just (28)
Celebration pending (29)
Do You Want? (30)
When You Look Me (31)
Extradionary (32)
I hate this day (33)
When Did You Come? (34)
nightmare (35)
The Legend (36)
core (37)
Good Liar (38)
Omelas (39)
Save (40)
half destroyed (41)
Bad Dream (42)
Promosi anak baru ✓
When These Eyes are Swollen (43)
time to start (44)
Rival (45)
mysterious (46)
I am weak (47)
deadly explosion (48)
Breaking Dawn (49)
Not Today (50)
Angry Mom (51)
Inheritance and Will (52)
Kim Taehyung (53)
Latitude (54)
Last Wait (55) [END]✓

Break Dawn (16)

2.2K 182 29
De elmi_wirastiti30

" pernahkah kau menemukan seseorang yang hidup tanpa kebohongan dalam hidupnya. Disaat dunia sedang gencar melakukan tipu dayanya, tapi seseorang itu hidup dengan segala kejujuran yang ia punya. Apakah itu adalah hal yang mustahil, melihat jika dunia ini semakin banyak manusia yang hidup dalam kebohongan. Hanya karena mendapatkan sebuah tujuan dan juga ketenaran. Memalukan... rasanya aku ingin meninggalkan dunia yang penuh dengan hingar bingar yang tak berarti dan saling menjatuhkan ini. apakah kalian berpikir sama denganku?"

- Jungkook –

(Author ***** POV)

(Flashback **** ON)

" Hyung..."

Merasa terpanggil membuat namja dengan jas kerjanya juga satu pistol yang ia masukan dalam sakunya menoleh. Mendapati wajah majikannya yang menatap kosong ke depan. Mereka berdua yang duduk di dalam mobil, setelah melewati hal yang tak terduga di hari Jungkook berolahraga ringan di liburan ini.

Dengan Hobi yang kini memberikan air mineral, berharap jika Jungkook tenang setelahnya. Hanya saja wajah itu tak bisa membohongi siapapun.

"Kau jangan takut Kook, mereka sudah tidak akan mengejarmu." Yakinnya, mengulas senyum secerah matahari yang ia miliki. Menghidupkan musik klasik yang menurutnya adalah jalan terbaik agar namja bergigi kelinci di sampingnya cukup tenang.

"Sampai kapan aku seperti ini?"

Untuk pertama kalinya, ada nada keputusasaan yang muncul dari bibir bocah kelinci itu. tatapan dari balik netra hitamnya yang tersembunyi penuh dengan kekosongan hidup. Membuat dia yang hendak menjalankan mobilnya sedikit khawatir. Mungkinkah ini efek karena Jungkook banyak menghadapi bahaya, sementara dia saja sukses menjaga sang pewaris agar tak lecet.

"Apa yang kau katakan, apakah kau ingin pulang?" tanya Hobi penuh kehati-hatian. Rasanya tidak mungkin jika dia harus mengantar Jungkook ke tempat lain untuk menimati hari liburnya.

Sedikit ragu, dengan sendu Jungkook menampilkan wajah pucatnya. Yang bisa dilihat jelas oleh namja bermarga Jung tersebut. seperti biasa, Hobi akan merasa benci melihat wajah iba dan putus asa itu. ia tidak ingin Jungkook, yang menjadi adik kesayangannya seperti ini.

"Hyung, bisakah aku berakhir normal? aku tidak ingin menjadi siapapun. Aku ingin normal seperti teman-temanku." Adu Jungkook dengan suara lirihnya. Benar-benar putus asa, dan untungnya mereka di dalam mobil berdua.

Hoseok mengendurkan pegangan di setirnya, ia menatap khawatir di depan kaca mobilnya. Memilih mematikan mesin dan musik, adalah pilihan terbaik untuknya. Mungkin saja Jungkook ingin mengadu?

"Kau hidup dengan normal Kook, kau bersekolah, tinggal di rumah mewah dan serba cukup."

"Tapi apakah aku harus selalu dikejar oleh para penjahat hanya karena hukum yang dibuat appa, sebagai pewaris tunggal?"

Jungkook putus asa, ia sedikit meninggikan suaranya. Kelelahan dalam batin adalah pemicunya, untuk pertama kalinya ketenangan dalam dirinya hilang sudah. Dan Hobi yang memakluminya.

"Kau lelah?"

Tanya pengawal setianya, ia hanya ingin memastikan apa yang ada di dalam otaknya adalah sebuah kebenaran sebelum ia memberikan saran.

"Iya." Tunduk Jungkook, ia memainkan kedua jemarinya gelisah. Hal biasa yang ia lakukan saat terjebak dalam suasana tegang, sedih, gusar, dan risau seperti ini. ia seperti kehilangan keberaniannya untuk beragurmen.

"Mungkin kau terbebani dengan gelarmu, kau tahu appamu banyak musuh itulah mengapa banyak pengawal yang direkrut. Kau sebagai anaknya bangga karena appamu adalah orang yang kuat. dia bisa memberikanmu perlindungan yang berlapis, dari orang serakah di luar sana juga dari kakakmu."

Pembahasan yang sedikit melenceng saat Hobi mengucapkan 'kakakmu' seperti ajakan kepada Jungkook untuk mengingat namja yang pernah mengisi kenangan masa kecilnya. Seseorang yang dirindukan oleh dia, si pewaris tunggal. Rasa kehilangan dan juga bersalah menjadi satu. Entahlah... Jungkook membenci konflik saudara ini, ia merasa jika Taehyung salah paham dan Jungkook gagal meyakinkannya hingga saat ini.

Apakah Taehyung akan terus menuduhnya sebagai pembunuh hingga mereka tua, memiliki anak dan cucu? Jungkook pikir apakah konflik ini akan terus berlanjut hingga garis keturunan mereka. Jungkook saja siap meninggalkan kehidupannya yang serba ada, jika sang kakak mau memberi kesempatan untuknya sebagai adiknya. mengatakan bahwa dia bukan pembunuh ibunya dengan segala kejujurannya.

"Aku bingung...."

Ucap Jungkook kemudian, tak berani menatap siapapun selain jemarinya yang bergerak gelisah.

"Apa yang kau bingungkan?" Dengan sabar Hobi menjadi teman bicara Jungkook. berpikir keras apa maksut setiap ucapan Jungkook yang benar-benar runtuh tersebut.

"Appa memiliki dua anak, tapi kenapa aku yang menerima semua warisannya? Sementara Tae Tae hyung masih anak appa, tapi kenapa appa tidak mencarinya dan memilih hyung untuk menjagaku darinya. Selama ini TaeTae hyung selalu berusaha membunuhku, karena tuduhannya, aku merasa.... aku salah lahir sebagai anak appa."

Jungkook menatap kosong kembali ke depan, hanya saja otaknya berjalan memutari memori masa lalu yang ia alami.

Cukup paham....

Hobi menyandarkan kepalanya, ia bersikap santai dan menatap ke depan. Sebuah hal biasa jika mereka hanya berdua, seolah mereka bukan atasan dan bawahan. Melainkan dua kakak beradik seperti umumnya.

"Kau berpikir jika kau adalah sebuah kesalahan. Tapi apakah Tuhan melihatmu seperti itu?"

"......" Jungkook terdiam, ia akan mendengar perkataan namja di sampingnya terlebih dahulu. Ia ingin tahu apa masukan yang tepat untuk segala pemikirannya yang bimbang.

"Tuhan menciptakan manusia dengan kehidupan meraka yang berbeda. tak memandang apapun itu, Tuhan membuatmu lahir bukan hanya untuk agar kau merasakan derita dan putus asa. Kau bukanlah kesalahan karena Tuhan menciptakanmu tanpa kesalahan. Dia tidak salah dan itu membuktikan kau layak lahir di dunia, walau banyak orang yang ingin menyingkirkanmu karena posisimu."

Hobi menatap ke atas, ia mencoba merilekskan punggung dan leher belakanganya yang terasa pegal tiba-tiba.

Terasa malu saat mendengar penuturan pengawalnya yang bisa dibilang memberikan pencerahan pada pemikiran buntunya. Rasa-rasanya Jungkook merasa dia bukan namja dewasa. Nyatanya Hobi paham betul permasalahannya dan memilih memberikan dia sebuah nasihat yang membuat ia berpikir lebih dewasa.

Suasana menjadi canggung seketika, tak ada percakapan lagi setelahnya. Jungkook hanya mengusap lengannya dengan pandangan yang tetap menunduk. Mungkin saja ia merasa gugup, dan membutuhkan waktu lama untuk menghilangkannya.

"Mau pergi ke pantai? Kau bisa menjernihkan pikiranmu disana. mumpung liburan."

Hobi memberikan penawaran menarik, menghidupkan mesin mobilnya sekali lagi. Ia ingin menghibur hati tuan mudanya sekaligus dirinya. Karena besok dia juga mempunyai jadwal yang padat.

"Ne, tentu saja. ak-aku sudah lama tidak kesana hyung."

"Aku dengar ada kedai ice cream baru disana, kurasa kau bisa mencicipinya disana tuan."

"Boleh, aku akan mentraktir hyung." Jungkook sumringah, rasa-rasanya jiwa periangnya terlahir kembali dan itu berhasil berkat pengawal setianya.

"Untuk kali ini biar aku yang mentraktirmu. Kebetulan aku mendapat gaji dari Yoongi hyung karena membantu dia menjebloskan mafia di penjara tempo lalu."

Hobi mengulas senyum kemenangannya, mengingat betul bagaimana hasil kerjanya yang ia lakukan tepat tengah malam dengan beberapa teman pengawalnya yang lain.

"Mafia?" Jungkook tersentak, tak akan menduga jika pengawal disampingnya harus berurusan dengan mafia. Apakah sang ayah juga mempunyai musuh mafia. Jika iya, itu akan membuat rasa khawatir Jungkook semakin bertambah lantaran yang Jungkook dengar mafia adalah manusia berbahaya di dunia kejahatan.

"Kau tenang saja, tak ada kaitannya dengan ayahmu dan kau. Ini hanya masalah pribadi yang diselesaikan secara hakiki."

Jungkook ingin terbengong, sungguh apapun itu yang berhubungan dengan senjata dan juga pertarungan sudah menjadi biasa baginya. Tapi ini... masalah yang diselesaikan dengan cara lain dan anti-mainstream yang disebut hakiki? Jungkook rasa ini berlebihan dan sedikit berbahaya. Untungnya dia tidak diijinkan memainkan senjata oleh sang ayah, jangankan memegang senjata. Memegang sebuah pisau dapur saja Jungkook bergetar. Barangkali ini kelemahannya yang sedikit penakut dan tak pandai bertarung.

Tak salah memang ahli waris seperti dia dijaga sebanyak dua puluh empat jam dari mata-mata mematikan.

Memilih diam, adalah salah satunya. Jungkook rasa sudah tidak ada hal lain yang perlu dibalas. Memilih menatap jendela disampingnya, dengan musik klasik yang dihidupkan kembali. Membuat namja bergigi kelinci itu merasa mengantuk. Tertidur sebentar bukankah hal buruk, hanya karena dia kelelahan habis dikejar lima orang penjahat yang kini tubuhnya dibiarkan tergeletak di dalam gedung kosong. Dengan peluru perak yang dimiliki pengawal setianya. Jasad dengan kepala bocor juga berdarah. Resiko mereka yang mengganggu pewaris.

Membuat Jung Hoseok, mengintimidasi permainan dan terpaksa membunuh mereka. Dengan senjata kesayangannya. Seseorang yang akan ia balas suatu hari nanti. Ya, dia yang merupakan masa kelam dari Hobi.

(Flashback ***** ON)

.............................

DOR!!!
DOR!!

Peluru dengan peluru, saling bertubrukan. Membuat keduanya memantul entah kemana. Dimana bangunan yang tak terpakai meninggalkan jejak senjata berbahaya di masing-masing tangan mereka. Jarak yang hanya sepuluh langkah kaki itu bukan apa-apa.

Hanya saja...

Ketegangan terjadi kala pemuda dengan senyum kotaknya menyerang namja berjas hitam dengan status pengawal yang disandangnya. Keduanya sama-sama menggunakan peluru terakhir mereka, dimana dalam waktu sama juga perhitungan akurat, kedua peluru itu saling bertubrukan. Seakan dua banteng yang saling menyerang.

Kim Taehyung yang mencoba menembak dengan Hobi yang berusaha melepaskan tembakannya.

Seorang penjahat yang mencoba membunuh pengawal setia majikannya. Dua namja bak pangeran yang bersitegang, dua saudara yang sedang membunuh satu sama lain.

Keduanya tak saling berbicara dan hanya tersenyum. Seperti interaksi mereka berasal darinya.

Pada akhirnya....

"Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama. Lalu kau mati meninggalkan apa?" Kim Taehyung dengan tangan kanan teracung, menodongkan pistol yang telah habis tersebut. tersenyum dengan tampannya, melupakan luka lebam di sudut bibirnya. Meski bekas membiru Kim Taehyung dengan pesona tampannya tak akan luntur.

"Kenapa aku harus menjawab, bukankah kau tahu jawabanku?" Hoseok tersenyum, ia menyukai situasi ini. dimana ia bisa face to face dengan musuh majikan mudanya.

"Sayangnya jika kau mati orang akan segera melupakanmu." Ucapan Taehyung seperti doa. Terdengar yakin memang, walau tak benar kemungkinan.

Hoseok hanya tersenyum, kedua tangannya masih dalam keadaan menodongkan pistolnya. Keduanya saling menodong meski senjata itu sama-sama kosong. Hanya saja, tak ada yang tahu jika keduanya tengah diawasi.

Seseorang yang menyaksikan pertarungan kecil tersebut.

Dalam diam, dengan pemikiran dalam otaknya....

Sampai seringaian itu muncul di wajah dewasanya.

.

.

.

"Kupikir aku akan menghadapi salah satu dari kalian. Ternyata kalian cukup menghiburku untuk hari ini."

Suara yang tak dikenal datang mendadak. Membuat namja dengan marga Kim juga Jung itu seketika menoleh. Disana... keduanya bisa melihat, bayangan seseorang yang bersembunyi di balik tembok. Oh.... tidak ralat, lebih tepatnya bersandar. Kaca mata yang membingkai apik di wajahnya jangan lupa sebuah tepuk tangan yang disusul tawa renyah darinya.

Mendadak rasa ingin tahu muncul dalam diri Hobi, berbeda dengan Taehyung yang menampilkan wajah datarnya.

"Sebenarnya ini adalah rencanaku untuk mendapatkan seseorang. Tapi rasanya, tempat ini sudah menjadi intimidasi kalian berdua. ck!"

Berjalan dengan santai, secara perlahan namun pasti. Dimana cahaya matahari mampu memberikan penerangan baginya yang enggan bersembunyi lagi.

Taehyung segera menurunkan pistolnya, tiba-tiba saja hasrat untuk membunuh telah sirna. Perlahan pistol itu tak teracungkan lagi di depan pengawal sang adik. Begitu juga dengan Hobi, dia ikut melakukannya. Atensi pria asing disana mampu membuat otak cerdasnya bertanya siapa dia. Hingga akhirnya, ia memilih menyudahi hasrat untuk mengoyak namja di depannya.

"Hei kenapa kalian berhenti? Apakah acara ini sudah selesai? padahal aku sudah menyiapkan lotre untuk kalian siapa pemenangnya."

Sedikit memancing, jika itu berhasil hanya saja respon yang ia harapkan tak sesuai ekspetasinya.
"Katakan secara gamblang apa maumu. Kau hanya pengganggu dalam ketegangan kami, paham!" tatapan tajam bagaikan singa yang siap menerkam. Dan Hobi yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik pria asing tersebut.

"Kau sangat berani meski usiamu masih bocah, hem?"

"Kau bukan orang sembarangan. Apakah kau salah satu pengusaha emas di Korea? Ku dengar kau juga menjadi bandar sabu sampai ke Brunei."

Seperti ada yang meramal, membuat pria dengan nama Hwang Jaeyong tersenyum miring. Ia seperti mendapatkan penonton menarik, menurutnya.

"Siapa namamu, aku terkesan kau tau kebenaran yang aku miliki."

Mendekat, membuat sepatu mahalnya berbunyi karena bertubrukan dengan lantai bangunan disana. ia membersihkan sedikit debu di bahu pengawal muda yang menatapnya dingin, sedingin es di kutub utara lebih tepatnya.

Sementara Taehyung ia hanya menoleh sedikit ke samping. Sepertinya akan ada permainan lebih seru dari sebelumnya. Diam-diam di dalam sakunya Taehyung memanggil seseorang di ponselnya. Membuat respon dari seberang sana yang sudah menunggunya.

"Jung Hoseok, aku pengawal setia yang penuh ambisi. Aku juga tau kebenaran lainnya tentang dirimu. Selain pengedar narkoba, ku dengar kau juga membuat obat terlarang dari bunga Popy."

Hobi seperti guru, ia menjelaskan semuanya tanpa ada satupun kesalahan. Dan itu mendapat nilai plus dari pria yang ada di depannya.

"Kau sangat hebat dalam investigasi. Apakah ini yang disebut sebagai benteng serigala milik tuan Kim? Kudengar kau bekerja sebagai pengawal putranya. Ah, apa kau dibayar sangat besar hingga mau menjadi pengawal bocah lemah yang akan menjadi ahli waris?"

"Kau tidak perlu tahu siapa diriku. kau cukup tau namaku saja. lagipula kedatanganmu disini, untuk mendapatkan atau memancing, hem?"

Taehyung perlahan mundur, ia benci ketegangan yang tak beralasan ini. rasanya ia tidak ada guna berdiri disini, lagipula ia tidak mengenal pria tersebut, jadi wajar jika dia merasa terabaikan. Hanya saja....

Ia rasa pria di depannya bukan orang sembarangan.

"Aku dengar bocah itu pembunuh ibu kakaknya. aku sangat kasihan kepada kakaknya, kenapa bocah seperti itu masih berkeliaran di luar dan bukannya di penjara?"

Taehyung menghentikan langkahnya. Cukup terkesikap dengan ucapan pria tersebut. apakah ia sengaja memancingnya. Jujur saja Taehyung benci masalah dan konflik pribadinya diungkit dan diucapkan oleh lidah orang lain. Urusan yang dirasa bukan urusannya membuat dirinya jengkel luar biasa.

Tentu saja, siapa yang menyukai hal tersebut?

Sampai tatapan nyalang itu muncul dengan beringas.

"Kau tidak perlu ikut campur, cukup jaga mulutmu karena kau hanya pria asing yang tak berguna."

Taehyung dengan segala ucapan kerasnya, berbanding terbalik dengan dia yang selalu santai pada suatu hal.

"Kau cukup berani menghina bocah. apa kau cukup kuat melawanku? Ku dengar kau jago bela diri, ah... rasanya aku mendapatkan dua mainan yang menyenangkan."

Pria itu semakin menyeringai, Hobi yang melihatnya hanya tertawa sumbang. Namun ia tetap waspada, dan Taehyung ia semakin tajam menatap pria di depannya.

"Hwang Kihyun. Sebaiknya jangan menggangguku atau pistolku akan menjebol kepalamu." Seperti sebuah ancaman yang lolos dari mulut seorang Kim Taehyung. Ia tidak suka orang lain mencampuri urusannya, ingat?

"Hahaha... kau sangat lucu bocah. apa kau pikir benda kesayanganmu mampu membunuhku. Oh... sebelum kau melakukannya, aku jamin kepalamu akan terpenggal setelahnya."

"Benarkah?"

Taehyung merasa tertarik, diacungkannya sebuah pistol kesayangannya tepat ke arah pria di depannya. entahlah, hanya saja pria di depannya sangat gemar memancing jiwa pembunuhnya. Ngomong-ngomong sedari tadi Hobi memperhatikan senjata berbentuk samurai di belakang pria tersebut. benar dugaannya pria di depannya bukan pria sembarangan, mungkinkah dia adalah petarung samurai yang handal. Cukup berbahaya memang jika dia maupun Taehyung menyerangnya, walau menggunakan senjata. Bisa dipastikan senjata itu juga bisa di tepis olehnya.

Dulu, ia sempat membaca riwayat pria tersebut. berdasarkan akses yang didapatkan Yoongi tentunya, hal ini membuat Hobi semakin tahu jika rupanya mantan militer di depannya adalah salah satu penyerang andal dengan kemampuan tinggi.

Mungkinkah ia harus menghentikan perdebatan pria tersebut dengan Taehyung, karena pengawal kesayangan Jungkook ini tahu jika Taehyung tak bisa mengalahkan pria tersebut dengan mudah.

Sepertinya dia harus mengalah untuk kali ini.

" Kim Taehyung, jika kau ingin pergi. Silahkan, kau menggangguku dengan dia." Hobi berucap santai, diturunkannya senjata Taehyung dengan gampangnya. Seolah senjata itu tak akan mengenainya, hanya saja Taehyung terlihat tidak suka dengna sikap sok pengawal adik yang ia benci tersebut.

"Apa yang kau lakukan, aku hanya ingin menghabisi pria sombong di depanku."

"Apa kau juga tidak sombong Kim? Kau bahkan menantang dirinya, padahal kau belum tahu kemampuannya. Haruskah aku menghajarmu agar kau pergi?"

Hobi menatap lebih tajam dari biasanya, jarak mereka sangat dekat dan aura ketegangan dari mereka meruak. Membuat pria yang sedari tadi menonton disana tersenyum miring nan tipis.

Bukannya apa, Taehyung malah tersenyum. Mendecih di depan pengawal yang suatu hari nanti akan ia kalahkan. Ia terlalu meremehkan namja di depannya. tak ia sangka jika keberanian pengawal di depannya melebihi ekspetasi. Sialnya lagi, namja bermarga Jung tersebut memiliki darah yang sama dengannya. Satu jalur yang bernama saudara. Padahal Taehyung tak berharap demikian, sedikit senang karena bisa memanfaatkan suatu hari nanti. Tapi nyatanya tidak...

Ini lebih sulit dari yang di duga. Sampai akhirnya....

"Sebaiknya kau berhati-hati. Atau kau yang akan mati sebagai pengecut."

Bisikan bagaikan malaikat pencabut nyawa. Datang di telinga kanan pria dengan jas hitamnya. Lirikan tajam bagaikan burung elang yang siap menyerang dan juga senyuman tipis yang memikat di wajah tampannya. benar-benar perpaduan yang pas dan sinkron. Mungkin saja senyuman Taehyung mampu melemahkan setiap kaum hawa yang melihatnya.

Mental petarung sejati, bak pangeran kriminal dengan gelar gelapnya. Sungguh ironis dan disayangkan jika namja setampan dia harus menjadi penjahat dan pembunuh bagi adiknya kelak. Hanya sebuah dendam yang majemuk tak terlihat.

Setelahnya namja dengan usia yang muda tersebut pergi....

Dengan senyum bangga yang masih terpatri. Meninggalkan Hobi yang menahan gejolak dalam dirinya. Dengan kedua tangan mengepal, dan juga seorang pria yang menikmati rokoknya. Punggung yang menjauh itu seperti menariknya, mungkin saja mainan bertarung bisa ia lakukan dengannya.

Sadar jika kini mereka tinggal berdua, membuat Hwang langsung menjatuhkan rokoknya. Sengaja memang... menginjakan rokok tersebut hingga mati dan mengeluarkan sebaris kata untuknya.

"Kau tahu aku akan menebas bocah itu bukan?"

Hobi melirik... ia tak akan lupa siapa yang ia hadapi saat ini. akhirnya ia menatap dengan ekspresi santainya, tanpa takut atau gemetar.

"Jika kau ingin bertarung, temukan lawan yang sepadan denganmu. Kau tahu aku sudah lama tak memakai samurai, bisakah kau meminjamkannya satu untukku?" Hobi berkata dengan sangat lugas, kedua tangannya ia tekuk di dada. Ada tatapan menantang sekaligus waspada dan itu tak terlihat karena keahliannya menyembunyikan dua hal tersebut.

"kau ingin satu ronde?"

"Berapapun aku siap."

Dan keduanya saling beradu senyum.

Terasa mencengangkan, bisa dibilang.

............................

Jungkook meminum sebutir obat, memaksa untuk menelannya dalam sekali teguk. Tidak tahu mengapa, lidahnya terasa mati rasa hingga tak mampu merasakan rasa pahit dalam obat tersebut. kepalanya yang terasa pusing mendadak membuat ia harus masuk ke dalam UKS. Sebelumnya disini ada Jimin yang bertugas menjaganya, hanya saja Jungkook kasihan dengan pengawal bantet tersebut karena ia tahu jika Jimin belum mengisi perutnya.

Jimin juga setuju akan hal itu, merasa tempat itu aman membuat ia percaya jika bocah kelinci itu akan baik. Sekarang... Jungkook hanya berbaring di atas ranjang disana. hanya dibatasi tirai yang kemungkinan juga digunakan oleh orang lain di sana. Menatap langit ruang UKS dalam diam. Seperti memikirkan banyak hal yang berputar dalam otaknya. Ia hanya berpikir, kenapa dia bisa sekhawatir tersebut dengan dua nama yang ia ucap dengan tegas di dalam kelas.

Khawatirkah?

Ini membingungkan, sebenarnya apa yang istimewa darinya? Kenapa setiap orang harus terluka hanya untuk menjaganya? Tak bisakah ia hidup seperti orang kebanyakan? Ia merasa tak mampu melakukan segala hal, walau itu menjaga dirinya sendiri.

Berharap jauh jika hyungnya baik-baik saja. ia khawatir dengan Taehyung sang kakak dan ia juga khawatir dengan Hobi yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Jungkook juga khawatir dengan ayah dan ibunya yang semakin menua. Apakah ia siap jika harus memegang semua warisan sang ayah? Sementara dirinya yang belum diberikan hak saja, sudah seperti ini.

Dikejar penjahat setiap hari, dan hampir dihabisi sang kakak atas dasar nama dendam. Jika boleh Jungkook ingin lahir jadi anak dari orang sederhana nan biasa. bukan kaya raya tapi banyak sekali penyerangan, ia ingin normal seperti lainnya. Jika ditanya berapa warisan yang akan ia terima, jumlahnya sangat banyak. Tujuh keturunanpun warisan tersebut belum tentu habis. Ditambah satu pulau yang luas milik sang ayah juga akan jatuh ditangannya.

Jungkook bukan namja gila harta kalian ingat itu. tak masalah jika ia hanya mendapat sedikit atau separuh, bahkan tak mendapatkannya pun tak apa. dari pada ia harus hidup dikejar bahaya, sampai orang-orang rela terluka hanya menjalankan tugas menjaganya. Ini sangat menyakitkan untuknya, lebih menyakitkan dari pada ia yang terluka. Rasanya ini tidak adil....

Andai saja....

Ya, andai saja.... ia bukan anak kaya.

Tatapan tak terarah, penuh pandangan kosong. Dengan posisi miring kekanan, dan lengan tangan sebagai bantalnya. Ini seperti merefleksikan diri di depan cermin. Cermin yang tak sengaja ia lihat di sana. Ada bayangannya... tatapan memelas dan kosongnya. Satu kata yang pantas dan terlintas dalam otaknya.

Yaitu, 'pengecut.'

.

.

.

.

Jimin tersenyum sendiri, menepuk perutnya yang sedikit buncit karena baru diisi dua cup mie gelas yang baru saja ia pesan. Segelas lemon pun juga tak terlewat olehnya, nyatanya makananlah yang mampu membuat ia bahagia.

Bisa dibayangkan betapa laparnya dia, datang tanpa sarapan dan makan malam hanya menghabiskan empat roti molen. Lantaran pekerjaan yang begitu sibuk. Jimin rasa ia punya banyak uang tapi jarang makan. Kebanyakan uangnya hanya dibeli sake atau paling tidak barang sekali pakai. Makanan biasanya ia dapat dari jatah kerja, itupun isinya daging sapi dan makanan lainnya. Terlalu membosankan karena makanan tersebut sangat monoton.

Entah kenapa Jimin tak sia-sia menjadi bocah SMA karena dia bisa menikmati jajanan masa sekolah. Ada rasa kangen sendiri sejujurnya.

"Wow, Park kau sangat menikmatinya." Puji Jimin pada dirinya sendiri. berjalan dengan santai melewati taman sekolah yang terbilang luas. Sekolah orang kaya memang berbeda dengan sekolah kalangan bawah. Bangunan megah tempat yang elit dan juga siswa ataupun siswi yang wow, walau sangat ambyar dalam prestasi.

Jam istirahat kurang lima menit, Jimin rasa ia akan membolos pelajaran selanjutnya. Dengan ijin menjaga anak dari majikannya. Walau aman, Jimin sudah terlatih waspada dan tak menyepelekan tugas. Mungkin saja Jungkook membutuhkannya mungkin.

.

"Apa kau Park Jimin?"

Jimin mengernyit, tak biasanya ada orang yang memanggil nama lengkapnya. Oh... Jimin lupa dia ada di sekolah bukan? Kenapa ada orang yang tahu namanya.

"Kau siapa?" tanyanya pada namja dengan bibir tebalnya yang memakai syal di hari yang terik ini. dengan wajah yang nampak tak mencurigakan walau asing.

"Panggil aku Jin, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu."

Jimin mengernyit bingung kembali, melihat namja yang ada disana merogoh sesuatu dalam sakunya. Hingga akhirnya satu benda terletak tepat di telapak tangannya saat Seokjin menarik paksa dengan lembut tangannya.

"Ini milik temanku, dari mana kau mendapatkannya?"

Seketika, Jimin merasa curiga. Ia bahkan siap untuk sekedar menyerang. Ia tak sangka jika jam tangan milik Hobi bisa berada pada namja di depannya.

"Aku memberikannya padamu, karena kulihat jam itu ada alat sadapnya. Aku rasa kau dan bosmu bisa mengambil alat tersebut." jelas Seokjin yang memperhatikan situasi.

"maksutmu, temanku melakukan sesuatu. Atau dia sengaja memasang alat sadap? Kau pikir temanku adalah penghianat?" sedikit terpancing, yang pasti Jimin tahu jika orang didepannya adalah seorang informan.

"Kau akan tahu setelah melepaskannya, kurasa temanmu belum sadar dengan alat tersebut. apakah sebelumnya dia pernah di culik? Aku pikir ada orang yang memanfaatkan keberadaan temanmu disamping Jungkook." jelas Seokjin, ia harus segera pergi atau seseorang yang menunggunya akan murka.

"Tunggu, kenapa kau bisa tahu tentang semua itu. kau juga mengenal Jungkook? aku belum pernah melihatmu tapi kau sudah mengenal begitu banyak."

Jimin menahan tangan yang hendak pergi tersebut.

"Aku ada urusan lain, dan satu hal. Temanmu akan segera kembali kau tenanglah, jangan beri tahu dia tentang alat sadap itu pada kelompokmu selain pada ketuamu. Atau temanmu akan dianggap penghianat, aku tahu kau bisa menjaga rahasia bukan?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku , dude!"

"Tak semua pertanyaanmu aku jawab, maaf aku harus pergi dan kau segera temui Jungkook jika kau tidak ingin bocah itu menemukan bahaya."

Jin melepas paksa cengkraman tangan tersebut, berucap datar dan memilih lekas pergi sebelum ada orang lain melihat. Syal yang menutupi lehernya sedikit ia naikan agar menutupi sebagian bawah wajahnya. Demi apapun, Seokjin tidak ingin siapapun melihatnya termasuk Taehyung.

Karena jika kalian tahu, Jin melakukan itu semua sendiri. tanpa ada yang menyuruh atau memaksanya.

Entahlah rencana apa yang ia lakukan.

Pada akhirnya... seseorang disana menunggunya dengan sedikit jengkel.

"Kau kemana saja hyung?"

Kim Taehyung dengan meneguk sebotol air mineralnya dan melemparnya tepat di tong sampah.

"Maaf aku sedang pergi ke toilet, dan aku harus mencari toilet di area sekolah ini. uhhh perutku sakit Tae." Keluh Seokjin yang pura-pura nan meyakinkan.

"Itulah sebabnya kenapa kau banyak memakai cabe di kimchi. Aku sudah bilang kau akan sakit perut, lain kali dengar kata dongsaengmu. Kau memang keras kepala Jin hyung."

Taehyung menyamankan duduknya, mulutnya negdumel tidak jelas. Membuat Seokjin terkekeh karena aksi sang adik yang sebenarnya memperhatikan dirinya.

"Aigoo... kau memperhatikanku rupanya. Aduhhh tambah sayang deh dengan adikku ini."

"Jangan mencubit kedua pipiku hyung. selalu saja begitu."

"Hahahaha. Anak singa ini marah hem?"

"Ayo jalan, aku mau makan di suatu tempat. Kau tahu aku sudah lapar karena pertarungan tadi."

"Baik yambulia aku akan membawamu ke tempat makanan dimana kau bisa membuncitkan perut kurusmu."

"Aishhhh Seokjin hyung."

Lagi-lagi Seokjin melucu, terkekeh sendiri mendengar candaannya yang dianggap lucu. Padahal tidak, lantaran menurut Taehyung apapun yang dilakukan sang kakak tidak lucu sama sekali walaupun mempunyai maksut untuk menghibur.

Tapi Taehyung tak tahu satu hal. Seokjin yang mengubah ekspresinya, menyembunyikan suatu kebenaran. Kebenaran yang tak diketahui Taehyung sama sekali. bahkan ada perasaan bersalah dalam diri Seokjin yang nyatanya membuat kedua tangan itu, mencengkram erat setir mobilnya. Berusaha memfokuskan tatapan ke depan, walau di sisi lain kedua netranya seperti ingin melirik ke arah saudara sepupunya.

Yang menatap datar ke arah jendela. Kim Taehyung dengan segala pemikirannya dan Seokjin dengan perkataan maf dalam hatinya.

"Tae, maafkan hyung."

....................

.

.

"Hobi hyung?"

Tubuh itu mendadak kaku, melihat bagaimana darah itu bersimbah membuat kedua netra Jungkook membulat. Bagaimana dia melihat tangan kanan yang bersimbah darah. Juga....

"Hyung kemana saja?"

"Aigoo kau merindukan hyungmu ini?" Hobi tersenyum, berbeda dengan Jungkook yang tertawa sebal.

"Kau pikir aku adik apa yang tak mengkhawatirkan hyungnya yang hilang mendadak. Kau membuatku jantungan dua kali hyung."

"Kalau begitu maafkan aku tuan Jungkook. aku membuat buntelan kelinci di depanku khawatir."

Hobi menunduk hormat, ia hanya ingin menggoda namja di depannya. tapi...

"Tangan hyung kenapa banyak darah?"

Satu pertanyaan datang darinya. Membuat keterkejutan itu dirasakan olehnya, seorang pengawal setia dengan seribu bahasa. Yang sulit untuk mendapatkan satu jawaban untuk pertanyaan tuannya.

.................................

Tbc...

Hai semua apa kabar, kangenkah dengan saya dan ff saya? Ngomong-ngomong untuk chapter ini author sengaja bikin chapter lumayan panjang ya. Biar ceritanya nyambung. Semoga kalian suka ama jalan ceritanya.

Kalau berkenan kalian jangan lupa injak bintang bawah dan beri komentar, masukan, atau kritik dan saran yang membangun ya. Agar author bisa melanjutkan ceritanya lebih baik lagi.

Semoga puasa kita lancar sampai hari raya. Berbahagialah selalu....

Gomawo dan saranghae...

#el

Continue lendo

Você também vai gostar

46.7K 5.8K 27
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
6.1K 562 15
bagaimana nasib pemuda cantik yang menerima tawaran menikah kontrak dari wanita kaya yang berjanji akan menjamin hidup nya yang asalkan pemuda cantik...
779K 79.6K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
983 71 3
menceritakan tentang hidup seorang gadis bernama Jeon Taehyung dia anak dari Jeon jungkook, dia ditinggalkan oleh ibunya saat ibunya melahirkan dia