My Boss!

By May_Rose22

1.2M 85K 8.4K

WARNING!!!! CERITA INI BERBEDA DENGAN CERITA-CERITA YANG PERNAH SAYA BUAT SEBELUMNYA. AWAS!!! KALIAN BAPER... More

My Boss! 1
My Boss! 2
My Boss! 3
My Boss! 4
My Boss! 5
My Boss! 6
Cast
My Boss! 7
My Boss! 8
My Boss! 9
My Boss!! 10
My Boss! 11
My Boss! 12
My Boss! 13
My Boss! 14
My Boss! 15
My Boss! 16
My Boss! 18
My Boss! 19
My Boss! 20
My Boss! 21
My Boss! 22
My Boss! 23
My Boss! 24
My Boss! 25
My Boss! 26
My Boss! 27
My Boss! 28
Announcement!
My Boss! 29
My Boss! 30
My Boss! 31
My Boss! 32
My Boss! 33
My Boss! 34
My Boss!! 35
My Boss! 36
Lanjut?
My Boss! 37

My Boss! 17

27.4K 2K 107
By May_Rose22

-Biarkan aku dengan caraku menunjukkan arti dirimu untukku-

♥️♥️♥️♥️

"Udah tidur aja," ucap Faiz seraya membaca beberapa dokumen di tangannya, sementara Aurora yang duduk di sebelahnya masih terlihat berpikir keras mengenai kejadian semalam sebelum paginya mereka berangkat menuju bandara.

"Mas Faiz beneran gak mindahin aku ke kamar gitu? Soalnya Abang bilang dia aja gak tahu kalau aku ketiduran di meja makan."

"Hhmm."

"Mas Faiz!" Kesal Aurora karena Faiz hanya menggumam tanpa berniat menjelaskan apapun.

"Apa sih, Ara?"

"Ini aku lagi tanya, lagi ngajakin ngomong. Coba di jawab yang bener, di tanggapi."

"Mungkin kamu lupa kalau semalam jalan sambil merem ke kamar," jawab Faiz ringan

"Hah? Masa sih?" Aurora menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tak yakin bahwa dirinya berjalan sambil tidur untuk pindah sendiri ke kamarnya dengan selimut yang rapi menutupi tubuhnya.

Pagi-pagi ketika Aurora bangun, ia terkejut karena ia berada di dalam kamarnya karena seingatnya semalam ia ketiduran di meja makan setelah bersin beberapa kali, juga karena kepalanya yang pusing.

"Kayaknya aku gak pernah deh tidur sambil jalan." Gumam Aurora masih mencoba mengingat-ingat.

Sementara itu, Faiz berusaha menyembunyikan senyumnya, dirinyalah yang sebenarnya memindahkan Aurora ke kamarnya.

"Udah merem aja, jangan mikir macam-macam." Ucap Faiz setelah menutup dokumen yang tadi ia baca.

"Nggak ngantuk, lagian ini masih pagi."

"Yakin gak mau merem?" Faiz menatap jenaka Aurora yang kini mengerutkan keningnya.

"Yakin, emang kenapa sih?"

Faiz hanya menunjuk jendela kabin pesawat tanpa mengatakan apapun yang membuat Aurora langsung menegang di tempatnya.

"Ppfffttt...." Faiz menahan tawanya yang benar-benar hendak pecah melihat bagaimana tegangnya wajah gadis di sampingnya itu.

"Masih aja takut kalau sampai di atas laut, padahal kan bagus bisa lihat birunya lautan Indonesia." Ledek Faiz bersemangat

Aurora tak memperdulikan ucapan Faiz , iya sedang fokus berdoa, mencoba menenangkan dirinya dan berharap agar segera mendarat dengan selamat, entah apa yang membuat gadis itu selalu merasa khawatir, takut dan was-was setiap pesawat yang ia tumpangi melewati lautan.

"Nih, dibaca!" Faiz memberikan buku tipis berisi doa-doa yang di sediakan oleh maskapai penerbangan pada setiap seat. "Di hafalin kalau perlu, jadi pas naik pesawat lagi gak panik," lanjut Faiz .

Aurora hanya melirik tajam Faiz yang semakin bersemangat meledeknya. Oh, dimanakah bos baik hati yang bersikap manis selama di rumahnya itu? Kini Faiz kembali menyebalkan seperti biasanya yang tentu membuat Aurora kesal.

***

"Aaahhh.... Akhirnya sampai Jakarta lagi!" Aurora keluar dari mobil Faiz dengan senyum lebar saat tiba di depan kost-kostan nya, tentu saja Faiz tidak akan membiarkan Aurora pulang sendiri begitu saja meski Aurora juga tak peduli Faiz akan mengantarnya atau tidak.

"Pak, besok saya berangkat siang gak papa kan?" Aurora memberikan senyum khasnya pada Faiz yang nyatanya tak membuat lelaki itu berbaik hati.

"Tidak! Terlambat satu jam potong gaji satu Minggu. Besok tidak masuk kerja saya potong setengah bulan gaji kamu. Paham?!"

Aurora menatap sinis Faiz yang sudah kembali pada sifat semula, bos yang mutlak dengan segala perintahnya.

"Ck! Dasar bos galak!" Decak Aurora seraya menarik kopernya masuk tanpa sedikitpun bantuan dari Faiz, bahkan lelaki itu hanya berdiri santai menatapnya membawa koper sendirian.

"Gak ada gitu niatan bantuin bawakan koper, cowok macam apa sih dia?! Pantesan aja gak nikah -nikah." Dumel Aurora yang seketika mengatupkan bibirnya ketika teringat percakapan Faiz dan Alwi malam sebelum mereka kembali ke Jakarta .

"Gosh! Dia serius mau nikah?!" Aurora berhenti lalu membalikkan badannya dan sialnya ia masih menemukan Faiz yang berdiri menatapnya seraya memasukkan sebelah tangannya kedalam saku celana.

Faiz menaikkan sebelah alisnya saat Aurora berbalik dan menatapnya. "Ada yang ketinggalan?"

"Iya." Jawab Aurora ketus

"Apa?"

"Lupa belum nyumpahin bapak hari ini," jawab Aurora kemudian kembali berbalik dan meneruskan langkahnya hingga sampai di depan pintu kostnya.

Sementara Faiz terkekeh pelan dan segera kembali ke dalam mobil melihat Aurora sudah masuk dan menutup kembali pintunya.

***

"Bagaimana proyek disana, nak?" Tanya Firdaus pada Faiz yang kini sudah terlihat segar setelah perjalanan melelahkan nya bersama Aurora

"Aman pa, sesuai dengan keinginan Faiz."

"Bagus lah kalau begitu, take your time!"

"Maksud papa?" Faiz mengerutkan keningnya saat melihat papanya beranjak pergi setelah menepuk pundaknya lalu muncul Ana dari balik pintu dapur.

"Apa kabar mas Faiz?" Sapa Ana setelah duduk di sofa yang bersebrangan dengan Faiz.

"Baik, sejak kapan kamu di rumah papa?" Tanya Faiz tanpa basa-basi, niatnya untuk pulang kerumahnya sendiri harus ia urungkan dan memilih untuk pulang ke kediaman keluarganya karena permintaan ibunya. Bahkan Faiz tidak tahu jika Ana ada di rumah orang tuanya.

Ana nampak sedikit terkejut dengan pertanyaan tanpa basa-basi dari Faiz.

"Maaf mas, Tante yang meminta Ana agar menginap disini, lagian Ana pengen belajar masak bareng Tante."

Faiz menghela nafasnya, nampaknya perjodohannya dengan Ana Tidka bisa Faiz anggap sepele, ia harus bergerak cepat untuk mendapatkan perhatian dan hati Aurora agar Faiz bisa segera membawa gadis itu pada keluarganya dan mengenalkan Aurora sebagai calon pilihan Faiz.

"Malam ini kamu masih disini?" Tanya Faiz memastikan, karena jujur ia merasa tidak nyaman saat ada orang lain di rumahnya maupun rumah orang tuanya, terlebih itu seorang gadis meski Ana sendiri sudah seperti keluarga mengingat mereka kenal dari kecil.

Melihat Ana yang terdiam dan menunduk menyadarkan Faiz bahwa dirinya sedikit berlebihan bersikap kepada Ana.

"Ehm, udah bisa masak apa?" Faiz mencoba mengalihkan topiknya yang sukses mencairkan suasana.

Ana dengan semangatnya bercerita tentang beberapa masakan keluarga yang sudah di ajarkan ibu Faiz padanya, bahkan Ana juga sudah belajar memasak semua makanan kesukaan Faiz.

"Ana kira masakan yang mas Faiz suka itu ribet," mata Ana terlihat menyipit menandakan ada senyum tersembunyi di balik cadarnya. "Ternyata enggak, " lanjut Ana

Faiz menaikkan sebelah alisnya. "Oh ya? Memang kamu tahu aku biasa sarapan apa?"

"Kata Tante, mas Faiz hanya bisa sarapan oat dengan segelas susu di pagi hari."

Faiz hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, padahal selama berada di Kalimantan semua kebiasaan makannya berubah, ia bisa sarapan dengan menu apapun yang tersedia di meja makan keluarga Aurora. Menu yang selalu Faiz nantikan setiap pagi dengan penuh semangat, mulai dari nasi goreng, nasi kuning, bahkan pernah suatu pagi keluarga Aurora sarapan bubur ayam buatan Aurora yang membuat Faiz langsung menyukainya.

"Untuk makan malam Ana dan Tante sudah masak rica-rica ayam kesukaan mas Faiz."

Faiz yang masih terdiam mengingat momen bersama keluarga Aurora dan mengabaikan ucapan Ana hingga membuat gadis itu mengerutkan keningnya

"Mas Faiz baik-baik aja? Atau mau istirahat?"

Faiz berdehem lalu beranjak dari duduknya. "Aku ke kamar dulu."

Tanpa menunggu jawaban dari Ana, Faiz segera pergi meninggalkan gadis itu sendirian di ruang tengah.


***

"Akhirnya....." Aurora merebahkan tubuhnya di atas ranjang setelah selesai merapikan bajunya dan membersihkan diri serta kamar kost nya.

"Abang ngapain ya?" Aurora meraih ponselnya lalu mengetikkan pesan hingga beberapa menit kemudian terdapat panggilan video dari Alwi.

"Assalamualaikum Abang ku yang paling jelek." Aurora terkikik saat melihat ekspresi kesal Alwi  yang berada di balik layar ponselnya.

"Wa'alaikumussalam pendek." Alwi membalas sapaan Aurora dengan senyum manis seolah kalimatnya tadi merupakan ungkapan sayangnya pada Aurora.

"Apaan sih?! Rara nggak pendek ya, cuma tingginya Rara itu versi imut."

Alwi terlihat mengedikkan bahunya tidak peduli "udah makan malam?"

Aurora mengubah posisinya menjadi duduk bersila di atas kasur "belum, mau keluar sih tadi rencananya mau cari makan."

Alwi menghela nafasnya "sendirian?"

"Yap, Deket kok di gang depan. Mau cari nasi goreng aja. Udah ya, nanti keburu males. Bye Abang!" Aurora mematikan video call nya tanpa memberikan kesempatan Alwi untuk bersuara lagi.

Aurora yakin jika Alwi akan memaksanya tetap membiarkan video call mereka terhubung dan memastikan bahwa dirinya baik-baik saja selama di luar.

Aurora memakai sweater abu-abunya lalu segera pergi tanpa membawa ponselnya.

"Tumben sepi," gimana Aurora saat melihat suasana komplek yang tidak seramai biasanya .

"Neng Aurora!"

"Allahuakbar pak Ujang! Ngagetin saya aja." Aurora mengelus dadanya setelah mendengar sapaan mengejutkan dari satpam komplek yang tiba-tiba muncul dari semak-semak pinggir jalan

"Bapak ngapain disitu?"

"Ini neng, lagi nyariin kucing anak saya. Neng Aurora lihat tidak kucing warna oranye yang biasanya neng kasih makan itu?"

Aurora mengerutkan keningnya lalu menggeleng. "Sejak kapan kucing anak bapak hilang?"

"Baru tadi sore sih neng, gak pulang. Neng Aurora mau kemana sendirian?"

"Tuh mau cari nasi goreng di gang depan, pak Ujang mau?" Tawar Aurora

"Neng yakin mau kesana sendiri? Emang gak takut?" Ujar pak Ujang seraya mengamati sekitar yang langsung membuat Aurora penasaran.

"Ada apa sih pak? Saya baru nyampai Jakarta, baru pulang kampung, ada berita apaan?"

Pak Ujang mengajak Aurora untuk duduk di pos satpam yang kebetulan ada satu satpam lain yang juga jaga bersama pak Ujang.

"Pantesan neng gak tahu, jadi gini neng kemarin malam habis ada begal di depan sana. Ngeri pokoknya mah, bawa senjata tajam. Bu Rina yang biasanya jual kue pagi-pagi itu jadi korbannya, ini masih di rawat di rumah sakit kena tusuk di perutnya."

"Astaghfirullah, serius pak?" Aurora cukup terkejut mendengar berita itu, pasalnya selama tinggal disitu Aurora tidak pernah mendengar kabar meresahkan sekalipun.

"Betul neng," sahut satpam lain yang berada di pos. "Makanya sekarang kami jaga berdua, biar kalau ada apa-apa ada temennya."

Sejenak Aurora juga merasa khawatir jika berjalan sendirian ke gang depan hanya untuk membeli nasi goreng.

"Ya udah, saya balik aja. Makasih ya pak infonya." Aurora beranjak dari duduknya

"Loh neng gak jadi beli nasi goreng? Kalau jadi kami antarkan." Ujar pak Ujang

"Enggak pak, tiba-tiba kenyang. Besok pagi aja nunggu paman bubur ayam lewat." Aurora meringis dan mengelus perutnya yang sebenarnya terasa lapar.

"Nasib deh jadi anak kost." Aurora berjalan gontai kembali ke kost nya dan mengurungkan niat untuk makan nasi goreng langganannya.

"Kok kaya pak Faiz?!" Aurora menghentikan langkahnya saat melihat siluet seseorang sedang berdiri di depan gerbang kos mengenakan hodie hitam.

"Gesturnya sih mirip pak bos, tapi ngapain malam-malam berdiri disitu? Atau jangan-jangan itu begal?" Nafas Aurora mulai tak beraturan, ia berjalan lambat dan tetap waspada dengan tatapan masih tak lepas dari sosok yang berdiri beberapa meter di depannya, mengingat cahaya lampu yang ada tidak terlalu terang, membuat Aurora tak bisa melihat jelas wajah seseorang itu.

"Heh! Ngapain kamu jalan kayak orang ketakutan gitu?"

Aurora bernafas lega, seketika hatinya terasa plong setelah mendengar suara yang ia kenali.

"Pak Faiz?!"

Faiz masih bingung dengan sikap Aurora uang langsung berubah dan berjalan cepat menuju arahnya. Aurora langsung berjongkok di depan Faiz seraya mengusap keringat dinginnya yang membuatnya hampir pingsan ketakutan. Gosh! Meski Aurora pernah belajar bela diri, tentu dengan ukuran tubuh mungilnya tidak akan bisa mengalahkan lawan sebesar Faiz jika itu tadi benar seorang begal.

"Ara, kamu kenapa?" Seketika Faiz menjadi panik melihat sikap Aurora.

"Ara kira bapak tadi begal." Jawab Aurora seraya meringis menunjukkan deretan giginya yang terdapat gingsul di sebelah kanan

"Apa?!" Faiz melotot antara kesal dan terkejut.

"Kamu kira saya ini begal? Mana ada begal sekeren ini, lagian apa yang bisa saya ambil dari kamu." Kesal Faiz namun masih berusaha membantu Aurora untuk berdiri.

"Lagian ngapain bapak berdiri disini?" Aurora mengamati penampilan Faiz dari atas hingga bawah "tumben juga pakai stelan begini."

Celana jeans hitam dipadu hodie hitam dan sepatu snikers membuat tampilan Faiz benar-benar berbeda dari biasanya, bahkan jika Aurora tidak hafal gesture tubuh Faiz, tentu ia tak akan mengenalinya dari jauh.

"Gak penting saya pakai apa dan ngapain. Yang penting itu kamu makan malam, ayo ikut saya!"

Faiz menarik tangan Aurora agar berjalan bersamanya .

"Hah?! Makan malam?! Pak, pak, tunggu dulu!"

Faiz menghentikan langkahnya lalu menatap Aurora yang masih bingung.

"Aneh banget sumpah, bapak ngapain sih?!"

"Ara, stop panggil aku bapak! ini bukan di kantor, harus berapa kali sih aku bilang?" Peringat Faiz .

"Fine! Mas Faiz yang galak, emang dalam rangka apa ngajak aku makan malam begini? Lagian darimana mas Faiz tahu kalau aku belum makan?"

Faiz mengusap pangkal hidungnya lalu mengedikkan bahunya "feeling aja. Mana ponsel kamu?"

"Di kost, aku tinggal tadi." Jawab Aurora yang kembali melanjutkan jalannya mengikuti Faiz.

"Pantesan aku hubungi gak di angkat, untung belum aku dobrak tuh pagar terus teriak-teriak manggil kamu."

Ucapan Faiz sontak saja membuat Aurora tertawa, membayangkan saja membuat Aurora geli sendiri, bagaimana jadinya jika bos perusahaan tempat ia bekerja mendobrak pagar kos khusus putri lalu teriak-teriak memanggilnya dan membuat seluruh penghuni kos lain keluar, terutama ibu kos yang galak itu.

"Kenapa tertawa? Ini aku lagi kesel sama kamu." Faiz memasang wajah datarnya yang tak berefek apapun pada Aurora.

"Jadi begini kalau kesel?" Ledek Aurora yang tak di tanggapi oleh Faiz.

"Emang kita mau makan dimana?" Tanya Aurora setelah mereka keluar dari komplek

"Nasi goreng di depan tuh."

"Waahh!!!! Serius?!" Seperti anak kecil yang mendapatkan balon, Aurora kegirangan karena merasa bahagia hanya dengan hal seperti ini.

"Iya, Ara." Jawab Faiz seraya mengacak rambut gadis di sampingnya yang langsung membuat Aurora diam

Tiba-tiba saja Aurora merasa jantungnya berdetak tak berirama, sensasi hangat mulai merambat pada kedua pipinya yang tentu akan terlihat memerah, beruntunglah lampu jalan yang temaram menyamarkan hal itu dari pandangan Faiz.

Faiz sendiri memilih untuk diam dan menikmati udara malam yang berhembus lembut bersama Aurora di sampingnya.


Continue Reading

You'll Also Like

332K 2K 18
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
4.8M 178K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
692K 108K 41
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
1.1M 16.6K 36
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...