Yours

By Elsarst

740K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 26
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

Bagian 18

20K 2.1K 447
By Elsarst

"Aaaaaaa....." suara teriakan itu melengking ke seluruh sudut kamar.

"Neng tahan ya, ini salah urat." titah wanita paruh baya dengan memakai kebaya juga rambut putih yang dikonde. Yaps, nenek itu sedang memijat kaki Lalisa.

"Sakitttttt...., aaaaaa....," Lalisa mengerang kesakitan sembari mencekam kuat lengan Niko yang memang sedang berada di sampingnya sambil merangkul punggung gadis itu. "Pelan-pelan nek." pintanya seraya meringis.

"Iya neng sebentar lagi ini, tahan ya!" Nenek itu tidak berhenti memijat kaki Lalisa, walaupun gadis itu sudah berteriak kesakitan sampai keringatnya mengucur deras.

Sementara Niko, ia harus menahan sakit di lengannya yang mungkin setelah ini akan membiru karena cengkraman gadis itu.

"Nah..., ini udah selesai neng. Bentar lagi juga sembuh itu." Nenek itu mengakhiri pijatannya dengan menutup balsem yang sempat ia oleskan di kaki Lalisa. Sontak, Lalisa pun bernafas legah seraya mengelap keringatnya.

"Huftt..., syukur deh." lirih gadis itu kelelahan.

"Makasih ya nek, tapi kaki dia bakalan cepet sembuh kan?" tanya Niko seraya menaikkan kedua alisnya.

Nenek itu mengangguk. "Besok juga kakinya udah enakan," jawabnya kemudian beranjak dari tempat tidur.
"Kalian tuh adik kakak so sweet pisan ya." lanjut nenek itu melihat keduanya sambil tersenyum lucu.

Sontak, Niko dan Lalisa pun sama-sama terbelalak. "Hah?" kagetnya serentak.

"Kompak lagi." nenek itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tapi nek, dia bukan kakak saya—

"Oh pantes...," nenek itu memotong pembicaraan Lalisa, dan mangut-mangut seakan ia paham. "Kalian teh suami istri ya?" terkanya sembari menunjuk Niko dan Lalisa yang semakin terbelalak.

"Pantes so sweet. Tapi kok masih pada SMA udah nikah aja? Kalian teh kalo kebelet atuh ditahan dulu ih, sekolah dulu harusnya yang bener. Nanti kalo udah pada sukses baru nikah, terus nanti si eneng kalo mau pijet biar cepet punya anak sama saya aja, di jamin manjur neng! Gini gini juga saya tenaganya masih kuat buat mijitin yang pengen punya momongan," cerocos nenek itu sekalian mempromosikan diri.

Ya ampun, ya ampun! Ini percakapan macam apa sih?! Lalisa tersenyum cringe mendengar nenek itu berbicara. Sedangkan Niko hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia sendiri bingung harus bagaimana.

"Tapi yaudah lah, asal kalian bisa tahan biar gak kebablasan sampe lulus. Nenek doain semoga kalian langgeng, apalagi kan masih muda gini, masih labil-labilnya. Terus nenek doain semoga nanti punya anak banyak, apalagi kalian masih muda tuh pasti tenaganya—

"Astagfirullah haladzim nek." Lalisa tidak sanggup lagi mendengar perkataan nenek itu selanjutnya, bahkan ia sampai menutup kedua telinganya.

"Kenapa neng? Kakinya sakit lagi?" tanya nenek itu.

"Saya sama dia itu—

"Aaa.., makasih nek doanya," ucap Niko tiba-tiba berdiri dan tersenyum ramah pada nenek itu yang terlihat kebingungan. "Biar saya anter nek pulangnya." tawar Niko.

Nenek itu mengangguk, namun sebelum pergi ia melihat Lalisa yang tengah mengalihkan pandangannya tidak mau melihat nenek itu seraya mengerucutkan bibirnya sebal. "Nak, jagain istrinya ya keliatan banget dia masih labil, masih suka liatin cogan di sekolahnya nih pasti." nasihatnya menyindir Lalisa. Sontak, gadis itu pun langsung menoleh lagi, begitupun Niko yang ikut membulatkan bola matanya ketika mendengar nasihatnya.

"Nenek tau cogan itu apa?" tanya Niko memastikan seraya menaikkan alisnya sebelah.

"Yailah, nenek tua-tua gini tau bahasa anak jaman sekarang." jawab nenek itu layaknya anak muda.

Lalisa menyipitkan kedua matanya, dan menatap intens nenek tersebut. "Curiga deh, nenek itu sebenernya masih muda cuma berpenampilan tua secara natural. Iya, kan?" tanya gadis itu mengitimidasi.

"Nenek itu mau awet muda, makannya ikutin perkembangan jaman." jawabnya pede.

Niko menghela nafas berat sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir jika tukang urut pilihannya ternyata sama-sama bawel nan pede seperti gadis yang tengah berdebat dengan seorang nenek-nenek, walau hanya masalah sepele.

"Udah, udah!" Niko mengakhiri perdebatan keduanya. "Mari nek saya antar." Niko pun membawa tukang urut keluar dari kamarnya, dan meninggalkan Lalisa sendirian di kamar sampai menimbulkan kegabutan yang teramat, karena ponselnya yang berada di dalam tas.

"Ish..., Chika mana sih? Kamvret emang! Pasti mereka pacaran dulu deh jadi nganterin tas guenya lama," cibir gadis itu, kesal. Kemudian, Lalisa kembali terdiam dan mengedarkan pandangannya ke kamar asing yang tidak pernah ia tiduri sebelumnya, yaitu kamar tamu yang sekarang menjadi kamar Niko untuk sementara.

"Mama kapan pulang sih?" tanyanya lebih ke sendu, karena gadis itu sangat merindukan orangtuanya. Dan, terutama malas harus satu rumah dengan Niko.

"Anak Mama dasar." tiba-tiba saja Niko nyelonong masuk ke kamar hingga membuat Lalisa terlonjak kaget dengan kedua bola mata yang terbelalak.

"Astaga!!!" Lalisa meninggikan nada suaranya seraya mengelus dada, yaps ia hampir jantungan. "Lo kok tiba-tiba masuk sih? Terus emang tuh nenek rumahnya dimana dah? Kok lu nganterinnya cepet banget, kan motor dibawa Dimas?" tanyanya serakah.

Niko tidak melihat ke arah Lalisa dan menjawab pertanyaan dari gadis itu, ia malah sibuk membuka lemari yang berisikan baju-bajunya lalu mengambil salah satu kaos polos berwarna putih serta celana training adidas. Sementara Lalisa, ia terus memperhatikan gerak-gerik cowok itu sampai alisnya kembali terangkat diikuti tatapan penuh keheranan.

"Lo mau ngapain?" tanya gadis itu lagi.

"Gua mau mandi." hanya pertanyaan itu yang dijawab Niko, lalu ia membalikkan badannya menghadap Lalisa.

"Ish gara-gara kaki gue sakit, jadi gak bisa ngapa-ngapain kan. Padahal udah gerah banget, arghh!!!" desis Lalisa sebal seraya melihat kakinya, lagi-lagi ia mengerucutkan bibirnya.

"Yaudahlah terima aja," ucap Niko seraya melangkah menuju kamar mandi, tapi sebelum masuk, ia melanjutkan pembicaraannya. "Kan gak mungkin gua mandiin lu." katanya sambil tersenyum jahil, karena dari situ ia langsung membayangkan ekspresi jijik dari Lalisa.

"Heh!" teriak gadis itu menatap horror Niko yang segera menutup pintu kamar mandinya. Cowok itu malas mendengar ocehan dari gadis bawel yang tengah berbaring di kasurnya. "Ngeselin banget sih jadi orang!" gumamnya lalu memutar bola matanya malas.

🔥

Di tempat berbeda, tepatnya di luar rumah Lalisa, Revan yang baru sampai rumahnya pun segera turun dari motor. Namun, langkahnya harus terhenti ketika mendengar suara kendaraan dari tetangganya. Sontak, cowok itupun langsung menoleh dan membulatkan kedua matanya ketika melihat, jika yang mengendarai motor Niko adalah Dimas serta Chika yang berada di belakangnya.

"Woi, Dim! Lu kok bawa motor si Niko?" tanya Revan saat Dimas mulai mematikan mesin motornya dan menstandarkannya.

"Iya, tadi gua disuruh si Niko buat nganter motornya ke sini. Soalnya si Lalisa gak bisa jalan dan dia gak bisa naik motor, jadinya si Niko naik taksi." jawab Dimas seraya menjelaskan. Sementara Chika, ia kerepotan di belakang karena memegang dua tas sekaligus dua box pizza.

"Hah? Lalis kenapa kakinya?" raut wajah kebingungan dari Revan berubah menjadi sedikit khawatir, begitupun dengan nada suaranya.

"Udah, udah lu tanya langsung aja deh ke dia," Chika ikut ke dalam percakapan mereka berdua dengan nada suara yang kesal. "Sekarang mending bantuin gue! Nih, bawain!" titah gadis itu seraya menyodorkan dua box pizza ke arah Revan.

Sontak, Revan pun langsung mengangguk patuh dan segera menghampiri Chika, lalu cowok itupun meraih dua box pizza sebelum akhirnya pamit masuk terlebih dulu untuk melihat keadaan sahabat kecilnya.

"Yeu, dasar, pas di sekolah aja lupa sama si Lalisa. Giliran di sini? Panik, seakan-akan paling peduli. Ish..." Chika geram sendiri ujungnya, karena ia memang sudah terlanjur sebal dengan Revan yang tidak kunjung peka dan malah selalu membuat sahabatnya kecewa.

"Udah ah ngocehnya! Ini, kapan turunnya?" tanya Dimas, lebih ke menyindir pacarnya itu karena tidak kunjung turun dari motor. Sontak, Chika pun yang disadarkan, langsung bergegas turun dari motor.

🔥

"Lalis,"

Lalisa yang baru saja menutup kedua matanya kembali terbuka secara perlahan. Yaps, gadis itu mendengar suara yang sangat dirindukannya itu sedang memanggil namanya, meskipun tidak terlalu jelas dan sangat pelan.

Seulas senyuman kecil pun mengembang di raut wajah Lalisa, lebih ke miris. "Ya ampun Lalis!!! Lo halu banget sih, saking kepikirannya sama Revan." katanya bergumam sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Kemudian, Lalisa pun memutuskan untuk memejam lagi. Namun, suara itu kembali terdengar dan kali ini sangat jelas.

"Lalisa, lo dimana?! kamar lo kenapa terkunci?"

Lalisa terbelalak dan refleks mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Ia terkejut, karena ternyata itu bukan halunya semata.

"Itu Revan!!!" Lalisa histeris lalu lompat dari kasur begitu saja walaupun kakinya terasa sangat nyeri, tapi ia tidak peduli. Kemudian, Lalisa pun membuka pintu kamar Niko.

"Revan!" panggil Lalisa menyembulkan kepalanya dari balik pintu, dan melihat Revan yang sedang berdiri di depan kamarnya. Sontak, Revan pun menoleh dengan kedua alis yang terangkat naik.

"Lalis lo pindah kamar?" tanya Revan dengan raut wajah yang kebingungan, lalu ia berjalan mendekati gadis yang kelihatan sangat lemas dan lepek itu namun masih bisa menyeringai ceria.

"Kok tumben sih Van ke sini?" bukannya menjawab pertanyaan Revan, Lalisa malah bertanya balik.

Revan menyodorkan dua box pizza pada Lalisa hingga gadis itu menurunkan pandangannya untuk melihat sesuatu yang dibawa oleh moodbosternya. Dan, seulas senyum pun semakin merekah diikuti pipi yang memerah. Ia senang Revan masih sangat peduli kepadanya.

"Makasih Revan," ucap Lalisa segera mengambil alihnya dengan perasaan yang sangat exicted. "Tau aja Lalis laper." katanya sembari menatap bola mata Revan yang sangat menyejukkan.

"Umm..., ini dari Chika si sebenernya. Noh, si dua kamvret lagi di bawah." Revan menjelaskan.

Lalisa terdiam sejenak diikuti senyuman yang tiba-tiba kaku untuk merekah lagi, hingga menyebabkan raut wajahnya yang berubah mendatar, lalu Lalisa pun mendongak lagi dan mengangguk paham dengan menarik kedua sudut bibirnya pecut.

"Oh." hanya itu yang bisa keluar dari mulut Lalisa. Ia merasa sangat kecewa dan malu pada hatinya sendiri, karena terlalu pede.

"Oh iya, lu pindah kamar?" tanya Revan sekali lagi.

"Enggak itu—

"Siapa?" suara lain ikut menimpal, sontak Revan yang penasaran pun menyelinapkan penglihatannya ke dalam sampai menemukan sosok cowok yang sempat ribut di lapangan. Yaps, itu Niko. Cowok itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai kaos yang dipilihnya tadi sembari mengeringkan rambutnya pakai handuk kecil.

Lalisa melirik Revan, dan ternyata ekspresi cowok itu cukup terkejut diikuti dengan kedua alis yang seperti ingin menyatu. Kemudian, telunjuknya ditunjuk ke Niko dan Lalisa secara bergantian. "Lu berdua ngapain di satu kamar yang sama?" tanyanya sangat penasaran.

Sontak, Lalisa yang mendengarnya pun terbelalak, ia tidak mau Revan salah paham. Sedangkan Niko, ia hanya menatap datar Revan dengan alis yang terangkat sebelah.

"Kenapa emang? Ada yang salah?" tanya Niko, masih biasa.

"Kalian gak ngapa-ngapain, kan?" tanya Revan memastikan dengan nada suara yang mulai tidak suka.

"Engg—

"Kalo ngapa-ngapain kenapa emang? Lu mau marah? Lu peduli emang?" tanya Niko seperti menantang.

Lalisa pun memelototi Niko, agar cowok itu diam. Pasalnya, sekarang Revan sudah mengepal kedua telapak tangannya.

"Gua bilang lu suruh jagain Lalis, bukan ngerusaknya!" Revan membalas raut wajah yang songong, sama seperti Niko. Sontak, Niko pun menyeringai devil seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Niko mendecih. "Cih, lu sendiri apaan? Ngejagain dia kaga? Atau malah ngancurin hatinya?" tanya Niko memastikan. Sementara Revan, ia yang kebingungan maksud dari perkataan Niko refleks mengangkat alisnya sebelah.

"Maksudnya?"

"Niko!!!" Lalisa sangat marah, bahkan nada suaranya pun meninggi sampai membuat Niko dan Revan terdiam juga sama-sama menoleh ke arahnya. Yaps, gadis itu tidak mau Niko memberitahu perasaannya kepada Revan. Menurutnya, biarlah ini menjadi sakit yang dirasakannya sendiri tanpa harus membebani Revan karena ia tidak mau hubungan persahabatannya malah renggang.

"Yuhuu..." Chika dan Dimas datang membawa tas Lalisa juga Niko. Namun, ketika mereka berdua melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Niko malah menjadi semakin canggung. Apalagi, melihat Revan dan Niko yang sekarang selalu dalam suasana panas, entah apa yang membuat mereka menjadi seperti itu, yang jelas Dimas tidak suka situasi ini.

"Loh, loh..., kok pada diem sih?" tanya Chika seraya melihat Niko, Lalisa, dan Revan secara bergantian juga raut wajah yang cukup kebingungan. "Apa karena kehadiran kita ya beb?" Chika menoleh pada Dimas yang ikut menatap ketiganya dengan gusar.

Dimas tidak menjawab, ia malah tersenyum miring dan menaruh tas keduanya di atas meja dekat pintu.

Dan, begitupun Niko yang menghembuskan nafasnya dengan berat seraya mengacak-acak rambutnya yang basah. "Huftt..., Lalis?" panggilnya pada Lalisa.

Lalisa mendongak bersamaan dengan kedua alis yang ikut terangkat. Itu artinya gadis itu menyahut lewat gerakan, bukan suara.

"Tas lu udah ada, kan?" tanya Niko.

Lalisa mengangguk.

"Yaudah, lu bisa balik ke kamar sendiri, kan?" tanya Niko memastikan, lalu tatapannya turun ke bawah, alias ke kaki Lalisa yang masih terlihat membiru. "Keliatannya lu bisa beranjak dari kasur tanpa kesakitan. Berarti gua gak perlu bawa lu untuk pindah ke kamar lu sendiri, kan?" Niko kembali mendongak dengan dahi yang berkerut.

Lalisa sedikit kaget, namun didetik berikutnya ia menampilkan ekspresi yang terkesan biasa saja dan berpura-pura kuat, walaupun sebenarnya kakinya terasa ingin copot.

"Iya." jawab gadis itu sambil mengerucutkan bibirnya sebal.

"Yaudah, tunggu apalagi? Keluar dong kalian dari kamar gua, gua capek mau istirahat." usirnya secara alus, namun terdengar dingin. Dan, tentu itu membuat Lalisa membulatkan kedua bola matanya. Yaps, gadis itu tidak menyangka Niko akan sesadis sekarang, padahal seharusnya ia yang marah, bukan Niko, tapi kali ini malah sebaliknya.

Revan diam sebentar dan menatap tajam Niko yang tiba-tiba sangat menyebalkan di matanya, sebelum akhirnya pergi keluar melewati Dimas yang berdiri di ambang pintu.

"Woi bro!" Dimas mengikuti, ia mengejar Revan yang terlihat sangat marah. Begitupun dengan Chika, padahal sahabatnya itu sedang susah jalan, tapi semua orang malah meninggalkannya.

Weh, Chik... Asuuww malah ninggalin! Lalisa mengulum bibir bawahnya dan tidak berani melihat bola mata Niko yang sedang menatapnya seperti seekor elang.

Haduh..., gimana ini? Mana masih sakit lagi, ish mereka kok pada tega sih ninggalin! Kaki gue kan bukan superhero yang tadinya sakit tiba-tiba sembuh gitu aja.

Lalisa hanya bisa menggerutu dalam hati, sebelum akhirnya memberanikan diri mendongakkan kepalanya untuk melihat Niko. Lalu, gadis itu tersenyum malu seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Hehehe..., gue ke kamar dulu ya. Bai. Oh iya, lain kali jangan natapin gue kaya gitu lagi ya! Anggap aja sekarang bonus karena lu udah tolongin gue, jadi lu boleh bertindak apa aja," cerocos Lalisa lalu meraih tasnya dan dipakaikan di bahu sebelah kanannya saja.

"Tapi inget, cuma hari ini! Besok lu natapin gue kaya gini lagi? Liat aja, gak segan-segan gue bilangin nyokap! Itu nyeremin tau!" ancam Lalisa mencoba untuk tidak takut kepada Niko.

Niko tidak menjawab, ia pun mengalihkan pandangannya lagi ke arah lain dengan sorot mata yang malas.

"Bai lagi." katanya sedikit gugup. Kemudian, gadis cerewet itu keluar dari kamar Niko dengan menyeret kakinya yang sakit. Yaps, gadis itu merasakan pincang untuk pertama kalinya. Sementara Niko, ia langsung mengalihkan pandangannya lagi ke kaki Lalisa. Dia diam-diam mengkhawatirkan gadis teledor yang tengah menenteng tasnya itu.

🔥

Any human? Whehehe

Continue Reading

You'll Also Like

216K 20.7K 59
Kehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamka...
5.1M 373K 63
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
709K 20.1K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1.7M 72.6K 51
"Jangan deket-deket. Mulut kamu bau neraka-eh, alkohol maksudnya!" Ricardo terkekeh mendengarnya lalu ia mendekatkan wajah mereka hingga terjarak sat...