alive [βœ“]

By coonant

371K 48.4K 10.9K

[Telah dibukukan] Just cause you're breathing Doesn't mean you're alive More

Teaser
C A S T
[1]
[2]
[3]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16] Last
Mari Berkunjung
ALIVE Trailer
restock!!!
minta saran

[4]

13.9K 2.5K 568
By coonant

"Apa yang kalian bawa?" Changbin melirik seorang gadis yang mengekor Minho dan Seungmin tadi.

"Manusia." Minho merebahkan diri sembarangan diatas meja.

"Berguna tidak?" Pria Seo itu mengalihkan atensinya pada sekumpulan buku-buku yang berantakan.

Mendengar itu gadis tersebut merasa terhina. Changbin mengatakannya seolah-olah dia adalah barang. Dan dia tidak terima itu.

"Sepertinya berguna, dia lihai sekali membunuh. Sebaiknya tutup mulutmu sebelum kau jadi korbannya," Minho berujar serius.

Changbin mendesis.

Chan tergopoh-gopoh sambil membawakan buku tamu dan senapan Changbin. Dengan gesit Changbin mengambil alih benda miliknya tanpa memperdulikan Chan yang terlihat sedang mengatur nafasnya sendiri.

"Apa ini? Kau dikejar? Seingatku tidak ada zombie di arah sana." Seungmin mendatangi Chan.

"Ini, lihat." Chan melempar buku tamu tersebut diatas meja dan kemudian terduduk.

Seungmin dan Minho mendekat karena penasaran. Sementara Changbin hanya mendelik sebentar kemudian kembali buang muka.

"Jadi? Apa pentingnya ini?" Tanya Minho.

"Profesor West, salah satu dalang dibalik peristiwa ini, dan juga oknum yang melakukan sesuatu pada kita."

Jisung datang bersama Woojin ntah dari mana, mereka menghempaskan bokong nyaris bersamaan di salah satu sofa.

"Kau masih peduli tentang itu? Kalau aku lebih ingin hidup saja hyung," ujar Jisung.

"Kau punya pemikiran yang lebih pendek dibanding tubuh Changb--" Woojin tak berani meneruskan kalimatnya karena ia merasa aura membunuh dari mata Changbin.

Ketika Woojin menoleh kearah lain, ia mendapati Yeeun. Jantungnya, seketika memompa lebih laju dari sebelumnya.

"Yeeun?" Ujarnya tanpa sadar.

Gadis yang tadinya tengah mengecek seluruh peralatannya pun menoleh. Ia sama terkejutnya. Namun beberapa sekon kemudian, ia memutar bola matanya malas.

"Astaga ini pasti hari sialku," ketusnya ketika menyadari bahwa yang tadi memanggilnya adalah Woojin.

"Kalian saling kenal?" Tanya Minho.

Setelah itu, ntah kenapa keduanya tidak menjawab. Mereka malah buang muka seakan-akan mereka adalah musuh bebuyutan yang tidak sengaja bertemu.

Chan mendecih. "Satu lagi kapal kebencian telah berlayar."

Felix, Jeongin dan Hyunjin datang bergabung. Tentu saja awalnya mereka mempertanyakan soal Yeeun. Kenapa bisa tiba-tiba ada seorang gadis diantara komplotan suram ini. Minho dan Seungmin pun menjelaskan seadanya.

Meskipun cerita tersebut sejujurnya agak memalukan mengingat mereka diselamatkan oleh seorang gadis.

"Berapa usiamu?" Tanya Hyunjin mencoba ramah.

"Dia sebaya Minho," sahut Woojin.

Membuat semua mata--kecuali Changbin--menoleh padanya.

"Sepertinya kalian dekat." Jisung menaik-turunkan alisnya.

Dor!

Semuanya seketika bungkam ketika nyaris saja timah panas itu mengenai wajah Jisung. Hanya meleset beberapa senti dan mengenai salah satu rak buku sampai bolong.

Semuanya memandang Yeeun dengan mata terbelalak. Hanya Changbin yang tertawa bengis.

"Maaf aku sedang latihan," ujar Yeeun acuh.

Tentu saja itu hanya alasan. Semua tau dia sengaja melakukannya.

"Hei dia gadis gila, cepat usir dia!" Ujar Jisung lagi.

Changbin terkekeh. "Kenapa? Aku suka dia."

Felix menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pikir, kini Changbin menemukan 'partner sadis' nya.

Orang gila bertambah satu di komplotan ini.

"Kurasa kita akan berakhir saling bunuh tak lama lagi," dengus Minho.

Jika kau mengharapkan sebuah kisah mengenai manisnya pertemanan, maka hal tersebut sangat jauh dari kisah komplotan satu ini. Karena pada dasarnya, mereka hanya saling kenal tanpa alasan yang jelas. Mereka juga tidak mengerti kenapa mereka masih bersama sampai sejauh ini. Semuanya terjadi begitu saja.

Jadi selalu ada kemungkinan bahwa suatu saat nanti mereka akan saling bunuh, karena kebersamaan mereka benar-benar tidak berlandaskan pertemanan. Jangan heran jika mereka mengumpat ataupun berbicara kasar satu sama lain.

Chan menghela nafas sambil menyapu kasar wajahnya. Delapan orang saja sudah merepotkan kini bertambah lagi satu. Sejenis Changbin pula. Bagaimana jika nanti gadis itu malah memakan mereka atau apa. Anggap saja Chan berlebihan. Tapi disituasi seperti ini, siapa lagi yang bisa dipercaya?

Felix mengecek entah apa benda dari ditangannya. Benda itu berbunyi nyaring. Lalu ia memandang teman-temannya bergantian.

"Matikan sialan! Kau memancing para zombie!" Seungmin mendesis.

"Kita harus pergi dari sini." Felix memperlihatkan benda petak itu kepada yang lainnya. "Ini milik temanku Jeno. Benda ini mendeteksi bahwa ada bom hidrogen disekitar sini yang akan meledak."

"Aku pikir itu mainan," ujar Jeongin.

"Kemasi barang kalian, sekarang!" Pinta Chan.

Meskipun penuh dengan keluhan, mereka bergerak.

"Ah, pindah lagi." Jisung memasukkan sembarangan semua peralatan bertarunganya kedalam sebuah tas lusuh.

"Hei tunggu, dia bagaimana?" Minho menunjuk Yeeun yang duduk disalah satu bangku sambil menyimak yang lainnya berkemas.

"Bawa saja. Dia bahkan lebih menguntungkan dibanding Seungmin," cibir Changbin.

"Apa? Tapi dia--" Kalimat protes Minho terhenti kala melihat Yeeun menaikkan pistolnya dengan gerakan mengancam. "Baiklah-baiklah, kau ikut."

Yeeun terkekeh. "Dasar pecundang."

🍂🍂🍂

"Lee Felix bajingan, kenapa kau lama sekali ha?!" Jisung bersungut-sungut sambil bercekak pinggang.

Pasalnya Felix masih saja berdiri sambil menopang dagu didepan tumpukan buku kegemarannya. Tadi dia nyaris ingin membawa sekitar belasan buku bersamanya. Tapi Chan bilang pilih satu saja. Dan Felix tidak punya pilihan lain selain menurut.

"Diam kau. Ini pilihan terberat dalam hidupku," ujar Felix masih sangat fokus.

Jisung bergerak gelisah. Dia tau benar Changbin tidak akan segan meninggalkan mereka jika memang menghambat. Changbin tidak punya belas kasih.

Karena tidak tahan, Jisung menarik Felix yang baru memegang sebuah buku.

"Changbin sudah menyalakan mesin mobil dasar bedebah!"

Mereka berlari kemudian kearah luar. Felix memandangi sekeliling perpustakaan sembari berlari.

"So many book, so little time."

🍂🍂🍂

Mobil ini begitu terasa penuh dan juga sesak. Bahkan Woojin dengan sukarela duduk diatas atap mobil hanya karena tidak ingin berdempetan dengan Yeeun.  Meskipun ia harus mengendalikan tubuhnya agar tidak jatuh karena Changbin berkendara seperti orang kesurupan.

Sesekali mereka mendengar suara tembakan dari senapan Woojin. Mungkin dia menembaki beberapa zombie yang mendekat. Kadang juga Yeeun ikut membantu menembak karena dia duduk persis di samping jendela.

"Jadi, kemana kita?" Tanya Chan.

"Isi bensin, lalu ke kantor polisi," jawab Changbin.

"Kenapa kantor polisi? Kau mau melapor?" Tanya Jisung.

Hyunjin tertawa.

Jeongin mendecak sambil memandang Hyunjin. "Astaga humormu itu benar-benar tak tertolong, hyung."

Minho menepuk kepala Jisung. "Sumpah, jika aku jadi zombie satu-satunya otak yang tidak ingin kumakan adalah otak Han Jisung."

Jisung mendelik kesal. "Kenapa? Ada apa dengan otakku?"

"Tidak berkhasiat," sahut Felix.

Kali ini Yeeun yang tertawa. Sementara Jisung hanya merengut, mau membantah namun nyatanya itu benar. Dia cukup tau diri.

"Jadi untuk apa ke kantor polisi? Aku bertanya serius," ulang Jisung. Karena ia merasa belum mendapat jawaban.

"Untuk berburu senjata, stupid!" Seungmin sungguh tidak tahan lagi.

🍂🍂🍂

Tau tidak kalau zombie polisi itu ternyata berlari lebih kencang dibanding mayoritas zombie?

Nyatanya begitu. Kesepuluh orang itu sampai kewalahan ketika dikejar.

Mereka tidak berekspektasi seperti ini sebelumnya. Mereka pikir bahwa semua stamina zombie itu sama saja. Ternyata zombie kalangan polisi ini lebih sulit dibunuh.

Ntahlah mungkin karena dulu mereka terbiasa mengejar penjahat ataupun memiliki fisik yang bagus. Itu hanya teori sok tau yang mereka tanamkan di otak masing-masing.

Karena terkepung, sejak di gerbang masuk mereka akhirnya terpencar.

Minho tidak tau kemana pergi yang lainnya, lantaran yang berlari kearah yang sama dengannya hanya Changbin dan Yeeun. Mereka bertiga menetralkan nafas sejenak setelah berhasil mengatupkan pintu dengan susah payah setelah didorong oleh ntah berapa jumlah zombie diluar sana.

Changbin menyeret dua meja untuk menahan pintu agar tidak jebol sementara Minho menahan pintu. Dan itu ternyata cukup berhasil.

Mereka terduduk lelah karena super kelelahan. Hanya sebentar sebelum kemudian Changbin mengitari ruangan polisi-polisi itu dan mencari pistol serta pelurunya di setiap laci. Minho meraup tas ransel ukuran besar yang tergantung disana kemudian menyuruh Changbin memasukkan semua pistol tersebut.

"Aku harap Seungmin belajar menembak, dengan ini," ujar Minho.

Yeeun menyenderkan tubuhnya sambil memukul-mukul dadanya. Melihat itu, Minho mendekat dengan heran.

"Kau kenapa?"

Yeeun menggeleng, lalu membaik beberapa menit kemudian. Dia memandang Minho dan Changbin bergantian.

"Sekarang bagaimana? Ada rencana?" Tanya gadis tersebut.

Minho dan Changbin saling diam.

"Tunggu sampai mereka berkurang dulu kalau begitu," ujar Yeeun.

"Bagaimana kita tau?" Pandangan Minho bersatu dengan pintu kayu dihadapannya.

Yeeun tiba-tiba berjongkok. Lalu dia memegang lantai dengan tangannya.

"Getaran tanah. Jika masih ramai, getarannya sangat terasa."

Minho dan Changbin mengangguk-angguk mengerti. Lalu bergerak mendudukkan diri sambil bersandar bersisihan.

"Bagaimana yang lain?" Tiba-tiba Minho berujar.

Changbin menoleh. "Kenapa? Kau khawatir."

Minho menggeleng. "Lagipula siapa aku, berani mengkhawatirkan mereka."

Tiba-tiba sorot mata Changbin berubah. "Siapa kau sebenarnya, hyung?"

Minho kaget. Bukan karena kali ini Changbin memanggilnya hyung--karena sebenarnya dia jarang bersopan santun--tapi karena Changbin menanyakannya dengan irama serius.

"Kenapa memangnya?" Minho balik bertanya.

"Dari dulu aku selalu penasaran tentangmu. Aku tau bahwa keluarga Jeongin dan Hyunjin bernaung dalam pemerintahan negara, aku tau ayah Jisung, Woojin hyung dan Chan hyung adalah salah satu presdir besar di korea. Aku tau ayah Felix adalah duta luar negri yang ber-imigrasi kekorea, dan aku lebih dari tau soal keluarga Seungmin. Satu-satunya yang tidak kuketahui adalah kau."

Minho terdiam. Pandanganya mengisyaratkan bahwa ia sejujurnya tidak suka akan pembahasan ini. Ia memandang Yeeun yang mau tak mau mendengar semua yang keduanya lontarkan.

"Aku bukan siapa-siapa dan berharap bahwa aku memang bukan siapa-siapa."

Yeeun maupun Changbin mengernyitkan dahi karena rasanya, kalimat Minho luar biasa membingungkan dan tidak menjawab sama sekali.



TBC

Se-susah itu ngumpulin mood ngetik... maapkeunn

Continue Reading

You'll Also Like

62.2K 3.4K 19
seorang gadis bernama Gleen ia berusia 20 tahun, gleen sangat menyukai novel , namun di usia yang begitu muda ia sudah meninggal, kecelakaan itu memb...
75.6K 6.7K 77
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
230K 20.3K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
229K 18.9K 93
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...