SIGNAL: 86

Oleh Arabicca69

109K 17.6K 2.4K

[Misteri/Thriller] Bercerita tentang petualangan dua orang detektif kepolisian dari masa yang berbeda. Kisa... Lebih Banyak

PEMBUKA
[Case 1: Home Sweet Home (?)]
1. HT Tua
2. Rumah (?)
3. Informasi Sang Letnan
4. Cerita Masa Lalu
5. Disza Anszani
6. Lapor
7. Fakta
8. Olah TKP Lanjutan
9. Kronologi Tak Terduga
10. Juru Selamat
11. Mencari Sebuah Kepastian
12. Benarkah Yang Kita Lakukan Ini?
13. Jangan Kuatir
14. Kabar
[Case 2: Sex Interest (?)]
15. Sign
16. No Angels
17. Letter to You
18. Does God Really Exist?
19. Graveyard (?)
20. Am I Just Dreaming?
21. Treasure
22. Chaos
23. It's Okay
24. To Pieces
25. The Dog Named Hachiko
26. Curious
27. If Only I Could
[[ Jalinan ]]
29. Hiatus
30. Press Release
30.2. Press Release
31. Tragic
32. Regret
[Case 3: Dust & Gold]
33. Berita Buruk
34. A Thing To Remember
35. A Gift
36. Rahasia Gambar dalam Gambar
[[ Jalinan ]]
37. Seseorang dari Masa Lalu
38. Breath In
39. Kenangan Dalam Sebuah Foto
[[ Jalinan ]]
40. Transmisi Terakhir
41. Transmisi Terakhir II
[[ Jalinan ]]
42. Peti Mati Tanpa Isi
43. Pesan yang Tak Sampai
43.2. Pesan yang Tak Sampai
44. Babak Baru
45. Sebuah Firasat
46. Tensitas
47. Teror
48. Teror [2]
49. Sebuah Fakta
50. Titik Akhir
51. Titik Akhir [2]
52. Kekalutan
53. Kembali
54. Kehilangan
55. Menelisik
55.2 Menelisik Bagian II
56. Kejutan

28. Hopeless and Happiness

1.9K 288 71
Oleh Arabicca69

Matahari perlahan mulai merangkak naik. Peluh nyaris membanjiri seragam kebanggaan yang dikenakan seluruh anggota Kepolisian Resor Kepulauan Riau. Di belakang podium, Komandan RJ Alex—selaku Kapolres dan Inspektur Upacara—berdiri menghadap ratusan Perwira, puluhan Brigadir, dan para Bhayangkari cantik yang berbaris rapih di sisi kanannya. Seragam yang melekat di tubuh sang Inspektur Upacara tampak penuh dengan lambang kebesaran milik kepolisian, menunjukkan betapa banyak pengalaman dan prestasi yang dia raih telah membawanya sampai pada posisinya saat ini.

Siang itu, tepat pada tanggal satu Maret, sebanyak 229 personil anggota kepolisian secara resmi dinaikkan pangkatnya—dalam Upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat Perwira, Bintara, serta para ASN yang bekerja di bawah ruang lingkup Polres Kepulauan Riau. Upacara tersebut dipimpin langsung oleh Komandan Alex. Suara baritonnya menggema, menyerukan harapan-harapan untuk kemajuan instansi kepolisian di masa yang akan datang. Bukan hanya itu saja, berulang kali Komandan Alex pun mengingatkan bahwa kini kepolisian merupakan sebuah instansi yang bekerja secara profesional dan mandiri—telah jauh dari intervensi pihak lain dalam melakukan proses penegakan hukum. Sesuai dengan UUD no. 2 tahun 2002 yang diberlakukan sejak Januari oleh Presiden Megawati—mengenai Kepolisian Republik Indonesia serta pemisahan Polri dan TNI—maka dengan demikian tanda kepangkatan lama yang selama ini digunakan dalam tubuh kepolisian pun telah sepenuhnya ditinggalkan.

"Selama kurang lebih tiga tahun, kepolisian resmi dilepaskan dari bayang-bayang ABRI. Kita tidak bisa memungkiri bahwa instansi kepolisian telah memasuki babak baru dan masih banyak sekali gejolak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat." —Komandan Alex menyampaikan kata sambutannya seraya mengedar pandangan kepada seluruh anggota kepolisian— "Harapan saya, semoga anugerah dan penghargaan atas pengabdian yang saudara lakukan, akan membawa kebahagiaan dan semangat baru, serta menjadi motivasi untuk terus meningkatkan profesionalitas kerja dan kepercayaan publik terhadap instansi kepolisian. Kejujuran dalam pelaksanaan tugas adalah ...."

Upacara Kenaikan Pangkat yang digelar di lapangan Markas Besar Polres Kepulauan Riau itu berlangsung dengan khidmad. Seluruh anggota kepolisian yang hadir mendengarkan dengan saksama setiap wejangan yang keluar dari mulut sang Inspektur Upacara.

"... Sekali lagi saya mengucapkan selamat kepada saudara sekalian," tutur Komandan Alex, lalu menggilir senyumnya.

Suara tepuk tangan pun seketika mengudara.

Komandan Alex buru-buru mengangkat tangan tinggi-tinggi, kembali meminta waktu dan perhatian dari para anggota kepolisian yang sempat teralihkan untuk kembali berbicara.

"Atas dedikasi yang telah saudara berikan selama menjalankan tugas, pada kesempatan ini, saya juga akan memberikan pengharagaan khusus kepada beberapa personil Kepolisian yang dinilai memang pantas untuk mendapatkannya," katanya lagi.

Kemudian, satu per satu nama Perwira dan Brigadir berprestasi pun disebut melalui mikrofon.

Brigadir Polisi Ayis Muis mendapat kehormatan pertama—atas perjuangannya menyelamatkan nyawa seorang anak kecil saat bertugas di Sungai Besi—yang terletak di perbatasan Desa Sidomulyo dan Desa Batu Bedimbar pada 16 Februari 2002.

Brigadir Polisi Satu Indra Fauzi—atas keberhasilannya menangkap dua orang pelaku tindak pidana pencurian dan kekerasan di kompleks rumah toko Tanjung Pinang pada 13 Februari 2002.

Brigadir Polisi Alpiandi—atas keberhasilannya menangkap dua orang pelaku tindak pidana pencurian dan kekerasan di kompleks rumah toko Tanjung Pinang pada 13 Februari 2002.

Selanjutnya, Ajun Inspektur Polisi Dua Amal Surya—atas dedikasinya dalam menjembatani muda-mudi melalui bimbingan dan penyuluhan narkoba, serta berperan aktif dalam komunitas penanggulangan HIV/AIDS.

"Dan, yang terakhir, kepada Ajun Komisaris Polisi Syahbana Samsuri—yang terpilih sebagai Juara I Polisi Teladan Polres Kepulauan Riau—atas dedikasinya menjalin kemitraan terhadap masyarakat melalui kelompok industri rumah tangga, serta aktif sebagai pengurus Children Community."

Samsuri, yang lebih banyak tercenung sejak ucapara ini dimulai, tampak begitu terkesiap saat berpasang-pasang mata menyorot ke arahnya. Wajahnya terlihat kebingungan setengah mati. Sungguh, pria besar itu tidak bisa memungkiri bahwa dirinya sendiri pun terkejut saat Komandan Alex menyebut embel-embel pangkat beserta namanya dari balik podium.

Riuh rendah suara tepuk tangan kemudian kembali bergemuruh.

"Kepada para Perwira dan Brigadir yang telah disebutkan namanya, dimohon untuk segera maju ke depan." Suara samar-samar yang terdengar kali ini bukan berasal dari Komandan Alex, melainkan milik seorang polisi wanita yang berkesempatan membawa baki berisi lima pin emas.

Dari kejauhan, Samsuri dapat melihat Komandan Alex turun dari podium, kemudian mengambil tempat di depan tiang bendera. Polisi wanita yang sejak tadi berdiri di sebelah Komandan itu pun serta-merta bergerak mengikuti langkahnya.

Menyadari Samsuri yang tidak kunjung bergerak juga, membuat inisiatif Denisar muncul untuk segera membisiki sesuatu ke telinganya. "Hei, Samsuri, apa kau ingin aku yang menggantikan posisimu ke depan?"

Guntur yang berbaris persis di sampingnya pun juga ikut bersuara, meyakinkan dirinya bahwa semua ini bukanlah mimpi di siang bolong.

Samsuri hanya bisa menggeleng ke arah rekan-rekannya itu.

Guntur dan Denisar balas tersenyum singkat, kemudian keduanya mengedik ke arah Ayis yang telah berjalan lebih dulu ke hadapan Komandan Alex.

Sayangnya, Samsuri tidak bisa seperti Ayis atau perwira lainnya yang terlihat begitu percaya diri. Berulang kali helaan napas berat keluar dari mulutnya. Kakinya seolah terasa begitu berat untuk sekadar menapaki rerumputan sampai ke depan sana. Bukankah ... prestasi yang dia dapatkan ini ibarat sebuah omong kosong belaka? Sebab, rasanya tidak sejalan dengan dedikasi yang telah dia berikan sebagai penyidik Divisi Pidum.

Bunyi melengking yang keluar dari dalam pengeras suara, serta kasak-kusuk barisan di kanan-kirinya pun mendadak lenyap begitu saja. Ingatan tentang Hachiko yang tewas bersimbah darah membawa langkahnya menuju barisan para Perwira dan Brigadir berprestasi di depan sana.

Saat Komandan Alex mulai menyematkan pin emas kepada satu per satu Brigadir dan Perwira yang berbaris memanjang di sisi kanannya, Samsuri hanya bisa menatap nanar pada bayangan dirinya yang perlahan ditarik matahari dalam satu garis lurus. Bayang-bayang Hachiko masih memenuhi kepalanya. Pikirannya sungguh berkecamuk. Berada di antara orang-orang hebat ini—entah mengapa—dia merasa sangat ... sangat tidak pantas.

Komandan Alex meraih sebuah pin emas yang tersisa dalam baki, kemudian beranjak ke hadapan Samsuri. Komandan itu memberi sedikit semangat dengan menepuk pundak Samsuri beberapa kali. Dengan raut bangga yang terlukis jelas di wajah, Komandan Alex tersenyum, lantas mengucapkan selamat atas segala pencapaian yang telah diraih salah satu Ajun Komisaris kesayangannya itu. Sementara Samsuri, dia justru tidak kuasa bersitatap dengan mata jernih milik Komandan Alex. Dia merasa dirinya semakin hina saat pin emas tersebut disematkan oleh Komandan Alex di dada kanannya. Hina sehina-hinanya, sampai-sampai dia tidak tahu untuk apa sebenarnya dia menjadi seorang polisi. Untuk apa prestasi yang dia terima ini. Dan, apa arti semua ini, jika menyelamatkan seekor anjing saja dia tidak bisa.

"Komandan ...," Samsuri menggeleng pelan seraya menjatuhkan pandangan pada rumput di bawah kakinya. "saya merasa tidak pantas berdiri di sini," bisiknya dengan suara getir. Namun, Komandan Alex sama sekali tak menggubrisnya. Semilir angin seakan membawa pergi begitu saja kata-kata yang barusan dia ucapkan.

Komandan Alex membenarkan letak kerah seragam Samsuri yang tampak kusut, kemudian menyerahkan tangan kanannya—cukup lama—sampai perwira polisi yang kini berpangkat Ajun Komisaris itu mau menyambutnya.

"... saya benar-benar tidak becus, Komandan. Saya ini ... ternyata lebih buruk daripada anjing." Samsuri kembali melirih. Bola matanya bergerak kian gelisah. Dipandanginya rerumputan dan langit secara bergantian, kemudian tatapannya beralih kepada orang-orang yang berdiri di dekat podium. Di sana, Samsuri mendapati sosok istrinya sedang tersenyum ke arahnya. Wanita berambut pendek itu terlihat kelelahan akibat berdiri terlalu lama, atau mungkin, dikarenakan kondisinya yang memang sedang mengandung. Paras cantik dan tatapan lembut—yang selalu Samsuri lihat dalam diri istrinya—terlihat makin bersinar saat cahaya matahari menerpa wajahnya. Samsuri menatapnya dalam-dalam ketika kalimat yang istrinya coba sampaikan melalui bahasa bibir mampu terbaca olehnya.

"Kenapa kau terlihat sedih?"

Samsuri tersenyum kecut. Rasanya terlalu pahit untuk dijawab. "Aku juga tidak tahu, Elizar. Seumur hidup ... aku tidak pernah merasa segagal ini."

__________________

"Bicara apa kau, Samsuri ...?!" desis Komandan Alex sembari meremas kertas di tangannya sampai menyerupai sebuah bola, lantas membuangnya begitu saja ke lantai.

Surat pengunduran diri yang ditulis oleh Samsuri itu pun menggelinding tepat di bawah kakinya. Buru-buru Samsuri memungutnya, merapihkan kembali gulungan tersebut hingga menjadi sedemikian rupa, dan lagi—mendorong surat yang kini sudah terlihat tidak layak itu ke atas meja Komandan Alex.

Komandan Alex sampai ternganga dibuatnya. Dia berdecak keras sambil berkacak pinggang. "Baru saja naik pangkat, dan sekarang kau ingin mengundurkan diri, begitu?" Komandan Alex mengambil jeda sesaat untuk menarik napas dalam-dalam. Degup jantungnya serasa berdentum tidak keruan akibat ulah Ajun Komisarisnya itu. "Apa kau tidak dengar beritanya di radio, hah? Semua orang sibuk membahas pemekaran wilayah ini—pemekaran wilayah itu," ujarnya dengan geram. Sementara Samsuri masih bergeming menunggu giliran untuk menyuarakan alasan di balik tindakannya tersebut.

"Saat ini kita sedang dalam masa peralihan, Samsuri. Sejak era reformasi, tidak sedikit anggota kepolisian yang terungkap ke publik melanggar kode etik profesi, bahkan terjerat hukum seperti korupsi, suap, juga terlibat aksi saling serang dengan anggota TNI di lapangan. Akibatnya banyak sekali personil kita yang dipecat. Kita kekuragan anggota, Samsuri. Apa kau pura-pura tidak tahu soal ini?"

"Tapi, komandan—" bantah Samsuri kemudian, yang sesegera mungkin dipotong oleh Komandan itu.

"Kau lihat ini," ujar Komandan Alex seraya mengacungkan surat tersebut ke udara. Komandan itu lalu mengoyak-ngoyaknya dengan penuh emosi—tepat di depan wajah Samsuri. "Pokoknya aku tidak akan memproses surat pengunduran dirimu," putus Komandan Alex.

Sisa-sisa kertas tersebut pun akhirnya hanya menggunung dalam asbak beling di atas meja kerja Komandan Alex.

Dengan langkah tergesa-gesa, Komandan Alex mengitari meja kerjanya, kemudian berjalan menuju jendela depan. Menyibak gorden dengan sekali sentakan, manik matanya lantas bergulir, mengintip situasi di luar ruangan. Tingkahnya itu justru membuat dirinya tampak sangat konyol, sebab kaca tebal yang menyekat ruangannya dengan ruang sebelah merupakan jenis kaca dua arah. Tak lama, pria berusia empat puluhan itu pun kembali berderap ke arah Samsuri. Meminta secara baik-baik pada Ajun Komisarisnya itu untuk duduk di sofa sudut ruangan sambil merenungkan kembali keputusannya.

Komandan Alex mengambil tempat persis di sebelah Samsuri. "Aku tahu," katanya, usai hening lebih banyak menjeda beberapa menit lalu. "sejak kembali dari Batam, kau memang tidak pernah bertegur sapa dengan Kapten—ah! Maksudku Komisaris Darwis."

Komandan Alex mengusap-usap hidung bangirnya. Perubahan pangkat kepolisian ini membuatnya jadi sakit kepala.

"Ada apa sebenarnya dengan kalian?" Komandan Alex berupaya membujuk Samsuri untuk bercerita.

Awalnya Samsuri memang terlihat enggan menjawab. Menurutnya, membeberkan ketidakbecusan Kaptennya pada Komandan Alex bukanlah hal yang benar. Dia persis seperti seseorang yang hendak mengadu domba saja. Namun, alih-alih diam dan berkelit, suasana yang terasa semakin canggung di antara mereka, membuatnya tak bisa menahan diri lebih lama lagi.

"Saya hanya ... tidak sependapat dengannya soal kasus itu, Komandan."

"Lalu, apakah dengan mengundurkan diri semua rasa gundahmu itu akan terobati?" sambar Komandan Alex kemudian.

Dalam satu tarikan napas, Samsuri menjawab, "Saya sendiri sebenarnya juga tidak tahu mana yang benar, Komandan." Dia melirik sekilas ke arah Komandan Alex, kemudian melanjutkan perkataannya, "Semua ini ... sungguh rumit, Komandan."

Kasus dua orang wanita yang dibuang di Kilometer 13 itu, setelah melalui proses penyelidikan yang cukup panjang, pada akhirnya pun resmi ditutup.

Berkas kasusnya sudah naik ke pengadilan. Hanya tinggal menunggu waktu sampai John Marcus dapat diadili di depan muka para Hakim Agung dan dinyatakan bersalah atas perbuatannya. Rakit juga sudah diturunkan ke Desa Batu Bedimbar. Tim yang diketuai oleh Kapten Darwis pun terpaksa ditarik kembali ke Tanjung Pinang—termasuk Samsuri. Tidak ada yang bisa dia lakukan saat itu selain mengikuti perintah dari atasan. Apa yang telah dia upayakan akhirnya berujung sia-sia. Samsuri terpaksa mengubur semua harapannya begitu saja.

Bukan hanya Kapten Darwis, tetapi semua orang—menuduhnya berdelusi soal saksi yang sempat menelpon saat dia mendapat giliran jaga—pada tanggal 12 Februari sekitar pukul sebelas malam.

Membutuhkan waktu lama untuk bisa melacak lokasi penelpon tersebut. Namun, berkat usaha Samsuri, anggota Intel akhirnya berhasil menyelidiki di mana tepatnya lokasi telepon umum yang digunakan saksi untuk menghubunginya malam itu—yakni, daerah di sekitar Kilometer 13.

Ketika Kapten Darwis mulai mempercayai kata-katanya, Samsuri merasa dirinya sedikit memiliki harapan untuk bisa meluruskan kasus tersebut, hanya saja Kapten itu salah kaprah dengan menganggap Siti Sundari-lah saksi yang dia cari-cari selama ini.

Memang, tidak ada petunjuk langsung yang dapat mengarah pada sosok saksi misterius itu—selain Hachiko.

Masalah terbesarnya Hachiko hanyalah seekor anjing. Bagaimana mungkin Samsuri dapat membuktikan kepada semua orang tentang keberadaan saksi misterius tersebut?

Untuk dapat membuka kembali kasus ini, rasanya pun akan sangat mustahil, sebab satu-satunya harapan yang dia miliki nyatanya kini sudah ... mati. Ingatan tentang kejadian malam itu pun kembali mengemuka; Hachiko tewas berdarah-darah dalam pelukan Ayis.

Samsuri mendesah. "Saya yakin, anjing itu pasti sedang mencari-cari tuannya."

"Anjing ...?" Komandan Alex menyergah ucapannya. Samsuri jelas dapat merasakan sinar keragu-raguan dalam mata Komandan itu.

"Saya tau ini memang tidak masuk akal, Komandan, tetapi—bagaimana jika ternyata selama ini—anjing itu—sama sekali tidak pernah menyerah sedikit pun?"

Samsuri merasa tenggorokannya bagai diganjal bongkahan batu besar. Kedua matanya ikut memanas ketika membayangkan betapa mengenaskannya kondisi Hachiko malam itu.

"Lalu, bagaimana dengan kita, Komandan? Bagaimana bisa kita menyerah begitu saja, ketika di luar sana ada seekor anjing yang setengah mati berusaha mencari-cari keberadaan tuannya? Untuk apa sebenarnya penghargaan yang kita terima ini? Jika nyatanya kita—kita lebih buruk daripada anjing—tidak—" Samsuri menggeleng. "—bahkan mungkin—kita lebih buruk dari semua binatang yang ada di dunia ini."

Membiarkan sebuah dugaan mengambang begitu saja, demi fakta yang masih belum jelas kebenarannya, bukankah hal ini sama saja dengan memaksa pintu keadilan ditutup rapat-rapat?

Komandan Alex bangkit berdiri. Dia memijat pelipisnya yang mulai berkedut hebat. Mondar-mandir tidak keruan sembari menimbang perkataan Samsuri dan laporan yang dia terima dari lapangan. Kemudian setelahnya, tangannya meraih gagang telepon di atas meja untuk menghubungi seseorang.

Samsuri sempat mencuri dengar pembicaraan yang dilakukan Komandan itu dengan seseorang—yang entah siapa—di seberang sana.

"Keluarkan surat perintah ... ya ... sepertinya Samsuri perlu mendapat demosi ke Polsek-Polsek kecil. Seenaknya saja dia datang ke ruanganku dan mengata-ngatai instansi kita."

Kening Samsuri tampak berkerut dalam. Meski pembicaraan itu hanya sepihak didengarnya, sepertinya dia bisa menangkap maksud Komandan Alex.

Komandan Alex mengedipkan sebelah mata begitu panggilan tersebut terputus.

"Kalau kau memang seyakin itu, temukan buktinya, lalu bawa ke hadapanku," ujarnya kemudian.

Samsuri mengerjap beberapa kali. Sungguh, dia tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang sudah telanjur mengembang ketika mendengar keputusan Komandan Alex.

"Kau tahu sendiri kan, Samsuri, apa yang menjadi tolok ukur pemisahan Polri dari tubuh ABRI. Kita tidak bisa asal main tangkap dan mengulang sejarah orde lama. Semua harus sesuai prosedur. Jadi, untuk saat ini, sebisa mungkin aku akan melobi Dewan Pertimbangan Karir, agar kau dipindahtugaskan ke Polsek kecil di Batam."

Komandan Alex berdeham, tampak menimbang lagi kalimat yang akan diutarakannya pada Ajun Komisaris kesayangannya itu. "Lanjutkanlah penyelidikanmu. Memang, akan sangat memalukan, jika sampai terbukti ini merupakan sebuah kesalahan penyelidikan." Komandan Alex mengusap-usap dagunya. "Tapi ... bagaimanapun kita ini kan dibayar oleh pajak rakyat—untuk menegakkan hukum dengan seadil-adilnya. Mau bagaimana lagi?"

Samsuri nyaris tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mendapat kehormatan untuk bisa menyelidiki ulang kasus tersebut, dia pikir hanyalah sebuah mimpi yang tidak mungkin terwujud—sebab dia memang tidak memegang bukti langsung yang dapat mengarah pada saksi itu. Namun, Komandan Alex justru datang dan memberinya harapan. Samsuri tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Tapi, ingat, hanya untuk sementara saja, sewaktu-waktu aku bisa menarikmu kembali jika diperlukan." Komandan Alex kembali menambahkan.

"Apa kau senang dengan keputusanku ini?" tanya Komandan Alex, saat didapatinya Samsuri hanya mampu terdiam di tempat. "Kau ini .... Berhati-hatilah, Samsuri, jangan sampai kau terlalu mencintai pekerjaanmu. Kalau seandainya semua tidak berjalan seperti harapanmu, nanti—kau hanya akan mati dalam kubangan penyesalan."

Samsuri mengangguk paham, kemudian bangkit berdiri. Tangan kanannya memberi hormat seraya menghentak kuat sebelah kakinya. "Siap, Komandan! Saya pasti akan selalu mengingat kata-kata Anda."

________________

Selama masa sidang bersama Dewan Pertimbangan Karir, Samsuri kerap dihantui perasaan was-was—bagaimana jika dia justru ditempatkan di luar wilayah Batam?

Setelah melewati banyak pertimbangan yang dianggap telah sesuai dengan prosedur, surat perintah Mutasi Anggota akhirnya resmi dikeluarkan pada pertengahan Maret.

Samsuri mendapat surat Mutasi Jabatan ke Kepolisian Batam Timur. Namun, bukan jenis mutasi bersifat demosi seperti yang dikatakan Komandan Alex.

Pelaksanaan Mutasi Jabatan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman melalui penugasan silang antar Satuan Wilayah. Sesuai kebutuhan organisasi, sebab selain alasan tersebut, juga dikarenakan Kepolisian Batam Timur yang banyak kekurangan anggota dalam fungsi reserse-nya. Sekurang-kurangnya selama dua tahun Samsuri akan ditugaskan di sana, bersama lima Perwira dan Brigadir lainnya—yang nama-namanya telah tercantum dalam surat edaran.

Di dalam ruangan Kapolres, Komandan Alex melepas kelima anggota yang mendapat panggilan pemindahan tugas tersebut. Banyak pesan dan kesan yang disampaikan oleh Komandan Alex, agar di tempat penugasan selanjutnya, para Perwira dan Brigadir yang dimutasi dapat bekerja dengan baik—sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.

Samsuri tidak tahu mengapa di setiap penugasannya dia selalu bersama Ayis. Ketika Komandan Alex menceramahinya—bahwa instansi kepolisian mungkin memang lebih buruk daripada semua binatang di dunia ini—Ayis jelas terlihat menahan senyum dengan wajah seperti sedang mengejan. Samsuri ingin sekali memukul kepalanya. Namun, dia hanya bisa mengangguk-angguk, mengamini saran Komandan Alex yang memintanya membuktikan bahwa instansi mereka tidaklah seburuk itu.

Begitu keluar dari ruangan Komandan Alex, Samsuri langsung berderap menuju parkiran depan gedung barat Polres Kepulauan Riau. Istrinya, Elizar, telah menunggunya sejak tadi di sana. Samsuri mendapati sosok istrinya yang tengah duduk membelakanginya di bawah kanopi bunga rambat. Dia tidak bisa memungkiri rasa bahagianya meluap, tetapi di sisi lain dia juga mengkhawatirkan kondisi istrinya yang sedang dalam masa-masa awal kehamilan.

"Bagaimana ini .... Kita akan pindah ke Batam dalam waktu dekat." Samsuri duduk di sebelah istrinya, kemudian memberitahu soal pemindahan tugasnya ke Kepolisian Batam Timur. Angin lembut yang meniup rambut Elizar, membawa tangan Samsuri lantas bergerak menyelipkan anak rambut ke belakang telinga istrinya. Elizar hanya menggumam kecil sembari mengulum senyum. Samsuri tidak tahu apa yang ada dalam pikiran istrinya. Dilihatnya kedua manik mata Elizar tampak berkelana untuk sesaat, memperhatikan bunga rambat di sekeliling mereka—yang menjadi saksi bisu ketika Samsuri tiba-tiba mencium keningnya.

Elizar melenguh, kemudian menatap wajah Samsuri yang terlihat lebih hidup sekarang. "Dari Pekan Baru ke Tanjung Pinang, lalu ke Batam," katanya sambil lalu. Rasanya dia sudah sangat terbiasa mengikuti suaminya hidup berpindah-pindah. "Kira-kira nanti kita akan ke mana lagi?"

Samsuri mengusap-usap perut istrinya dengan sayang. Dokter memperkirakan anak pertama mereka akan lahir di bulan November. "Bagaimana kalau setelah ini kita ke kamar saja?" gurau Samsuri, yang diakhiri suara tawa renyah.

Mendengar itu, Elizar kontan melotot. Wajahnya tampak bersemu merah. Untung saja tidak ada orang lain yang mendengar ucapan suaminya. "Tidak tahu apa orang sedang hamil!" gerutunya seraya memukul dada Samsuri. "Dasar!"

"Kudengar sangat disarankan untuk ...."

Elizar menutup kedua telinganya. Seiring gelak tawa suaminya yang semakin mengeras, semakin gencar pula Samsuri menggodanya, sampai-sampai Elizar tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Wanita itu hanya mampu menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan, ketika lagi-lagi Samsuri mencium keningnya.

___________________

Notes:

Ya, Lord, tolong, wkwk. Jujur saya selalu stuck di bagian Samsuri dan pusing banget mikirannya. Errrm, btw, Gaeys, karena tanda kepangkatan lama resmi saya tinggalkan di chapter ini, mulai chapter depan Samsuri pangkatnya bukan Letnan Satu lagi, ya, tapi Ajun Komisaris Polisi (AKP). Bisa dibilang Samsuri itu setingkat lebih tinggi pangkatnya dari Dimas.

Sebenarnya saya kurang yakin soal info ini. Pemisahan Polri dan TNI memang upacaranya sudah dilaksanakan sejak tahun 1999. Sementara Tap MPR masih dalam pembahasan di tahun 2000. Nah, UU yang mengatur tentang pemisahan tersebut, baru disahkan sekitar tahun 2001 atau 2002 (kalau gak salah tanda kepangkatan baru juga mulai diberlakukan di tahun ini).

Sebenarnya ini gak begitu penting sih, cuma saya mau menekankan aja soal pemisahaan kedua instansi tersebut lewat Upacara Kenaikan Pangkat dalam chapter ini, supaya kalian gak bingung nantinya. Karena di sini kebetulan saya buat moment-nya pas di tahun 2002, jadi mohon maaf jika terdapat kesalahan informasi di kemudian hari, karena saya juga kurang paham sebenarnya.

Sebenarnya, polisi jaman dulu itu susah loh naik pangkatnya, karena mereka emang benar-benar masih dalam proses peralihan dan sibuk membenahi instansi yang masih berada di bawah bayang-bayang ABRI dan terlibat konflik dengan anggota TNI. Jadi, kenaikan pangkat itu merupakan suatu anugerah dan kebanggaan bagi mereka. Dan, sebenarnya, polisi-polisi yang sering dapet penghargaan itu justru polisi-polisi yang sering terlibat dengan kasus penculikan, penyelamatan, kasus perampokan, juga para polisi yang aktif menjembatani masyarakat-yang tentunya membawa dampak positif pada instansi. Kalau untuk kasus pembunuhan itu jarang, kalau ada mungkin untuk jenis kasus pembunuhan besar.

Bhayangkari adalah sebutan untuk istri para polisi.

Jadi, kalau semisal kalian menikah dengan seorang polisi, kalian akan menjadi ibu-ibu Bhayangkari, biasanya penyerahan seragam untuk para Bhayangkari terjadi saat upacara prosesi pernikahan (btw seragamnya warna pink). Dan, ibu-ibu Bhayangkayari itu wajib hadir dalam acara tertentu yang diadakan instansi kepolisian dalam wilayah tugas suaminya, termasuk dalam Upacara Kenaikan Pangkat. Kalau gak, bisa-bisa para suami (polisi) ditunda kenaikan pangkatnya.

Oh, ngomong-ngomong, saya kurang tau sebutan yang digunakan untuk suami para Polwan. Wkwk

Sekian.

16.03.19

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

1.3M 97.2K 73
"lo itu cuma milik gue Lia, cuma gue, gak ada yang boleh ambil lo dari gue" tekan Farel "sakit kak" lirih Lia dengan mata berkaca kaca "bilang kalo...
148K 18.1K 16
Book 2 Sekuel I'm not Stupid! "KAMI ADA DAN BERLIPAT GANDA!" __Basis New Generation. 3 tahun sudah kasus tenggelamnya Anarkali di danau Magnesium Hig...
3.1M 222K 28
SELESAI ✔️ "Lo nggak akan bisa keluar dari hidup gue setelah ini. Lucy, lo milik gue. Satu-satunya." - Dean Caldwell Daren Hidup Lucy awalnya baik-ba...
207K 5.8K 50
[Budayakan VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertin...