Final Approach (✔) [TERBIT]

De Vixentae

699K 67.5K 28.2K

[PRIVATE] FOLLOW ME FIRST ✈ Kim Jinae, si pramugari kroco yang tiba-tiba menjadi target sasaran seorang pilot... Mais

PROLOGUE & TRAILER
Part 1. First Flight
Part 2. Breakfast On Board
Part 3. The Worst Night
Part 4. Schedule Change
Part 5. Kill Two Birds
Part 6. Uncontrolled Fight
Part 7. Hatred On Me
Part 8. Party Invitation
Part 9. Getting Wet
Part 10. The Hidden Wound
Part 11. Risky Late Dinner
Part 12. Special Pax
Part 13. Hello Again
Part 14. Not a Day Off
Part 15. Brewing Storm
Part 16. Thicker Than Water
Part 17. Brother and Sister
Part 18. Tango For Juliet
Part 19. A Bait In Reserve
Part 20. Doppelgänger
Part 21. Sasaeng Fans Problem
Part 22. Along The Canal
Part 23. Return To Base
Part 24. Suddenly Showing Up
Part 25. Present's Past
Part 26. Silly Osaka
Part 27. The Loathsome Lavatory
Part 28. Another Side of Him
Part 29. Hang In There
Part 30. Smell A Rat
Part 31. Facts Of
Part 32. Hearts Burn In New York
Part 33. I Am His
Part 34. Boy With Toy
Part 35. Feeling Much Better
Part 36. Behind The Fault
Part 37. Bruises
Part 38. Hoping For Something
Part 39. Beyond Responsibility
Part 41. The Special One
Part 42. Land Of God
Part 43. Still Wobbly
R U READY?
INFO FA

Part 40. Company Dinner

13.2K 1.3K 1.2K
De Vixentae

(Slide for mulmed, then prepare yourself)

.

.

Terima kasih...
Pokoknya terima kasih...

.

.

.

.

"Each of all your curves are only mine," Capt Taehyung said.

🌏

Memasuki area parkir gedung Shilla Hotel, dadaku rasanya tak lagi karuan. Satu gumpalan besar rasa gelisah untuk bertemu dengan Kim Taehyung mulai menjalar di hampir seluruh permukaan tubuhku.

Pria di sebelahku itu segera mengarahkan mobilnya pada sebuah celah yang dikhususkan untuk jajaran pilot jam terbang tertinggi di Skywalk Air. Diam-diam aku mencebik saat melihat papan penunjuk yang membagi-bagi kawasan parkir sesuai dengan 'derajatnya'.

Ah, aku bisa melihat si abu-abu metalik milik seorang pria tengil yang aku belum tahu keberadaannya. Hanya dengan melihat mobil itu saja, rasanya dadaku berdegup kencang, mencium semu aroma parfum bagian dalam kendaraan itu.

Kepalaku mempertanyakan, di mana Eunseo akan memarkirkan mobilnya jika bukan di deretan paling belakang?

Pandangan mata selanjutnya tertuju pada bangunan menjulang dari hotel Silla yang disewa khusus untuk tiga malam ke depan oleh Skywalk Air. Sempat berbungah, setelah melalui jalan hidup yang sangatlah zig-zag, akhirnya aku bisa menjadi bagian dari maskapai raksasa di negaraku sendiri.

Tenang saja, aku belum meninggikan ambisiku untuk pindah ke maskapai nomor satu di dunia.

"Ayo turun," seru Jin Oppa mengagetkanku dari lamunan. Dengan gerakan linglung aku ragu-ragu saat melepas parka yang kukenakan sebagai penutup gaunku. Sepertinya ia pun mengamati semua keanehan ini. "Coba kulihat---"

"Jangan!" putusku saat Jin Oppa berusaha melihat bagian belakang gaunku.

"Ya sudah, terserah kau saja," reaksinya malas.

Selama berjalan dari parkiran, pria itu berada di sebelahku lalu  menumpangkan dua tangannya di atas kepalaku. Mengusir serpihan-serpihan salju halus yang mengarah ke rambutku. Kami beruntung, jarak lobby sangat dekat.

Melirik sekilas ke arahnya, ternyata malam ini kakakku cukup tampan menggunakan tuksedo hitam di tubuhnya itu. Yah setidaknya identitas sebagai suami dari seorang eks idola yang terbongkar kemarin itu cukup bisa membuat mulut para haters bungkam dengan sendirinya. Profesi kakakku memang yang terbaik untuk dijadikan pasangan hidup.

Termasuk Kim Taehyung, salah satunya.

Kami berdua pun memasuki lobby hotel. Namun aku merengek pada kakakku untuk menunggu sebentar. City car milik Eunseo baru saja sampai dan gadis itu segera menggunakan fasilitas vallet parking. Ternyata sahabatku itu cukup pintar.

"Jinae-ya? Kau sudah datang sejak tadi ya?" Dalam hitungan sepersekian detik, kedua mata gadis itu langsung terbuka lebar saat menemukan sosok Jin Oppa berdiri tepat di belakangku.

Oh, boleh tidak sih aku tertawa atas ekspresi bodoh Eunseo yang melihat kakakku dengan pandangan penuh memuja itu?

"Wah, ada bocah ini juga rupanya?" Jin Oppa bersemangat untuk meraih pundak Eunseo dengan lengannya. Hingga gadis itu hampir saja jatuh terjengkang jika kakakku tak menahan punggungnya dengan satu tangan. "Berhati-hatilah, Eunseo-ya."

Pria itu benar-benar membuatku muak, jelas sekali tak ingin kehilangan satu pun penggemarnya. Dia pikir Eunseo akan lebih baik-baik saja dengan sikapnya yang tak berubah itu?

Tapi tawaku pun pecah saat Eunseo terlihat memejamkan matanya kuat di balik lengan besar yang melingkar pada sekitar wajahnya. Aku yakin gadis itu ketakutan kalau-kalau perasaannya akan semakin berkembang. Sedangkan gadis itu sendiri sedang dalam proses melupakan Kim Seokjin--- pria terjahat di dunia ini.

"Hei, yang kemarin itu kau kan?"

"Kemarin?" tanya Eunseo berusaha untuk tidak canggung terhadap kakakku.

Jin Oppa menunjuk-nunjuk hidung gadis itu santai. "Di apron gate 7, aku meneriakimu 'Eunseo-ya', tapi kau malah buru-buru lari."

"A-ah, itu. Maaf, aku tak melihatmu, Oppa," lirihnya.

"Heol, kau ini." Jin Oppa mencubit ringan pipi sahabatku yang sudah lebih dulu merona dan melebihi pewarna blush on-nya. "Mainlah ke Gwacheon, ibu sering menanyakanmu 'mana gadis pemakan segala itu?' Eunseo-ya, hanya kau yang sanggup memakan sup ayam tauco menjijikkan buatan ibuku. Sojung saja menolak keras untuk memakannya."

Setelah melihat situasi semakin tak kondusif, aku menyelamatkan Eunseo dari kondisi terpojoknya itu. Sampai-sampai Jin Oppa berteriak marah saat kami berdua menjauh darinya.

"Yaa, Kim Jinae ratu kebodohan! Aku belum selesai bicara dengan Eunseo!"

Aku mengacungkan kepalan tanganku padanya dan berlalu pergi bersama sahabatku yang masih saja terbengong. Dasar Eunseo si gadis payah, kau harus sadar sekarang jika pria tadi bukanlah yang terbaik untukmu.

"Jinae-ya, dadaku. Sakit sekali," lirih Eunseo tertunduk.

"Ya Tuhan, kau baik-baik saja?" Bukannya mereda, Eunseo terisak menyedihkan di dalam rangkulanku. Langsung saja aku menyeretnya ke sudut lobby yang tersembunyi. Menenangkan gadis itu perlahan.

"Aish, make up-ku. Aku ke toilet sebentar, kau masuk saja duluan."

Setelah ditinggalkan Eunseo, aku berusaha untuk memberanikan diri masuk ke ruangan ballroom hotel. Masih saja berjalan menghindari orang-orang, menyusuri dinding terluar. Semoga saja aku cepat mendapat papan petunjuk namaku sendiri.

Namun kesialan menghampiriku lebih dulu. Taehyung yang tengah berbincang dengan seseorang itu melihatku, lalu melambaikan tangannya. Jelas sekali menyuruhku untuk menghampiri tempatnya.

Astaga, wajah itu tidak asing untukku sebagai buruh maskapai. Choi Wontae, CEO dari Skywalk Air kan?

Mencoba menghindar pun tidak bisa karena semua orang di situ sudah melihatku. Lalu aku mendekat ke arahnya dengan kikuk. Sedikit membungkuk hormat, tapi beliau langsung menyodorkan untuk berjabat tangan. Aku pun menyambut baik salamnya.

"Ternyata gadis ini alasannya? Pantas saja akhir-akhir ini Kim Taehyung semangat sekali dalam bekerja. Semua rute diambilnya tanpa sedikit pun mengeluh."

"Sajang-nim, jangan membuatnya tersipu seperti itu." Taehyung tertawa bersama ketiga orang paruh baya lainnya. Mereka tak lain adalah para direksi di maskapai ini.

Taehyung membawaku untuk menyingkir setelah obrolan basa-basi itu usai. Pria itu melepas pergelangan tanganku, menatapku mula-mula dari rambut yang tersampir bergelombang ke samping. Bagian leherku yang tertutup oleh turtle neck, juga lenganku yang terbuka.

Taehyung mengulum senyumnya sembari menatap kedua ujung sepatu hak tinggiku, lalu bergumam. "Kenapa berdandan secantik ini sih? Apa niatmu itu membuatku tergila-gila padamu?"

Aku memukul kecil pada lengannya supaya dia berhenti membual. Lalu telapak tangan Taehyung itu meraih pinggangku begitu saja. Membuat jantungku hampir merosot saat ia menyadari ada sesuatu yang ganjil di punggungku. Taehyung meraba tanpa canggung pada bagian belakang tubuhku. Membuatku sedikit memutar tubuh, takut jika kekasihku itu menyadarinya.

Namun bukan Taehyung namanya jika berhenti begitu saja. Ia melesat ke belakangku lalu mengumpat samar. Kedua tangannya meremas bahuku, pria itu juga segera merapatkan tubuhnya padaku.

"Jinae-ya? Sebenarnya baju macam apa yang kau pakai, hah?" tuduhnya menahan kemurkaan.

Aku meringis tanpa berani membalikkan badanku. "Ini night dress bukan baju, Oppa."

"Ya Tuhan, apa ini baju yang diberikan oleh Sojungie? Apa dia sudah gila?"

Aku mendesah lesu, sepemikiran dengannya. "Sojung Eonni salah mengira-ngira tinggi badanku. Dan yah, begitulah. Dia memaksaku tetap memakai ini."

Kakak iparku tersayang itu memang bodoh sekali. Sebenarnya aku tak masalah jika gaun hitam yang ia pilihkan akan memiliki bagian tembus pandang pada sisi belakang. Namun siapa sangka si ibu hamil itu ingin membuatku cantik dengan memperlihatkan lekuk tengah punggungku--- yang semestinya hanya sejajar dengan pinggangku saja. Nyatanya bagian sensual dari gaun sialan ini jatuh sampai di belahan pantatku.

Iya, Sojung Eonni memang payah.

"Apa? Jadi kau tidak mencobanya lebih dulu? Astaga, kalian benar-benar konyol, membuatku sangat ingin merobek pakaianmu ini dengan tanganku." Kedua tangan besar itu menjauh dari bahuku, lalu aku baru berani memutar tubuhku menghadapinya.

"Aku tak sempat mencari kostum untuk acara ini, Oppa. Penerbanganku yang terakhir pun hanya seputaran Vietnam saja, dan Eunseo tak memercayai fesyen di sana," ucapku masih saja beralasan. Ini semua gara-gara gadis konyol itu yang baru mengingatkan aku saat di Tokyo, tepat setelah kami berdua pulang dari mencari kostumnya.

Poor me.

Ia mendengus lebih kesal lagi. "Tahu begini seharusnya kau ikut saja di penerbanganku ke Paris."

Sudah kuduga ia akan melepas jas luarannya untukku. Aku menahan kedua lengan itu lalu menggeleng. "Jangan. Aku lebih suka melihat Oppa begini."

"Tapi aku sangat benci melihatmu seperti ini," ucapnya sangat dalam.

Aku menatapnya, memohon. Sama sekali tak ingin menyabotase penampilan gagahnya di malam sepenting ini. Lagi pun aku juga tak ingin dianggap terlalu egois entah oleh siapa.

Taehyung tak henti-hentinya memarahiku dengan berkacak pinggang. Ia terlihat berpikir serius lalu menyuruhku untuk diam di sini, sementara itu dirinya meminta seorang manajer hotel untuk menukar petunjuk tempat duduknya dengan nama seorang pramugari yang berada tepat di sebelah namaku.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana canggungnya teman satu batch-ku itu nantinya. Tapi berada di tengah-tengah lautan pilot senior hanya akan membuatmu mati gaya. Kemudian pria itu menghampiriku kembali.

"Ayo ke sana," perintahnya yang langsung aku turuti. Tak ingin Taehyung berlanjut kesal padaku.

Baru saja melangkah, aku merasakan sebuah telapak tangan menyentuh bokongku. Aku mendelik ke arah pria yang berdiri tepat di sampingku. "Oppa!"

"Apa? Aku hanya ingin menghalangi tatapan-tatapan lapar ke arah tubuhmu. E-eh, katakan padaku, sekarang ini--- apa kau---" Taehyung menarik wajahku ke arahnya dengan satu tangannya yang terbebas. "--- tak mengenakan celana dalam?"

Aku melebarkan kedua bola mataku kesal. "Tentu saja pakai. Aku masih waras, Oppa."

Jemari tangannya itu malah bergerak menyentuh bokongku lebih banyak. Lalu berhenti setelah merasakan sebuah tali melintang di sekitar pinggulku yang dirabanya. "Ah benar, ini ya? Great, kau malah mengenakan G-string."

Aku tersenyum tidak nyaman, lagi-lagi aku akui ini termasuk jebakan kakak iparku untuk mengeluarkan koleksi pakaian dalam jenis mengerikan itu. Ingin tahu aku memakai bra berjenis seperti apa? Tentu saja bra silikon.

Merasa tidak nyaman dengan keberadaan tangannya yang terlalu besar untuk ukuran tubuhku, sehingga ia bisa menangkup seluruh bagian bokongku hanya dengan satu tangan, aku mengucap lirih, "Kumohon, lepaskan tanganmu dari tubuhku, Oppa...."

Sengaja menempelkan bibirnya pada telingaku, Taehyung berbisik, "Hoo, kau tak bisa melarangku, gadis cantik. Seluruh lekuk tubuhmu itu---"

"Taehyung-ah!" seru seseorang yang aku hapal dia siapa.

"Oh, Hyung." Si bodoh itu menarik wajahnya menjauhi aku. Namun tanpa bisa kucegah, pria itu pun mendorong tangannya yang masih melekat di bagian tubuhku --- dan secara nyata membuat bulu kuduk ini serentak berdiri--- sehingga aku bisa berhadapan langsung dengan kakakku.

"Jaga tanganmu, idiot!"

.

Ttakk....

.

Taehyung meringis kesakitan atas sebuah pukulan di bahunya dari kakakku. Syukurlah, akhirnya tangan kurang ajar itu menjauh dariku., "Aish Hyung, memangnya aku salah jika ingin menjaga adikmu dari para buaya di ruangan ini?"

"Tidak sih, tapi tetap saja tangan kotormu itu tak boleh menyentuh adikku, brengsek!" Jin Oppa buru-buru melepaskan bagian terluar tuksedonya.

"Aku sudah memaksanya dengan cara yang sama, Hyung. Tapi ditolak mentah-mentah olehnya," sungut Taehyung masih saja kesal.

Aku hanya memutar bola mataku malas. Paham jika Jin Oppa merupakan ketua asosiasi pilot se-Korea Selatan. Itu artinya dia akan memiliki sebuah pidato di acara ini, tak mungkin aku juga akan bersikap egois atas kakakku itu.

"Kalian berdua, pergilah. Membuatku muak saja." Aku segera berbalik badan dan menjauh.

"Yaa, Kim Jinae!" seru kedua pilot gila itu bersamaan. Tidak menghiraukan mereka, aku cepat-cepat menuju ke kursiku.

Sekarang semua aman, kan?

***

Benar saja, Kim Seokjin memang memiliki sesi yang tadi kusebutkan. Pria itu memang dilahirkan sempurna, hanya sedikit kurang waras saja. Lalu setelah rangkaian sambutan berakhir, ternyata acara dilanjutkan dengan penghargaan khusus kru-kru terbaik yang datang di jamuan malam ini.

I wonder why my man is just impeccable too.

Taehyung mendapat penghargaan atas poin kinerja tertinggi pada jajaran pilot. Tadinya aku hampir tak percaya, tapi mengingat kakakku yang lebih memilih penerbangan jarak jauh karena semata-mata untuk uang, penghargaan itu memang pantas didapat oleh Taehyung--- di luar kekuasaannya dalam bongkar pasang kru.

Nilai efektif dan efisien dari seluruh jam terbang Taehyung menjadi yang terbaik di antara semuanya. Tanpa pelanggaran kelebihan jam kerja dan juga dianggap sebagai pembuat keputusan yang sangat handal saat on-board.

Sangat menyadari jika strata kami jelas berbeda. Jika Taehyung termasuk golongan pilot kelas teratas bersama kakakku dan teman-temannya, maka aku hanyalah pramugari rendahan yang tak bernilai. Mungkin juga berdasar jam terbang sesama rekan awak kabin, peringkatku bisa dibilang yang paling buncit. Apalagi hanya aku satu-satunya pramugari di angkatan 101 yang pernah mendapat hukuman grounded paling lama.

Aku berusaha tersenyum tulus, ikut berbangga atas pencapaian Taehyung di depan sana. Walau rasanya ada secuil rasa iri di dalam hatiku. Aku ini hanyalah manusia biasa.

"CAPT TAEHYUNG, AKU MENCINTAIMU!" Teriakan itu bukan berasal dari mulutku, melainkan seorang pramugari senior yang tak tahu diri. Astaga, mengerikan sekali!

Taehyung yang baru saja akan memulai pidatonya terpaksa menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Aku tercengang saat melihat bagaimana pria itu dapat membuat seisi ruangan besar ini hening dalam sekejap.

"Maaf, tapi aku sedang tidak tersedia sampai waktu yang tidak ditentukan," ucap pria itu tiba-tiba.

Tanpa bisa dicegah, gemuruh dan kelakar pun terjadi kembali. Beberapa pramugari juga menoleh serta melemparkan lirikan tajam padaku. Lalu reaksiku? Hanya terus melihat ke sosok pria tampan di podium depan sana, terlalu malas meladeni mereka.

Taehyung menyapa serta membungkuk hormat pada masing-masing individu jajaran direksi serta CEO dari Skywalk Air. Lalu ia tersenyum sangat-sangat tipis.

"Awalnya kupikir, inti dari semua rangkaian penerbangan berada di pundak awak kokpit. Atau egoisnya, saya---sebagai seorang pilot. But no, I'm totally wrong." Ia terkekeh, menertawai dirinya sendiri. "Terlalu banyak pihak yang terlibat dalam urusan burung raksasa itu untuk bisa mengudara."

"Dan hal yang paling kubenci aku harus menyebutkan beberapa pihak itu. Ternyata aku berhutang banyak pada ground staff mulai dari av-sec, front-liner, engineer hingga marshall, belum lagi controller, dan yang terakhir, flight attendant--- yang sering dianggap sekadar budak atau pesuruh saat kalian semua berada di dalam kabin tanpa seragam." Tak sengaja Taehyung menatapku dari kejauhan, ia tersenyum sekilas lalu kembali menyapukan pandangannya.

"Tapi sosok kacung itu sudah menamparku sampai aku tersadar. Mula-mula hampir tak percaya saat mengetahui dirinya nyaris terbunuh di satu penerbangan terakhirnya, menyisakan sebuah bekas teramat serius." Taehyung terdiam sesaat, menarik napas dalam-dalam. "Juga mendapati gadis itu hampir kehilangan kehormatan dengan cara bengis, tapi tak ada satu pihak pun yang memercayainya. Ah ya, dia juga nekat menggotong unaccompanied minor berbobot sekitar 15 kilo di tengah hujan salju dari atas kabin sampai akhirnya bertemu dengan wali bocah itu."

Mataku berair, hampir tak dapat menahan kecamuk di dalam dadaku. Taehyung benar-benar membuatku sekacau ini hanya dengan membicarakan sosok yang sangat aku kenal teramat baik.

"Yang dia dapat? Hanya makian dan cemooh tanpa henti. Tapi aku tahu benar, itu semua dilakukannya dengan tulus, hanya berniat melayani semata. Sayangnya, gadis itu tak paham. Orang lain hanya memandangnya seolah itu sudah jadi kewajiban utamanya. Padahal semua insan dunia penerbangan pun juga tahu, itu jelas di luar kapasitasnya. Salah-salah, malah dianggap melakukan pelanggaran SOP yang berujung pada hukuman. Tapi apa kalian ingin tahu? Gadis itu tak juga jera sedikit pun dan tetap mencintai angkasa melebihi diri sendiri."

Sindirannya itu membuat semua wajah di ruangan menegang tak terkecuali. Termasuk juga aku, sudah lebih dulu menutup mulutku yang terbuka ini.

"Saya belajar satu hal penting dari dirinya, yang seringkali kita lupakan saat bekerja di luasnya dunia aviasi. Hanya satu saja, dan itu bernama 'human touch'--- ya, empati. Satu-satunya yang membedakan kita dengan mesin jet dan komputer." Taehyung tersenyum begitu miris, sedangkan hatiku semakin nyeri saja dibuatnya. "Harapanku, kita semua bisa memiliki empati itu bukan untuk kepentingan perusahaan saja, tapi sebagai bentuk kecintaan pada panggilan bekerja di sektor penerbangan. Terus meyakinkan publik, bahwa kita yang teraman dan ternyaman. Berjayalah, Skywalk Air."

Aku menulikan indra pendengaranku, tak sanggup jika harus lanjut menangkap untaian kata yang terucap dari mulut Taehyung. Hingga pada saat semua bertepuk tangan, aku masih menunduk dan menutup kedua telingaku untuk waktu yang lama.

Setelah itu, full course dining pun dimulai. Rasanya perutku sangat tidak nyaman mendapati Taehyung yang terduduk di sebelahku. Mungkin jika instruktur training pramugari melihat bagaimana aku terus-terusan menunduk saat memakan steak salmon di depanku, aku bisa saja mendapat satu pukulan rotan pada bagian tengkuk.

"Hei... Angkat wajahmu." Taehyung meraih sebelah tanganku. "Shall we dance?"

Rohku seperti kembali masuk ke dalam raga saat aku baru menyadari jika acara melelahkan malam hari ini punya sesi dansa. Samar-samar aku bisa mendengarkan alunan musik orkestra yang dibawakan secara langsung di ujung ruangan. Taehyung membawa ---lebih tepatnya mendorong bahuku--- diriku ke bagian tengah lantai dansa di depan podium. Tak membiarkan tubuhku menjauh, pria itu menarikku ke dalam pelukannya.

Bagaimana dengan tangan sialan milik Taehyung? Lagi-lagi menyentuh belahan tubuhku di bawah sana, berdalih menutupinya.

Taehyung benar-benar menghapus jarak di antara tubuh kami berdua, membiarkan kepalaku bersandar pada bahunya. "Apa perasaanmu baik-baik saja? Maaf jika pidatoku tadi menyinggungmu terlalu banyak, Jinae-ya," bisik pria itu di samping pelipisku.

"Tak apa, salahku yang terlalu sensitif."

Dua pasang kaki kami terus bergerak mengikuti nada dan irama. Teringat saat kakakku mengajarkan gerakan berdansa semasa sekolah menengah. Menurutnya, itu termasuk kemampuan yang cukup penting untuk dimiliki. Padahal aku bilang, jauh lebih menarik K-pop dibanding ini.

"Hm, kau ingin kita berdua pergi dari sini?"

Aku mengangguk kecil di samping lehernya. "Aku ingin pulang, Oppa."

"Baiklah kalau itu memang inginmu," ujarnya memutar tubuhku lalu merangkul pinggulku. "Ayo kita pulang."

***

Tubuhku yang sudah tiga jam terbalut gaun pembawa bencana ini sudah tak sabar menantikan sepotong kaus dan celana katun pendek kesayangan. Terbayang meniduri ranjang empuk beraroma bunga maskulin, sembari menonton acara musik favorit di layar kaca. Kakiku ini berjalan gontai menuju pintu unit apartemen bernomor akhiran 7, milik Kim Taehyung.

Setelah memasukkan kode sandi pintu, aku berhenti melangkah dan mengernyit bingung. Kenapa pria di belakangku itu tak bersuara sejak tadi?

"Taengi Oppa---- mpppfffhhhh!"

Lelaki itu ternyata melancarkan sebuah serangan tiba-tiba dari belakang, meraup mulutku tanpa ampun. Dengan emosi yang menggebu, ia berusaha menjadikan satu seluruh rambutku yang tergerai lalu asal mencengkram kuat-kuat. Sampai aku merasa ia tengah menghukumku atas sesuatu, atau bisa juga terlihat melampiaskan semuanya padaku.

Ada apa ini? Kenapa Taehyung mendadak bertingkah menyeramkam?

"Oppa, hhh, ka-kau kenapa?" tanyaku berusaha menarik diri

"Aku merindukanmu, dan malam ini entah mengapa kau terlihat begitu cantik, seperti tak tergapai olehku, Kim Jinae" Ia mengamati keningku, turun ke hidung, dagu dan berhenti tepat di dadaku.

Bibirku tidak bisa menahan senyuman atas rasa gemas yang tertuju pada wujud seorang pria dewasa itu. Seperti bukan Kim Taehyung saja.

"Hanya rindu? Lalu, bagaimana dengan cinta?" tuntutku tergesa.

"Jangan mengujiku!" Ia kembali menyatukan wajah kami. Hatiku rasanya tersayat-sayat sampai aku ingin menangis di hadapannya.

Aku sangat ingat bagaimana sulitnya mengucap dan menyampaikan rasa sayang pada orang yang sesungguhnya tidak kukasihi. Saat ini aku bertanya-tanya, apa Taehyung benar tak memiliki perasaan itu padaku? Namun mengapa ciumannya terasa sangat manis seolah hanya menginginkan diriku saja?

Tubuhku tersentak hebat saat kedua telapak tangan itu tahu-tahu sudah tak lagi berada di wajahku, tapi menyentuh kedua bokongku secara perlahan. Kemudian salah satu tangannya menarik belakang lututku, sehingga kaki ini menumpu pada pinggangnya.

Seolah pasrah mengikuti ritme permainannya, aku hanya menurut saja saat ia melakukan hal yang sama pada kakiku yang lain.

"Hhnng..." Taehyung terengah sekilas saat mengangkat seluruh tubuhku. Membuat kedua kaki ini melingkari perutnya, berusaha terus merapatkan kedua tubuh kami yang saling melekat.

Seperti menerima setrum 360 joule pada jantungku, tak sengaja aku menggigit bibir bawahnya persis setelah ia mengusap dua bongkahan milikku di bawah sana.

"Tae---" Kali ini aku melepaskan mulutku dari jeratannya, lalu menyatukan kedua kening kami. "Apa maumu sebenarnya?" tanyaku sangat-sangat lirih.

Kim Taehyung itu berusaha membawa tubuhku yang terus berada di gendongannya, masuk ke dalam kamar. Tanpa melihat, satu kakinya mendepak pintu kamar dengan cepat untuk menutupnya, tanpa merusak keseimbangan kami sedikit pun.

Memalukannya lagi, aku menutup mata dan sedikit terpekik saat kedua tangan Taehyung yang masih setia berada di posisinya itu meremasku lembut. Aku bisa merasakan kedua permukaan tangan penuh kehangatan itu melekat di bokongku.

"Makhluk cantik, aku ingin menggapaimu. Apa aku bisa?" ucapnya dengan suara seraknya yang rendah.

Sorot mata itu tidak sedang mengintimidasi ku seperti biasanya. Itu lebih terlihat sebagai permohonan seorang pria dewasa atas sesuatu hal besar pada wanitanya.

Tunggu se-sebentar! Ini ajakannya untuk melakukan hal yang lebih jauh, apa aku benar?

Kepalaku mendadak pusing. Melihat wajah memohonnya saja membuat dadaku naik turun dan ingin sekali mengangguk kuat atas rayuan mautnya. Namun aku membeku sesaat, terpikir oleh perasaan apa yang Taehyung miliki untukku, jika itu memang bukan cinta?

Air mataku meleleh satu per satu. Taehyung sedikit terheran, mencengkram masing-masing pinggangku untuk menurunkan tubuhku. "A-ah, maaf---"

Aku menutup kedua belah bibir hangat itu dengan seluruh jemari tanganku, mencoba untuk menghentikan apapun yang sedang ia coba hentikan saat ini. Kepalaku terangguk lemah dengan tatapan tak berkedip ke arahnya. "Oppa, ini kali pertamaku."

"Ah, aku mengerti," gumamnya membuat hatiku kembali terasa seperti dicubit. Taehyung mengecup jari-jari tanganku satu persatu, sedangkan ia sendiri tengah meraih bagian turtle neck-ku, mengelupasnya sampai sebatas bahu.

Tanganku refleks mendekap bagian depan tubuhku ini saat Taehyung menarik turun gaunku lebih rendah lagi. Berusaha mempertahankan penyokong dadaku sendiri, Taehyung melepas bagian gaun itu satu persatu melalui lenganku.

.

Sraakkk....

.

Tepat setelah Taehyung meloloskan dari pinggulku, gaun berbahan tebal dari kakak iparku itu mendarat mulus ke lantai. Lelaki itu hanya terus menatap ke arah bola mataku seakan terus mempertanyakan keputusan terbesar selama di hidupku yang sudah kubuat barusan.

Pelukan serta kecupan-kecupan hangatnya mengalihkan pikiran atas ketakutan serta kecemasanku. Tak ada siapa pun di kepalaku, kecuali Taehyung sendiri. Dalam hati, aku berpekik menistakan diriku. Murahan? Ya, sebut saja aku begitu, aku sudah tak masalah.

Kurasa baru sekarang aku merasa sudah segila itu dalam mencintai seseorang. Celakanya aku, pria itu adalah Kim Taehyung yang sudah merebahkan punggung ini ke atas ranjang--- tempat favoritku.

Ia masih saja sibuk menghujani wajahku dengan ciuman yang mampu menggetarkan sekujur tubuhku yang juga terasa mulai memanas. Ruang kamar ini berubah menjadi panggangan dalam delusiku. Panas sekali, sampai-sampai aku ingin menggeliat tak beraturan.

Pemandangan saat ia melepas satu persatu lembaran jas hingga kemejanya, membuatku menahan napas sangat berat. Sudah hampir tiap bermalam di sini, aku dibuat meremang atas kebiasaannya tidur dalam kondisi tak berpakaian. Namun tak kusangka, malam ini semuanya tampak berbeda.

Ia tersenyum begitu angkuh seolah merasa telah memenangkan aku, sementara itu tangannya sibuk meloloskan sabuk dan deretan gerigi di bagian celananya. Netraku secara otomatis menangkap otot pinggulnya yang berbentuk V itu. Astaga, terbukti sudah semua pujian yang mengarah pada pesona mematikan seorang Kim Taehyung. Sempat tidak kuat, aku buru-buru menahan tangan itu, lalu menariknya hingga terjatuh tepat di atas tubuhku.

"Oppa, itu hm, pelan-pelan ya," cicitku.

Ia mengangguk patuh, tapi tak juga melepaskan seringai panasnya dari wajah itu. Aku mencengkram rambutnya lembut saat ia bergerak menciumi bahu dan melewati dadaku begitu saja. Merasakan sensasi yang ia ciptakan saat ia mengecup--- garis luka di perutku.

Mengapa juga priaku terlihat mempunyai obsesi besar pada kecacatanku yang satu itu. Apalagi saat ia mengusapnya lembut dengan sebagian lidahnya. "Oppa! Hentikan, itu geli! O-oh, rasanya aku ingin operasi saja untuk menutup bekas lukaku," omelku.

Pria itu terkekeh tanpa menggubrisku, terus melakukan hal yang sama pada perutku. Semakin tak bisa menahan gejolak hasil perbuatannya, aku menangkup wajah Taehyung dan membawanya sejajar dengan wajahku.

Sebuah alarm tanda bahaya berdering nyaring di kepalaku. Aku buru-buru meraih saku belakang celana yang masih terpasang asal-asalan di kakinya. Tanganku merogoh sebuah dompet khusus card holder miliknya, lalu mengais di bagian dalam. Mana sih benda sialan itu?!

"Kau mencari apa?"

"I-itu, hm--- pengaman...." ucapku sangat gugup. "Kenapa tidak ada?"

Taehyung menyugar asal rambutnya, tersenyum aneh dengan mata terpejam. Sementara itu, aku terus berusaha menemukan bungkusan di dalam dompetnya.

"Hhh, aku tak memiliki kondom, Jinae-ya," akunya.

Aku memilih untuk beralih menyelami sorot matanya. Barusan itu, ia berucap jujur?

"Oppa, tapi--- hm, tapi--- apa kau selalu melakukannya dengan wanita lain tanpa pengaman?" Aku ingin jawabannya! Tuhan, tolong aku sekali ini saja, biarkanlah Taehyung berucap jujur.

Sorot mata tajam itu berubah sangat serius, lalu ia menjatuhkan kedua telapak tangannya di samping kepalaku. Tiba-tiba saja dengan gerakan setengah push up di atas tubuhku, ia mengecup bibir ini beberapa kali.

"Kim Jinae dungu!" lirihnya menyebalkan.

Salahkah aku jika aku memilih untuk mengerucutkan bibirku merasa sangat-sangat kesal.

.

Cup....

.

"Kau yang pertama---"

.

Cup....

.

"--- untukku. Belum pernah ada---"

.

Cup....

.

"--- wanita lain yang ingin kusentuh sejauh ini."

Untuk kesekian kalinya, jantungku serasa dihujam oleh ribuan anak panah. Mengapa banyak sekali sisi Kim Taehyung yang belum juga aku pahami sejauh ini?

"Hm, jadi sampai mana kita tadi?" tanyanya bernada retorik. Lantas, ia menyelipkan satu jari telunjuknya di kaitan bra silikon yang kupakai.

Emh...

Tes....

1...2...3...

Hm... Hai...

Ampun ini mah, aing beneran takut digempur warga kampung perbucinan TaeJin *etdah kok namanya jd salah satu kapal aing? Wkwkwkwkwkk

Coba entar cari nama yg uwuu kalo sempet, kalo engga ya udah Teyunk - Jine aja.

Ini muka si capt kesel bgt ngeliat bajunya Jinae hahahaha.

Biasa aja bisa kalee ah, Capt!

Btw, mohon doanya ya gengs... Sebelum kesibukan PK LPDP dan segala tetek bengeknya dimulai, semoga ini tanggungan si capt sama pramugari kucluk udah bisa menyentuh garis finish, terus ku delete--- MUAHAHAHAHAHAHA...

Woi ini penghuni lapak si capt pada ilang-ilangan semua ya? Ya sutralah, bonus Junggo si rambut mekar aja:

Gemesss tha lah si adek minta dikuncit pocong.

Sampai jumpa di udara gengs, wuuuzzzz *ala Riuz-Elwi

Continue lendo

Você também vai gostar

68.7K 2.1K 45
𝘐𝘯 2013, 𝘺𝘰𝘶 𝘬𝘯𝘦𝘸 𝘛𝘰𝘣𝘺. 𝘏𝘦 𝘸𝘢𝘴 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘶𝘭𝘭𝘪𝘦𝘥 𝘲𝘶𝘪𝘦𝘵 𝘬𝘪𝘥 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺𝘰𝘯𝘦 𝘱𝘪𝘤𝘬𝘦𝘥 𝘰𝘯 𝘧𝘰𝘳 𝘧𝘶𝘯. 𝘠𝘰𝘶 𝘥�...
433K 1.7K 18
A collection of short, erotic stories with dark, forbidden themes. Please read the disclaimer before you carry on. WARNING 18+ All characters are...
934K 57.2K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
4.4K 141 20
[Minta votenya ya!!!! 😊😊😊] ________~~~~♡♡♡~~~~_________ Candra : "Sejujurnya ingin ku katakan saja... dari hati ini Ku mencintaimu. Kuharapkan kau...