MAGALI

By afinyulia

1.2K 118 112

Bertahun-tahun lamanya Magali sendirian. Bukan karena tak ada yang menginginkan, akan tetapi banyak pria lang... More

SATU (Bagian 1)
SATU (Bagian 2)
DUA (Bagian 1)
DUA (Bagian 2)
TIGA (Bagian 1)
TIGA (Bagian 2)
EMPAT (Bagian 1)
EMPAT (Bagian 2)
LIMA (Bagian 1)
LIMA (Bagian 2)
ENAM (Bagian 1)
ENAM (Bagian 2)
TUJUH (Bagian 2)

TUJUH (Bagian 1)

71 8 6
By afinyulia

Chris Hutapea menatap ponselnya penuh harap. Sejak kemarin baru sekali ia mendengar kabar dari Magali. Magali berkata ia sudah sampai di Portland dengan selamat dan tengah bersiap untuk menuju pesta pernikahan temannya. Setelah itu tak ada lagi kabarnya hingga pagi ini. Chris tak tenang, jika menuruti perasaan ia ingin sekali menelepon Magali dan menanyakan kabarnya. Tetapi, selaku orang tua ia ingin memperlakukannya seperti bocah. Sedikit-sedikit di telepon untuk memastikan ia baik-baik saja. Almarhum istrinya pernah mengkritiknya perkara ini. Ia bilang Chris harus memberi anak-anaknya ruang. Tak perlu dipantau seperti ketika mereka bayi. Toh, Magali sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri.

Namun, kali ini ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Chris merasa Magali tidak berkata jujur terkait keberadaannya di Portland. Setelah kejadian tidak menyenangkan di masa silam dan mereka pindah ke Ashland, Magali tak pernah lagi berhubungan dengan teman-teman lamanya kecuali dengan dua orang karibnya-Pat dan Colleen. Itupun sudah lama Magali tak pernah bercerita soal mereka. Kabar terakhir tentang keduanya Chris dengar kurang lebih empat tahun silam. Pat kini bekerja di sebuah LSM internasional di Afrika Selatan, khusus menangani wanita dan anak-anak korban kekerasan. Colleen yang berprofesi sebagai make-up artist kini bermukim di California. Terasa sangat janggal jika ada yang mengundang Magali untuk hadir pesta pernikahan sekarang.

Akhir-akhir ini Magali juga kerap berahasia, ia kerap pergi keluar tanpa mengatakan jelas kemana tujuannya. Beberapa kali ia kedapatan bicara dengan seseorang di telepon namun jika ditanya sedang bicara dengan siapa, ia menggelengkan kepala atau menjawab bukan siapa-siapa. Itu bukan Magalinya. Magali yang dikenalnya selalu terbuka. Chris tak mau curiga, namun intuisi sebagai ayah telah bicara. Ada sesuatu dengan gadis itu.

"Matahari? Kakakmu jadi pulang sekarang?"

Matahari yang tengah memasang kaus kaki melengak ke arah sang Ayah.

"Ya, Pa?"

"Kakakmu, jadi pulang sekarang?"

"Tadi sempat bilang sepertinya mundur."

"Mundur?" Chris mengerutkan kening.

"Iya."

"Kenapa katanya?"

Magali mengedikkan bahu. "Ia tak mengatakan dengan jelas alasannya. Cuma bilang ada hal yang mesti diurus."

Chris mengusap kepalanya dengan cemas.

"Kenapa sih, Pa? Kelihatannya kok cemas begitu?" Matahari mendekat dan memeluk Chris.

Chris menggelengkan kepala. Ia tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.

Matahari masih ingin bertanya saat suara klakson mobil terdengar dari balik pintu pagar. Gadis setinggi 178 cm itu melongok keluar. Rose, sahabat karibnya sudah datang. Ia segera mengambil tasnya dan mencium cepat sang Ayah sebelum keluar.

"Tumben kakakmu tak mengiringimu pergi. Biasanya dia selalu melambaikan tangan," ucap Rose saat Matahari membuka pintu mobilnya.

"Dia ke Portland. Menghadiri pernikahan kawannya."

"Hm, baguslah. Itu berarti kesempatan baginya untuk menemukan orang baru dan move on." Rose mengedipkan sebelah mata.

Matahari tak yakin soal itu. Kakaknya bukan orang yang mudah tertarik pada lawan jenis. Perlu waktu lama sebelum mengatakan "ya" pada seseorang apalagi berkomitmen dengannya. Trauma masa silam memberi pengaruh pada caranya mencari dan menentukan pasangan. Russell, calon suaminya yang gagal, dipilih setelah melewati proses panjang dan pemikiran yang matang. Saat Magali mengira keputusannya benar pria yang dipilihnya justru melakukan pengkhianatan. Magali tak pernah mengucapkan sepatah katapun soal itu. Namun, dari kediamannya Matahari bisa membaca Kakaknya terluka. Dua bulan penuh ia mengurung di rumah, tak pernah keluar kecuali untuk bekerja.

"Hei, ayo keluar!"

Seruan itu menyadarkan Matahari dari lamunan. Ia menoleh ke arah suara dan melihat Rose sudah berdiri di samping pintu. Astaga! Sejak kapan ia berada disana. Bukankah mereka tadi berada ia di jalan?

"Kenapa bengong saja? Ayo turun!"

Rose memberi isyarat agar Matahari segera keluar. Matahari geragapan. Ia buru-buru membuka pintu, menutupnya, dan menjajari Rose.

"Ada apa denganmu, kawan? Kelihatannya kau banyak pikiran?" tegur Rose sewaktu mereka melintasi parkiran.

Matahari menggeleng. Benaknya dipenuhi Magali.

Dua ratus delapan puluh tujuh mil dari Ashland, Preston bersungut-sungut mengetahui si penelepon, yang tadi membuat dia khawatir setengah mati tak mengalami apa-apa. Di dalam apartemennya yang nyaman, di daerah North West, Liz tak menampakkan diri sebagai sosok yang baru saja mengalami kecelakaan. Ia sehat, tak kurang suatu apa. Berbeda jauh dengan kondisi yang tadi dilaporkannya via telepon.

"Kau menipuku, Nona. Awas saja!" Preston berkacak pinggang. Matanya menyorot tajam, berharap hal itu akan membuat sang adik berhenti tertawa.

Tapi, tidak. Liz tak nampak takut. Ia justru maju, lalu menjulurkan tubuhnya, dan mencium pipi Preston yang 14 centi lebih tinggi darinya.

"Jangan marah. Aku merindukanmu. Sudah lama aku tak bertemu denganmu. Sesekali membuat kejutan apa salahnya," balas Liz seraya mengerling. "Kalau tidak begini kau takkan mampir ke tempatku. Beberapa kali kau pulang ke Portland, tapi tak ada kesempatan ngobrol. Selesai dengan pekerjaanmu, kau balik lagi ke Ashland."

Preston tak percaya sepenuhnya. Hatinya berkata ada maksud di balik perkataan Liz. Tak meleset. Beberapa saat setelah mereka berbincang, dengan manis Liz mengulurkan sekaleng minuman ringan dan melontarkan tanya ,"Seseorang mengabarkan kau datang dengan seseorang di pesta pernikahan Rachel Knight semalam. Siapa dia?"

Preston ingin tertawa. Pertanyaan semacam itu tak murni datang dari Liz sendiri, melainkan orang lain. Orang yang sangat ingin tahu kabar dirinya dan percintaannya hari-hari belakangan. Liz sendiri sangat menghormati privasinya selama ini. Ia jarang bertanya siapa saja perempuan yang sedang dekat dengan sang kakak meskipun mereka sangat akrab. Ada sebuah keganjilan, tapi Liz pintar menepisnya.

Dengan lihai ia berkata ,"Tentu saja aku ingin tahu. Aku penasaran seperti apa perempuan yang menarik hatimu itu. Ia pasti luar biasa sampai membuatmu kembali jatuh cinta."

Preston tak menyiak-nyiakan keingintahuan Liz. Ia ceritakan bagaimana ia bertemu, dimana, dan kapan hingga mereka memutuskan untuk menjalin hubungan. Semua benar kecuali satu hal, mereka bukan pasangan sungguhan.

Liz terkesima. "Wow, itu seperti dongeng saja. Seorang pria bertemu gadis di jalan, jatuh cinta pada pandangan pertama dan ketika bertemu kembali rupanya gayungnya bersambut."

Preston tidak berkomentar apapun. Ia hanya tersenyum dan membiarkan Liz menafsirkan sendiri jawabannya sementara dikepalanya film mulai menyala-memutar ulang pertemuan kedua dengan Magali, tiga pekan setelah melihatnya di Morning Glory. Hari itu Erich Hershey, dokter hewan yang kerap dipercaya menangani sapi-sapi di Green Pine, menikah. Bertempat di western hall Green Pine ranch, Eric mengikat janji dengan kekasih masa SMA-nya, Allie. Dua ratus undangan datang untuk menyaksikan pernikahan itu. Termasuk diantaranya gadis Highway 66 yang hadir sebagai salah satu bridesmaid.

Seperti biasa Preston menjadi pusat perhatian. Semua mahkluk berjenis perempuan-tua, muda, lajang, atau yang memiliki pasangan-baik secara sembunyi atau terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Preston. Kecuali gadis Highway 66. Saat yang lain sibuk berdansa dan berusaha keras menjadikan Preston sebagai pasangannya, ia tetap saja di sudutnya, sendirian. Ketika Preston memberinya kesempatan Magali justru mengangsurkannya kepada Bu Mavis-wanita tujuh puluh tahun, ceria, dengan mata serabun tikus mondok, namun gemar berdansa itu. Bu Mavis tak menolak.

"Ayo anak muda! Kita bersuka ria!" serunya sambil mengulurkan tangan.

Preston terpaksa tersenyum lebar. Diterimanya tangan keriput Bu Mavis seraya melirik Magali. Sialan! Bisa-bisanya ia berlaku demikian.

Source images :

Man using smartphone
Photo by Craig Adderley on Pexels
https://www.pexels.com/photo/person-using-smartphone-
1670035/

Wedding party
Photo by Andreas Rønningen on Unsplash
https://unsplash.com/photos/S2YssLw97l4

Continue Reading

You'll Also Like

544K 52.4K 30
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
2.5M 274K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1M 49.6K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
357K 2.2K 18
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...