Menatap lembayung senja yang menghiasi langit. Semburat kuningnya tampak bagus di lensa. Semilir angin sore berhembus, menerbangkan kelepak dedaunan. Memberikan alunan nada yang indah terdengar di telinga.
Seorang wanita sedang asyik dengan kamera SLRnya. Tampak serius membidik keindahan yang terpampang di depannya.
"Ca..dicariin juga."
Panggilan itu mengagetkannya. Membuat dia akhirnya menurunkan kameranya dan kini menatap kesal ke arah pria yang memanggilnya.
"Gangguin aja sih Kak Alvin ini, udah tahu Caca itu gak boleh diganggu kalau sedang kayak gini."
Mengerucutkan bibir dan menatap kesal sosok pria yang kini melangkah ke arahnya. Pria yang sangat mirip dengannya.
Yang membedakan postur tubuhnya yang tinggi menjulang itulah sebagai pembeda.
Sebuah tangan terulur ke pipinya dan mencubit dengan gemas, membuatnya mengaduh.
"Apaan sih Kak, kebiasaan deh. Ini pipi Caca udah gak kayak bakpao lagi."
Gerutuan itu disambut gelak tawa dari sang pria.
"Tetep aja chubby Ca. Mau digimanain juga. Mau senam wajah smpai kamu capek juga itu pipi tetep gembil. Uuhhh gemes."
Cubitan itu membuat wanita yang dipanggil Caca itu makin memberengut. Yang malah menampakkan semburat merah di pipinya yang putih.
"Ngeledek terus aja Kak. Gak Caca iringin pas nikah nanti..."
Alvin, pria itu tersenyum dan merangkul bahu Caca. Dua kakak beradik yang memang selalu bertengkar tapi kasih sayang mereka terpancar begitu jelas.
"Udah gak usah ngambek. Ada tamu tuh yang mau ketemu sama kamu."
Bisikan Alvin itu membuat Caca mengernyitkan kening. Dia mengalungkan kameranya di leher. Lalu membenarkan hijab warna oranye yang dipakainya senada dengan lembayung senja yang sudah mulai menghilang karena langit sudah berganti gelap.
Mereka melangkah menuju teras belakang rumah. Kebun halaman belakang rumah mereka ini memang selalu menjadi tempat yang asyik bagi Caca. Wanita yang memang berprofesi sebagai fotografer.
"Siapa? Maghrib-maghrib kok bertamu?"
Tapi Alvin hanya tersenyum penuh misterius yang membuat Caca makin kesal. Akhirnya mereka masuk ke dalam rumah tepat saat Adzan maghrib berkumandang.
"Ca... shalat berjamaah yuk."
Mereka disambut bunda mereka yang baru saja keluar dari dapur.
"Ya bunda. Caca mau ambil wudhu dulu."
Alvin langsung melepaskan rangkulannya dan kini melangkah ke arah tempat shalat yang ada di ruangan tengah.
Caca sendiri segera menyimpan kameranya di kamar, lalu mengambil air wudhu dan membawa mukena ke tempat shalat.
Suara asing yang sedang mengumandangkan Iqamah membuatnya tertegun.
"Ca, buruan."
Bundanya sudah memanggilnya saat dia mencoba mencari tahu suara siapa itu. Biasanya ayahnya atau kakaknya lah yang selalu mengumandangkan Adzan dan Iqamah. Tapi saat ini ada sosok pria lain yang berdiri memunggunginya. Memakai baju warna biru muda dan sarung yang juga tak dikenalnya. Berdiri di depan sendiri. Caca tidak sempat menatap lebih lama karena mereka segera melaksanakan shalat maghrib.
****
Selesai shalat Caca sudah akan bertanya kepada bundanya, tapi sang bunda sudah menyuruhnya membantu di dapur.
"Kamu panasin sup itu ya Ca. Bunda mau buatin teh."
Caca menurut dan segera melaksanakan perintah bundanya.
"Emang siapa tamunya sih bun?"
Pertanyaannya itu membuat sang bunda tersenyum saat menyeduh teh di cangkir.
"Temen Alvin.."
Jawaban sang bunda membuat Caca mengernyit
"Temannya Kak Alvin kan banyak bun. Nah ini kok kayak spesial banget."
Caca mulai melongokkan kepalanya ke arah pintu dapur. Siapa tahu dia bisa melihat sosok yang sejak tadi membuatnya penasaran.
"Nanti kan tahu sendiri. Udah sekarang ruang sup itu ke mangkuk lalu bawa ke ruang makan. Kita makan malam."
Caca hanya menganggukkan kepala dengan patuh. Dia juga ingin cepat-cepat melihat siapa yang bertamu ke rumah mereka.
Suara gelak tawa membuat langkah Caca sedikit tersendat. Mangkuk panas berisi sup di tangannya membuat dia sedikit meringis.
Tirai penghalang antara ruang makan dan dapur akhirnya tersingkap saat bunda membukanya. Caca dengan perlahan mengikuti langkah bundanya. Saat itulah dia melihat sosok pria itu lagi. Tinggi, berbahu tegap, sedang duduk memunggunginya.
"Ca cepetan... keburu lapar ini."
Celetukan kakaknya membuat Caca memberengut. Dan saat itulah pria itu berbalik ke arahnya. Membuat mulut Caca ternganga.
"Halo Keysha Putri..."
Caca segera meletakkan mangkuk itu ke atas meja. Tapi matanya masih tetap menatap pria yang kini tengah tersenyum dan menyapanya itu.
"Ca, kenapa bengong? Ini kan Kenan... kamu lupa?"
Celetukan sang ayah di sebelahnya membuat Caca menggeleng.
Dia Kenan, pria yang selalu..
"Cacaaaaa sebel sama Kak Ken... sukanya ciumin Caca... ih jijiiiikkk pipi Caca jadi basah...."
"Habisnya pipi kamu kayak bakpao... gemesin. Tuh ada merah-merahnya juga."
"Kak Kenaaaan jahat... Caca sebeeeel."
"Ca... ih kalau gitu makin gemesin deh..."
"Sakiiiittt Kak Ken... udah cium pake cubit-cubit. Kalau pipi Caca bolong Kak Ken tanggung jawab."
"Diiihhhh ngambek.... Kak Ken beliin permen deh."
"Enggak mauuuuuuu..."
"Oiiiiii Ca... malah bengong. Kaget lihat Mas Kenan udah ganteng gini?"
Celetukan itu membuat Caca tersadar dari ingatan masa kecilnya. Dia menatap kakaknya yang baru saja menegurnya. Lalu beralih ke arah Kenan.
"Mas Kenan?"
Kali ini pria itu menganggukkan kepala.
"Iya. Aku Kenan. Apa kabar Caca... pipi kamu tetep gembil ya?"
Dan itu membuat Caca merasa kesal lagi. Pria yang sejak kecil biasa menjahilinya itu kini mengucapkan tanpa ekspresi. Tapi sukses membuat jantung Caca berdegup kencang.
Pria yang sudah membuatnya keki setengah mati seumur hidupnya. Pria yang mencuri ciuman pertama di pipinya sejak berumur 5 tahun. Pria yang entah sejak kapan membuat dirinya berbunga-bunga dan sekaligus membuatnya kesal.
Setelah sekian lama tak bertemu, akhirnya mereka dipertemukan kembali.
"Mas Dokter Kenan... tepatnya ya Ken.."
Celetukan kakaknya itu membuat Caca kembali menatap Kenan yang kini menganggukkan kepala dan tersenyum tipis. Senyum yang dulu terlihat jahil di mata Caca.
"Apa sih. Cuma dokter hewan ini. Bisa disebut penyayang hewan aja."
Caca akhirnya terduduk di kursinya. Sedangkan sang bunda menghidangkan hasil masakannya kepada semua.
Kenan sudah menjadi seorang dokter. Lama sekali mereka tidak bertemu. Kenan pindah ke Yogya sejak umur Caca masih 10 tahun dan Kenan 15 tahun. Dan sekarang Caca sudah 24 tahun. Artinya 14 tahun mereka tidak bertemu. Sosok yang dulunya membuatnya kesal kini telah berubah menjadi sosok yang begitu tampan.
"Ken, praktek di Yogya?"
Pertanyaan sang ayah membuat Caca kembali menatap Kenan yang sekarang sedang menyesap teh hangatnya.
"Ini baru pindah ke sini lagi om. Buka pet shop sekaligus klinik di sini. Nemenin ayah sama bunda. Mbak Anis sama Bakpia kan udah sama suaminya masing-masing. Jadi Ken yang di sini."
Caca masih tidak percaya dengan kenyataan ini. Artinya Kenan akan ada di sini. Di kota kelahiran dan tempatnya tinggal selama 24 tahun ini.
Bisakah dia menghadapi Kenan yang sudah berubah menjadi sosok impiannya selama ini?
BERSAMBUNG
YUHUUU PARTNYA kenan dan Caca sudah up yaa..
Votement yaaa