Yours

By Elsarst

739K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 26
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

Bagian 15

26.7K 2.7K 320
By Elsarst

Di sore harinya setelah Chika dan Nina pulang, Lalisa duduk di balkon kamarnya sembari memainkan ponsel. Gadis itu seperti sedang mengetik sesuatu di layar sana sambil sesekali melirik balkon kamar Revan.

Revannnn........ Sent.

Lalisa terdiam menatap layar-lebih tepatnya ke room chat mereka berdua di Whatsapp, ia tengah menunggu balasan walaupun akhir-akhir ini cowok yang ditunggunya selalu telat membalas, tidak seperti dulu. Yaps, jangan dibahas lagi tentang perubahan Revan sewaktu SMP yang selalu menjadikannya prioritas, tidak seperti sekarang.

Gadis itu sudah tidak kaget lagi, sampai seulas senyuman getir selalu mengembang jika mengingat tentang cowok bernama Revan itu, apalagi tatapannya kali ini nanar seperti menahan sakit di dalam hati, walau tidak tahu apa yang membuatnya sakit sementara Revan tidak pernah menyakitinya.

"Padahal Revan lagi online." Lalisa menundukkan kepalanya. Ia pasrah, dan yakin jika Revan tidak akan membalasnya.

Tringg.

Hingga sampai beberapa saat hpnya bergetar, sontak Lalisa langsung mengangkat kepalanya dengan penuh harap ia melihat notif masuk. Dan, ternyata itu dari orang yang selalu ditunggunya. Ma Prince. Itulah nama kontak di ponsel Lalisa.

Ma Prince 👑 : Apa Lalis?

Lalisa tidak jadi sedih, karena balasan Revan selalu menjadi moodbosternya, walau hanya sekedar mengetik namanya saja namun terasa lembut jika dibayangkan oleh gadis itu. Dan, senyuman merekah sudah menggantikan kesenduannya. Kemudian, Lalisa segera membalas agar Revan tidak perlu menunggu balasan seperti dirinya, meskipun tidak mungkin juga Revan bodoh menunggu chat seseorang sampai tertidur. Revan bukan dirinya. Tapi walau begitu, gadis itu tetap berfikir positif dan mengetik sesuatu lagi dengan semangat.

Revan anterin Lalis yuk!!! Lalis mau beli makanan nih, Lalis laper:(( sent.

Setelah mengirim pesan, gadis itu memeluk ponselnya seraya komat-kamit agar permintaannya tidak ditolak oleh Revan.

Tring.

Lalisa terbelalak mendengar suara itu. Bahkan, kedua matanya membulat penuh harap bersamaan dengan mulut yang terbuka lebar-lebar, lalu hp itu sedikit dijauhkan diikuti bola matanya yang turun secara perlahan untuk melihat balasan dari Revan selanjutnya.


Ma Prince 👑 : Yaudah Revan juga sekalian mau beli makan. Buruan keluar, gua mau manasin motor nih.


Deg.

Seketika pipinya merah, menahan nafas sambil mengedipkan kedua matanya berkali-kali, hanya untuk memastikan bahwa ia tak salah lihat. Perasaannya sangatlah senang, seperti Revan baru saja menerima cintanya. Sontak, gadis itu meloncat dari kursi dan lari keluar, untuk menemui Revan.

🔥

Di kamar berbeda, Niko yang sedang tiduran di atas kasur sambil memainkan ponsel serta memakai earphone hitam di telinganya hanya mangut-mangut mengikuti alunan musik yang menggema di pendengarannya, sampai tiba-tiba hpnya bergetar menampilkan foto seseorang.

Cowok itu mengerutkan keningnya, ia bingung. "Mama?" gumam Niko ketika membaca nama kontak panggilan masuk, setelah itu menggeser tombol hijau dan ditempelkan di telinganya.

"Halo?" Niko memulai duluan.

"Halo, Niko di mana?"

Niko terdiam sejenak. Itu bukan suara Mamanya.

"Ini tante Felly." seseorang di seberang telepon sana memberitahu, seperti ia tahu apa yang sedang dibingungkan oleh anak laki-laki itu.

"Ah, iya tante. Kenapa? Niko ada kok di rumah."

"Tante nitip Lalis ya, oh ya kemaren tante lupa kasih tau kalo Lalis minta ijin keluar malem-malem, tolong jangan dikasih ya. Itu anak bandel soalnya, suka kabur tiba-tiba." titah Fellyana.

"Iya tante." turut cowok itu sopan.

"Satu lagi, Niko. Nanti tante transfer duitnya ke kamu aja ya, soalnya kalo tante transfer ke Lalis takut diabisin sama dia."

Niko terbelalak. "Hah? Ta-tapi tan-"

"Tante percaya kok sama kamu. Kamu bisa handle Lalisa kan?" tanya Fellyana memastikan.

"Ah, iya tante. Saya akan jaga kepercayaan tante." kata Niko meyakinkan

"Syukur deh, tante gak perlu was-was lagi di sini. Idaman calon mantu ya, hehehe...,"

Glekk.

Eh? Apa tadi?

"Yaudah tante tutup dulu ya teleponnya, bai.-tuttt

Niko terdiam, bahkan ponselnya masih menempel di telinga. Ia tidak bergeming sama sekali, hanya karena ucapan Mama Lalisa masih menggema di dalam pikirannya.

"Calon mantu? Jadi perjodohan itu...," Niko kepikiran, namun ia langsung menepisnya. "Ah, udahlah. Semoga perjodohan yang kemaren-kemaren itu cuma nakut-nakutin doang." cowok itu berusaha untuk positif thinking, dan tidak mau terlalu khawatir. Emang ini jaman siti nurbaya.

~•~•~

Lalisa melirik ke spion motor, ia mengulum kedua bibirnya saat melihat wajah Revan tanpa helm tercemin di sana dengan sangat coolnya.

Gadis itu sibuk sendiri di belakang punggung Revan. Yaps, lebih tepatnya ia ragu untuk melingkarkan kedua tangannya di pinggang cowok itu, walaupun dulu Lalisa selalu melakukannya. Tapi, ketika perasaannya berubah, maka tingkat kegugupan serta malunya meningkat, gadis itu bisa sesak nafas jika diperlakukan manis oleh Revan. Suka tapi takut, itulah rasanya.

Lalisa mendekatkan kedua tangannya ke pinggang Revan. Dekat, dekat, dan...

Arghhh...

Gadis itu kembali menarik tangannya, dan menggigit jari, ia tidak bisa. Begini saja, mampu membuatnya keringat dingin dengan kedua pipi yang memanas, apalagi tangannya melingkar dengan sempurna di sana. Dan, akhirnya Lalisa hanya diam menatap jalanan dengan sendu.

"Mau makan apa?" tanya Revan mendadak, sampai membuat Lalisa tersentak dan menoleh ke depan dengan mata yang terbelalak.

"Hah?" ia telmi.

"Mau makan apa?" ulangnya lembut.

Lalisa menggigit bibir bawahnya, ia sedang berpikir. "Hm...,"

"Burger king, yuk?" ajaknya.

"Yaudah, ayo." kata Revan. "Pegangan!"

Eh?

Lalisa mengedipkan kedua matanya, ia masih bengong, seperti tengah mencerna perkataan Revan baik-baik. "Pegangan apa?" antara sok polos, dan tidak tahu.

"Pegangan bahu gue, soalnya mau ngebut, udah sore nih." kata Revan.

"Iya, iya." jawabnya exicted.

Kemudian, bukannya memegang bahu Revan, gadis itu malah melingkarkan kedua lengannya di pinggang Revan dengan erat.

Revan melirik sekilas tangan Lalisa, lalu menggeleng pelan sebelum akhirnya beralih lagi melihat depan. Pasalnya, gadis itu sangat erat memeluk tubuhnya dari belakang, namun Revan tidak mempermasalahkannya, karena sudah biasa baginya. Apalagi Lalisa. Tapi, berbeda dengan gadis di belakang Revan, yang sekarang menyandarkan kepalanya di punggung cowok itu sambil tersipu malu diikuti detak jantungnya yang berdegup cepat.

~•~•~

Di burger king, Lalisa tengah duduk sendiri di luar ruangan, alias balkon di tempat itu. Yaps, gadis itu memang lebih suka di tempat terbuka, dibanding di dalam. Dan, sementara Revan sedang memesan makanan mereka berdua.

"Hmm..., hmm...," Lalisa mengalunkan nada 'Berawal Dari Tatap' dengan dehaman. Ia gabut.

Gadis itu menoleh ke kanan, dan tatapannya tertuju pada dua insan yang sedang berpacaran dekat kaca. Mereka berdua sedang suap-suapan French Fried sambil tersenyum malu-malu. Lucu, tapi alay, walaupun ia juga menyorotkan keirian di dalam bola matanya.

Seandainya Rev—Tring... Tringgg...

Bayangannya buyar. Lalisa langsung menoleh pada benda tipis yang berada di atas meja.

"Niko?" ia melihat nama kontak seseorang saat ada telepon masuk, seraya mengerutkan dahinya bingung. "Ngapain itu anak telepon? Pasti mau gangguin gue nih orang!" gerutunya, ia selalu negatif thinking pada Niko, walau pada akhirnya gadis itu mengangkat teleponnya.

Lalisa meraih ponselnya, lalu menggeser tombol hijau dan didekatkannya ke telinga.

"Apaan?!" Lalisa langsung ngegas.

"Lu dimana? Kok di kamar gak ada?" tanya Niko langsung, tanpa basa-basi.

"Kepo." jawab Lalisa jutek.

"Lah, ngeselin lu! Gua nanya serius juga. Lu di mana Elis?!" Niko mengulangi pertanyaan.

"HEH!!!" teriak Lalisa, dan gadis itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat ketika semua orang yang di sekitarnya menatapnya dengan tidak suka dan merasa terganggu. "Eh? Maaf, maaf. Hehe," gadis itu tersenyum malu serta tidak enak.

Lalisa membuang muka, ia berusaha memasang muka tebal, lalu beralih fokus pada orang yang berada di seberang telepon sana. "Tuh kan, lu sih! Gue malu nih diliatin." gerutu Lalisa sangat pelan, namun terdengar kesal.

Niko tertawa renyah. Dan, terdengar sangat menyebalkan bagi Lalisa, andai itu cowok ada di hadapannya pasti sudah di gremek abis-abisan.

"Hahaha..., makannya punya mulut tuh gak usah ngegas!" ledek Niko.

"Gue ngegas sama orang-orang ngeselin macem lo sama Satria tuh! Udah ah, lo ganggu aja tau gak sih! Bikin orang esmosi, bikin orang gondokan, bikin orang dengki. Ah, lo pembuat dosanya gue nih, kamvret." cerocos Lalisa.

"Iya dah, gue cuma mau tau doang lu di mana. Ya, kalo lu gak mau kasih tau bodoamat, gua cuma mau bilang jangan pulang lewat jam delapan. Kalo lewat jam delapan? Gue kunci rumah!" ancam Niko.

Lalisa terbelalak, matanya membulat sempurna, dan telinganya terasa ingin copot saat mendengar itu. "Eh, maaf. Gue gak salah denger ini?" tanya gadis itu meyakinkan.

"Gak." jawab Niko singkat.

Lalisa tersenyum pecut. "Kok lo jadi ngatur sih?!" gadis itu tidak lagi memelankan suaranya, dan menjadi pusat perhatian lagi. Tapi, kali ini ia tidak peduli.

"Lo itu siapa gue? Pacar bukan, sodara bukan, keluarga bukan, Kakak bukan. Kok bisa gitu ngatur-ngatur pulang gue?" Lalisa masih terlihat sangat bingung.

"Gue tetangga lo." jawab Niko santai.

"Anjir tetangga doang!" Lalisa menyela perkataan Niko tak terima. "Itu tuh rumah gue Niko! Kenapa lo yang ngatur? Suka-suka gue lah mau pulang jam berapa kek. Lo itu bukan siapa-siapa gue, suami gue juga bukan. Dan, jangan sampe ya lo jadi suami gue! Ih amit-amit nanti gue dikunciin mulu lagi tiap malem." gadis itu bergidik ngeri membayangkannya.

"Iya dong, kan kalo malem harus dikunci biar gak ada yang ganggu pas lagi enak-enaknya—

"IH NAJIS NAJIS!!!" Lalisa jijik mendengarkannya, makannya ia langsung memotong pembicaraan Niko. "Gue benci banget sama pemikiran lo, Nik! Yadong." gadis itu merinding seketika.

Terdengar tawa renyah dari seberang sana. "Hahaha...," puas sekali, sampai tangan Lalisa gemas ingin nampol.

"Kan, yadongan kamu. Kamu lupa, ya? Pas tadi siang nonton apa sama temen-temennya? Perlu aku jelasin nih? Umm...,"

Pipi Lalisa seketika merah, ia menggigit bibir bawahnya. Malu. Itulah rasanya terciduk orang lain ketika nonton drama korea bagian kiss scene.

"Hahaha...," Niko tertawa lagi, lebih keras. Ia senang meledeki Lalisa. Apalagi jika sudah melihat wajah malu milik gadis itu. "Udah, udah gak usah malu gitu. Oiya, nanti mau makan gak? Biar gue masakin." tanya Niko mengalihkan pembicaraan, karena ia tidak mau gadis itu jadi canggung kepadanya.

"Gak. Bai." Lalisa segera mematikan teleponnya secara sepihak.

Gadis itu menaruh ponselnya di atas meja, dan wajahnya yang saat ini seperti kepiting rebus langsung ditutupi dengan kedua telapak tangannya. "Ya ampun!!!" gerutu Lalisa, ia malu abis.

"Lalis kenapa?" Lalisa langsung  mendongak, melihat Revan yang membawa nampan berisi pesanannya lalu duduk di hadapan gadis itu.

"Abis telepon siapa?" tanya Revan menatap wajah merah milik Lalisa sembari menaikkan kedua alisnya.

"Eh, itu...," Lalisa menggaruk dahinya yang tidak gatal. "Niko, hehehe..." tawa fakenya keluar. Berusaha menormalkan perasaannya.

Revan mangut-mangut sambil tersenyum kecil. "Oh, Niko...,"

"Pantes pipinya merah gitu. Ternyata di telepon pacar—

"Revan!" tak sadar gadis itu memukul meja dengan nada tidak suka. Sontak, Revan yang tersentak langsung menoleh dengan kedua alis yang terangkat.

"Hah? Kenapa? Gua salah?" tanya Revan polos.

Lalisa menundukkan kepalanya sendu. "Enggak." jawabnya.

Revan kebingungan, sampai menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa bersalah, terlebih saat ini Lalisa terlihat sangat sedih juga kecewa.

"Lalis, Revan salah ya ngomong gitu?" tanya Revan tidak enak hati, lalu meraih jemari Lalisa yang berada di atas meja.

Deg.

Lalisa menggeleng, ia masih tidak mau menatap wajah Revan. Seketika mood makannya tidak ada lagi.

Bahkan degup jantungnya saja, bisa berdetak hebat ketika kulitnya tersentuh oleh Revan. Lalu, bagaimana bisa Revan berkata seakan-akan tidak pernah merasakan sesuatu yang aneh dari dirinya, sementara orang lain saja langsung tahu jika gadis itu sangat menyukai Revan walau hanya lewat dari penglihatan.

"Maaf ya, janji deh gak akan ledekin kaya gitu lagi." Revan mengangkat kedua jarinya membentuk peace.

Lalisa mengangkat kepalanya, mereka bertatapan. Dan, seulas senyuman getir pun tergambar di kedua sudut bibirnya.

"Iya, awas aja besok-besok ngeledekin kaya gitu lagi! Kita slek." ancamnya sembari cemberut.

Revan terkekeh, lalu mengacak pucuk rambut Lalisa dengan gemas. "Iya, anak manja," katanya.

"Yaudah makan yang banyak ya! Jangan badmood lagi." titah Revan lalu menyodorkan makanan milik Lalisa.

"Pasti. Kan dibayarin." Lalisa langsung melahapnya.

~•~•~

19.59

Niko melirik jam dinding yang bertengger di tembok ruang tamu. Yaps, cowok itu tengah tiduran di sofa panjang sambil menonton tv, walaupun ia tidak fokus terhadap apa yang ditontonnya, karena kepikiran cewek bawel itu.

20.00

"Arghh... Ngerepotin tuh cewek!" gerutu Niko lalu beranjak dari sofa, dan mengunci pintu utama rumah gadis itu, walaupun tidak tega tapi kali-kali harus diberi pelajaran. Kemudian, naik ke lantai dua untuk mengunci pintu transparan yang menghubungkan balkon dengan kamar gadis itu.

Dan, setelah mengunci semua pintu, Niko menuju kamarnya. Cowok itu mengunci pintu sekalian mematikan lampu, dan melepas kaos tipisnya yang berwarna putih hingga memperlihatkan setengah tubuhnya yang terbilang cukup sispack untuk anak SMA. Yaps, Niko tidak betah memakai baju jika sedang tertidur meskipun sudah memakai AC, tapi ia tetap merasa kepanasan.

Kemudian, cowok itu jalan mendekati kasur sembari merapihkan jambulnya, agar tetap terlihat rapih walaupun sedang tidur, lalu merebahkan dirinya di kasur sambil mengetik sesuatu di benda tipis yang tengah di pegangnya.

Good night, cepet bales ya 💜 Sent.

Niko tersenyum tipis menatap roomchat seseorang. Di sana, Niko selalu mengiriminya pesan, walau tidak pernah ada balasan. Tapi, cowok itu tidak pernah berhenti mengucapkan sesuatu, meski centang satu.

Krakk.

Niko menoleh ke arah jendela, ia melihat bayangan seseorang yang sedang berusaha membuka jendela kamarnya. Dan, cowok itu langsung tahu siapa orang yang seperti maling di rumahnya sendiri.

Seulas senyuman jahil tergambar di raut wajahnya, kemudian Niko menaruh ponselnya di atas nakas dan menggantungkan kunci kamarnya di jari telunjuknya, lalu pura-pura memejamkan kedua matanya.

Sementara gadis yang kini sudah berhasil membuka jendela Niko langsung menyelinap masuk dengan sangat hati-hati, agar tidak bersuara dan membangunkan Niko, pikirnya. Setelah itu, ia berjalan pelan di kegelapan, dan memutar kenop pintu. Namun, hasilnya nihil, karena pintu terkunci.

"Ashh..." Lalisa menghela nafasnya sebal.

Kunci!

Tujuannya mencari kunci. Lalisa memutar badannya, matanya sedikit memicing demi menajamkan penglihatannya, sampai pada akhirnya terhenti di jari seseorang yang tengah menggantungkan kunci kamarnya.

"Nah itu dia!" seru Lalisa senang, akhirnya ia tidak terkunci di sini bersama Niko. "Lalisa dilawan," bangga dengan dirinya sendiri. Yaps, sepertinya keturunan Mamanya suka ada saja ide untuk masuk ke mana pun.

Lalisa jalan jinjit mendekati Niko, dan perlahan tangannya meraih kunci itu, sampai...

"Dap—

Tangannya langsung ditarik saat Lalisa berhasil menyentuh kunci itu. Sontak, Lalisa yang masih menjinjitkan kakinya langsung goyah dan terjatuh di badan Niko. Dan,

Cup.

Lalisa terbelalak ketika pipinya bertabrakan dengan bibir Niko. Lalisa mematung dengan mulut yang terbuka lebar-lebar. Sementara Niko yang merasa bibirnya hangat langsung membuka kedua matanya.

Glek.

Mereka berdua sama-sama mematung, begitupun Niko yang tiba-tiba saja susah menelan salivanya, apalagi ia bisa melihat pipi gadis itu yang memerah. Dan, Lalisa belum menyadari jika Niko hanya pura-pura tidur.

Lalisa bergerak, membangunkan tubuhnya yang masih terasa sangat kaku.

Deg.

Shit! Jantung gue mau copot! Lalisa memegang dadanya sembari menetralkan degup jantungnya yang tiba-tiba saja menggebu-gebu. Sedangkan, Niko kembali memejamkan matanya, ia tidak berani untuk bilang jika tidurnya hanya pura-pura.

"Aduh mampus gue." kata Lalisa lalu segera berdiri dan mengambil kunci yang masih berada di tangan Niko. Kemudian gadis itu buru-buru keluar, tanpa menyadari jika Niko juga merasakannya dengan sadar.

~•~•~

Iyaa aku tau kalian udah bulukan, kan nungguinnya? WHEHEHEHE

JADI TUH AKU LAGI SIBUK PKL GITU GAIS, SIBUK NGETIK, JADI SUSAH BUAT BIKIN CERITA DI WP. APALAGI PAS SIDERS LEBIH BANYAK DIBANDING VOTERS DAN COMMENTERS:V

OIYA FOLLOW AKUN INI YA GAIS SOALNYA MAU AKU PRIVATE BAGIAN 16++ NYA WHEHE^^

GAK FOLLOW JUGA GAPAPA PALING KE SKIP PART BERIKUTNYA :V

JANGAN TERROR DIRIKU LAGI YA BUAT LANJUTIN CERITA INI:(

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 105K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
488K 37.2K 27
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.1M 41.9K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
483K 51.4K 21
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...