FATAMORGANA

By bloominbomnal

127K 15.9K 901

Jangan jadikan janji kita hanya sebatas fatamorgana __________________________________ Inspirated by BTS ©Haz... More

Kim Seokjin
Min Yoongi
Kim Namjoon
Jung Hoseok
Park Jimin
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
[1] Langkah Awal
[2] Memulai Lembar Baru
[3] Keluarga Kedua
[4] Tumbang
[5] Lagu Tentang Hujan
[6] Maaf, Bu
[7] Pesan Terakhir
[8] Terlahir kembali
[9] Dibalik sebuah akting
[10] Mimpi yang terwujud
[11] Sebuah kalung
[12] Tumbang (2)
[13] Munculnya Prasangka
[14] Terungkap
[15] Semuanya (tidak) baik-baik saja
[16] Kehidupan lain seorang idol (bagian 1)
[17] Kehidupan lain seorang idol (bagian 2)
[18] Apa yang harus kulakukan?
[19] Kecewa
[20] Jujur
[21] Lantas, kenapa kau pergi?
[22] Dimana kau?
[23] Hoseok dan Masa Lalunya
[24] Satu-satunya yang dipercaya
[25] Min Yoongi kami
[Final Chap]
2 5 3 1

[26] Perpisahan

3.1K 337 7
By bloominbomnal


Sekali lagi, dengan berat hati Bighit mengumumkan berita yang tidak mengenakkan. Bangtan akan hiatus untuk 6 bulan ke depan. Begitulah sekilas pemberitahuannya, yang mengundang banyak komentar kecewa, ada yang sedih, tapi tak sedikit pula yang mendukung kebijakan itu.

Bangtan membutuhkan waktu tenang, sekaligus menunggu pemulihan cidera yang dialami Jeon Jungkook.

Jadi, setelah keputusan itu dibuat, mereka semua diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing, kecuali Seokjin, yang lebih memilih tinggal di dorm, menemani Jungkook yang masih perlu terapi untuk memulihkan tulangnya.

Seokjin tak keberatan harus merawat si bungsu sendirian, toh, dia sudah berjanji pada mendiang ibu Jungkook untuk menjaga anak satu-satunya itu. Lagipula, pulang pun takkan membuat Seokjin senang, yang ada, dia kesepian. Ayahnya masih menunggu hingga hari kebebasannya datang, ingat?

"Aku akan sangat merindukan kalian." Jimin dan Hoseok adalah member pertama yang pulang, mereka mengambil jadwal kereta pagi. "Hyeong, jaga Jungkook, ya." Titah Hoseok sembari memeluk sang kakak pertama.

"Hey, jagoan, jaga Seokjin ya. Kau tau kan, Seokjin hyeong takut serangga," Jimin yang tengah berjongkok di depan kursi roda Jungkook terkikik kecil, lalu dia mengusap puncak kepala adiknya dengan sayang. "Kalau rindu, telepon hyeong, oke?"

"Siapa juga yang rindu," ledek Jungkook, seperti biasa, takkan pernah bosan untuk membully Park Jimin.

"Eyy, dasar nakal,"

Hoseok dan Jimin kemudian memeluk satu-per-satu member. Ada terselip rasa sedih di tengah kebahagiaan yang muncul sebab pada akhirnya mereka akan kembali bertemu keluarga mereka. Namun, bukankah Bangtan sudah menjadi keluarga mereka juga? Itulah sebabnya, Jung Hoseok mulai menangis saat memeluk tubuh kurus Yoongi, entah kenapa.

"Astaga, Hoseok-ah, kau menangis seperti kita takkan bertemu lagi. Tenanglah, aku dan Jungkook akan selalu di dorm. Kau bisa kembali ke sini jika rindu, kalian juga, silahkan saja. Toh, pintu gedung agensi akan selalu terbuka untuk kita. Sudah, sudah, jangan menangis."

"Cengeng sekali sih, kakakmu itu," komentar Taehyung dengan datar pada Park Jimin yang sudah siap memeluknya.

"Hatinya itu terlalu lembut, Taehyung-ah. Oh iya, kapan kau kembali?" Ada rasa sesal setelah Jimin melayangkan pertanyaan itu, ia menangkap jelas perubahan raut Taehyung yang menyendu. "Hey, percaya padaku... Ayahmu akan memakluminya. Ayahmu akan mengerti, kenapa pada malam itu kau memilih kembali pada kami ketimbang keluargamu."

"Aku harap begitu,"

Jimin mengusap singkat rambut Taehyung, lalu memeluk sahabatnya, menepuk-nepuk punggungnya untuk beberapa detik. Semuanya tau, kedua sahabat itu pasti sulit sekali berpisah, walau hanya sementara.

"Jaga diri kalian baik-baik ya," tutur Namjoon selagi mengantarkan mereka sampai pintu depan agensi. Hoseok melambai-lambai, Jimin juga. Sampai kedua kakak beradik itu masuk ke dalam taksi dan menghilang bersamanya, barulah mereka kembali naik ke lantai 5, ke dorm agensi mereka setelah kejadian kebakaran itu.

Rasanya, suasana dorm menjadi hening walau hanya ditinggalkan oleh dua membernya. Seokjin menghela napas, pandangannya menyapu pada seluruh penjuru ruang keluarga. Biasanya, di tempat itu mereka tertawa-tawa karena acara TV, atau guyonan ringan yang terlontar secara tiba-tiba. Kemudian, pandangannya jatuh lagi pada ruang makan, biasanya, di sana akan duduk seluruh member, sementara ia dan Hoseok, kadang Jimin juga ikut membantu, membawa makanannya dengan penuh bangga sedangkan member lainnya bersorak senang.

Akan jadi seperti apa ya, jika mereka sudah bukan lagi anggota Bangtan? Apakah mereka bisa bersama-sama lagi? Apakah mereka bisa tertawa, menangis, dan saling menyemangati lagi?

"Kalau sedang memotong, lihat ke benda yang hyeong potong. Nanti, kalau jarinya yang terpotong, hyeong bisa pingsan histeris."

Seokjin berkedip, menatap pada Yoongi yang berjalan santai ke kulkas, mengambil botol minuman dan duduk di kursi counter. Sang tertua tertawa kecil, fokusnya kembali lagi pada buah yang sedang dipotongnya.

"Kenapa? Hyeong pasti memikirkan bagaimana cara merawat si bungsu kita itu sendirian ya? Kuberitahu, bisa-bisa, saat kita semua berkumpul, hyeong tampak jauh lebih tua dari umur karena stress menghadapi Jungkook."

"Hey, mana mungkin. Adik kita penurut, kok." Balasnya seraya meletakkan piring berisi potongan buah pir di depan Yoongi.

"Penurut sih, kalau sudah tak ada komplotannya."

"Nah, benar."

Yoongi memperhatikan lagi pada Seokjin yang sudah memunggunginya, entah sedang memotong buah apa lagi.

"Apa aku harus di sini saja, menemani hyeong merawat Jungkook?"

"Tidak usah. Jangan khawatir padaku, aku akan bersenang-senang dengan Jungkook selagi kalian semua pergi." Lalu terdengar tawa khas Seokjin, tapi Yoongi tau, itu tawa palsu.

"Hyeong," pandangan Yoongi menyendu, "tapi, aku yang membuatnya menjadi—"

"Kita sudah sepakat untuk tidak membahas itu lagi." Seokjin mendadak berucap dengan dingin, seolah bukan Kim Seokjin si fake maknae yang kekanakan. "Yoongi-ya, Jungkook seperti ini karena kecelakaan. Oke, dia memang menyelamatkanmu, tapi bukan berarti itu salahmu."

"Iya, hyeong,"

Seokjin menghela napas, lalu menambahkan lagi beberapa potong belimbing di piring Yoongi. "Sudah, kau pulang saja. Ibumu pasti rindu sekali. Percayalah pada hyeongmu ini untuk menjaga adik kecil kita."

Kemudian, silih berganti mulai pergi. Mereka saling memeluk sebelum berangkat, memeluk dengan erat, seolah berat rasanya meninggalkan dorm. Seokjin harus mati-matian menahan air matanya agar tak jatuh, hanya tidak ingin terlihat semakin menyedihkan. Jungkook malah sudah menangis saat Taehyung dan Yoongi—mereka berangkat dengan jalur yang sama, ke Daegu—berpamitan. Taehyung tak tahan untuk tidak menggoda adik kecilnya itu, mengatainya bayi dan mengusak rambutnya dengan sayang.

"Lalu, bagaimana Taehyung nanti? Kau benar pulang ke rumahmu di Daegu?" tanya Namjoon, sang leader sengaja mengambil jadwal pulang paling akhir di antara yang lain.

"Nanti aku turun di Daegu, lalu naik bus ke Geochang."

"Hati-hati, ya." Seokjin berpesan sekali lagi pada dua adiknya sebelum mereka masuk ke dalam taksi.

Seokjin melambai-lambai sampai taksi itu benar-benar hilang di perempatan. Ia kemudian menatap Namjoon dengan sedikit kesal. Pasalnya, Namjoon sudah terlihat sangat siap—pakaian, hingga bawaannya.

Lelaki itu juga sedang menunggu taksi.

"Cih, apa-apaan mengatakan padaku, 'biar aku saja yang terakhir berangkat, kasian Seokjinnie hyeong', apa bedanya, bodoh! Kau akan berangkat dalam beberapa menit." Seokjin mulai mengoceh dengan khasnya.

"Tapi, aku menepati janji, kan? Aku memang berangkat paling akhir."

"Hanya selisih menit. Tidak ada gunanya."

Jungkook mendongak, tertawa kecil melihat pertengkaran sederhana kedua hyeongnya.

"Oh, taksiku datang." Namjoon segera menuju taksi, meletakkan bawaannya ke bagasi lebih dulu sebelum kembali pada dua membernya.

"Jungkookie, appa pergi dulu, ya. Jaga hyeongie dengan baik, jangan nakal." Namjoon mengusap sebentar puncak kepala Jungkook bak seorang ayah pada anaknya.

"Ayah macam apa yang meninggalkan anaknya sebegitu cepat." Celetuk Seokjin, masih dengan nada kesal.

"Aah, uri hyeongie, kemarilah," Namjoon menarik Seokjin dalam pelukannya, menepuk-nepuk punggung Seokjin, sedangkan yang dipeluk seperti memberontak—gengsi. "Menangis saja, hyeong. Tak perlu berpura-pura kuat di hadapanku."

Seokjin membeku untuk beberapa detik, kemudian ia menenggelamkan wajahnya pada bahu Namjoon yang lebih tinggi darinya, menumpahkan air matanya di sana.

"Aku tidak tahu, rasanya sesedih inikah perpisahan." Ucapnya disela tangis.

"Ini hanya sementara." Namjoon melepas pelukannya, melihat Seokjin yang kepayahan menghapus air matanya sendiri. "Aku pasti kembali. Aku janji, secepatnya."

Seokjin mengangguk.

"Hati-hati, appa!" teriak Jungkook, melambai dengan cerianya—seolah lupa beberapa detik yang lalu menangis begitu menyedihkan.

Kemudian, taksi terakhir berangkat.






Jadi, beginikah rasanya perpisahan?


.

.

.

Happy New Year kalian semua.

Continue Reading

You'll Also Like

74.3K 4.9K 24
ga bisa bikin deskripsi, bisa sih tpi agak gimana gitu . jadi kenzu kasih dikit aja deskripsi. btw ini cerita pertama kenzu, mohon maaf kalau klise...
31.9K 2.3K 19
aku memang tidak bisa melihat seperti manusia pada umum nya.. ketahui lah, walaupun aku buta aku masih bisa merasakan kehadiran kalian semua. - kim...
945 89 5
"Dunia ini terlalu jahat untuk aku bisa bebas." Dia yang permintaannya selalu terpenuhi karena sudah terlalu banyak merasakan sakit, maka saat ia han...
PROMISE By A S A

Fanfiction

46.5K 3.6K 18
[COMPLETE]...Sebuah Kecelakan merubah semua keadaan , hubungan dan kehidupan seorang kim jimin . Seseorang yang dulu menjadi sahabatnya menjadi penye...