THREAD OF DESTINY

Від Arsya_V

26.6K 1.4K 296

WARNING!! Kalo udah baca part 1, nggak akan berhenti sampai End "Kak Altha, pokonya jangan deket-deket cewek... Більше

ALTHA
PART II KEJUTAN MATEMATIKA
PART III - LOVE PIE
BAB IV - MENYERAH
BAB V - MENDUA??
BAB VI - Ciuman Pertama
BAB VII - BERAKHIR
BAB VIII - HUJAN dan KAMU
BAB IX - LELAH
BAB X - BUSWAY
BAB XI - PERTANDINGAN
BAB XII - PERHATIAN DIBALIK KECEWA
BAB XIV - BERHENTI MARAH
BAB XV - RIBUT

BAB XIII - PERASAAN ALTHA

992 110 52
Від Arsya_V


HELOOOWWW, guys. Alright, sebelum baca jangan lupa pencet (VOTE) dulu yaaa. Gue persembahkan Part ini special buat kalian semua.

Gue selalu jatuh cinta sama hal-hal yang sederhana, termasuk pernyataan cinta. So guysss, selamat menikmati kemewahan dalam sebuah kesederhanaan yaaa. LOVE YOUUU, ARSYA V. 

Altha membaringkan tubuhnya di atas Kasur kamarnya. Satu tangannya memijat-mijat pelipis, berusaha untuk meredakan kepalanya yang berdenyut dengan keras. Sejujurnya, Altha merasa menyesal karena telah membentak Deika. Ia merasa, sikapnya pada Deika berlebihan. Karenanya Altha menyesal.

Altha memang kesal saat Deika mengganggunya bicara dengan Dara. Tapi hal yang lebih, membuat Altha marah adalah, saat tahu Deika masih sempat-sempatnya berlari mengelilingi lapangan saat kakinya sedang cedera. Apa gadis itu tidak sadar, jika bisa saja lukanya tambah parah atau infeksi?

Di akui atau tidak, Altha hanya mencari-cari alasan agar bisa mengungkapkan kekesalannya pada Deika dengan menyebut gadis itu penganggu. Altha sudah terbiasa di ganggu oleh Deika sehingga menganggap apa yang Deika lakukan bukan lagi gangguan untuknya.

Altha mendesah, kemudian bangkit untuk duduk dan menyandarkan pungungnya di ranjang. Ia membuka-buka isi Tasnya untuk mencari keberadaan Handphonenya. Tapi yang di temukannya, adalah sesuatu yang lain. Ia menemukan, sepucuk kertas yang terlipat dengan rapi.

Altha mengerutkan dahi, ia tidak pernah ingat jika memiliki kertas itu sebelumnya. Dengan cepat Altha membukanya, kemudian kata-kata di dalam surat itu membuat Altha tertegun.

'Makasih udah mau senyum buat Deika'

Kalimat itu begitu sederhana, jika orang lain yang membacanya, mungkin tidak akan berarti apapun. Satu hal yang Altha sadari, ia tidak pernah mengingat, jika ia pernah tersenyum untuk gadis itu. Senyum itu adalah salah satu hal yang ia lakukan tanpa sadar.

Altha cepat-cepat berdiri, berjalan ke dekat lemari pakaiannya kemudian mengambil salah satu topi yang tergantung di dekatnya. Altha dengan cepat keluar kamarnya, berjalan menuruni tangga dan hendak mengambil kunci motornya.

"Altha."

Suara itu menghentikan langkahnya, dengan cepat ia menoleh ke arah ruang makan dan menemukan Ayahnya sedang duduk sambil menikmati secangkir teh di sana.

"Iya Pah?" Altha menyahut. Kemudian berjalan pelan menuju ruang makan.

"Kamu mau pergi?" Tanya Ayahnya.

"Altha ada urusan sebentar Pah."

Altha mengamati sosok Ayahnya lekat-lekat. Rudi Surya Pratama, Ayahnya adalah seorang Dokter yang bekerja di salah satu rumah sakit besar yang ada di Jakarta. Kehidupannya, sebagai seorang dokter menuntutnya untuk selalu siap jika ada keadaan darurat di rumah sakit. Sehingga, sangat jarang Altha bertemu dengan Ayahnya di rumah.

Sesekali, jika Ayahnya sedang tidak terlelu sibuk, mereka menyempatkan bertemu untuk sekedar makan siang atau mengobrol di Cafe atau Restaurant di pusat kota agar lebih dekat dengan tempat Ayahnya bekerja.

"Mau temenin Papah di sini sebentar?"

Altha melihat ke arah Ayahnya, meski ragu namun ia kemudian mengangguk. "Papah lagi nggak ada kerjaan di rumah sakit?"

Ayahnya tersenyum. "Bakal selalu ada kerjaan di sana, Papah cuma pulang sebentar." Altha, melihat Ayahnya menyeruput Tehnya, kemudian mendesah lega. "Gimana sekolah kamu?"

"Semuanya lancar Pah." Ujar Altha seadanya.

Ayahnya mengangguk. "Syukur kalau gitu. Mama kamu selalu ingin kamu jadi anak yang berprestasi."

Altha terdiam, selama ini tidak banyak yang mereka bicarakan. Biasanya hanya seputar pendidikan Altha, dan rencana Altha kedepannya dalam dunia pendidikan. Ayahnya tidak pernah sama sekali membahas tentang Ibunya.

Altha tidak menjawab, ia terlalu bingung menanggapi pembicaraan yang mendadak ini. "Altha?" Ayahnya memanggil.

Altha mendongak, kembali melihat wajah Ayahnya. "Gimana Pah?"

"Kamu kangen sama Mama kamu?"

Altha kali ini benar-benar tersentak, lagi-lagi Ayahnya menanyakan hal yang tidak biasa. Altha termenung sesaat, membayangkan wajah cantik Ibunya.

Ibunya adalah sosok perempuan yang cantik, bersemangat dan ceria. Ia adalah sosok, pertama yang Altha bayangkan saat ia bangun dan saat terakhir yang ia pikirkan sebelum tidur.

"Iya." Ujarnya pelan.

Ayahnya mengulurkan tangan untuk mengacak-acak rambut Altha, layaknya seorang bocah kecil yang nakal. Jika di amati lebih jauh, tidak akan ada orang yang menyangkal jika mereka berdua merupakan Ayah dan Anak. Altha benar-benar mirip dengan Ayahnya.

"Papah nggak nyangka kamu udah sebesar ini." Altha tersenyum kecil. "Dulu, pas kamu masih kecil. Mama yang ngajarin kamu baca tulis. Papah beliin kamu buku bergambar. Dulu kamu belum bisa membaca, tapi Papah paksa kamu buat baca tulisan di bawah gambar-gambar yang ada di dalam buku itu." Kenang Ayahnya. "Kamu tahu apa yang kamu lakuin waktu itu?"

Altha menggeleng, "Altha ngapain Pah?"

"Kamu ceritakan apa yang ada di gambar itu, seakan-akan kamu sedang membaca supaya Papah nggak marah sama kamu." Ayahnya tertawa, sedangkan Altha merasakan wajahnya mulai memerah. "Kamu bikin Mama kamu ketawa seharian, sejak itu Papah sama Mama tahu, kalau kamu anak yang cerdas. Kamu bahkan sudah bisa membaca gambar, sebelum bisa baca tulisan." Tambahnya.

Altha menggaruk tengkuknya. "Altha nggak inget Pah."

Ayahnya menoleh ke Arahnya. "Pasti kamu nggak inget, umur kamu waktu itu masih empat tahun."

"Empat tahun?" Tanyanya.

Ayahnya mengangguk. Ia melihat Altha lekat-lekat sebelum berbicara. "Kamu nengokin Mama? Udah lama kan sejak terakhir kamu sapa Mama?" Ayahnya tersenyum sambil melihatnya. "Papah akan cari waktu yang pas kalau kamu mau."

"Papah nggak papa kalau kita ke sana?" Tanyanya.

Ayahnya menghembuskan napas panjang, terlihat ragu saat akan menjawab. Tapi ia tetap melakukannya, "Memang sudah saatnya Papah ke sana."

Altha terdiam, membiarkan keheningan di antara mereka datang.

***

Altha menghentikan motornya tepat di parkiran depan Cafe tempat Deika bekerja. Ia membuka helmnya, kemudian memakai topi yang ia bawa. Dengan langkah pasti Altha berjalan masuk ke dalam Cafe.

"Selamat malam Om." Sapa Altha, ia melihat label nama di dada kiri pria yang ia ketahui adalah Paman Deika. Paman gadis itu bernama Arif. Ia bertubuh besar dan memiliki wajah yang begitu menyenangkan, tampak baik dan ramah.

"Iya silahkan, mau pesan apa?" Ia tersenyum, tapi kemudian matanya membulat. "Kamu temannya Deika ya? yang sering belajar bareng sama Deikakan?"

Altha mengangguk, "Iya Om, saya temannya Deika."

Paman Deika tertawa keras, sapai perut besarnya bergoyang. "Ah, saya paman Deika." Ia menjulurkan tangannya, "Kamu bisa panggil saya Arip."

Altha menyambutnya, "Saya Altha Om."

"Ah iya, iya. Altha." Lagi-lagi ia tertawa, "Kamu mau pesan apa Altha?"

Altha tersenyum canggung. "Sebenarnya, saya kemari mau ketemu sama Deika Om. Deikanya ada?" Tanyanya.

"Ah, dia baru saja pulang sama Bibinya." Ujar Paman Deika dengan wajah sedihnya. "Kaki Deika kayaknya keseleo, mau di cari tukang urut katanya."

Altha mendesah panjang, hal yang ia takutkan akhirnya terjadi. Ia sempat melihat Deika meringis saat berjalan meninggalkannya siang tadi, karena itu ia tahu mungkin saja kakinya tidak hanya sekedar memar.

"Tapi Deika nggak papa kan Om?"

Paman Deika tersenyum, kemudian menggeleng. "Dia nggak papa, tadi masih bisa ketawa-tawa sama si Dapit."

Altha menghembuskan napas lega, kemudian terdiam. Ia sendiri tidak tahu mengapa, perasaannya bisa se-lega ini saat menghetahui jika Deika baik-baik saja.

"Kalau gitu makasih banyak, Om." Altha tersenyum, kemudian sudah hendak berbalik, namun berhenti saat ia melihat kumpulan kue-kue yang berjejer di dalam Cake Showcase.

Salah satu kue di dalam sana mengingatkannya pada Deika, membuatnya tersenyum kecil.

"Kamu suka Pie?" Tanya Paman Deika.

Altha berbaik untuk melihat Paman Deika. Altha kemudian mengangguk perlahan.

"Iya, saya suka Om." Altha termenung sesaat, sebelum kembali menatap wakah Arif yang masih tersenyum menatapnya. "Bisa saya pesan Pie Almond?"

###


Please, Vote, Comment and follow ya guys..

BTW gue seneng banget, karena kalian mau mengapresiasi cerita gue dengan komen dan Vote. Makasih banyak ya guys. Tolong Share cerita ini ke temen-temen kalian yang lain juga yaa..

And,, ini Part yang kalian tunggu-tunggu. Gue persembahkan sepenuh hati, semoga kalian suka yaa.

With Love, Arsya

see ya, in few days latter..  

Продовжити читання

Вам також сподобається

2.6M 125K 55
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
5.8M 307K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
Dunia Davin Від jiaaa

Романтика

8.4M 518K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
1.8M 25.9K 43
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...