HIDDEN

Od asabelliaa

5.5M 574K 251K

(cover by @abimanagara) PERHATIAN : masih terdapat beberapa kekurangan dalam cerita seperti typo, kesalahan p... Viac

중대한 (Important)
1. 프롤로그, 스토리, 캐스트 (Prolog, Story, Cast)
2. 경쟁자 (Rival)
3.행복한, 화난 (Happy, Angry)
4.잃어버린 (Lost)
5. 결정 (Decision)
6. 거래 (Deal)
7. 갈비(Galbi)
8.첫 인상 (First Impression)
9. 표시된 (Shown)
10. 비 (Rain)
11. 이상한 (Weird)
12. 걱정 (Worry)
13. 알아 (I know)
14. 병원 (Hospital)
15. 어떤 사람 (Someone)
16. 냉정한 (Sober)
17. 조언 (Advice)
18. 추위 (Cold)
19. 단 (Sweet)
20. 눈물 (Tears)
21. 의심 (Doubt)
22. 고마워 (Thank You)
23. 약한 (Weak)
24. 하려고 노력하다 (Try To)
25. 수상 내역 (The Awards)
26. 안아줘 (Hug Me)
27. 딱딱한 노크 (Hard Knocks)
28. 눈을 감았 다. (Eyes Shut)
29. 나쁜 분리 (Bad Separation)
30. 마지막 (The Last)
COMEBACK: HIDDEN 2.0 || 1. 소개- Intro
HIDDEN 2.0 || 2. 야간 폭포- Night Falls
HIDDEN 2.0 || 3. 헤아릴 수 없는 - Untold
HIDDEN 2.0 || 4. 듣다 - Hear
HIDDEN 2.0 || 5. 뉴스 - News
HIDDEN 2.0 || 6. 단단한 - Hard
HIDDEN 2.0 || 7. 바보들 - Fools
HIDDEN 2.0 || 8. 압력 - Pressure
HIDDEN 2.0 || 9. 동정 파티 - Pity Party
HIDDEN 2.0 || 10. 너에 착수했다 - Begging On You
HIDDEN 2.0 || 11. 잘 자 - Sleep Tight
HIDDEN 2.0 || 12. 그들의 아침 - Their Morning
HIDDEN 2.0 || 13. 바보 -Stupid
HIDDEN 2.0 || 14. 눈송이 - Snowflake
HIDDEN 2.0 || 15. 빨간 - Red
HIDDEN 2.0 || 16. 들이다 - Admit
HIDDEN 2.0 || 17. 그녀를 구해줘 - Save Her
Exclusive Pre-Order Hidden 2.0
Hiddenatics Wilayah Jabodetabek? OPEN GROUP!!
Special Offer novel Hidden

HIDDEN 2.0 || 18. LAST EPISODE (END-OUTRO)

89.7K 9K 8.3K
Od asabelliaa

Hai, so this is the last episode. Thank u very much kalian udah bertahan sampai di sini :') aku minta tolong banget jangan ada yang spoiler ya soal ending Hidden, biarin mereka tau sendiri. Thank u so much, Hiddenatics. Aku sangat-sangat sayang sama kalian!

Im so sorry for everything, tapi aku berusaha melakukan yang terbaik di kondisi ini. Apapun endingnya, semoga kalian tetep sayang sama Hidden :'*

hmm, oke well.

Kalian vote ke berapa nih?

Dan, mau nanya, playlist kalian buat bab ini apa? Apa sesuai dengan mulmed atau punya playlists sendiri?

Ohya, apa yang kalian siapin buat eps ini?

Oke deh, itu aja. well, happy reading!

*

*

*








            Suara tangisan bayi itu mendominasi ruangan.

Suaranya begitu kencang dan bertenaga, membuat siapa pun yang mendengarnya bisa merasakan bahwa mahluk kecil itu adalah sosok yang sangat tangguh.

Di salah satu ruangan yang diselimuti kehangatan karena keluarga terdekat sedang berkumpul di sana untuk menjaga anggota keluarga baru mereka yang telah dinantikan kehadirannya sejak lama. Perhatian mereka terfokus pada mahluk kecil menggemaskan yang ada dalam gendongan Nana, seorang wanita yang kini resmi memiliki cucu pertamanya.

Gwen akhirnya melahirkan anak pertamanya.

Anak pertamanya lahir dengan cara operasi, meski sebenarnya Gwen telah mencoba cara normal, namun kondisinya terlalu lemah hingga membuat Gwen terpaksa harus dibius untuk caesar. Gwen mengalami kontraksi dan pendarahan yang cukup hebat selama operasi.

Sebuah hal yang membuat Gwen masih belum sadarkan diri dengan baik, bahkan setelah tiga hari anaknya menghirup udara. Gwen hanya sempat terbangun untuk melihat wajah bayinya selama lima belas menit dan meneteskan air mata lalu setelahnya Gwen memejam lagi. Gwen hanya terbangun beberapa kali kadang untuk mengucapkan dua atau tiga kata, membuka matanya sebentar lalu mengeluh lemas dan memejam lagi.

Namun, kabar baiknya, kondisi Gwen mengalami peningkatan baik setiap harinya, jadi besar kemungkinan Gwen akan segera sadar secara total. Mereka semua hanya tinggal menunggu.

Sambil melihat anaknya sedang ditenangkan oleh Ibu, ayah dan mertuanya. Ceye duduk di samping Gwen dan mengusap kening Gwen.

"Bangunlah, ini sudah hari ketiga. Kau belum menyusui anak kita sama sekali," ucap Ceye, lalu tangannya yang semula ada di kening Gwen berpindah te tangan Gwen.

"Maafkan aku, aku tidak sempat mengambulkan permintaanmu untuk melahirkan di desa." Ceye menghela napas, ibu jarinya sibuk mengusap punggung tangan Gwen.

Kini, ia menyesal karena harusnya Gwen tidak melahirkan dengan cara seperti ini. Harusnya semuanya jauh lebih tenang dan tertata. Padahal, Ceye sudah akan merencankan untuk mengajak Gwen ke desa, karena sesuai janjinya, ia akan membawa Gwen satu bulan sebelum melahirnya, tapi siapa sangka, anaknya lahir justru satu bulan lebih awal.

"Kau belum melihat dengan jelas,kan? Wajah anak kita? Sangat tampan, mirip seperti aku." Ceye tersenyum bangga, ia mengusap pipi Gwen. "Tapi, dia punya mata dan warna rambut sepertimu." Ceye mengaitkan jari-jatinya pada sela-sela jari Gwen.

Ceye tidak lelah berbicara seperti ini tiap hari, meski Gwen tidak meresponnya tapi ia tahu bahwa terkadang, Gwen bisa mendengarkannya.

Jika mengingat tiga hari yang lalu, tepat saat Gwen mengalami kontraksi dan kesakitan luar biasa, jangan tanya seberapa paniknya Ceye. Pria itu bahkan sangat ketakutan, emosinya meledak-meledak karena mobil yang membawa Gwen menuju rumah sakit terasa begitu lambat.

Ceye menatap wajah Gwen yang sudah mulai mengeluarkan rona, tidak sepucat saat setelah melahirkan. Itu membuatnya sangat bersyukur dan lega.

Pada akhirnya merenung, membiarkan hening menguasai pikirannya selama beberapa saat. Lalu, perlahan pandangannya beralih lagi pada ibunya yang berusaha menenangkan bayi kecilnya yang sejak tadi terbangun dengan tangisan. Tapi anehnya, tangisan anaknya itu justru semakin keras. Bahkan, saat diberi asi cadangan dari rumah sakit, tapi, tetap tidak mau minum.

Tidak biasanya. Ceye membatin.

Ceye jadi mengerutkan kening dan hendak bangkit untuk menggendong bayinya, berharap ia bisa membantu menenangkan, tapi niatnya terhenti saat ia hendak berdiri namun ia merasakan sebuah gerakan dari penyatuan tangannya dan Gwen.

Ceye seketika duduk lagi, matanya melebar kala kepala Gwen mulai terlihat bergerak, hingga perlahan mata istrinya itu bergetar pelan, seperti berusaha untuk dibuka. Selama beberapa detik menunggu, dengan sangat pelan, kedua kelopak mata itu terangkat, memunculkan bola mata indah milik Gwen.

"Gwen bangun!"

Ceye berteriak, membuat keluarganya yang lain berkumpul untuk mendekat.

Gwen masih berusaha beradaptasi dengan keadaan. Matanya berusaha mengenali satu persatu sosok yang ada di depannya. Ada ibunya, dan kedua orang tua Ceye di sini.

"Gwen-ah..." Ibunya datang mendekat, lalu mengusap lembut kepala Gwen. "Anakku, selamat. Kau sudah menjadi seorang ibu."

"Eomma..." Gwen berucap dengan nada lirih, tiba-tiba saja rasa haru menyesakki dadanya. Terlebih saat Gwen membayangkan bahwa di samping ibunya, ada ayahnya yang juga berdiri dan menyapanya, memberinya senyuman atau ucapan selamat.

Air mata Gwen perlahan turun, apalagi saat ibunya menggenggam tangannya. Seolah menatap Gwen dengan tatapan bangga. "Aku bangga padamu, kau wanita yang kuat, appa-mu pasti juga bangga padamu," sambungnya lagi.

Gwen tidak bisa berbicara lebih lanjut, ia masih mengeluarkan air mata tanpa suara. Sampai akhirnya Nana mendekat, ibu mertua yang tengah menggedong bayinya itu datang dan perlahan meletakkan mahluk kecil yang sedang menangis itu di samping Gwen.

Gwen tak tahu perasaan apa yang ia rasakan saat ini, terharu sekaligus bahagia. Sampai air matanya kembali keluar, apalagi ketika jari-jari kecil yang sedang menggapai udara itu tak sengaja menyentuh pipinya.

Terasa begitu dingin dan lembut.

"Tampan seperti aku, kan?"

Suara Ceye membuat Gwen menoleh pada suaminya yang sedang tersenyum narsis.

Gwen tak bisa menjawab, karena dia terlalu fokus pada mahluk kecil di dekatnya yang dengan ajaib seketika meredakkan tangisan tepat ketika Gwen memberinya usapan lembut pada pipi tembam bayi itu.

"Omo, dia memang ingin bersama eomma-nya..."ucap ayah mertuanya yang juga seolah takjub dengan fenomena itu.

Gwen tersenyum dan sangat gemas pada bayi laki-laki yang wajahnya masih memerah ini, ia menggeliat lalu perlahan menguap. Pipinya cukup berisi, bulu matanya cukup panjang, rambut tipisnya, hidung mungilnya, bibir kecilnya dan jari-jari lembutnya membuat Gwen seakan tak percaya bahwa ini adalah mahluk kecil yang selama ini ada di perutnya.

Perlahan, Gwen melihat ke perutnya, sudah mulai rata. Perlahan tangannya bergerak untuk menyentuh perutnya sendiri sambil menarik napas.

Lima detik berlalu, Gwen mendadak melebarkan matanya.

Gwen membeku sejenak ketika ia mengingat sesuatu.

"Sona..." ucap Gwen saat ia menatap Ceye.

Ceye langsung paham akan apa yang ingin Gwen dengar.

"Dia..." Ceye menarik napas.

Gwen mendadak tegang karena raut wajah Ceye seperti menampakkan orang yang sedang mempertimbangkan kalimat sebelum diucapkan.

"Kenapa?!"Gwen mendesak.

Ceye menarik napas. "Dia baik-baik saja, meski denyutnya sempat menghilang. Ternyata dia hanya syok saja karena terlalu banyak melihat darah."

"Kau tidak bohong, kan?" tanya Gwen curiga.

"Tidak. Aku tidak bohong. Aku----,"

Ucapan Ceye terhenti ketika pintu diketuk sebanyak tiga kali lalu dibuka karena seseorang berjas putih putih mendorongnya. Pria itu tersenyum hangat.

"Ah, rupanya kau sudah sadar. Sepertinya aku datang tepat waktu." Mark masuk ke dalam, sempat memberi hormat kepada keluarga Gwen dan Ceye yang ada di dalam.

"Oh, kalau begitu kami keluar dulu saja. Terlalu banyak orang di ruangan, kita biarkan mereka mengobrol," usul Nana yang seakan punya firasat bahwa kehadiran Mark itu memang untuk mengobrol serius dengan Gwen.

Mark membalas dengan senyum sopan, dan berterima kasih atas pengertian mereka. Perlahan mereka semua meninggalkan ruangan Gwen. Hanya tersisa Ceye di sana, Mark menatap Ceye sebentar.

"Apa? Kau menunggu aku keluar juga? Tidak. Aku di sini. Menjaga istri dan anakku!" ucap Ceye tanpa rem.

Gwen sangat malu, ia sampai melayangkan tatapan sinisnya pada Ceye.

Mark terkekeh. "Baiklah, terserah," ucap Mark santai.

Ia lalu menatap Gwen dan bayi yang ada di sebelah Gwen. Bayi yang sudah mulai terlihat tenang, bahkan sesekali mata bayi itu terpejam karena terlalu nyaman berada di dekat ibunya. Sangat menggemaskan pemandangan itu.

"Gwen, bagaimana keadaanmu? Persalinanmu ditangani oleh dokter perempuan terbaik di Korea. Itu luar biasa." Mark lalu menatap Ceye, sebenarnya itu adalah sebuah sindiran karena Ceye sempat cerewet karena awalnya yang menangani Gwen adalah seorang dokter laki-laki, tapi Ceye malah meminta dokter wanita saja.

Ceye hanya memutar bola matanya. "Daripada kau bertanya keadaannya, sebaiknya kau jelaskan saja tentang Sona padanya. Kau yang menangani Sona, kan? Dia akan percaya padamu," ucap Ceye kesal.

Gwen sedikit terkejut. "Kau? Ah, iya. Bagaimana keadaan Sona?"

Mark menarik napas. "Dia baik-baik saja, bahkan keadaannya lebih baik darimu. Beruntung pisau itu tidak menyentuh organ penting dalam perutnya, dia masih bisa diselamatkan, meski sempat kehilangan banyak darah dan detaknya sempat melemah sepeti tidak terasa. Itu sejenis efek dari keterkejutaannya karena melihat terlalu banyak darah, jadi dia langsung pingsan. Dia sepertinya punya kondisi jantung yang lemah." Mark menarik senyum tipis. "Intinya, dia baik-baik saja. Dia bahkan sudah sadar enam jam setelah aku menjahit lukanya."

Itu jawaban yang sangat melegakan. Gwen akhirnya bisa bernapas lega.

"Kalau begitu, di mana dia sekarang?" tanya Gwen lagi.

Kali ini Mark yang diam. Mark malah menatap Ceye seolah meminta pendapat Ceye apakah ia harus menjawab atau tidak. Karena, biar bagaimana pun, kondisi Gwen belum sepenuhnya pulih, khawatir apa yang akan diucapkannya membuat Gwen jadi punya beban pikiran lagi.

Ceye malah menggaruk belakang kepalanya. "Eughhh.." Ceye bingung menjelaskannya.

Mark akhirnya menghela napas, dan menatap Gwen. "Dia sudah dipindahkan ke rumah sakit yang berbeda satu hari setelah operasinya selesai."

"Wae?!"

"Itu kesepakatan dari keluarganya dan juga agensi yang bersangkutan. Mereka ingin meredam masalah ini, jadi mereka memutuskan untuk menyembunyikan Sona dari publik."

Benar saja, Gwen langsung kaget bahkan sampai ingin bangkit tapi ia langsung meringis karena perutnya terasa nyeri.

"Ya! Apa yang kau lakukan?" Ceye membantu Gwen untuk berbaring lagi.

"Gwen, tenanglah. Sona baik-baik saja. Dia juga sudah sepakat dengan keputusan itu. Keluarganya juga." Mark mencoba menenangkan.

"Kemana mereka membawa Sona?" Gwen seakan masih belum menerima, ia memikirkan kenyataan bahwa Sona telah terlalu banyak dikendalikan demi kepentingan agensi dan nama baik.

"Aku mendengar bahwa beberapa hari lagi, Sona akan diberangkatkan dengan pesawat pribadi, dia akan pergi ke Norwich selama satu tahun, sampai berita ini mereda."

Gwen mengerutkan keningnya. "Norwich? Sungguh?"

"Dia pergi bersama keluarganya. Agensi sudah menjamin semuanya." Ceye menambakan.

Gwen tak tahu mengapa, ini terasa begitu menyesakkan baginya. Dia tidak bisa membayangkan hal-hal yang harus dihadapi Sona sendirian nantinya.

"Apa aku masih bisa bertemu Sona sebelum dia pergi?" Gwen menatap Mark dan Ceye selama bergantian.

Ceye menghela napas, menggeleng samar. "Sayangnya tidak, selain karena kondisimu yang belum mendukung. Sona juga akan berangkat akhir pekan ini. Penjagaannya begitu ketat. Mereka tidak ingin ada media yang meliput kepergian Sona sama sekali." Ceye sedikit membungkuk untuk menatap anaknya yang entah sejak kapan sudah tertidur. "Sedangkan kita juga sedang disorot media karena kelahiran malaikat kecil ini," ucap Ceye sambil menatap Gwen dengan tatapan hangat.

"Sona akan mengirim pesan padamu, Gwen. Dia bilang punya sesuatu untukmu," sahut Mark.

Gwen mengalihkan tatapannya pada Mark.

Gwen tidak bisa berbicara lagi, namun semua penjelasan itu membuatnya sedikit lega dan mulai bisa mengerti dengan keadaan.

Yang terpenting. Sona baik-baik saja.

******

Sona membuka laptop yang lalu menarik napas. Ia sempat tersenyum pada seorang pramugari yang yang meletakkan teh hangat di mejanya. Sebentar lagi ia akan lepas landas. Sebelum lepas landas, Sona memutuskan untuk membuka halaman untuk menulis sebuah e-mail lalu mulai menulis sesuatu yang ia tujukan pada Gwen.

To : hyun6wen@gmail.com

Subject : Aku mecintaimu, Gwen!

Gwen, aku mendengar kabar bahwa kau telah melahirkan anak yang lucu dan menggemaskan. Beritahu aku namanya segera saat kau sudah membaca ini. Kabar terakhir yang kudengar, kau belum sadarkan diri setelah melahirkan.

Ini sudah lebih dari satu minggu, kuharap kau sudah sadar dan bisa membaca pesan ini. Maafkan aku yang baru bisa memberi kabar sekarang, mereka semua menyita seluruh alat komunikasiku. Aku tidak boleh terhubung dengan koneksi internet apapun selama beberapa hari agar keberadaanku tidak mudah di lacak.

Tapi, ini adalah hari terakhirku di Korea, mereka bilang aku dan keluargaku akan tinggal di sana selama satu tahun, itu waktu yang cukup lama bagiku, aku akan merindukkanmu, aku akan merindukan Korea.

Aku baru diberikan ponselku lagi hari ini, aku baru menyalakannya lagi hari ini, aku bisa terhubung dengan internet lagi saat ini, di detik terakhirku meninggalkan Korea. Jadi, aku baru bisa mengirimkan pesan ini padamu sekarang.

Baiklah, aku tidak ingin berbasa-basi lagi, mesin pesawatnya sudah mulai dinyalakan.

Gwen, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa kau adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Aku tidak pernah merasa rugi dan menyesal karena telah berlari untuk mengejarmu lalu membiarkan pisau itu melukaiku.

Aku malah akan sangat menyesal jika aku tidak melindungi. Aku minta maaf, semua itu salahku, aku tidak sadar bahwa Sehyi melakukan itu padamu. Kudengar dia sudah ditahan sekarang. Pantas saja, dia selalu menanyakan beberapa hal tentangmu setiap kali kami bersama.

Aku juga terluka, aku sudah menganggap Sehyi sebagai kakakku.

Ah, ini menyebalkan.

Aku benar-benar tidak tahu.

Maafkan aku, Gwen.

Aku mungkin bukan sahabat terbaik, aku selalu menyusahkanmu, membuatmu memikirkan segalanya tentangku. Kau juga selalu khawatir padaku. Kau itu seperti seorang malaikat, kau adalah wanita yang cerdas, kuat dan sangat penyayang.

Sekarang aku menarik ucapanku bahwa kau beruntung karena punya suami seperti Ceye. Karena, Ceye itu jauh seribu kali lipat lebih beruntung karena punya kau di sisinya. Aku harap, kalian bisa tetap bahagia selamanya.

Kurasa hanya itu. Jika ingin menemuiku, kau boleh datang ke Norwich, karena aku sudah punya kesepakatan untuk tidak kembali ke Korea selama satu tahun penuh :(

Sekali lagi, terima kasih Gwen. Kau adalah sahabat terbaikku, aku akan merindukanmu.

Sona membuang napas lega setelah ia selesai mengirim pesannya. Ia tersenyum puas lalu menjauhkan tangannya dari laptop. Meminum teh yang ada yang masih hangat.

******

Di tempat lain.

Di sebuah ruangan yang tersusun beberapa tumpuk kardus, Jungkook berdiri, diam sambil memandangi ruangan ruang yang cukup sepi ini. Beberapa perabotannya juga sudah ditutup oleh kain.

Jungkook tidak bisa bertemu Sona, itu makanya dia ke sini. Ke bekas flat yang pernah ditinggali Sona.

Awalnya, Jungkook hanya mengikuti nalurinya saja. Dia bahkan menekan tombol keamanan dengan asal. Dan, ternyata kodenya masih sama. Deretan angkanya masih sama.

Seperti tanggal lahir Jungkook.

Itu mengapa, akhirnya Jungkook masuk ke sini. Ruangan yang cukup sepi. Setiap Jungkook memandangi sudut ruangan, yang terngiang adalah kenangannya bersama Sona.

Di daerah dapur, Jungkook teringat saat setiap kali Sona membuatkannya makanan. Di ruang tengah, adalah saat dirinya dan Sona menonton film atau bernyanyi bersama.

Jungkook menundukkan kepalanya, ia tahu hari ini Sona akan pergi dan agensi takkan membiarkannya untuk bertemu dengan Sona lagi. Semua keputusan ini bahkan telah disetujui oleh Sona. Sona yang bahkan belum sempat ia temui sama sekali.

Jungkook ingat bagaimana ia berdiri di depan pintu rawat Sona, bajunya bahkan masih penuh dengan darah Sona, karena Jungkook tak ingin sedetikpun meninggalkan Sona. Tapi, setelah keluarga Sona datang dan mengusirnya habis-habisan.

Jungkook seakan tak punya daya lagi untuk tetap tinggal.

Jungkook menarik napas berat, lalu memejam, kian lama napasnya kian sesak.

Mulai sekarang, Jungkook harus belajar menerima keputusan Sona. Jungkook sadar bahwa saling mencintai tidaklah cukup untuk mempertahankan suatu hubungan. Sona akan mengalami banyak tekanan lagi jika harus bersamanya.

Itulah mengapa Jungkook berhenti berjuang dan memilih untuk merelakan.

Selama ini, dia sudah terlalu egois untuk menahan Sona.

Hal itu yang membuat Sona tersiksa.

Jungkook akan belajar dari kisah para hyung-nya yang mayoritas pernah merelakan kepergian orang yang mereka cintai bukan hanya karena takdir, tapi karena memang itu adalah sebuah pilihan untuk meneruskan hidup.

Segala sesuatunya tidak bisa dipaksakan.

Bahwa kisahnya dan Sona juga sudah harus dituntaskan.

Jungkook menarik napas panjang, mengumpulkan tenaga untuk melangkah pergi, meski pada akhirnya ia justru berjalan dengan langkah gontai, terkesan lemas hingga akhirnya Jungkook tidak sengaja menyenggol sebuah kardus yang ada di atas meja dan menjatuhkan seluruh isinya.

Otomatis, Jungkook langsung menengok ke bawah, matanya menyipit ketika memandangi barang-barang itu. Jungkook membungkuk, menyentuh satu persatu dari itu.

Jungkook merasakan hatinya terkikis, ketika menatapi banyak foto-foto dirinya tercecer di sana. Ini adalah koleksi Sona sejak lama, kardus itu berisi segalanya tentang Jungkook. Mulai dari photocard, handbanner, totebag, poster dan boneka Jungkook. Di antara semua benda itu, ada dua buah benda yang membuat Jungkook makin sesak.

Sebuah botol dan buku agenda.

Jungkook memegang botol itu, ingatannya kembali terserap pada hari di mana ia meletakkan botol itu di depan pintu kamar Sona saat sona masih menjadi trainee dulu. Kemudian buku agenda itu, merupakan buku agenda yang berisi segala hal yang Sona tulis tentang dirinya.

Ini adalah bukti bahwa Sona sejak dulu sudah sangat mengidolakan Jungkook, dan Sona meninggalkan semua itu di sini. Meninggalkan semua benda-benda ini. Itu artinya, Sona memang ingin melepaskan segala hal tentang Jungkook.

Jungkook masih memandangi semua benda-benda itu sambil menikmati nyeri di dadanya.

Sampai akhirnya sebuah suara membuatnya berdiri dan mendongak.

"Ka-kau?" Jungkook terkejut ketika melihat sosok Heowon ada di sini.

Ini adalah pertama kalian Jungkook melihat Heowon secara nyata dan jelas karena Sona hanya pernah menunjukkan foto Heowon satu kali pada Jungkook pada malam pengakuan itu.

Heowon menatap Jungkook dengan penuh amarah, mata Heowon setajam pisau. Taka da ketakutan sama sekali, hanya kemarahan yang berapi-api.

"Kau memang berengsek!"

Heowon tak ragu untuk berlari menerjang Jungkook dan melayangkan pukulan keras tepat di wajah Jungkook.

"Bedebah!" Heowon yang berhasil membuat Jungkook jatuh melayangkan pukulan kedua, hingga membuat sudut bibir Jungkook mengeluarkan darah.

"Aku sangat ingin melakukan ini sejak dulu!" Pukulan ketiga berhasil membuat pelipis Jungkook memar.

Heowon meremas kerah baju Jungkook. "Kau sudah menghancurkan hidup noona, kau berengsek!" Napas Heowon naik turun, bersamaan dengan wajahnya yang memerah karena amarah.

Sementara Jungkook hanya menatap Heowon dengan tatapan sayu.

"Teruskan," ucap Jungkook pasrah.

Heowon melebarkan matanya.

"Teruskan saja, habisi aku sekalian. Aku juga telah hancur." Jungkook justru menantang. "Ayo, pukul aku lagi! Aku memang berengsek!" Teriak Jungkook. "Tapi, setidaknya aku tidak menghancurkan reputasi Sona di publik!"

Anehnya, Heowon malah jadi berhenti memukul dan menatap Jungkook dengan tatapan bingung.

"Apa kau belum membuka matamu?!" Heowon mengeratkan cengkaramannya pada leher Jungkook. "Apa kau berpikir aku yang melakukan semua itu?!" Heowon berteriak tak kalah kencangnya.

Kini, Jungkook yang tak mengerti.

"Aku sangat peduli dengan noona. Terkadang aku hilang kendali, tapi aku tidak pernah benar-benar bisa menghancurkannya! Aku sangat meyayanginya! Itu semua hanya ancaman!" Heowon lalu menarik tubuh Jungkook untuk berdiri dan sejajar dengannya.

"Ap-apa maksudmu?!" Jungkook melebarkan matanya, rasa sakit akibat pukulan Heowon seakan tak lagi terasa.

Heowon menatap Jungkook dengan tatapan tak percaya. "Apa kau masih belum sadar bahwa siapa orang yang mampu menggerakkan semua itu? Dia adalah orang yang mengurusmu selama ini!" Heowon menajamkan tatapannya. "Dia jugalah yang membuat Sona pergi. Dia tidak lagi membenci hubungan kalian, tidak lagi membenci Sona, dia juga sangat membenci dirimu! Itu makanya dia dia mengeluarkanmu dari agensi!"

Jungkook menatap Heowon tak percaya. "Kang Seon?" Jungkook masih belum percaya. "It-itu..."

"Bodoh! Dialah orang yang paling mengawasimu selama ini! Dia telah mengetahui semua lebih dulu. Dia yang membayar mahal untuk mendapatkan data pemeriksaan Sona! Dia---,"

"Dari mana kau tahu semua ini?!"

"Karena, dia sempat menemuiku. Dia memintaku menghancurkanmu!"

Jungkook tak percaya dengan apa yang ia dengar, tubuhnya mendadak melemas. Kini efek sakit dari pukulan Heowon kembali terasa di wajahnya.

Ia menatap Heowon tak percaya, Jungkook berpikir untuk beberapa saat, sebelum akhirnya, Jungkook langsung memutuskan pergi, menabrak tubuh Heowon, tak peduli dengan memar dan darah yang menghiasai wajahnya.

Jungkook harus mengejar Sona.

*****

"Lima belas menit lagi," seorang pramugari mengingatkan dengan ramah.

Sona membalas senyum itu tepat setelah ia memasang sabuk pengamannya. Setelahnya, Sona menoleh ke belakang. Ia melihat kedua orang tua dan kakak perempuannya sedang asik mengobrol, sepertinya mereka sedang membaca majalah yang memuat tempat-tempat bagus di Norwich.

Satu senyum terukir di bibir Sona. Diam-diam ia berharap akan memulai sebuah kehidupan baru yang lebih baik di sana.

Sementara Sona diam-diam membuka halaman Naver pada laptopnya. Ia menggigit jari-jarinya. Cemas karena takut ketahuan, Sona sedikit menggeser laptopnya, dan mengetik sebuah nama di bagian berita.

Kim Jungkook.

Dengan kecepatan kilat, Sona membaca seluruh artikel yang berkaitan dengan nama itu. Sona selama ini tidak tahu kabar pastinya. Terakhir, ia melihat Jungkook adalah saat Sona sadar, dan itupun, Sona tidak sempat bertemu secara langsung. Hanya melihat bayangan Jungkook dari pintu kaca ruangannya, karena pada akhirnya Jungkook harus diusir oleh Ayahnya.

Agensi dan keluarganya juga sepakat untuk tidak mempertemukan keduanya lagi. Mereka hanya fokus untuk menyelesaikan masalah ini.

Sona membaca isi dari beberapa artikel teratas tentang Jungkook.

Resmi dikeluarkan dari iBigHeart Entertaiment, Kim Jungkook dikabarkan akan hiatus dari dunia entertainment. Agensi juga mengkonfirmasi bahwa seluruh jadwal Jungkook untuk comeback pada album akhir tahun juga sudah dibatalkan. Jungkook tidak akan mengikuti jadwal promosi apa pun lagi. Jungkook resmi dikeluarkan dari Bangtans.

Kang Seon selaku manajer Bangtans mengaku bahwa keputusan yang diambil agensi adalah yang terbaik. Agensi terpaksa memutus kontrak salah satu artis terbaik mereka karena skandal yang menimpanya sudah terlalu berat dan sangat mempengaruhi masa depan Bangtans.

Para pemegang saham juga menyepakati semuanya. Netizen beranggapan bahwa keputusan ini diambil, tepat setelah Jungkook mengunggah video permohonan maafnya kepada semua orang yang cemas dan merasa dirugikan atas skandal yang menimpanya, di dalam video itu, Jungkook juga menyebutkan bahwa setiap manusia punya kesalahan. Kim Jungkook mengatakan bahwa ia tidak ingin menutupi kesalahannya hanya demi popularitas. Jungkook juga berjanji akan menjadi pria yang lebih dewasa. Hal itu dianggap sebagai sebuah pengakuan atas skandal yang menimpanya.

Sona menutup mulutnya tak percaya.

Jungkook dikeluarkan?

Di video klarifikasi? Pengakuan? Permohonan maaf?

Sona menggeleng tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca, tepat saat ia menutup laptopnya.

Sona sama sekali tidak tahu apa-apa, karena selama dalam masa kesepakatan, Sona tidak dibiarkan mengakses apapun yang bertujuan untuk menjaga kondisi psikologisnya.

Tapi, Sona tidak tahu bahwa sudah banyak yang terjadi selama itu.

Jungkook?

Jungkook dikeluarkan?

Air mata Sona jatuh, bersamaan dengan bunyi mesin pesawat yang mulai terdengar. Tangannya spontan menutup bibir. Bahkan Sona tak sadar ketika suara tangisannya mulai terdengar.

Pesawat mulai berjalan pelan, sementara Sona menutup wajahnya dan menangis.

"Ya! Sona-ya? Kenapa kau menangis?" Ahn Hyejo, kakak perempuannya yang kebetulan baru duduk di sampingnya terkejut.

Sona tidak menjawab, hanya meneruskan tangisnya. Percuma dia menjelaskan alasannya, karena itu tak merubah apapun.

Hyejo tidak mengerti, tapi ia pikir adiknya memang hanya menangis karena akan meninggalkan Korea. Itu makanya Hyejo hanya mengusap punggung Sona.

Sona masih menangis dengan dada yang terasa begitu sesak, ia tidak menyangka bahwa Jungkook akan dikeluarkan dari Bangtans. Sona sangat sedih membayangkan nasib Jungkook sekarang. Itu benar-benar di luar dugaan.

Sona terlalu memikirkan Jungkook, bahkan Sona sampai seolah bisa mendengar suara Jungkook yang sedang memanggilnya. Suara itu seperti sebuah teriakkan yang terasa begitu jauh. Sona yakin kepalanya sudah sangat kacau karena yang ia dengar adalah suara Jungkook yang memanggil dalam ruangan yang kedap suara.

"Jungkook?"

Ketika Hyejo menyebutkan nama itu, Sona seketika membuka matanya, spontan menatap Hyejo yang tengah menatap arah jendela pesawat.

Sona mengikuti arah mata Hyejo dan seketika melebarkan mata ketika ia melihat Jungkook dari jauh, Jungkook sedang berusaha membebaskan diri dari tahanan petugas bandara. Jungkook meronta dan tampak berteriak keras, tenaga Jungkook terlihat begitu besar seolah ingin menggapai sesuatu di depannya, hingga akhirnya ia berhasil membebaskan diri dari dua petugas bandara yang menahannya dan belari kencang untuk mengejar pesawat yang Sona tumpangi.

Meski terlihat jauh, tapi Sona bisa melihat kecepatan lari Jungkook yang luar biasa. Jungkook berusaha meneriakkan nama Sona sambil terus mengejar pesawat yang semakin lama semakin kencang dan siap untuk terbang.

Sona spontan melepas sabuk pengamannya lalu berlari ke luar menuju bagian depan, menuju pintu yang sebenarnya sudah ditutup rapat, tapi secepat itu juga pramugari itu menahan tubuh Sona yang belum sempat menyentuh pintu.

"Tidak, nona. Jangan. Kita akan lepas landas..."

Mendadak Sona panik, ia menggeleng, tidak terima dengan ucapan itu. Sona berusaha memberontak meski gagal karena kedua orang tuanya juga langsung memeganginya.

"Kumohon, berhenti!!!" Sona meraung, berteriak dengan air mata deras yang terus mengalir tanpa henti. Tangannya sudah menempel di salah satu jendela yang ada di dekat pintu ke pesawat dan memukul-mukulnya kuat, seolah ia ingin menghancurkan kaca itu agar bisa keluar sekarang juga.

"Jungkook-ssi! Aku ingin Jungkook-ssi!" Sona berusaha menatap wajah kedua orang tuanya, matanya mencoba berbicara juga, menunjukkan betapa ia sangat mencintai pria yang masih berusaha mengejar pesawat yang berjalan semakin cepat ini.

"Jeball..."

Sona mulai melemah karena pesawat ini semakin kencang, dan ia bisa melihat dari jendela, Jungkook sudah tak sanggup lagi untuk mengejarnya.

"Jeball..." ucap Sona putus asa, bersamaan dengan tubuhnya yang mulai merosot tak berdaya..

Roda pesawat juga mulai terangkat.

Semuanya sudah terlambat.

******

Pupus sudah harapannya.

Jungkook tak tahu, apa yang saat ini ia rasakan. Pedih bercampur hancur. Harapannya untuk bertemu Sona sudah hilang, padahal ia sudah berjuang keras untuk sampai di sini secepat mungkin. Ia bahkan rela menerobos masuk, sebuah tindakkan yang saat ini membuat para petugas bandara sudah mulai mendekatinya, siap untuk mengamankannya.

Jungkook tidak berdaya lagi, tepat ketika roda pesawat itu mulai terangkat. Jungkook menundukkan kepalanya. Lututnya terasa begitu lemas, rongga dadanya seakan menyempit membuat napas naik turun tak karuan. Seperti orang sesak napas, Jungkook bahkan terbaruk-batuk saking lelahnya.

Kini bukan hanya memar di wajah dan tubuhnya yang mulai terasa sakit. Hatinya terutama, itu adalah bagian yang paling sakit dan entah bagaimana cara menyembuhkannya.

Jungkook terus menundukkan kepalanya, menatapi keringat bercampur tetesan darah dari lukanya yang jatuh ke aspal. Ia merasa hancur. Pasrah dengan keadaan. Rasanya ia makin sulit bernapas, ingin rasanya ia pingsan, dan mungkin Jungkook akan benar-benar pingsan karena kehabisan daya.

Jika saja Jungkook tidak mendengar suara yang membuatnya mengongakkan kepala lagi. Jungkook terdiam ketika melihat roda pesawat yang tadinya terangkat, kini mulai dibenturkan ke aspal lagi.

Pesawat pribadi yang tadinya akan terbang, kini justru berubah menjadi seperti akan mendarat. Jungkook spontan berjalan dengan cepat menuju pesawat itu, menembus angin kencang dan udara yang begitu dingin.

Jungkook semakin mempercepat langkahnya kala pesawat itu mulai berhenti dengan sempurna, Jungkook bahkan berlari kecil, ketika perlahan pintu dan sekaligus tangga otomatis pada pesawat itu mulai keluar.

Semakin berlari lagi ketika ia melihat sosok yang sangat ia rindukan keluar dari pesawat itu. Seorang wanita dengan jaket cokelat tebalnya, keluar dengan tergesa-gesa.

Keduanya sama-sama saling menatap selama tiga detik, ketika mereka sudah menatap aspal yang sama. Seluruh dunia terasa hening, salju tipis turun, dan angin berembus menerbangkan helaian rambut masing-masing. Air mata bening membanjiri mata kedua manusia itu, terlalu pilu hingga tak ada yang berani mengusik momen itu. Kedua masih sama-sama menatap, seperti baru saja keajaiban. Bak seorang pengembara yang menemukan sebuah sumur di padang pasir. Mereka berdua akhirnya kompak mengambil langkah untuk belari agar segera saling mencapai.

Hanya butuh kurang dari sepuluh detik, hingga keduanya bertemu pada satu titik di mana mereka langsung membentur ke dalam satu pelukkan yang begitu erat dan menggebu-gebu.

"Jungkook-ssi..."

Sona tak ragu lagi untuk menangis keras dalam pelukkan Jungkook. Menumpahkan seluruh rindunya yang tak terukur kadarnya.

Jungkook mengeratkan pelukkannya, seolah tak peduli lagi dengan apapun. Dia memeluk Sona erat, sereat dia tidak ingin kehilangan wanita ini lagi. Tak bisa dijabarkan lagi bagaimana perasaan keduanya. Sedih bercampur haru, bahagia bercampur tak percaya karena pada akhirnya mereka masih bisa saling menyentuh.

"Jangan pergi, kumohon..." ucap Jungkook dalam pelukkannya, seolah pria itu benar-benar tak ingin kehilangan.

Sona mengangguk dalam pelukkan Jungkook. "Aku sayang Jungkook-ssi, aku tidak mau pergi. Terlalu sakit, terlalu sakit jika jauh darimu. Aku tidak suka itu." Sona sudah tidak memikirkan lagi yang ia ucapkan, semua itu benar-benar datang dari hatinya.

Entah kalimat itu mengandung sihir apa, hingga membuat hati Jungkook mendadak terasa begitu hangat. Sebuah kalimat yang mampu menyirami hatinya dengan kelegaan, ucapan Sona barusan membuat Jungkook juga tanpa sadar meneteskan air matanya lagi. Di sela-sela pelukkan ini, Jungkook sempat melihat keluarga Sona yang juga mulai turun dari pesawat dan tengah berdiri menyaksikan dirinya dan Sona.

Mereka pun tampak diam, menilai, tampak tak mau mengusik momen yang terjadi, namun tetap, Jungkook masih merasakan aura keraguan di sana, lebih takutnya kekhawatiran bahwa apakah Jungkook pantas untuk Sona.

Jungkook memejamkan matanya perlahan, ia tahu bahwa tantangan sesungguhnya kali ini adalah keluarga Sona. Tapi, dengan satu tarikan napas, Jungkook berusaha mengumpulkan kembali seluruh tenaga dan tekatnya.

Perlahan, Jungkook menjauhkan tubuhnya dari Sona. Ia sangat ingin melihat wajah Sona dengan jelas. Namun, Sona justru menutup mulutnya, terkejut melihat luka-luka yang ada di wajah Jungkook. Sona baru menyadarinya.

Sona justru makin menangis.

"Jungkook-ssi, in-in-ini kenapa?" Sona menatap Jungkook khawatir.

Sona berusaha memegang pelan satu memar yang ada di pipi Jungkook, membuat Jungkook sedikit meringis.

Astaga, Jungkook sangat merindukan ini. Jungkook rindu dikhawatirkan langsung oleh Sona, Jungkook rindu saat Sona menangis hanya karena terlalu khawatir. Sonanya yang cengeng, Sonanya yang terkadang berlebihan, Sonanya yang sangat menyayanginya.

Jungkook memegang tangan Sona yang ada di wajahnya erat, lalu mengarahkan tangan itu ke bibirnya. Menciumnya perlahan dengan lembut dan berhati-hati.

Sona hanya bisa menatap momen itu, karena nyatanya senyum itu memberinya kehangatan bukan hanya dikulit tapi juga di hatinya.

Jungkook terdiam saat ia sedikit menjauhkan tangan Sona yang masih ia genggam, sejenak saat menatap jari-jari Sona yang ada dalam genggamannya. Kini, ia menatap Sona lagi dengan tatapan serius.

"Menikahlah denganku, aku akan menjagamu selamanya."

Sona tak bisa berkedip. Ia menatap Jungkook tak percaya, seluruh dunianya mendadak hening, hanya ada kalimat itu yang seakan terus berulang-ulang menggema di kepalanya. Sona masih menatap Jungkook, memastikan bahwa itu benar-benar Jungkook, memastikan bahwa ini semua bukan mimpi. Dan, setelah sadar bahwa semua ini nyata, Sona melebarkan matanya, jantungkan seakan berhenti berdekat. Ia terkecekat, hingga dalam hitungan mundur matanya mulai mengabur.

Tiga.

Dua.

Satu.

Bruk!

Sona pingsan.

Di dalam pelukan Jungkook.

Jungkook tersenyum sambil menahan tubuh Sona, ia menganggapnya sebagai sebuah 'yes'.

Karena, memang, selamanya akan selalu 'yes' untuk Jungkook.

"Terima kasih, Sona-ya."











.

.

.

.





YEAYYYYYYYY TAMATTTTT!!!!

Huaaahhhhhhh, eh, btw fanartnya bagus ya? Penasaran kan sama full versinya? Belum fanartnya GwenChan :) hehehe.

Gimana? Udah lega setelah baca endingnya?

Hehhee.

Oke, di sini aku mau ngucapin terima kasih buat kalian yang masih mau setiap ngikutin Hidden, meski couple utamanya buat GwenChan. Mungkin kalian bakal capek denger ini, tapi aku emang sedih di awal karena kayak ada aja gitu yang masih belum nerima SonKook as main couple di Hidden 2.0, tapi gakpapa, itu pilihan kalian. Aku cuman mau ngucapin makasih buat yang udah tetep mau ngikutin.

Aku cuman bisa nulis ending yang kayak gini, maaf kalo kurang puas, karena aku juga lagi ada yang di posisi yang sibuk banget dan Hidden 2.0 sudah terjadwal dengan sedemekian rupa. Jadi, aku harap, aku bisa puasin kalian di versi novelnya lagi nanti.

Dan, tolong banget, meskipun Hidden udah tamat. Jangan hapus ini dari library kalian ya :D hehe, karena.... pokoknya.... karena.... karena.... ada deh. Someday akan ada hal-hal yang masih akan aku umumin dan janji, itu bukan hal sedih kok.

And yeah, hanya ini ending yang bisa kuberikan di versi Wattpad. At least, Im trying my best, aku bahkan masih nulis ulang lagi, perhalus bagian SonKook di bandara untuk versi Wattpadnya. Di novelnya mungkin kalian agak ngerasa beda untuk bagian itu, lebih halusan di Wattpad ini. Hehehe cuman ya di novelnya tetep ada extra bab-nya. Itu udah kayak perjanjian gituloh, jadi aku boleh gak ngehapus di Wattpad tapi ya di eksekusi ending harus agak beda dikit dan ada extra bab tanpa mengurangi esensi.

Seperti yang kuterapkan di Hidden satu.

Hiddenatics, kalian sayang Hidden, kan? :(

Aku sayang. Sayang banget. Kayak gak rela ini berakhir.

Makanya, aku minta tolong, jangan hapus ini dari libary ya kalo kalian sayang, mungkin kelak aku masih bisa mampir dan ngasi-ngasi notif, meski aku gak tau kapan.

Karena project novel aku di 2019 ada, Exflotion (fanart EXO), How Come dan That Hidden Princess. Kalian paling nunggu yang mana nih?

Hehe. So, some of you mungkin juga gak nunggu itu semua karena kalian emang nikmatin Hidden aja, bukan Hidden Universe. But, aku tetap sangat bersyukur, kalian udah mau jadi bagian dari perjalanan yang luar biasa ini. Percaya sama aku, aku masih terus berjuang untuk pencapaian-pencapaian lain, untuk Hidden, untuk Hiddenatics.

Aku cuman pengen bilang bahwa aku sayang sama kalian, itu makanya aku gak ngehapus versi Wattpad dari Hidden 1 atau 2, karena... ya gimana ya, kadang kalo aku lagi capek banget, subuh-subuh, aku gak bisa tdr aku baca lagi komen-komen kalian yang dulu terus aku senyum-senyum sendiri, kadang sampe nangis. :") ya gimana lagi ya, sweet bangetlah moment itu.

Makasih ya, kalian udah buat 2018-nya Asa jadi luar biasa. Semoga kita masih bisa terus berinteraksi lewat karya di 2019 dan seterusnya.

*

*

Ohya, adakah yang kalian ingin sampaikan ke aku? Boleh ditulis di sini :*

Dan, boleh ya reviewnya untuk endingnya dan Hidden 2.0 di sini, boleh dirangkum.

Jadinya, Tim akan umumin 2 reviewers terbaik besok, di IG!

.

.

Sekali lagi, makasih ya untuk perjalanan yang indah ini.

Terakhir!

Ini, sebagai bentuk peluapan, apa yang kalian mungkin ingin sampaikan ke tokoh, boleh komen di foto-foto mereka :




-




"Temukan namaku di novel tante, dan sepertinya aku tidak akan sendirian!"

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

Undercover Od pitsansi

Tínedžerská beletria

215K 23.5K 43
Mendapatkan titah untuk menjadi asisten guru BK membuat Chesa terlibat dengan geng brandal pembuat onar. Namun, setelah mengenal Aksa dan teman-teman...
704 329 24
Bolekah aku menagih janji mu tuan, yang tidak akan meninggalkan ku, dalam keadaan apapun? Mengandung ke gamonan 100000% Ditulis ketika sedang overthi...
AM Od she/her

Tínedžerská beletria

288K 8.7K 34
Kalau saja Clarissa tidak pernah terlambat pulang malam itu. Kalau saja mereka tidak pernah terikat sebuah hubungan. Kalau saja Darrel tidak membelik...
DARK MAN PYSCHO Od GenjiSeiha

Mystery / Thriller

216K 2.4K 8
#Darkness Series 1 ( Adult content ) Dunia mengenalnya sebagai Ziro Statham Blunjuke. New York memuja ketampanannya. Tersihir oleh kebaikannya dan te...