Yours

By Elsarst

739K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 26
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

Bagian 11

28.4K 3.1K 138
By Elsarst

Perhatian: jika kalian terlalu lama menunggu hingga bulukan sampai lupa, diharapkan untuk membaca ulang part sebelumnya^^

*HAPPY READING*

"Dasar tuh si Satria! So mantep, ewh." gerutu Lalisa sebal sembari berjalan menuju kelasnya.

Namun langkahnya terhenti saat melihat Niko dan Tsania yang sedang berbincang-bincang di depan kelas. "Dasar orang lagi jatuh cinta, apa apa bedua mulu berasa dunia milik mereka berdua!" kemudian gadis itu kembali melangkah, dan masuk ke dalam kelas tanpa melirik Niko yang daritadi memperhatikannya.

dan rupanya, Tsania daritadi mengikuti arah tatapan Niko yang terus tertuju pada Lalisa. Karena kesal, Tsania menarik dasi Niko hingga laki-laki itu terkejut dan refleks menoleh.

"Apaan sih?!"

"Ya, abis gue ngomong daritadi dikacangin!" gerutunya.

Niko merapihkan dasinya kembali, seraya berbicara. "Siapa yang ngacangin sih? Daritadi gue denger kok, lagian kan gue mau nanya nanya tentang kapan eskul mulai, eh ini malah bicarain yang lain. Gak penting banget," ucap Niko.

"What?!  Gak penting? Terus menurut lu, yang penting itu ngeliatin Lalisa gitu? Iya?" Tsania memelotot tajam, alias mengitimidasi Niko untuk jujur.

Mendengar itu, Niko langsung menghentikan aktivitasnya yang membenarkan tatanan dasi abu-abu. Ia melihat wajah Tsania yang kelihatan kesal.

"Yaudah, sori. Sekarang buruan deh jawab! Kapan gue bisa mulai eskul photography nya?" tanya Niko langsung ke intinya, karena ia sudah jengah berdua-duaan dengan ketua osis yang juga pembina eskul photography.

"Sebenernya sih udah bisa mulai sekarang, cuma syaratnya lo harus kasih data diri lo dulu dan fotoin pemandangan yang menurut lo bagus, abis itu serahin semuanya ke pembina. Abis itu lu resmi jadi anggota," Tsania menjelaskan.

Niko mengangguk paham lalu menepuk bahu Tsania berkali-kali. "Oke thanks infonya, gua masuk ya. Tiati jalan ke kelasnya, takut di gandol kucing." laki-laki itu tersenyum kecil, kemudian masuk ke dalam kelas.

Tsania tidak bisa menahan Niko lagi untuk tidak masuk kelas, karena bell masuk sudah berbunyi. Dan gadis itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya dengan sebal, kemudian pergi.

Di dalam kelas, Niko berjalan menuju bangkunya dan matanya lagi-lagi melirik gadis bawel yang tiba-tiba menjadi pendiam dan menampilkan raut wajah bete.

Niko duduk di bangkunya, namun Lalisa lagi-lagi tidak menoleh kepadanya bahkan untuk melirik saja tidak. Tentu itu membuat Niko gusar, dan mencoba mencari perhatian dari gadis itu yang hanya diam menghadap papan tulis.

Niko sengaja menjatuhkan pulpen yang berada tepat di samping lengannya, dan diam beberapa saat untuk menunggu respon dari gadis di sebelahnya itu. Namun hasilnya nihil, Lalisa sama sekali tidak menoleh bahkan terlihat tidak peduli.

"Asisten ambilin pulpen gue dong!" Niko akhirnya membuka percakapan duluan.

Lalisa mendengus sebal, ia langsung mengambil pulpen yang jatuh di kakinya dan ditaruh ke atas meja—tepatnya di hadapan Niko. Kemudian gadis itu kembali menghadap depan.

Dan tentu itu membuat Niko semakin prustasi. Ia benar-benar bingung dengan diamnya gadis itu, yang diingatnya Lalisa diam terakhir kali seperti ini juga saat mereka berdua berangkat bersama-sama untuk pertama kali.

Niko menghembuskan nafasnya dengan gusar sambil menyandarkan tubuhnya di bangku. "Gue udah pernah bilang kan sama lu, kalo lu gak cocok jadi pendiem." Niko kembali berkata walaupun terdengar seperti bisikan, namun Lalisa mendengarnya.

Lalisa hanya melirik sekilas, dan masih tidak membuka suara.

"Kasian tahi lalat lo di bibir itu yang menandakan orang bawel, jadi merasa gak berfungsi. Terus juga muka lo itu, muka muka orang judes gitu gak cocok lah jadi kalem. Cupu ah," Niko masih saja menyerocos seakan-akan meluapkan ketidaksukaannya jika Lalisa menjadi pendiam.

Mendengar itu, Lalisa langsung menoleh dan mata sayunya bertemu dengan mata elang milik Niko yang tajam. Mereka saling bertatapan, apalagi Niko yang menatap intens gadis disebelahnya seperti sedang mencari sesuatu di dalam sana.

"Bisa kasih tau alasan kenapa lu diem? Dan gimana cara ngembaliin kebawelan lu itu?" Niko menaikkan alisnya sebelah dengan masih menatap bola mata yang berwarna coklat milik gadis bawel.

"Karena gue malu." jawab Lalisa.

Sontak Niko semakin mengernyitkan alisnya. "Malu?" tanya Niko.

"Gue itu suka diem seketika, karena gue malu...." Lalisa menutup seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Gue malu karena ngeliat ortu lu berdua itu—hmm anu itu kissing. Gue malu aja, makannya gue diem. Soalnya kalo gue liat muka lu suka langsung kebayang adegan tadi,"

Seketika Niko menegakkan tubuhnya karena mendengar penjelasan Lalisa. Walaupun suara gadis itu tidak jelas dan kecil, karena tertutup kedua telapak tangan namun ia masih bisa mendengarnya.

"Hah? Bhaks... Hmm.." Niko menahan tawa dengan mengulum kedua bibirnya yang berkedut.

Lalisa menurunkan kedua tangannya dan tatapannya berubah menjadi sengit. Gadis itu yakin, pasti Niko ingin tertawa terbahak-bahak setelah mendengar penjelasannya.

"Ketawa aja! Free kok," Lalisa kesal.

Niko tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Sekarang ia tahu, jika mood gadis di hadapannya itu selalu berubah-ubah dalam waktu sebentar. Kadang diem, kadang bawel, kadang galak, dan kadang oon.

"Lagian emang kenapa sih kalo gue diem? Ada masalah lo? Kangen gue ya?" Lalisa membulatkan kedua matanya, seakan-akan ia merasa dikangenin oleh seseorang. "Ya, emang lah ya susah sih kalo orang udah nyaman sama kebawelan gue itu." pedenya yang kemudian tertawa malu.

Sementara Niko hanya memutar bola matanya dengan malas. Walaupun memang nyatanya ia tidak suka jika Lalisa diam seribu bahasa.

🔥

Jam menunjukkan pukul 12.30 wib, dan bell pun berbunyi hingga tiga kali yang menandakan semua murid sudah saatnya pulang.

Lalisa langsung memakai tas gendongnya dan merapihkan tatanan rambut yang acak-acakan akibat kebanyakan mikir sepanjang pelajaran Matematika. Yaps, tadi adalah pelajaran Matematika. Pelajaran yang paling susah dimengerti dari semua pelajaran yang lumayan di mengerti.

"Huft otak gue langsung panas," Lalisa ngomong sendiri sambil berkaca. "Liptint gue juga udah pudar, ish dasar murah. Padahal gue mau makan eskrim sama Revan." gerutunya.

Lalisa menoleh kepada teman yang duduk di depannya. "Eh, Sri Sri!" panggilnya.

Sri menoleh dengan tatapan bingung. "Apaan?" tanyanya.

"Bagi liptint dong." pinta Lalisa sambil menampilkan puppy eyesnya.

"Nih..." Sri menaruh liptint berwarna bibir asli di atas meja Lalisa. "Ntar taro lagi di tas gue!" titah Sri.

"Iya," Lalisa mengangguk kemudian memoleskan sedikit liptint itu di bibir bawahnya dan diratakan dengan mengulum kedua bibirnya.

"Selesai," ucap Lalisa seraya tersenyum manis melihat wajahnya di kaca kecil berwarna pink.

Dan rupanya daritadi Niko terus memperhatikan gadis bawel itu dengan tatapan gusar. Berkali-kali laki-laki itu memutar bola matanya malas karena melihat Lalisa yang seketika menjadi genit.

Kemudian Niko beranjak dari bangku dan memakaikan tas di pergelangan tangan kanan saja. Ia masih memperhatikan Lalisa yang sibuk berkaca dan merapihkan rambut.

"Nih ya, makasih Sri." Lalisa membuka tas Sri yang masih berada di bangku, lalu menaruh liptint juga kaca miliknya.

"Udah?" Lalisa melihat Niko dari ekor matanya dengan tatapan bingung. "Udah apaan?" gadis itu mengangkat alisnya sebelah.

Niko mendekati Lalisa lalu mengelus-elus pucuk rambutnya. "Ululu... Tetanggaku ini kayanya lupa, kalo sekarang dia udah jadi asistennya Niko. Makannya mau balik aja dandan dulu," gemas Niko.

Gadis itu segera menepis tangan Niko dengan mulut yang terbuka. "Hah? Gue pulang bareng sama lo? Ish... Apaan sih, gue itu mau makan eskrim sama Revan."

"Yah, gimana ya. Gue mau motret pemandangan buat eskul dan pasti gue butuh asisten dong buat bantu-bantu gue bawa barang, iya kan?" Niko menaikkan alisnya sebelah dengan senyuman devil. Dan Lalisa benci senyuman itu.

Raut wajah Lalisa selalu kesal jika berada di dekat laki-laki bernama Niko ini. Apalagi jika ia sudah menunjukkan senyuman liciknya, rasanya gadis itu ingin memangsa Niko.

"Kan lo bisa nyuruh si Tsania, dia juga pasti mau kok." Lalisa masih mencoba membujuk Niko untuk tidak mengganggu acara makan eskrimnya bersama Revan.

Niko membuang nafasnya panjang sambil berkacak pinggang. "Kalo gitu lu bisa suruh yang lain buat masuk tim basketnya si Revan. Oke." Niko mangut-mangut dengan pandangan ke arah lain. "Yaudah, gue sendiri aja gak apa-apa." Niko beralih lagi melihat Lalisa.

Kemudian laki-laki itu menepuk bahu Lalisa berkali-kali dengan senyuman sok ramahnya. "Semoga nemu, ya. Mantan asisten." Niko mengedipkan matanya sebelah lalu pergi melewati Lalisa yang seketika diam seperti merenungkan sesuatu.

"Ah, shit! Niko..." Lalisa berbalik badan dan berlari mengejar Niko.

Sementara semua murid di kelasnya hanya memandangnya dengan tatapan bingung. Termasuk Nina dan Chika.

Chika menggeleng-gelengkan kepalanya karena melihat tingkah Lalisa dan Niko. "Itu anak berdua ya emang kaya Tom and Jerry."

Nina terkekeh sambil tersenyum kecil. "Lucu ya mereka." timpalnya.

Di sepanjang koridor, Lalisa berlari kecil sambil celingak-celinguk mencari laki-laki yang sangat dibencinya.

"Di mana sih?!" Lalisa menghentikan langkahnya dengan nafas yang terpenggal-penggal. "Emang dasar ya itu anak! Liat aja gue pites sih, kalo ketemu. Awas lo! Bikin gue capek aja." gerutunya bawel.

"Eh, ade adeannya Revan yang berharap lebih jadi pacarnya." sebuah sepatu adidas berwarna putih berhadapan dengan sepatunya.

Lalisa menaikkan pandangannya dan menemukan wajah yang lebih menyebalkan dibanding Niko, yaitu Satria.

Yaps, laki-laki itu sedang tersenyum miring dan menatap Lalisa dengan penuh kesedihan.

"Ngapain lu muncul di depan gue lagi?!" tanya Lalisa jutek.

Satria terkekeh songong seraya menaikkan alisnya sebelah. "Lah? Emang ini sekolah lu doang apa?" tanya balik. "Ingat ya cewe tersedih, ini juga sekolah gue." Satria mengingatkan Lalisa sambil mencolek hidung mancungnya.

Sontak gadis itu langsung menepis jari Satria dari hidungnya dengan kasar. "Gue punya salah apa sih sama lu? Kenapa lu demen banget gangguin gue?" tanya Lalisa dengan nada yang bergetar.

Sebenarnya gadis itu takut selain tatapan Satria yang menyeramkan, cara bicaranya pun membuat tubuh Lalisa menegang ketakutan. Namun ia berusaha untuk menutupi rasa takutnya itu dengan terus membalas perkataan Satria.

"Kesalahan lu itu sebenernya cuma karena lu sok jadi pahlawan buat Revan—"

"Tapi kenapa?!" Lalisa memotong penjelasan Satria dengan nada suara yang tinggi hingga membuat laki-laki terhentak.

"Karena lu, sewaktu smp gue dibuang dari kapten basket! Dan satu hal lagi yang gue benci adalah ketika gue harus satu sekolah lagi sama kalian berdua, yang menyebabkan gue kembali menjadi rivalnya Revan!" Satria balas nada tinggi dengan tatapan menusuk, sampai gadis itu tidak berani melihat matanya.

"Dengan sok pahlawannya gadis lugu dihadapan gue ini—" Satria mengelus pipi Lalisa dengan pelan. "Nyemangatin orang lemah kaya Revan. Dan pada akhirnya, Revan gak pernah suka sama lu. Kasian banget sih lo,"

Menohok.

Ucapan Satria memang sakratis hingga gadis yang wajahnya saat ini memucat menunduk menahan bendungan air di dalam kelopak matanya. Tubuhnya bergetar, sampai menahan dengan menggumpal-gumpal rok abu-abunya. Lalisa berharap siapapun lewat ke lorong yang jarang dilewati murid—kecuali Niko.

Yaps, hanya Niko yang suka melewati lorong kecil dan juga sepi, makannya gadis itu kesana.

"Apa sekarang cowok yang lu bantuin itu ada? Apakah dia akan menolong lu seperti lo menolongnya? Gak yakin gue." Satria masih saja berbicara.

"Jauhin tangan kotor lo itu dari pipi pacar gue, bangsat!"

Satria dan Lalisa sontak menoleh.

"Niko?" gumamnya kecil.

Seketika bola mata Lalisa membulat melihat laki-laki yang memasukkan kedua telapak tangannya di saku celana berjalan mendekatinya. Niko sama sekali tidak melirik gadis itu, tapi pandangannya tertuju pada Satria dengan tatapan yang tidak pernah dilihat Lalisa sebelumnya.

Sangat tajam dan menakutkan seperti melihat musuh bubuyutannya yang sudah menghilang beberapa tahun.

Awalnya Satria kebingungan dengan adanya orang lain di lorong yang jarang bahkan tidak pernah dilewati murid. Namun saat Niko sudah berada di samping Lalisa, Satria langsung tertawa devil.

"Hahaha... Apa ini?" Satria melihat Lalisa yang sekarang berani menatapnya, seperti mendapat kekuatan.

"Jadi gadis bodoh ini bawa bodyguard iya? Manggilnya lewat apa? Telepati?" Satria menaikkan alisnya sebelah dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Lalisa.

"Jangan berani berani nyentuh pacar gue!" Niko memperingati dengan nada penuh penekanan.

Satria melirik Niko. Ia mendecih sambil terkekeh geli. "Pacar? Jadi sampe berapa lama lu dijadiin pelampiasan?" tanya Satria menjauhkan wajahnya dari Lalisa. "Satu bulan? Dua bulan? Atau bahkan selamanya? Soalnya cewek bego ini gak pernah bisa lupain pangeran kecilnya itu." pancing Satria.

Niko mengeluarkan kedua tangannya dari saku celana, dan kedua telapak tangannya sudah mengepal daritadi. "Lu gak tau apa-apa. Jangan pancing emosi gue, atau lu gak akan gue biarin bernafas sekarang juga!" ancam Niko dengan nafas yang tidak karuan.

Lalisa melihat keduanya secara bergantian, dan gadis itu bisa merasakan betapa sengitnya tatapan mereka berdua. Tentu gadis itu panik sekaligus ketakutan. Ia benar-benar memutar otaknya kembali agar tidak terjadi baku hantam.

"Lu yang gak tau apa-apa. Lu mau jadi diposisinya Lalisa? Yang dimana lo menjadi pahlawan buat orang yang lu suka, tapi orang itu gak pernah suka sama lu bahkan gak bakalan dateng di saat lu butuh bantuan? Mau lu? Atau lu-nya terlalu bucin? Cih,"

"Anj—" saat Niko ingin berlari menghampiri Satria dengan langsung menghantam wajah orang itu, tiba-tiba Lalisa menahannya dengan memeluk erat laki-laki yang emosinya sedang tinggi. "Udah, udah!" pinta gadis itu memohon sambil memejamkan kedua matanya.

"Cih, drama apa ini?!" Satria mendecih sambil menyunggingkan senyumnya.

Niko mengalihkan pandangannya lagi pada Satria dengan tatapan tajam. Rasanya ia benar-benar ingin menghabisi orang itu sampai kedua tangan yang daritadi dikepalnya mengeras. Namun semakin Satria memancingnya, semakin erat pelukan Lalisa.

"Stop, Sat!" Lalisa memberanikan diri untuk melihat lagi wajah Satria.

Satria mengangguk sambil mengangkat kedua tangannya di udara. "Oke, oke. Kali ini gue biarin, lagian juga gua aus ngeliat adegan ginian. Yaudah lah, gue cabut ye, yang anget loh!" laki-laki itu berbalik badan lalu pergi sambil mengangkat jempolnya di udara seakan-akan ia memberi acungan jempol untuk drama yang dilakukan oleh Niko juga Lalisa.

"Ish!" Lalisa langsung melepas pelukannya dan memukul lengan Niko dengan keras hingga membuat laki-laki itu meringis kesakitan sambil memegang lengannya yang kena tonjok. "Aaa... Buset dah, gue lagi aja yang kena omel."

"Gue sebel sama lu!" Lalisa terus memukuli Niko yang terus meringis sambil memegangi lengannya.

"Kenapa dah? Gue kan niatnya bantuin lu! Kok jadi gue yang ditonjokin sih?" tanya Niko tak terima.

"Gue sebel karena lu ninggalin gue, hiks..." Lalisa mulai meneteskan airmatanya yang daritadi memaksa keluar. "Gue sebel karena lu dateng telat! Gue sebel ternyata ada orang yang lebih ngeselin dari lu! Hiks..." ucap Lalisa sambil terisak mengeluarkan air matanya.

"Maaf," ucap Niko kemudian mendekat dan melingkarkan tangannya ke tubuh Lalisa.

Gadis itu menangis sejadi-jadinya di dada Niko tidak peduli bajunya akan basah. Sementara laki-laki itu mengelus rambut Lalisa dengan lembut sambil menenangkannya.

"Seharusnya lu biarin gue abisin itu orang." kata Niko merasa menyesal karena membiarkan orang itu pergi.

"Jangan. Jangan lakuin apapun, gue gak mau lu di keluarin terus orang itu masih di sekolah ketemu gue tiap hari. Gue gak mau. Tetep di sini, jagain gue aja dari orang itu. Gue takut," pinta Lalisa memohon.

Niko tersenyum kecil, dan sedikit mengeratkan pelukannya karena gemas. "Kalo gue gak mau jagain lu gimana?" tanya Niko memancing kebawelan Lalisa lagi.

"Gue bilang Mama!" ancam Lalisa.

"Tapi kan, harusnya babuku ini yang ngejagain gue." Niko mengacak-acak pucuk rambut Lalisa. Sontak gadis itu langsung mendongakkan kepalanya dengan tatapan sebal.

"Sumpah gue mending dibilang asistenku dibanding babuku. Sumpah." dengan wajah polos, Lalisa mengangkat kedua jarinya bertanda peace.

Niko tertawa kecil, dan kembali mengacak-acak pucuk rambut Lalisa dengan gemas. "Yaudah, jadi bukan mantan asisten lagi ini? Jadi lu mau temenin gue motret?"

"Boleh deh, kalo dipaksa." Lalisa menyengir manis.

"Ye, dasar kaga ada yang maksa! Yaudah yuk, pengap gue di sini apalagi posisi kaya gini," Niko melirik ke bawah, sontak Lalisa mengikuti arah tatapan Niko dan langsung mendorong tubuh laki-laki itu yang sangat dekat dengan tubuhnya.

"Dasar lo mod—"

"Modus." Niko melanjutkan perkataan Lalisa yang akan keluar. Ia sudah tahu jika Lalisa akan selalu mengiranya modus, padahal berniat untuk menenangkannya.

"Akhirnya lu sadar sendiri." Lalisa mengelus dadanya sambil komat-kamit mengucap syukur di dalam hati.

"Padahal lu duluan kan yang meluk gue?" Niko mengingatkan kembali.

"Itu refleks—eh terpaksa deh. Soalnya kan gue pernah baca tuh di cerita cerita kalo nenangin cowok itu dengan meluk, hehehe... Emang ya, baca buku itu berfungsi banget ya walaupun buku cerita tapi dari situ gue tau kelemahan cowok itu apa aja, " Niko mengernyitkan alisnya sebelah dengan tatapan mengitimidasi.

"Jadi lu suka baca yang—"

"Ah... Enggak, gils. Yakali gue baca yang gituan, yang plus plus. Enggak, kok enggak. Percaya ya percaya," Lalisa tersenyum sok polos sambil menampilkan puppy eyes agar Niko tidak berpikir yang macam-macam.

Niko memutar bola matanya. "Padahal gue gak ada pemikiran ke situ. Dan tanpa sadar lu sendiri yang udah kasih tau ke gue kalo lu pernah baca yang plus plus," ucap Niko.

Dan seketika Lalisa menutup mulutnya rapat-rapat. Ia memang ember.

Memalukan, Lalis astaga. Mulutmu ember sekali! Batin Lalisa menggerutu.

"Yaudah lupain soalnya gue takut lo seketika jadi pendiem karena malu ketauan sama gue, hahaha..." Niko tertawa mengingat di mana jika Lalisa tiba-tiba menjadi pendiam itu artinya ia sedang malu.

Lalisa hanya diam sambil mengerucutkan bibirnya sebal. "Terus aja terus!" betenya.

Niko menutup mulutnya untuk tidak tertawa. "Oke, oke. Maaf," ucap Niko.

"Yaudah, yuk." Niko menarik tangan Lalisa untuk pergi. Sementara gadis itu mengikut saja.

🔥

Jadi gimana?

Coba para silent readers beri jejak, biar author makin semangat dan berliar pada imajinasi wkwk:v

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 113K 59
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
241K 14.7K 34
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
1.2M 90.3K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
759K 90.4K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...