Peek - A - Boo

By shihanssi

27K 3.1K 879

Kumpulan short story Kim Sohyun dengan para cogan. Kim Sohyun kalau di Couple in sama siapapun cocok, Cecan m... More

1. Hello
2. Ring
3. Why Time?
4. What Do You Want Me To Do?
5. I'm The Bos
6. Lucid Dream
7.Rain
8.Please Hug Me
9. Oh My!
10. Instagram
11. Instagram (Bonus Chapter)
12. Beautiful Pain
14. Update
15. I Love You
16. Thanks
17. Me After You
18. Best Part
19. Tunnel
20. Star
21. Chat
22. Regret

13. I'm Fine

935 132 30
By shihanssi

Main Cast :
Park Jimin
Kim Sohyun
Park Jihyo

FF ini tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun, dan FF ini murni dari otak saya. Jadi jika terdapat kesamaan kata-kata mungkin suatu ketidaksengajaan.

Happy reading ...

.
.
.

Sohyun tersenyum ceria memandangi pantulan tubuhnya di depan cermin. Gaun putih dengan panjang semata kaki itu membungkus pas tubuhnya yang mungil. Bagian lengan dan kakinya di beri renda putih sehingga kulit putihnya terekspos.

Hari ini adalah hari pernikahan Jimin dengan calon istrinya Park Jihyo. Sohyun sudah berjanji akan datang ke pesta pernikahan mantan kekasihnya itu, meski ia merasa kesulitan untuk mengontrol perasaannya ketika melihat mantan kekasih mengucapkan janji suci pernikahannya.

Tok tok tok

Membalikkan badannya kebelakang, Sohyun tersenyum ketika sang ibu membuka pintu kamarnya dan masuk dengan wajah yang begitu ceria.

"Putri umma sudah cantik." ucapnya, satu tangannya terangkat menghelus surai coklat sang anak yang dikepang menyamping, membiarkan seluruh rambutnya berada di sisi kanannya.

"Apa kau serius mau datang ke acara itu?"

Sohyun menganggukkan kepalanya yakin. "Umma tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja."

Wanita paruh baya itu tersenyum sedih, ia tidak akan pernah membayangkan jika Jimin akan menikah bukan bersama putrinya. Selama ini ia terus membayangkan bagaimana jika pada akhirnya Jimin dan Sohyun menikah, memiliki putra putri yang lucu dan menggemaskan. Ia terus berharap jika Jimin lah yang akan menjadi menantunya. Namun, kisah hidup pria itu dan putrinya ternyata berbeda, Jimin memilih mengakhiri hubungannya dan menikah dengan wanita lain, meninggalkan putrinya seorang diri yang masih mengharapkan sebuah keajaiban; yah keajaiban Jimin akan kembali pada putrinya.

"Yasudah, katakan permintaan maaf ibu yang tidak bisa hadir."

"Baiklah, nanti akan kusampaikan."

Wanita setengah abad itu tersenyum, tangannya kembali mengusak rambut sang putri dengan lembut.

"Berangkatlah, dia sudah ada dibawah."

"Eoh? Dia sudah datang?" Tanya Sohyun kaget, sang ibu menganggukkan kepalanya. Sohyun buru-buru mengambil tas selempangnya diatas meja rias, kemudian mencium pipi sang ibu sebelum ia melengseng pergi dari kamarnya dan menghampiri seseorang yang datang untuk menemaninya ke pesta pernikahan Jimin.

"Oh, kau sudah datang?" tanya Sohyun ketika kakinya menginjak lantai dasar, seorang pria bertubuh tinggi itu menoleh menatap Sohyun. Ia terdiam, namun matanya bergerak memperhatikan wanita mungil itu.

Cantik

Satu kata yang mewakili penampilan Sohyun saat ini. Ia tidak bisa mempercayai bagaimana bisa Sohyun terlihat cantik seperti saat ini, dan ahh Jimin akan menyesal karena memutuskan Sohyun.

Pria itu berdiri dari duduknya. Menyamakan tingginya denga Sohyun. "Kau terlihat cantik."

"Gomawo." ucap Sohyun dengan pipi berwarna merah seperti kepiting rebus.

Pria bersurai hitam itu terkekeh melihat pipi memerah Sohyun. Sangat gemas sampai ingin membuatnya mencubit pipi chubby milik Sohyun.

"Mau berangkat sekarang."

Sohyun menganggukkan kepalanya cepat.

"Iya."

•••

Setelah menempuh perjalan kurang lebih setengah jam. Sohyun dan pria tampan akhirnya sampai di sebuah hall yang menjadi tempat pernikahan Jimin dan Jihyo.

Sohyun menggandeng tangan pria bersurai hitam itu dengan tiba-tiba, membuat sang pria itu menoleh menatapnya.

Tahu jika akan ditatap oleh pria bersurai hitam itu, Sohyun membalasnya dengan senyum manisnya. Pria itu ikut tersenyum.

Mereka terlihat sepasang kekasih, semua mata memperhatikannya yang terlihat sangat serasi. Yang satu tampan dan yang satu cantik, mereka membuat iri siapapun yang melihat.

Tak terkecuali dengan sosok pria tegap berdiri di antara kerumunan para tamu. Ia menatap ke arah Sohyun dan pria yang terakhir kali dilihatnya di kafe. Dia masih mengingat pandangan penuh cinta pemuda itu saat itu.

"Aku permisi dulu." ujarnya sopan kepada para tamunya. Melangkahkan kaki pendeknya mendekati Sohyun dan pemuda yang tidak ia sukai itu.

"Sohyun-ssi."

Sohyun menoleh, ia tersenyum lebar kemudian menundukkan kepalanya memberi salam pada calon mempelai pria; Park Jimin.

Jimin tersenyum tipis. Manik hitamnya melirik pemuda tinggi disamping Sohyun.

"Aku baru saja ingin mencarimu." ucap Sohyun, membuat Jimin segera mengalihkan pandangannya dan menatap Sohyun dengan tatapan bertanya kenapa?

"Dimana ruangan mempelai wanitanya?"

"Kau ingin menemuinya?" tanya Jimin penasaran. Sohyun menganggukkan kepalanya.

"Iya, aku ingin mengucapkan selamat padanya."

Jimin terdiam, sekali lagi matanya melirik ke arah pemuda disamping Sohyun.

Wanita mungil itu mengikuti arah pandang Jimin. Mulai tersadar jika ia belum mengenalkan pemuda disampingnya.

"Ah aku lupa mengenalkannya," Sohyun tersenyum canggung. "Jimin-ssi kenalkan dia Kim Mingyu, uhm kekasihku."

Pemuda tampan itu mengulurkan tangannya. Ia tersenyum lebar hingga memperlihatkan taringnya. "Kim Mingyu."

Jimin terdiam. Terlalu fokus memandangi wajah Mingyu yang memiliki status spesial bersama mantan kekasih. Hatinya tercubit sakit. Meskipun Jimin dan Sohyun sudah berakhir beberapa tahun yang lalu, tidak memungkinkan Jimin secepat itu melupakan wanita yang sangat spesial untuknya dulu.

Jimin masih mencintai Sohyun.

"Park Jimin-ssi." panggil Sohyun, membuyarkan lamunan pria itu. Jimin menoleh menatap Sohyun, ketika ia melihat kearah Sohyun, yang didapatinya hanya sepasang mata yang melihatnya bingung.

Jimin menundukkan kepalanya. Tangan kekar Mingyu masih terulur, menanti telapak tangan Jimin membalas jabat tangannya.

"Park Jimin. Maafkan aku Kim Mingyu-ssi." ujar Jimin membalas uluran tangan Mingyu. Pemuda berkulit tan itu tersenyum.

"Tidak apa-apa. Kau pasti terlalu banyak pikiran." ucap Mingyu sembari melepaskan jabatan tangannya dengan Jimin. "Dan kau pasti sangat gugup."

"Hm, dia selalu seperti ini jika sedang gugup." ucap Sohyun, ia tersenyum kepada Mingyu bukan Jimin.

"Benarkah?"

"Eiyy kau tidak mempercayaiku?"

Mingyu terkekeh. Tangannya terangkat dan mengacak-acak tatanan rambut Sohyun. Sohyun merengut kesal, rambut yang ditatanya sangat lama itu dihacurkan oleh Mingyu untuk wantu yang sangat singkat.

Plak

"Jangan rambutku bodoh." ucap Sohyun kesal. Mingyu hanya tertawa renyah.

Jimin yang sebagai penonton hanya diam dengan hati yang terus tercabik sakit. Mantan kekasihnya mungkin sudah bahagia bersama Mingyu. Kebahagiaan Sohyun kembali lagi saat bersama pria lain, bukan lagi bersamanya. Ada sedikit rasa iri melihat kebahagian Sohyun bersama pria lain. Sungguh, Jimin belum rela melihat Sohyun berbahagia dengan pria selain dirinya.

Hanya dirinya yang harus membahagiakan Sohyun. Hanya karena dirinyalah Sohyun tertawa seperti ini. Namun, sebuah status kembali mengingatkannya. Ia hanyalah mantan kekasih Sohyun dan calon suami Jihyo.

Pernikahannya dengan wanita lain sudah didepan mata. semua sudah terlambat baginya.

•••

"Waktumu 30 menit nona." ucap seorang wanita berpakaian rapih. Sohyun menoleh dan tersenyum kearah wanita yang telah mengantarnya ke ruang mempelai wanita.

"Kau── Kim Sohyun kan?" tanya seorang wanita cantik yang sedang duduk di salah kursi putih yang sepadan dengan warna gaun pengantinya. Sohyun menoleh dan tersenyum ramah.

"Ya aku Kim Sohyun, maaf aku terlambat mengenalkan diriku padamu Park Jihyo-ssi." ujar Sohyun mendekat kearah mempelai wanita.

Jihyo tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Ia menggelengkan kepalanya menolak permintaan maaf dari mantan kekasih calon suaminya itu.

"Tidak, jangan meminta maaf Kim Sohyun-ssi. Untuk apa kau harus meminta maaf, kau tidak melakukan kesalahan padaku."

Sohyun hanya tersenyum. Ia berdiri tepat dihadapan Jihyo. Manik hitamnya mengamati penampilan memukau sang pengantin, gaun putih itu terlihat sangat pas ditubuh ideal Jihyo, rambut hitam panjangnya di sanggul rapih dan diberi mahkota kecil di atasnya. Ia terlihat seperti ratu.

"Kau cantik."

"Terima kasih"

Sohyun menunduk dan menghela nafas pelan. Matanya memerah menahan tangisnya. Sohyun sudah mencoba untuk bertahan, namun dadanya terasa sangat sakit saat ia berpura-pura terlihat baik saat melihat Jihyo.

Melihat Jihyo yang sedang mengenakan pakaian pengantin seperti ini, membuatnya sangat iri dan berandai-andai. Seandainya saja ia yang saat ini berada diposisi Jihyo, mengenakan gaun pengantin dan menunggu waktu ia berjalan dialtar menghampiri Jimin. Seandainya saja mereka tidak berakhir dengan alasan yang tidak dapat di mengerti.

"Apa sesakit itu melihatku Kim Sohyun-ssi?" tanya Jihyo pelan. Sohyun menggelengkan kepalanya meski kepalanya masih menunduk.

"Hiks-maafkan aku Park Jihyo-ssi." jawab Sohyun disertai isakan tangisnya. Segera Sohyun menghapus air matanya menggunakan telapak tangannya.

Mengangkat pandangannya, Sohyun tersenyum kearah Jihyo meski hatinya terus tercubit sakit.

"Selamat ata-"

"Bisa kau ceritakan padaku Kim Sohyun-ssi."

Jihyo memotong cepat ucapan Sohyun.

Sohyun membeku. Ia tidak mengerti arah pembicaraan Jihyo.

"Aku sudah mendengar semuanya dari Jimin. Bagaimana kisah kalian dari awal hingga akhir. Selama aku mendengarnya, yang pertama kali terpintas di kepala ku adalah kalian pasangan yang serasi. Kalian melengkapi kekurangan, dan selalu mengsuport. Kau selalu ada disaat Jimin terjatuh, bahkan kau tidak pernah lelah menghadapi Jimin──

──Aku sangat jauh darimu Kim Sohyun-ssi. Aku tidak bisa sesabar anda menghadapi Jimin, bahkan aku pernah lelah menghadapinya. Aku iri dengan mu." Jihyo tersenyum, jemarinya bergerak menghelus buket ditangannya. "Aku iri bukan karena Jimin terlampau mencintaimu, tapi aku iri karena aku tidak bisa menjadi seperti kau yang sehebat itu menghadapi Park Jimin."

Hiks

Kembali terdengar isakan yang keluar dari Sohyun. Wanita itu menyeka air matanya dengan punggung tangannya.

"Kau pasti sangat tahu jika Jimin selalu berubah-ubah suasana hatinya. Kadang dia baik dan kadang ia menjengkelkan. Hal kecil akan menjadi hal besar jika ia dalam mood yang kurang bagus." Jihyo tersenyum lebar, dan Sohyun ikut tersenyum dan mengangguk.

"Saat dia mode menyebalkan, rasanya aku ingin menenggelamkan kepalanya kedalam air. Aku sempat berpikir bagaimana kau bisa bertahan lama dengannya?"

"Uhm mungkin dengan menganggapnya seperti bayi. Sekalian belajar, hhhehe."

Jihyo tersenyum, kembali menundukkan kepalanya mengamati buket bunga. "Aku akan menerapkannya. Tapi Sohyun-ssi bolehkah aku tahu?"

"Apa?"

"Mengapa kau melepaskan Jimin begitu saja?"

Mendadak suasana menjadi hening. Sohyun terdiam dengan raut wajah terkejutnya.

Mengapa ia melepaskan Jimin?

Jimin memintanya putus darinya. Ia berpikir jika pria itu sudah tidak mencintainya maka dari itu melepaskannya begitu saja. Sohyun tidak ingin memaksa seseorang bertahan dengannya.

"Aku hanya tidak mau membiarkan orang yang sudah tidak mencintaiku tetap bersamaku. Aku tidak mau egois. Jimin ingin putus dariku, itu berarti rasa cintanya sudah tidak ada lagi untukku──

──Untuk apa aku menahan Jimin terlalu lama untukku jika pria itu sudah tidak mencintaiku."

"Apa kau yakin dia tidak mencintaimu lagi?"

Sohyun menganggukkan kepalanya. Ia sangat yakin.

Alasan yang paling tepat mengapa seseorang meminta putus adalah perasaan cinta itu sudah tidak ada. Jikapun Jimin selingkuh darinya, bukankah itu sudah menandakan jika Jimin sudah tak mencintainya sehingga ia bisa mencintai orang lain.

Dan jika embel-embel tak direstui. Sohyun yakin alasan itu tidak masuk akal membuat Jimin meminta putus dengannya. Kedua orang tua Jimin sudah mengenalnya dan mereka selalu mengharapkan jika Sohyun menjadi menantunya.

Jadi alasan yang tepat adalah jimin meminta putus dengannya karena Jimin sudah tak mencintainya.

"Apa kau baik-baik saja?"

Sohyun tersenyum.

"Awalnya aku tidak baik-baik saja. Saat dia meminta mengakhirinya, semua menjadi gelap dan runtuh. Berpisah dengannya bukanlah hal yang mudah bagiku, kami sudah menjalani hubungan sangat lama. Tapi, saat ini aku baik-baik saja. Aku sudah merelakannya pergi dariku."

"Kau serius?"

Sohyun menganggukkan kepalanya. "Berbahagialah dengannya, Nyonya Park."

Jihyo tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Matanya berair menahan tangis.

"Terimakasih Kim Sohyun-ssi."

...

Sohyun menutup pintu ruangan pengantin wanita. Ia tersenyum dengan air matanya yang mengalir, membuat aliran sungai kecil di pipinya.

Tangannya segera menutup mulutnya rapat-rapat. Menahan suara isakan tangis yang kapan saja keluar, dan membuat orang-orang di sekitarnya mengamati dirinya.

Melangkahkan kaki pendeknya kearah berlawanan. Sohyun ingin mencari tempat yang sangat sunyi untuknya menangis.

Merelakan Jimin tidak semuda saat dia mengatakannya pada Jihyo.

Mengatakan dia baik-baik saja tidak semudah saat ia mengatakannya.

Bibirnya bisa saja mengatakan 'i'm fine' nyatanya hatinya terus merapalkan kalimat 'I'm not fine, its so hurt for me.'

Sohyun menjerit kesakitan ketika ia berada dibalkon sebuah ruangan yang jauh dari keramaian. Ia menangis dan memukul dadanya yang terasa sangat sesak.

"Hiks"

Tubuh Sohyun merosot kelantai. Jemarinya meremas erat kain rendanya.

Ia terus menangis.

Ia tidak pernah menyangka jika rasanya akan sesakit ini saat ia melepaskan orang yang sangat sangat di cintainya.

Bahkan ia tidak tahu jika bersikap seolah dia baik-baik saja membuatnya seremuk ini.

Sohyun merasakan jantungnya dilemparkan belati yang cukup tajam. Menembus hingga kebelakang tubuhnya. Seolah belati itu terus tertanam, semakin Sohyun berusaha melepaskannya, semakin sakit dan pedih yang dirasakannya.

"Sohyun-ah." panggil sosok pemuda tegap di belakang Sohyun.

Wanita cantik itu menolehkan kepalanya. Tangisnya menjadi ketika yang melihat seorang pria yang membuat hatinya menjadi sesakit ini.

Jimin melangkah dengan air mata yang keluar dari pelupu matanya. Ketika ia berada didekat Sohyun, Jimin segera memeluk tubuh itu dengan erat dan menghujami kecupan di kepala Sohyun.

"Maafkan aku. Tolong maafkan aku Sohyun-ah."

"Hiks."

Sohyun tak mampu untuk berucap. Ia terlalu lelah pada hatinya yang begitu sakit.

"Aku mencintaimu, maafkan aku."

Jimin mengeratkan pelukannya. Mulai berhenti untuk berucap. Apa yang diucapkannya hanya kesia-siannya, semua sudah berlalu dan tak dapat di ubah lagi.

Kedua tangan Sohyun bergerak, melingkarkannya di tubuh Jimin. Memeluk tubuh hangat yang selalu dirindukannya. Ia hanya ingin memeluk Jimin saat ini, menyalurkan kerinduan yang amat besar pada pria itu. Sohyun ingin memeluknya sebelum ia benar-benar melepaskan Jimin untuk memulai hidup baru dengan Jihyo.

Jimin merasakan tangis Sohyun mereda. Wanita itu kemudian menjauh darinya, menyeka jejak air mata menggunakan tangannya sendiri.

"Maafkan aku Jimin-ssi." kata wanita itu dengan suara seraknya. Sohyun bangun dari duduknya dan disusul oleh Jimin.

"Sohyun-ah."

Sohyun diam. Pandangannya segera diahlihkan ke segala arah, asal tak menatap kedua manik milik Jimin.

"Lihat aku!" Pinta Jimin sambil meraih telapak tangan Sohyun untuk di genggam. Namun beberapa detik kulit mereka bersentuhan, Sohyun segera menepis pelan tangan Jimin.

Jimin menghembuskan napasnya pelan. Ia menunduk dan menyesali semua tindakannya di masalalu.

Ia cukup bodoh beberapa tahun yang lalu. Mengakhiri hubungannya dengan Sohyun tanpa alasan yang cukup jelas.

Jimin sangat mencintai wanita itu, bahkan sampai saat ini Jimin masih mencintai Sohyun. Dunianya hanya berputar pada Sohyun, meski pada akhirnya dia memilih untuk hidup dengan wanita lain.

"Maafkan aku Sohyun-ah, aku membuat keputusan yang bodoh di masalalu dan membuat kita berdua terluka seperti ini."

Sohyun menolehkan pandangannya menghadap Jimin. Melengkungkan kedua sudut bibirnya keatas, membuat seutas senyum yang menandakan dia tak apa. Meski dilubuk hatinya dicubit dengan sakit. Sohyun memasang kembali topengnya, berlagak dia baik-baik saja.

"Aku sudah memaafkanmu Park Jimin. Aku tidak apa-apa."

Jimin mengangkat pandangannya, menatap Sohyun dihadapannya.

"Jangan menggunakan topengmu lagi Sohyun-ah. Kau tidak bisa menggunakannya saat bersamaku, kau bisa saja memperlihatkan raut wajah baik-baikmu dihadapan semua orang termasuk Jihyo. Tapi tidak untukku, aku mengenalmu cukup lama. Kau pikir berapa tahun kita menjalaninya sampai aku tak bisa mengenalmu?"

Sohyun diam. Ia tersenyum dan mengalihkan pandangannya. Air matanya kembali jatuh membasahi pipi chubby miliknya. Entah sudah berapa air mata ia habiskan hari ini. Dan entah sudah berapa luka yang ia terima dihatinya.

"Kau benar Jimin. Kau mengenalku dengan baik. Tapi, aku tidak." Sohyun menolehkan pandangannya kearah Jimin lagi, mengunci tatapan sedih mereka. "Sampai saat ini aku tidak bisa mengenalmu meski kita telah menghabiskan waktu yang lama. Ada beberapa hal yang masih belum ku mengerti tentangmu dan duniamu itu...

...aku tidak mengerti mengapa saat itu kau mengakhiri hubungan kita. Awalnya kupikir kau sudah tidak mencintaiku maka dari itu aku melepaskanmu begitu saja, aku bukanlah seseorang yang akan bertanya alasannya. Aku memilih diam dan menerimanya."

"..."

"Aku mencintaimu, tetapi jika kau meminta untuk mengakhirinya maka aku akan menerimanya dan membiarkanmu pergi. Meski sejuta pertanyaan memenuhi kepalaku, meski sejuta kepenasaran atas alasan mu pergi. Aku tetap diam, karena aku takut mendengar alasannya...

...aku jauh lebih takut mendengar alasan mengapa kau meminta putus daripada mendengarmu meminta untuk mengakhirinya."

"..."

Sohyun menghembuskan nafasnya pelan. Ia tersenyum, kali ini senyumnya terlihat tulus, tidak ada lagi kepura-puraan.

Melangkahkan kakinya mendekat, kemudian memeluk tubuh Jimin. Membiarkan kepala Jimin berada di bahu Sohyun.

"Maafkan aku yang tidak menahanmu saat itu. Aku tahu tindakanku saat itu juga salah, membiarkanmu pergi begitu saja."

Punggung Jimin bergetar, dapat Sohyun dengar samar-samar suara isakan yang keluar dari mulut Jimin. "Jimin-ah, maafkan aku dan terima kasih"

Suara isakan terdengar semakin keras, kedua tangan Jimin bergerak dan melingkar erat di tubuh Sohyun. Ia memeluknya erat seolah ia tidak membiarkan Sohyun pergi darinya, melepaskannya untuk kedua kalinya. Jimin membutuhkan Sohyun, bahkan jika ia di minta untuk meninggalkan pernikahannya dengan Jihyo, Jimin akan melakukannya. Asal dia bersama Sohyun. Tidak ada yang lain.

"Aku mohon berbahagialah dengan Jihyo dan lupakan aku." ucap Sohyun dengan nada bergetar.

Bohong jika Sohyun tidak akan menangis saat ini. Perasaannya ikut terluka. Inilah akhir yang sesungguhnya dari hubungannya bersama Jimin.

"Tidak." Jimin menggelengkan kepalanya cepat, pelukannya semakin dierat. "Jangan katakan hal itu kumohon. Hiks kumohon minta aku untuk membatalkan pernikahan ini. Ku-hiks-mohon Sohyun-ah."

Sohyun diam.

Hatinya sakit. Jauh lebih sakit dari sebelum-belumnya.

Ia menangis, namun sekuat mungkin ia menahan agar suara isakan tangisnya tak di dengar oleh Jimin.

"Maafkan aku."

•••

Pintu yang tingginya hampir dua meter itu terbuka dengan lebarnya. Memperlihatkan sosok cantik dengan gaun pengantin putihnya. Jihyo berjalan diatas altar bersama sang ayah disampingnya. Ia tak berhentinya mengembangkan sebuah senyuman termanisnya. Sohyun dan semua orang yang berada diruangan menoleh kebelakang, menatap sosok yang berjalan masuk, sang pemeran utama hari ini.

Mata Jihyo terfokus pada sosok pria tampan yang berdiri di dekat pendeta. Ia tersenyum lebar ketika calon suaminya itu membalas senyumnya. Ia tak pernah menyangka jika hal yang di nantikannya berada didepan matanya. Tidak lama lagi ia akan menjadi nyonya Park.

Jihyo mengalihkan pandangannya, melihat tepat pada Sohyun yang sedang tersenyum kepadanya. Dadanya terasa sangat lega melihat senyum tulus terurai di bibir wanita itu. Menggerakkan sedikit pandangannya kesebelah Sohyun, sosok tegap dan tampan itu senantiasa menggegam erat tangan Sohyun. Ia tahu, pria itu akan membahagiakan Sohyun suatu saat nanti.

Jihyo menghela nafas pelan. Ini adalah akhir yang bahagia. Perpisahan Jimin dan Sohyun berakhir dengan baik, alasan-alasan kecil mengapa mereka berpisah telah terungkap meski pada akhirnya Jimin masih belum mengerti alasannya saat itu. Setidaknya Sohyun memberitahukan pada Jimin alasannya.

Ayah Jihyo memberikan tangan putri kebanggaannya pada Jimin. Pria paruh baya itu tersenyum tulus.

"Jangan lindungi dia."

Jimin hanya tersenyum dan mengangguk. Tangannya mengambil alih tangan Jihyo, menuntun calon istrinya mendekat kearah pendeta.

Mingyu memeluk pinggang Sohyun, membuat sang empunya menoleh dan tersenyum kearahnya meski air mata Sohyun kembali mengalir.

"Kau pasti bisa." ucapnya pelan, satu tangannya terangkat naik dan menghapus air mata Sohyun menggunakan ibu jarinya.

Sohyun menganggukkan kepalanya. Beruntung ia bertemu dengan Mingyu hari itu. Ia tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukan mereka dalam keadaan yang tak terduga.

Semua orang bertepuk tangan dan mengucapkan selamat berkali-kali ketika Jimin dan Jihyo berhasil mengucap janji dan saling berciuman diatas sana.

Ini sudah akhirnya. Jimin dan Sohyun benar-benar sudah berakhir dan menjalani kehidupan yang baru.

Jimin bersama Jihyo, dan Sohyun masih mencari sosok yang tepat untuk hatinya. Ehm- mungkin lebih tepat Sohyun membuka hatinya untuk sosok pria tegap di sampingnya. Kim Mingyu.







End

😜😜😜😜

Gimana? Gimana pendapat kalian? Udah puas di kasih lanjutan Beautiful Pain?

Puas dong 😂😂😂
Kalau gak puas sini ta' cingcang 🔪🔪

Aku mau sedikit cerita, sebenarnya karakter Sohyun di sini aku banget. 😂😂😂
Dulu ampe di katain bodoh sama teman karena pas diputusin gak nanya alasannya kenapa? Well menurut ku mengetahui alasan sama saja menambah luka 😂. Mana ada alasan baik buat mutusin orang. Yeee kan 😂.

Semua alasan untuk mutusin orang tuh sakit cuy, gak ada yang baik. Apapun itu, makanya aku tuh kalau diputusin *korbandiputusinpacar 😭😭😭 ya diam dan terima apa adanya. Anggap aja di udah gak cinta, ya meski di belakang dia selingkuh sama orang lain. 😂😂😂

Tapi ya gitu gak enak kalau gak nanya alasannya. Bingung dan nebak-nebak sendiri 😂, dan ujungnya mau nanya tapi gengsi kan udah putus 😫😫

Yaudah sih kan udah putus, ngapain ribet ya toh 😂

Aku juga pernah mutusin cowo loh😛 tapi gak sebanyak di putusin sih 😂😂. dan kalau mutusin sih gak pernah kasih alasan. Kalau dianya nanya kenapa ya aku jawabnya 'ya mau aja' gitu doang.

Dan berakhirlah saya diceramahin teman ampe telinga capek dengernya.

Lah curhatnya kenapa tambah panjang gini 🙄, udah ah sesi curhatnya.


See you next chapter 😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

507K 22.3K 36
REVISI DULU YA MANISS!! Gleen seorang gadis berusia 20 tahun. membaca novel adalah hobinya. namun, bagaimana jika diusia yang masih muda jiwa nya ber...
YES, DADDY! By

Fanfiction

315K 2K 10
Tentang Ola dan Daddy Leon. Tentang hubungan mereka yang di luar batas wajar
93.7K 10.6K 32
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
29.1K 4.8K 17
Allura Christy Gadis remaja polos nan lugu yang kerap kali mendapat bullyan dari semua siswa siswi di sekolahnya. Bagaimana tidak, sekolahnya saja s...