FATAMORGANA

By bloominbomnal

127K 15.9K 901

Jangan jadikan janji kita hanya sebatas fatamorgana __________________________________ Inspirated by BTS ©Haz... More

Kim Seokjin
Min Yoongi
Kim Namjoon
Jung Hoseok
Park Jimin
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
[1] Langkah Awal
[2] Memulai Lembar Baru
[3] Keluarga Kedua
[4] Tumbang
[5] Lagu Tentang Hujan
[6] Maaf, Bu
[7] Pesan Terakhir
[8] Terlahir kembali
[9] Dibalik sebuah akting
[10] Mimpi yang terwujud
[11] Sebuah kalung
[12] Tumbang (2)
[13] Munculnya Prasangka
[14] Terungkap
[15] Semuanya (tidak) baik-baik saja
[16] Kehidupan lain seorang idol (bagian 1)
[17] Kehidupan lain seorang idol (bagian 2)
[19] Kecewa
[20] Jujur
[21] Lantas, kenapa kau pergi?
[22] Dimana kau?
[23] Hoseok dan Masa Lalunya
[24] Satu-satunya yang dipercaya
[25] Min Yoongi kami
[26] Perpisahan
[Final Chap]
2 5 3 1

[18] Apa yang harus kulakukan?

2.2K 352 30
By bloominbomnal


Keenamnya diam dengan perasaan yang berkecamuk. Perasaan cemas, kesal, kecewa, bercampur menjadi satu. Perasaan yang muncul setelah tersebarnya video salah satu member mereka yang tengah berkelahi, dan tiba-tiba mereka semua dipanggil untuk kembali ke Seoul.

Menghadap Bang Sihyuk, petinggi mereka sekaligus ayah kedua mereka.

"Jadi, siapa yang tahu, di mana Taehyung sekarang?"

"Maaf, PD-nim, saya sudah menghubunginya dari semalam, tapi tidak ada kabar mengenai Taehyung. Nomor handphonenya seketika tidak aktif." Namjoon selaku leader membalas, ia sendiri cenderung ke cemas dari pada kesal, yahh, kecuali adiknya—Nami—yang memaki dirinya sebelum dia berangkat.

Hanya mementingkan duniamu, itu kata-kata yang didengarnya sebelum Namjoon melangkah keluar rumah. Jujur, rasanya Namjoon sangat menyesal meninggalkan adik dan ibunya lagi.

"Hahh... baik. Kalian tidak bisa menghubungi Taehyung, begitu juga agensi. Sementara ini, lebih baik jangan menanggapi apapun ke publik, biar aku yang mengurusnya."

Kemudian keenamnya diijinkan keluar ruangan. Namun, mereka harus menginap di gedung agensi—tepatnya lantai 5—yang merupakan dorm cadangan. Mereka belum bisa menampakkan diri di hadapan ratusan wartawan, para fans, yang memenuhi jalan di depan gedung.

"Sial, apa sih yang dilakukan bocah itu? Apa dia tidak memikirkan dampaknya? Berkelahi di depan rumah tahanan? Melepas topi dan masker? Tsk, sudah gila memang."

Namjoon duduk di sofa, menghela napas mendengar Min Yoongi berbicara kentara kesalnya. Ia sendiri lebih memikirkan keadaan lelaki yang sudah dianggapnya adik itu ketimbang memikirkan bagaimana jadinya reputasi mereka.

"Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Namjoon bertanya pada Jimin yang kemudian menggeleng lemah, menjauhkan handphone yang semula menempel pada telinganya, membuat Namjoon menghela napas lagi.

"Apakah perlu kita menjelajahi Daegu? Yoongi, kau berasal dari Daegu, kan?"

Yoongi menatap Seokjin, tatapannya seolah berkata hyeong-pasti-bercanda. "Ya, aku berasal dari sana, tapi, Daegu itu luas hyeong. Bagaimana kita menemukannya, eo? Apakah kita harus mengetuk setiap pintu dan bertanya 'apakah Kim Taehyung member BTS ada di sini?' begitu? Aish, anak itu membuat gila saja."

"Apakah handphone-nya tidak bisa dilacak?" Hoseok akhirnya bersuara.

"Sejin hyeong, sudah mencobanya. Handphone-nya mati." Namjoon memijit pelipisnya, tak tahu lagi harus bagaimana. Di keadaan seperti ini, ia merasa telah gagal menjadi pemimpin dari groupnya.

Hening untuk beberapa menit, kemudian terdengar isakan kecil. Sontak Hoseok bergerak memeluk Jungkook, yang lain hanya memejamkan mata, tidak tega mendengar adik kecil mereka menangis.

"Sudah, sudah. Hyeong, juga kita semua, berjanji akan menemukan Taehyung. Jangan menangis," Hoseok mengusap lembut rambut Jungkook, mengucapkan beberapa kali kata 'jangan-menangis' dan kata-kata menenangkan. Jungkook menangis karena melihat para hyeongnya frustasi, namun ia tak dapat melakukan apa-apa. Adik kecilnya itu tidak tega melihat wajah lelah kakak-kakaknya, katanya, padahal menurut Hoseok hal yang membuat mereka tidak tega adalah melihat adik mereka menangis.

Pelan-pelan, semua berdiri dan memeluk Jungkook, kecuali Yoongi yang hanya bisa berlutut di depan adiknya dan menepuk halus lututnya. Semuanya hanya diam, tak mengucapkan apapun karena mereka tak mampu, rasanya ingin sekali menangis juga.

Sementara di luar sana, mereka menutup telinga untuk makian dan hujatan, mereka menutup mata untuk melihat keadaan ricuh di luar gedung. Mereka bersembunyi, layaknya pengecut. Mereka jelas tak bisa menjelaskan apapun, sebab Taehyung sendiri tak tahu berada di mana, sedang apa, dan bagaimana keadaannya. Yang bisa mereka lakukan hanyalah berdoa dan saling menguatkan ikatan, yang sewaktu-waktu dapat digoyahkan oleh segala hal—termasuk masalah—seperti sekarang.

Lantas, kenapa kau pergi?

~~~

"Oh, jadi sekarang kau akan tinggal? Setelah semuanya terjadi, dan sekarang kau bersembunyi di sini? Pengecut."

Lelaki yang tengah meringkuk di sudut kamar itu menahan napasnya, sulit sekali rasanya bernapas, seperti ada beban yang tengah menimpa dadanya. Air matanya menggenang, menatap pada sosok pria yang terdengar tengah membuka tutup botol.

Soju.

Ah, ayahnya tidak berubah rupanya.

"Kim Taehyung," panggilan itu menggema, membuat lelaki itu terkesiap. Rasanya, sudah lama sekali ayahnya tidak memanggil namanya. Taehyung merindukan itu, walaupun kenangan buruk sampai saat ini masih menghantuinya. "Kemarilah. Kau sudah menjadi seorang pria. Duduk dan minumlah. Lupakan sejenak masalahmu."

Taehyung meneguk ludah. Selama bersama BTS, ia selalu menghindari soju, bir, dan semua hal yang memabukkan. Ia benci, sebab mengingatkan itu pada ayahnya. Namun, untuk kali ini, ia merasa tertarik, merasa dengan mudahnya menerima ajakan ayahnya. Kemudian, ia berdiri, berjalan dengan langkah terseret keluar kamar, duduk di hadapan ayahnya, mulai menuangnya ke dalam gelas dan meminumnya.

Begitu air itu masuk ke kerongkongannya, ia merasa seperti melayang, ia merasa ringan. Sensasinya tak dapat dijelaskan, tapi membuat kedua bibirnya tersenyum.

Jadi begini rasanya minum soju. Pantas saja ayahnya sangat menyukai minuman memabukkan ini. Seperti teman-temannya juga.

Jadi, Taehyung menuangnya lagi, lagi, dan lagi. Tak mengatakan sepatah kata pun, tak berani pula menatap ayahnya. Ia hanya terus minum seperti tak ada hari esok. Bahkan, ia tak menyadari bahwa Kim Seunghyun—ayahnya—baru meminum 3 tegak, kemudian berhenti untuk melihat wajah putranya.

Rasanya, sudah lama sekali ia tak melihat putranya, yang kini tumbuh menjadi lelaki tampan yang digilai banyak wanita. Putranya sudah sukses, tidak sepertinya. Putranya hidup dengan baik, tanpanya. Ia melihat guratan lelah pada wajah putranya, ada beban tak terlihat yang memberati punggung itu.

Punggung yang mungkin menggambarkan banyak bekas kelakuan kejinya. Punggung yang dulu selalu menjadi sasaran cambuknya, sasaran tendangannya. Punggung yang tetap mencoba tegak walau sebenarnya telah banyak luka di sana.

Apa yang telah ia lakukan pada anaknya sendiri? Apakah ini yang dinamakan penyesalan? Seperti saat putrinya pergi, seperti saat istrinya dipenjara, dan seperti saat anak lelakinya kabur darinya. Beginikah sakitnya penyesalan? Namun, kenapa ia merasa sangat pantas menerimanya?

Duk!

Botol itu kosong, dihentakkan agak keras ke meja. Taehyung kemudian bersandar pada sofa, memejamkan mata, dan ayahnya hanya terus diam memandangnya. Beberapa sekon berikutnya, Taehyung menangis, isakannya kentara ditahan.

Taehyung ingat, ayahnya sangat benci ia menangis. Bahkan, dulu ayahnya akan memukulnya jika ia menangis. Itulah kenapa ia mencoba menahannya, dan itu terlihat menyakitkan.

"Menangislah, tak apa." Ucap Seunghyun, seolah mengizinkan ia menangis. "Menangislah jika kau lelah."

Dan Taehyung benar-benar mengeluarkan tangisnya. Seunghyun meneguk ludah, ingin sekali melontarkan pertanyaan seperti 'ada apa?' atau 'berceritalah pada ayah', tapi sangat tertahan di tenggorokannya. Ia tidak terbiasa, sekalipun yang di hadapannya adalah anaknya sendiri. Namun, melihat isakan anaknya terdengar lebih keras, ia berusaha mengeluarkan suaranya.

"A-ada... ehm, kena—"

"Ayah," Taehyung terisak. "A-ayah... ayah..."

Tiba-tiba pandangannya mengabur, air mata menggenangi pelupuknya. Ayah mana yang tega melihat putranya menangis sebegitu kerasnya? Dulu, ia seperti bukan dirinya, seorang ayah yang baik untuk anak-anaknya, seorang suami yang mencintai istrinya, dan seorang kepala keluarga yang melindungi keluarganya. Ia sempat kehilangan dirinya semenjak menjadi pengangguran, dan telah banyak mendapat tolakan dari lamaran kerjanya.

Seunghyun benar-benar gagal menjadi sosok yang dibanggakan anak-anaknya.

"Katakan p-pada ayah," lirihnya, entah Taehyung mendengarnya atau tidak.

"Ayah... noona... noona pergi jauh..."

DEG

Seunghyun menahan napasnya begitu mendengar putri sulungnya disebut. Jujur, ia sangat merindukan Hyosoo. Namun, tunggu, pergi jauh? Apa maksud Taehyung?

"Dimana Hyosoo, apa... apa kau tau? Dimana noonamu—"

"Noona tidak akan pernah kembali... noona pergi, ayah... noona sudah... meninggalkan kita. Noona tidak selamat dari kecelakaan itu..."

Detik itu pula, dunianya seakan berhenti berputar. Bahkan, tangis Taehyung yang semakin menjadi itu tak terdengar lagi ditelinganya.

.

.

.

.

.

tbc

Continue Reading

You'll Also Like

154K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
82.1K 7.9K 20
(Germany). Cintai aku. [Completed] Masing-masing dari mereka bersimpuh, mendongakkan kepala menatap lukisan awan di angkasa, kemudian bertanya-tanya...
243K 31.9K 22
[Sudah tersedia di Gramedia] "Jimin, musim dingin berikutnya kita harus bahagia"
62.7K 4.8K 11
7 pangeran dewa dengan sayap biru jatuh kebumi dan terpencar akibat serangan dendam dari dewa hades.Dan 3 anak ini ingin mempersatukan mereka.