Daily Love

By sugarkoovi

411K 39.2K 2.4K

√ drable series √ baku √ bxb/boyslove Yoongi yang over protektif, posesif, dan pencemburu punya pacar Jimin... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35.😂
35
36
37
39
40
41
42
43
44
hoseok's
45
Q&A
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

38

5.6K 569 43
By sugarkoovi

Licence
•﹏•












Lastnight


Jimin belum bisa menjawab sesaat ketika Seojoon selesai bicara. Kakaknya bercerita kronologi pertemuannya dengan Yoongi. Tidak, Seojoon tidak sepenuhnya jujur sebab Yoongi meminta menyembunyikan fakta soal lamaran yang dia minta pada ayahnya.

Seojoon menatap Jimin yang menatap kosong lantai, mengelus kepala adiknya penuh afeksi. "Kalau dia tidak serius, dia tidak akan menemuiku." kemudian menghela napas pelan, "setelah kupikir-pikir, ucapan Yoongi ada benarnya. Kita akan menghadapi masa depan masing-masing dalam artian rumah tangga. Meski aku akan tetap berada disampingmu dan membahagiakanmu, tetap saja prioritasku perlahan akan berubah. Biar bagaimana pun istriku kelak akan memiliki atensiku lebih dari siapa pun."

"Maaf," ujar Jimin lirih. Dia mendadak merasa bersalah. Merasa sudah menghalangi kebahagiaan kakaknya, dan membuatnya kerepotan.

"Jangan meminta maaf, ini sudah tugasku. Aku setuju untuk kali pertama sebab dia benar-benar membuatku terkejut. Jika dia membual dan menyakitimu suatu hari nanti, kau hanya perlu mengadu padaku, akan kupastikan si pucat itu menyesal seumur hidup."

Jimin tertawa kecil, menganggukkan kepala sebelum menghambur ke pelukan sang kakak. "Terimakasih, Hyung. Tapi, kurasa aku belum bisa menerimanya meskipun aku masih terlalu menyayanginya."

"Jalani saja, jangan terburu-buru. Hyung tidak mau kau menyesal pada akhirnya. Hyung paham ini yang pertama untukmu, setidaknya Hyung tahu kau banyak belajar atas semua yang terjadi. Kau sudah melakukan yang terbaik dan sekarang tugasmu adalah mencoba mengerti apa yang hatimu mau. Hyung tidak akan ikut campur terlalu jauh, entah kenapa Hyung untuk kali pertama percaya. Yoongi mungkin tidak terlalu baik, tapi dia berusaha memberikan yang paling terbaik. Sebuah tawaran, Jiminie."

Jimin sedikit mendongak, mengintip wajah kakaknya dari bawah dagu. Kakaknya tampak berpikir. Seperti menimbang apakah dia harus mengatakannya atau tidak.

"Jujur saja, Hyung selalu takut kau dekat dengan seseorang. Alasan Hyung posesif karena Hyung takut orang yang dekat denganmu akan berbalik mencemooh, membenci, kemudian menjauhimu setelah tahu tentang trauma yang kau alami. Tapi tidak dengan Yoongi. Mungkin awalnya dia pun pergi menjauh, tapi setelah tahu alasannya aku menjadi sedikit lega. Setidaknya, ada satu diantara sekian banyak orang yang tulus menerima keadaanmu bahkan ingin menyembuhkanmu. Itu salah satu pertimbanganku." Seojoon menatap langit malam, tangannya mengelus kepala Jimin. "Jika Yoongi memang benar-benar ingin menjagamu, setidaknya Hyung lebih tenang berada di Jepang sana."

"Maafkan aku ya, Hyung. Aku pasti selalu merepotkanmu." suara sendu itu menarik atensi Seojoon. Lelaki itu tersenyum, kemudian mengecup pucuk kepala adiknya.

"Kau tidak salah, Jiminie. Kau justru membuat Hyung bangga karena kau mau melawan traumamu." senyumnya semakin lebar ketika ponsel dimeja berkedip-kedip, menampilkan sebuah nama dan foto wanita cantik.

Jimin yang melihat pun melirikkan mata, "kenapa tidak diangkat?"

"Nanti saja, Hyung ingin habiskan waktu bersamamu."

"Eum.. Kalau boleh tahu itu siapa, Hyung? Kenapa ada gambar hatinya?"

Pertanyaan polos adiknya membuat Seojoon gemas. Dia kemudian meraih ponsel dan menunjukkan sebuah foto seorang wanita cantik berpipi tembam dengan rambut panjang hitam sepunggung tengah tersenyum begitu manis ke kamera.

"Ini Nana, calon kakak iparmu."

Jimin berkedip-kedip polos, lalu sedetik kemudian memekik kecil sambil merampas ponsel Seojoon. "Kakak ipar?!" ulang Jimin masih belum percaya.

Seojoon mengangguk. Lalu kemudian bercerita kronologi pertemuan mereka sampai akhirnya menjalin kasih dan memutuskan untuk segera menikah.






•﹏•






Lalu kemudian tiba di Minggu pagi. Hari libur yang diidam-idamkan semua orang untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama seperangkat alat tidur. Tentu saja Yoongi pun tidak akan menyiakannya meski dia hanya terbaring di atas karpet hangat bersama tiga temannya yang lain.

Benar, mereka semua memutuskan untuk menghabiskan malam minggu di rumah Seokjin dan berakhir begadang sampai subuh menjelang. Meski pada nyatanya Yoongi nemilih tidur dua jam lebih awal, sekitar pukul 2.

Sekarang sudah siang tepatnya pukul sembilan, semua orang sudah bangun dan sarapan satu jam lalu. Satu-satunya yang belum terjaga hanya manusia pucat itu. Alasan utamanya, tidak ada satu orang pun yang berani membangunkan beruang tidur.

"Jiminie, bangunkan Yoongi." Seokjin berceletuk ketika menghidangkan kue kering dan teh hangat sebagai teman obrolan mereka di meja makan. Pagi ini semua orang tidak memiliki kesibukan, maka mereka memutuskan untuk tinggal lebih lama.

"Kenapa aku?" Jimin mengerutkan kening kasar, tidak suka dengan gagasan yang dilempar Seokjin.

"Karena hanya kau yang bisa." sambung Taehyung.

"Aku yakin Yoongi tidak akan marah kalau kau yang membangunkan." Namjoon menambahi.

"Ini tidak adil! Kalian mengumpankanku sebagai tameng!" lelaki tembam tersebut semakin merengut.

"Karena kau makanannya makanya kuumpankan."

"Hoseok Hyuunggg~~!!"

Hoseok tertawa ditempat, menyeruput teh hangatnya sebelum kembali berujar, "Dia tidak akan macam-macam karena masih ada Seojoon Hyung. Cepat bangunkan sebelum Seojoon Hyung berangkat."

Ah, benar. Pagi tadi saat sarapan Seojoon mengatakan akan kembali ke Jepang, ikut penerbangan siang dan jam 10 nanti Seojoon akan ke bandara.

Dengan wajah kusut dan hati setengah tidak rela akhirnya Jimin beranjak dari duduk, menuju ruang tengah dan disana Yoongi masih asik bergelung bersama slimut.

"Hyung, bangun." Jimin menusuk-nusuk lengan Yoongi setelah berjongkok di depan wajahnya. Yoongi belum merespon, membuat Jimin menggaruk hidungnya sebelum kembali menusuk-nusuk pipi Yoongi. "Hyung, ayo bangun sudah siang!"

"Hmm.." Yoongi hanya berdeham malas, menarik selimut menutupi kepala.

"Hyung!! Cepat bangun atau kutendang kau keluar dari rumah ini!!" tanpa Jimin tahu, semua orang yang berada di ruang makan menoleh ke arah ruang tengah, terkikik mentertawai tingkahnya.

Lagi-lagi Yoongi hanya menggeliat tanpa minat, "Hmm.."

Kesal, Jimin menarik selimut sampai kepala Yoongi kembali menyembul. Dua tangannya menangkup wajah lelaki pucat itu, memaksa matanya agar terbuka. "Ayo buka matamu!! Kau harus bangun, Seojoon Hyung akan kembali ke Jepang jam 10 nanti, Hyung!"

Lelaki Maret itu mengernyit, menyipitkan mata sambil memijit pangkal hidungnya. "Sekarang jam berapa?"

Jimin berdeham, meremang secara tiba-tiba saat mendengar suara serak dan berat milik Yoongi. "Sembilan lewat sepuluh."

Pelan Yoongi beranjak setelah wajahnya dilepaskan, mendudukan diri dan bersandar di kaki sofa. Mencoba mengumpulkan nyawanya yang berhamburan. Berkedip-kedip polos kemudian menoleh pada Jimin yang tengah memperhatikannya dengan begitu lugu.

"Selamat pagi, Jiminie." satu tangannya terulur merengkuh tengkuk Jimin untuk mendaratkan sebuah kecupan di kening. "Aku pinjam kamar mandimu."

Berkedip sekali. Dua kali. Tiga kali. Kepalanya menggeleng cepat ketika kesadarannya yang sesaat lalu direnggut Yoongi kembali.

"Apa-apaan itu?!" ekor mata Jimin berkerut, memicing pada punggung tersangka yang dengan tidak tahu diri mencuri kecupan dikeningnya. Tapi sedetik kemudian dia menunduk, menyentuh bekas ciuman itu dengan wajah memerah. "Sialan, kau, Min Yoongi!"






•﹏•






"Hyung, serius tidak mau diantar?" Jimin bertanya untuk ke lima kali dalam sepuluh menit yang berlalu. Mengiba pada kakaknya.

Seojoon menggeleng. "Tidak perlu, Jiminie. Hyung akan berangkat bersama teman dan bertemu rekan bisnis di bandara nanti. Nanti malam Hyung akan menghubungimu, oke?"

"Ya sudah kalau begitu. Hati-hati." wajahnya tampak tidak rela, bahkan pelukannya pun sama sekali tidak mau lepas.

"Hyung, taksimu sudah datang." Seokjin berkata. Mereka semua berkumpul diteras, sedang Namjoon dengan cekatan membawakan tas Seojoon menuju taksi.

Seojoon melepas pelukan pada adiknya, menatap teduh pada lelaki mungil yang selalu dia anggap bocah. Ya, bocah yang akan selalu dia rindukan. Bocah yang sudah mulai beranjak dewasa.

"Jangan nakal, meskipun Hyung tidak disini Hyung tahu apa yang kau lakukan." Seojoon melirik pada Yoongi yang tepat berdiri dibelakang Jimin, mengusak rambutnya dengan senyum tipis dibibir. Dari sorot mata saja Seojoon paham jika lelaki pucat itu begitu menginginkan adiknya. "Yoongi, aku titip Jimin padamu."

Sementara yang lain melongo, Yoongi hanya menganggukkan kepala kelewat santai. Jimin sendiri sudah berubah keruh.

"Hyung, apa-apaan? Aku bukan barang!" gugatnya penuh protes.

Seojoon membalas dengan senyum kalem, dia akan selalu rindu dengan tingkah menggemaskan adiknya. "Jiminie tidak lupa dengan obrolan kita semalam 'kan?"

Tatapan garang Jimin melembut, kemudian kepalanya mengangguk patuh. "Ingat, Hyung, tapi 'kan-"

"Menurut pada Seokjin juga, biar bagaimana pun sekarang walimu disini adalah Seokjin. Jangan bertengkar dengan Taehyung, dia satu-satunya sahabatmu yang paling dekat. Hargai persahabatan kalian, jangan sampai karena salah paham membuat hubungan indah ini renggang apa lagi hancur." Seojoon menatap satu persatu ketujuh pemuda di depannya. "Ah, satu lagi untuk Yoongi, aku memang merestuimu tapi bukan berarti kau bisa bersikap seenaknya pada adikku. Dan, kurasa adikku bahkan belum bisa kembali menerimamu. Jadi berusahalah lebih keras lagi kalau memang kau ingin mendapatkannya. Nah, semuanya, Hyung berangkat dulu. Sampai bertemu lagi."

Jimin mengantar Seojoon sampai ke depan Taksi, membuakan pintunya lalu ikut melambaikan tangan sampai taksi itu menghilang di persimpangan jalan. Saat dia berbalik, matanya bertemu tatap dengan Yoongi yang masih berdiri dengan kelima orang lainnya di teras rumah.

"Tunggu," Yoongi menahan Jimin yang akan masuk, membuat teman-temannya ikut menoleh menatap Jimin.

"Apa?"

Yoongi menggenggam tangan Jimin, menatap semua teman-temannya sebelum benar-benar menaruh fokus pada lelaki mungil di hadapannya. "Seojoon Hyung sudah merestuiku bersama Jimin, apa kalian juga sudah rela aku kembali padanya?"

Namjoon, Hoseok, dan Jungkook mengangguk kompak tanpa suara. Taehyung hanya menatap Seokjin sambil mengedikkan bahu, setengahnya tidak rela, dia ingin melihat Yoongi memohon-mohon dulu sebenarnya. Seokjin menghela napas, menatap Jimin dan Yoongi bergantian.

"Mau kami memberi restu atau tidak, tidak akan ada pengaruhnya. Yang menjalani semua ini adalah kalian, jadi kurasa keputusan kembali pada Jimin." kata Seokjin yang diangguki Taehyung.

Yoongi melirik Jimin yang menundukkan kepala, merogoh saku jeans-nya dan menyerahkan kotak beludru warna hitam yang membuat Jimin spontan mendongak dengan tatapan bingung. "Simpan dan pakai jika kau sudah yakin akan perasaanmu. Aku akan menunggu."

"Astaga, drama lagi." Hoseok mencibir, lalu merangkul Jungkook dan Namjoon untuk masuk kerumah, dibelakangnya Seokjin dan Taehyung mengekor. Meninggalkan Yoongi berdua dengan Jimin.

"Hyung, tapi aku-"

"Aku tahu ini sulit, tapi aku benar-benar meminta kesempatan padamu untuk memperbaiki semuanya." dua tangan besar Yoongi merangkum wajah Jimin.

Jimin hanya menatap Yoongi sendu, "baiklah, beri aku waktu sampai festival selesai. Aku tidak mau memikirkan hal lain dulu."

"Dengan senang hati. Omong-omong, boleh aku memelukmu?" tanya Yoongi hati-hati.

Jimin mendengus, "kau bahkan mencuri ciuman dikeningku satu jam yang lalu, kenapa sekarang mendadak jadi sopan begini?"

Yoongi tersenyum kikuk, "tadi pagi hanya spontanitas. Hanya.. bisakah jangan bertanya? Aku sedang mencoba menjadi lelaki yang baik dihadapanmu."

Mau tidak mau Jimin mengulum senyum. Sadar atau tidak sikap kaku Yoongi perlahan melembut. Toh, dia juga tidak mau munafik jika dirinya memang merasa rindu. Maka detik berikutnya, tindakan yang Jimin lakukan adalah melingkarkan dua tangan pada tubuh Yoongi.

"Terimakasih karena Hyung mau mengerti."

"Tidak masalah. Kuharap jawabanmu tidak mengecewakanku."

Jika dua orang itu nyaris menemui titik temu, maka berbeda lagi dengan seseorang yang diam-diam mengintip dari balik tirai jendela itu. Ada senyum miris tercetak dibibirnya, hatinya merasa iri namun juga senang dalam waktu bersamaan. Seandainya dia bisa melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan.

"Apa aku egois jika aku juga ingin kau kembali?" bisiknya entah pada siapa.







Fin!
•﹏•

Karna kaos dan jeans ini selalu bikin gue salah fokus. Pinggang Jimin, perut Jimin, body Jimin... Jdvgdkabcskanvsjdbdjksbsjsbshj

Padahal cuma jeans sama kaos tapi kenapa dimata gue ini seksi sekali astagaaaa!!!

😭😭😭

GIGI
OCTOBER 4, 2018

Continue Reading

You'll Also Like

70.7K 7.8K 83
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...
130K 10K 17
"aku tidak perduli jika Presdir tidak mencintaiku. Tapi, jadikan aku milikmu malam ini" Na Jaemin inspired by : - One of The Girls (song) - The Worl...
197K 11.1K 24
dreamies jadi bayi? itulah yang terjadi ntah bisa dibilang keberuntungan atau kesialan bagi Hyung line gk pinter buat deskripsi langsung baca aja ...
168K 9.1K 48
Noa baru saja di pecat dari perusahaannya, karena kesulitan mencari pekerjaan ia terpaksa menerima pekerjaan merawat pria dewasa yang tengah berjuang...