My Idol is My Boyfriend

By jullyaws

238K 10.3K 833

Sebuah kisah cinta yang klise dan terkesan biasa, seorang fans yang di pertemukan dengan idolanya. Berteman d... More

TAXI
Feelings
Date?
Fallin Love?
Misunderstanding
Best Day Ever
Just Friend
Hmm
Accident
Something Odd
Hurt
Uncovered
You
Move
Holiday
Bungalow
She's back
Troublemaker
Insane
Packing
See You
Long Distance Relationship
WTF
Surprise
Sorry
London
Tour
First Anniversary
Yes, London
PARIS
PARIS (2)
Will You Marry Me?
Wedding Dress
Aw
With You
Ending
After Story
BONUS

PARIS (3)

3K 197 7
By jullyaws

"Kemana kita hari ini?" tanyaku bersemangat.

"Aku mau bawa kamu ke Disneyland."

"Whoa, serius? Ayo pergi sekarang! Aku udah nggak sabar." Seruku bersemangat.

"Yel." Teriak Harry yang masuk ke dalam kamar dengan terburu-buru.

"Apa sih? Bikin panik mulu." Tanya Niall yang langsung menghampiri Harry.

"Gue balik ke London duluan ya." Jawabnya ketika dia sudah berhasil mengatur nafasnya.

"Lho? kenapa?" tanya Niall kaget.

"Kakaknya Abi kecelakaan dan dia harus pulang." Jawabnya.

"Oh ya sudah hati-hati, salam buat keluarganya Abi." Kata Niall.

"Abi mana?" tanyaku.

"Ada di kamar lagi beresin barang-barang."

Aku dan Niall masuk ke kamar Abi dan Harry mereka pamit pulang duluan. Setelah Harry dan Abi pulang aku dan Niall langsung berangkat ke Disneyland.

Seharian aku bermain disana sampai larut malam malah. Aku merasa puas, hari ini aku benar-benar menghabiskan waktuku bersamanya. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul 00:00 am. Aku merasa lelah sekali dan sekarang aku sedang berada di dalam taksi bersama Niall.

Kurang lebih 30 menit akhirnya kita sampai di hotel. Saat aku membuka pintu taksi tak sengaja pintu taksi itu mengenai seseorang, dan saat aku menengok keluar orang itu langsung jatuh terduduk. Buru-buru aku keluar menghampiri orang itu untuk meminta maaf.

"Permisi kamu nggak apa apa? Aku minta maaf aku nggak sengaja." Kataku bersungguh-gungguh, ternyata seorang wanita. Ia menunduk memegangi pergelangan tanganya yang sepertinya sakit.

"Kalau buka pintu liat-liat dong." Serunya kesal.

"Aku minta maaf aku nggak sengaja, sini aku bantu." Ucapku sambil mengulurkan tangan padanya.

Ia mendongakkan kepala dan betapa terkejutnya aku saat mengetahui siapa orang yang sedang di hadapanku ini.

"LO?!" matanya langsung melotot dan raut mukanya langsung berubah.

Astaga ya Tuhan, apa ini sebuah mimpi? Kenapa aku bisa ketemu nenek sihir ini lagi sih? Dunia emang sempit, tapi kenapa juga mesti ketemu dia lagi? Padahal hidup tuh udah tenang pas dia udah jauh-jauh dari aku, dan sekarang? Astaga.

"Dia nggak apa-apa?" tanya Niall yang langsung berdiri di sampingku dan Niall juga kaget saat melihat siapa yang sedang berada di hadapanku.

"Lisa?" seru Niall kaget.

"Gue minta maaf." Ucapku langsung balik badan dan hendak berlari aku sudah tidak mau berurusan lagi denganya tapi Lisa menarik kakiku hingga aku terjatuh tersungkur hingga hidungku nyaris mengenai trotoar.

Mampus mulai lagi, ini apa lagi sih. Hidungku errrrr sakit ngilu banget.

"Lo nyari masalah duluan sama gue, lo nggak bisa pergi gitu aja dong!" Ucapnya lalu berdiri.

"Lisa kapan lo tobat sih? Ngapain juga lo ada disini?" tanya Niall galak, ia langsung menolongku dan membantuku untuk berdiri.

"Ngapain gue disini? Bukan urusan lo! Dia nyari masalah duluan sama gue, dan masalah tempo hari belum selesai!" Lisa kembali melotot ke arahku.

"Gue minta maaf karena tadi bikin lo jatuh, dan gue udah nggak mau berurusan lagi sama lo. Masalah tempo hari? Gue udah lupa!"

"Nggak bisa gitu dong, seenaknya banget gara-gara lo sekarang status gue mantan narapidana!"

"So? Gue nggak peduli. Please, gue nggak mau ribut lagi sama lo." Ucapku pelan berusaha sabar.

"Pergi lo!" bentak Niall kasar.

"Lo diem aja, gue berurusan sama dia bukan lo!" Lisa menatap tajam kearah Niall.

Ini udah nggak akan beres, apa lagi kalau Lisa tau aku dan Niall menginap di hotel ini. Lalu aku harus bagaimana? Ya Tuhan, Lisa sangat membuatku kesal. Dengan cepat Niall menarik tanganku dan langsung mengajakku berlari. Aku mengerti apa yang Niall lakukan, menghindar dari Lisa.

"Woy jangan lari lo!" teriak Lisa yang langsung mengejarku dengan Niall.

Tau kan aku abis dari Disneyland dan bermain seharian di sana? Pasti tau dong apa yang aku rasakan? Iya benar banget! Aku capek banget! Badan tuh udah kayak yang potong-potong, di mutilasi, kayak copot semua. Niall larinya sih masih kencang nah aku? Di paksain lari kencang karena aku takut kena Lisa lagi. To be honest, aku sudah malas berhubungan dengannya.

Niall terus berlari menghindari kejaran Lisa, saat di belokan aku menengok kebelakang ternyata Lisa masih mengejar, mampus! Niall berlari tambah kencang dan sekarang aku merasakan kakiku begitu amat teramat— bahkan sangat sakit. "Niall aku nggak kuat." ujarku sambil mengatur nafasku.

Niall tidak menjawab dia langsung berbelok menuju sebuah taman besar dan disitu banyak semak-semak dan Niall menarikku dan masuk kedalam semak-semak tersebut. Aku mengatur nafasku yang tersenggal-senggal, dadaku sesak. Niall panik saat melihatku yang sedang kewalahan mengatur nafas. Niall memegang lengan kiriku lalu menempelkan jempolnya diatas urat nadi di pergelangan tangan kiriku. "Tarik nafasnya perlahan, jangan sekaligus." Ucap Niall.

Aku menuruti perintah Niall aku berkonsentrasi mengatur nafasku, tarik-buang tarik-buang.

"Gimana udah enakan?" tanya Niall dan aku mengangguk pelan, ia langsung melakukan hal seperti tadi menempelkan jempolnya di pergelangan tangan kiriku tepat di atas urat nadiku.

"Denyut nadimu sudah normal. Aku minta maaf membuatmu menjadi sesak begini, aku cuman nggak mau berurusan sama Lisa lagi, aku udah males." Ucap Niall lalu mengelus rambutku lembut.

"Aku ngerti kok." Jawabku lemas.

Niall memperhatikan sekitar yang sudah sangat sepi bahkan tidak ada siapapun, gila ini tengah malem dan aku sama Niall ngumpet di tempat beginian? Udah kayak apa aja asli deh.

"Mau pulang sekarang?" tanya Niall padaku.

"Aku nggak kuat jalan, sebentar lagi aja." jawabku sambil mengurut-ngurut kakiku yang terasa pegal.

Tak lama kemudian, tiba-tiba hujan turun dan langsung deras. Aku dan Niall panic karena di sini tidak ada tempat untuk berteduh.

"Ayo berdiri, kita ke hotel sekarang." Niall langsung berdiri dan mengulurkan tanganya untuk membantuku bangun.

"Asli kaki aku nggak kuat jalan, sakit banget."

"Ya udah aku gendong, kamu berdiri sekarang." Niall mengulurkan tanganya membantuku berdiri. Setelah itu Niall menurunkan badanya dan membungkukan punggungnya, aku langsung naik ke punggung Niall dan tanganku melingkar di lehernya. Hujan tambah deras, Niall berjalan agak cepat. Aku kasian melihat Niall yang susah payah menggendongku menerjang hujan ini, tapi mau bagaimana lagi, kakiku sudah terlalu lemas.

Akhirnya kami sampai di hotel, sampai di kamar Niall menjatuhkan tubuhku di sofa lalu Niall mengambil handuk dan membalutkannya padaku. Lalu Niall mengambil bedcover juga selimut yang ada di kasurnya dan membalutkannya padaku lagi.

"Masih dingin?" tanya Niall pelan.

"Kamu suka lebay deh, aku nggak apa-apa."

"Aku tau kamu kedinginan."

"Iya tapi nggak harus gini juga kali, yang ada juga aku harus buru-buru ganti baju."

"Oh iya kakinya masih pegel?" tanya Niall lagi.

"Masih sedikit."

"Tunggu sebentar." Niall langsung berdiri berjalan menuju kamar mandi, dan entah apa yang dilakukan Niall, setelah agak lama dari kamar mandi akhirnya Niall keluar kamar mandi masih seperti tadi memakai baju juga jaket yang basah.

"Aku kira kamu mandi."

"Air hangatnya udah siap, kamu tinggal berendem, buruan mandi."

"Kamu nyiapin air buat aku mandi?"

"Iya sayang, buruan nanti malah masuk angin. Ini udah tengah malam, hampir subuh malah. Buruan, nanti malah sakit lagi." Perintah Niall.

"Oke deh, makasih babe." Aku langsung bangun sambil menanggalkan bedcover juga selimut yang melekat di badanku.

Niall udah nggak cocok jadi pacar aku, dia udah cocok jadi pendamping hidup aku. Asli deh dia perhatian banget banget banget, dan entah mengapa aku nggak pernah berhenti bersyukur karena aku memiliknya.

Setelah aku selesai mandi, Niall pun mandi. Tak lama Niall keluar dari kamar mandi dan dia heran melihatku yang belum tidur.

"Kenapa belum tidur?" tanya Niall padaku yang langsung duduk di sampingku yang sedang tiduran.

"Nungguin kamu." Jawabku.

"Udah cepetan tidur, ini udah malam banget sayang." Kata Niall mengingatkanku.

"Kamu gimana tidurnya? Selimut sama bedcover basah gara-gara tadi kamu kasih ke aku, telepon housekeeping nya buat minta selimut lagi."

"Nggak usah." Tolak Niall.

"Lho? Nanti kamu tidur gimana kalau kedinginan? Ya udah nih pake selimut aku aja, aku pake bedcover." Ujarku sambil memberikan sebuah selimut yang lumayan besar.

"Nggak mau." Tolak Niall.

"Lho? Kok nggak mau?" tanyaku bingung.

"Aku mau tidur di sini sama kamu." Kata Niall, dia langsung rebahan di sampingku dan menghadap padaku. Niall masih segar habis mandi, wangi sabun juga samponya tercium jelas di hidungku pokoknya Niall seger banget deh.

"Jangan liatin aku terus, jadi malu." Gumamku pelan karena Niall terus memperhatikanku daritadi. Niall terus memperhatikan wajahku terutama mataku.

"Aku nggak pernah bisa berhenti mengagumi kamu, kamu terlalu sempurna buat aku." Ucap Niall tersenyum lalu mengecup keningku.

Aku tersenyum, dan mungkin pipiku sudah memerah sekarang. "Udah ah jangan gombal mulu, jadi nggak bisa tidur."

"Ya udah cepetan tidur. Besok kita main lagi."

"Besok kita kemana?"

"Gimana besok aja ya."

"Oke deh, night, have a nice dream chubby."

"Night, have a nice dream sweety."


* * *


"Jangan tarik-tarik dong babe." Kataku kesal pada Niall yang terus menariki tanganku.

"Aku lapar sayang." Kata Niall yang kembali menarik tanganku dan berjalan lebih cepat.

Aku dan Niall sedang shopping di sebuah mall terbesar di kota Paris ini, kita sedang berbelanja oleh-oleh untuk the boys dan keluarga.

"MCD atau KFC?" tanya Niall saat kita berada di depan dua restoran cepat saji tersebut.

"Sama aja, sama-sama ayam goring."

"Ya sudah KFC aja." Niall menarik tanganku masuk lalu memesan makanan.

Seperti biasa Niall makan banyak dan aku karena masih kenyang hanya pesan minum saja. Aku dan Niall sudah membeli oleh-oleh untuk keluarga masing-masing tinggal untuk the boys belum, rencananya setelah pulang dari sini Niall mau pulang dulu ke Mulingar-Irlandia katanya dia kangen mamanya.

"Yuk." Ajak Niall setelah selesai makan.

Aku dan Niall masuk kesebuah toko aksesoris dan aku melihat sesuatu yang menurutku lumayan menarik.

"Babe liat, aku mau kasih ini buat Zayn gimana?" tanyaku pada Niall sambil menunjukan sebuah cermin berukuran sama dengan sebuah tab dengan ukiran di belakang cerminnya.

"Iya bener bagus, ukirannya bisa request nggak?"

"Tanyain coba."

Aku membawa cermin tadi dan menanyakan pada pelayan yang sedang berdiri dekat kasir.

"Permisi, cermin ini ukirannya bisa request?" tanyaku.

"Bisa, mau request apa?" jawab pelayan itu ramah.

"Banyak bisa?" tanyaku lagi.

"Bisa kok." Jawabnya tetap ramah. Aku merogoh ponselku yang berada di tas lalu mencari foto Zayn dan memperlihatkan pada pelayan ini.

"Ini ukirannya, pengen tato orang ini semuanya?" tanyaku lagi.

"Bisa bisa, boleh kirimkan gambarnya?"

Aku mengirimkan foto Zayn juga langsung membayarnya, setelah itu pelayan tersebut bilang jika pesananku akan jadi sekitar tiga jam, aku dan Niall menyetujuinya dan kita bakalan balik lagi ke sini tiga jam lagi, dan sekarang kita bakal berkeliling lagi mencari oleh-oleh untuk Harry, Liam juga Louis.

Akhirnya setelah berkeliling sekitar tiga jam kita mendapatkan banyak barang, selain untuk mereka kita juga beli barang untuk kita sendiri. Aku dan Niall belanja dapat banyak baju, sepatu, dan aksesoris lainnya. Dan akhirnya kita balik lagi ke toko tadi dimana kita pesan oleh-oleh untuk Zayn.

"Babe tunggu sini ya, aku mau ke toilet dulu." Kata Niall sambil menaruh barang belanjaannya pada sebuah bangku di hadapan kami.

"Oke buruan, jangan lama-lama." Kataku.

Aku duduk, llau tak lama sang pelayan tadi menghampiriku.

"Permisi pesanannya sudah jadi, ini." ucap pelayan itu sambil memberikanku sebuah goodie bag.

"Oh iya, terima kasih." Jawabku ramah lalu pelayan itu pun pergi kembali menjalankan tugasnya.

Aku memandang jam di pergelangan tanganku dengan tidak percaya, tiga puluh menit! Seriously? Niall pipis atau pup sih? Apa jangan-jangan dia mandi lagi. Duh mana ini barang belanjaan banyak banget, nggak mungkin juga kalau aku bawa sendirian. Aku merogoh ponselku yang berada di dalam tas kecilku berniat untuk menelepon Niall, tapi di saat aku baru saja akan meneleponnya Niall sudah muncul di hadapanku.

"Toiletnya di Arab?" tanyaku menyindir.

"Penuh sayang, tadi ada yang minta foto juga." Jawab Niall sambil tersenyum lebar.

"Resiko jadi artis, ya udah yuk."

"Mau kemana lagi? Balik hotel aja?"

"Terserah sih."

"Ya udah balik hotel aja, kita dinner di kamar."

"Ya udah yuk."

Sampai di hotel kami langsung membersihkan diri, dan setelah itu makan malam kami di antarkan ke kamar. Kami langsung melahapnya, sambil sesekali bercanda. Selesai makan malam Niall duduk di sofa lalu menyalakan televisi.

"Sini deh." Panggil Niall.

"Apaan?" tanyaku yang sedang membereskan barang-barang.

"Ada film rame." Jawab Niall tanpa menoleh ke arahku sedikitpun.

"Film apa?" tanyaku lagi.

"Sini nonton aja."

"Sebentar, dikit lagi." Kataku yang sedang mengepak barang-barang. Karena oleh-oleh terlalu banyak jadi Niall membeli koper lagi, dan dikhususkan untuk oleh-oleh, saking banyaknya oleh-oleh.

Aku merasa kesehatanku menurun, karena badanku terasa pegal-pegal. Aku berjalan menuju kasur dan langsung menjatuhkan diri di atas kasur lalu memejamkan mata.

"Kamu pingsan?" tanya Niall yang tiba-tiba sudah berada tepat di depan wajahku.

"Nggak, aku cuman capek aja." Jawabku.

"Oh ya udah tidur aja, have nice dream sweety." Ucap Niall mengecup lembut keningku lalu menyelimutiku.


* * *


Ini hari terakhir kami di Paris, karena besok kita harus pulang. Aku tidak tahu hari ini Niall mengajakku kemana, karena Niall belum memberi tahuku dan Niall pun belum bangun. Niall ketiduran di sofa, sepertinya tadi malam dia nonton film sampai larut malam.

Aku membereskan baju-baju Niall ke dalam koper, setelah selsai aku mandi dan sarapan sendiri karena aku tau Niall pasti bangunnya siang. Setelah sarapan aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Aku mau jalan-jalan, tapi takut ketemu Lisa dan lagian aku takut kesasar. Jadi ya aku cuman diam di kamar dan menonton televisi.

Setelah berjam-jam menatap layar televisi, Niall tidak kunjung bangun. Aku melihat jam dan sudah menunjukkan pukul 2 siang. Daripada aku mati kebosanan, lebih baik aku tidur.

Aku kaget, aku terbangun langsung melihat jam yang sudah menunjukkan jam 3, aku ketiduran satu jam. Menengok ke sofa di samping dan menemukan Niall masih betah memejamkan matanya. Okay sedaritadi aku memang tidak ingin membangunkannya karena takutnya dia capek, tapi ini sudah lebih dari jam tidur normal dan aku harus membangunkannya. Siapa tahu dia pingsan atau apa gitu.

"Babe, bangun." Bisikku tepat di telinganya.

"Babe, bangun ih." Bisikku lagi.

"Chubby, buka mata kamu." Kataku agak keras.

Niall menggeliat lalu membuka mata perlahan dan tersenyum melihatku.

"Morning babe, malamnya panjang banget ya." Ucapnya polos.

"03:20 pm, dan kamu bilang ini pagi? Ya jelas banget malam kamu sangat panjang."

Niall melirik arah jam lalu tersenyum lebar. "Sorry tadi malam ada film rame, jadi jam 5 pagi aku baru tidur." Ucapnya sambil nyengir.

"Tau nggak? Dari tadi aku bosen tau nggak ada kerjaan." Protesku.

"I'm sorry babe," Ucapnya pelan seraya mencubit pipiku lalu menciumnya.

"Aku mandi dulu, udah aku mandi kita pergi." Ujarnya lalu bangkit bangun dan berjalan ke kamar mandi.

Sekitar pukul 5 sore setelah Niall selesai mandi dan makan dia menyuruhku untuk berganti baju dan mengenakan dress, dia juga menyuruhku untuk berdandan.

"Kenapa sih harus dandan?" tanyaku.

"Biar kamu tambah cantik." Jawabnya.

"Kan kemarin-kemarin juga udah cantik."

"Kamu memang cantik setiap hari kok. Di pake ya dress nya, kan aku yang pilihin. Aku mau ajak kamu dinner di restoran klasik Paris."

"Kamu baru selesai makan, babe."

"Perjalanan ke sana bisa bikin aku lapar lagi, sayang. Jangan banyak protes, cepet ganti baju."

"Ya udah deh iya-iya tunggu." Kataku mengalah lalu masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian.

Kemarin ketika belanja, Niall membelikanku sebuah dress berwarna pastel beserta heels. Sebenarnya aku tidak terlalu nyaman mengenakan heels, tapi demi Niall aku akan melakukannya. Berkaca di kaca kamar mandi dan aku memperhatikan satu persatu bagian tubuhku lalu tersenyum puas. Ternyata berdandan tidak buruk juga. Setelah aku anggap selesai, aku berjalan ke luar dari dalam kamar mandi. Niall menoleh padaku dan menatapku. "Kenapa?" tanyaku seraya mengangkat sebelah alisku heran.

"Kamu cantik banget, dan kamu benar-benar sempurna." Jawab Niall sedikit terbata.

"Thank you." Balasku.

Niall berdiri lalu menyodorkan tangannya padaku, "Yuk." Aku pun meraih tangannya dan kami berjalan ke luar dari kamar hotel.

Aku dan Niall naik taksi dan benar saja dia membawaku ke sebuah restoran klasik, dan jika tidak salah lokasi restoran ini dekat sama menara Eiffel. Dan itu membuatku ingin kembali ke sana.

Kami masuk ke dalam restoran klasik yang Niall katakana itu, dan benar saja benar-benar klasik. Aku dan Niall memilih duduk di pojokan, lalu kami memesan makanan.

Makanannya enak dan pelayanannya bagus. Selesai makan, Niall mengajakku ke menara Eiffel. Whoa seperti apa yang aku inginkan tadi. Kata Niall karena besok kita akan pulang jadi kita mampir ke sini dulu. Dan yang lebih membuatku senang lagi itu adalah ketika Niall mengajakku untuk naik ke atas menara Eiffel.

Niall menarik tanganku dan membawaku menuju ke kerumunan orang yang sedang mengantri, tapi dengan santainya Niall menyerobot orang-orang yang sedang mengantri tersebut. "Babe, ngantri dong. Liat banyak orang yang ngantri." Kataku protes karena Niall menyerobot kerumunan orang-orang itu seenaknya.

"Harusnya kita udah disini dari tadi siang, tapi karena aku ketiduran jadi kita baru ke sini sekarang. Dan aku udah beli tiket online supaya kita nggak perlu naik tangga, kita naik lift." Jelas Niall dan kembali menarik tanganku.

Beberapa menit menunggu akhirnya kita naik lift, anehnya petugas barusan begitu mengutamakan kami daripada pengunjung lainnya. Apakah itu karena status Niall sebagai superstar? Atau— aku tidak tahu. Astaga aku baru ingat jika aku mengenakan dress, aku yakin di atas udaranya pasti sangat dingin duh kenapa Niall malah menyuruhku memakai dress begini.

"Aduh aku lupa nyuruh kamu bawa jaket, aku malah nyuruh kamu pake dress beginian lagi." Ujar Niall yang sepertinya bisa membaca pikiranku.

"Nggak apa-apa kok."

"Kalau kamu mau, kita bisa turun lagi."

"Nggak usah, nggak apa-apa. Lagian kita naik ke sini malam-malam mau apa sih?"

"Kan kamu bilang mau liat indahnya kota Paris ketika malam hari."

Aku tersenyum senang karena Niall menuruti kemauanku. Lagi-, lagi dan lagi Niall melakukan sesuatu hal yang membuatku merasa senang. Kapan Niall beli tiket naik lift ini ya? Perasaan daritadi pagi sampai sore Niall tidur, terus bangun kan langsung pergi sama aku, ya udah bodo amat yang penting Niall hebat bikin kejutan buat aku.

Akhirnya kita sampai di puncak menara Eiffel, saat lift berhenti berjalan aku melongok ke bawah dan itu langsung membuat kepalaku pusing. Buru-buru aku memeluk Niall dan menenggelamkan wajahku di dadanya. Badanku sedikit bergetar karena ketakutan.

"Jangan liat ke bawah, liat aku aja." Ujar Niall lalu meraih kepalaku dari dadanya lalu mengecup keningku.

Perlahan aku membuka mata lalu melepaskan pelukanku pada Niall.

"Liat itu." Tunjuk Niall pada sesuatu yang bercahaya. Ya Tuhan ini indah banget, aku berada di atas menara Eiffel dan aku bisa melihat hampir seluruh kota Paris dari sini. Astaga ini benar-benar indah, lampu yang menyala dan— astaga aku kehilangan kata-kataku.

"Gimana, suka?" tanya Niall.

"Gimana bisa aku nggak suka sama kota romantic ini? Benar-benar indah, terimakasih Niall." Kataku lalu kembali memeluk tubuh Niall.

"I love you." Bisik Niall seraya mengecup puncak kepalaku.

"I love you too." Balasku tanpa melepaskan pelukanku sama sekali.

"Babe." Panggil Niall seraya melepaskan pelukanku perlahan.

"Apa?" sahutku seraya menatap mata Niall.

"Aku mau ngasih kamu ini." Ucap Niall lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil beludru berwarna merah.

Aku terkejut, benar-benar terkejut sampai kehilangan kosakataku. Apa ini yang dinamakan mimpi yang terwujud?

"Itu apa?" hanya kata itu lah yang keluar dari dalam mulutku.

Niall membuka kotak tersebut dan ternyata isinya adalah sebuah cincin emas dengan sebutir berlian kecil di atasnya. Benar saja isi dari kotak tersebut seperti apa yang aku pikirkan. "Buat aku?" tanyaku masih tidak percaya.

Niall tersenyum lalu mengangguk, dia melepaskan cincin itu dari wadahnya. Lalu Niall meraih tangan kananku.

"Aku bukan lamar kamu dan ngajak kamu nikah, aku tau kamu masih pengen ngelanjutin kuliah dulu kan? Aku tau kamu mau berkarir dulu. Aku ngasih cincin ke kamu buat buktiin kalau aku serius ngejalanin hubungan sama kamu. Aku bakalan nunggu kamu, sampai kamu siap menikah sama aku."

Serius? Niall mau hidup bersamaku nanti? Ya Tuhan mimpi apa aku semalam? Akhirnya harapan-harapanku selama ini akan terkabulkan. Niall meraih jari-jari tangan kananku lalu Niall memasukan cincin di jari manisku. Seketika air mata mengalir dipipiku, air mata terharu bahagia. Niall menghapus air mataku yang jatuh di pipi dengan ibu jarinya.

"Kamu yang pertama kali bikin aku sampai rela ngelakuin apa pun buat orang yang aku sayang." Ucap Niall.

"Dan kamu yang pertama kali bikin aku bahagia setiap hari." Balasku.

"Hnaya ada dua waktu yang ingin aku jalani bersamamu."

"Cuman dua waktu? Kapan?" tanyaku bingung.

"Sekarang dan selamanya. Aku cinta kamu, aku sayang kamu, dan aku nggak peduli apa kekuangan kamu. Jangan pernah pergi dari aku, karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu." Jawabnya dengan tatapan yang penuh penghayatan.

Aku tersenyum dan berusaha untuk membalas ucapan Niall, jujur saja aku masih kehilangan kosakataku, ini terlalu mengejutkan untukku. "I love you more than anything, Niall."

"Aku nggak tau lagi kata-kata apa yang bisa ngegambarin perasaanku sekarang, yang aku tau aku bahagia banget."

"Sama aku juga nggak pernah sebahagia ini sebelumnya, berdua sama orang yang aku sayang di atas menara Eiffel."

Niall meraih kedua pipiku, "Dulu kamu itu bukan siapa-siapa, tapi sekarang kamu itu masa depan aku." Ujarnya.

"Dan dulu kamu cuman mimpi aku, tapi sekarang kamu masa depan aku." Balasku.

"I love you." Ucapnya lalu memajukan wajahnya hingga bibirnya menyentuh bibirku lembut. Aku memejamkan mata, tangan Niall merangkul pinggangku dan tanganku melingkar di leher Niall. Cukup lama Niall menciumku, sampai udara dingin kembali terasa menusuk tulangku.. Akhirnya Niall melepaskan bibirnya lalu memelukku erat, dan cukup lama kita diam dalam kesunyian seperti ini.

"Turun sekarang ya, aku takut kamu masuk angina." Ajak Niall seraya melepas pelukanya.

Aku mengangguk mengiyakan ajakannya, tangan Niall merangkul bahuku dan tanganku melingkar di pinggang Niall. Beberapa saat kemudian kita sudah sampai di bawah dan orang-orang disana melihatku dengan Niall dengan senyuman lalu mereka semua bertepuk tangan. Aku tidak mengerti maksudnya apa nggak tau gara-gara Niall artis? Ah masa bodo yang penting hari ini nggak bakalan pernah kau lupain seumur hidupku, ini hari terindah setelah hari dimana Niall menciumku untuk pertama kalinya.

* * *

Continue Reading

You'll Also Like

185K 28.9K 62
Jika sahabat kampretnya tidak sableng, mungkin Yerin tidak akan sedekat ini dengan sang Asdos. Jika wanita itu setia setiap saat kayak rexona, mungki...
18.4K 1.2K 55
Bagi Ara, Jovan adalah pemberi luka hati pertama untuk anak perempuannya. Ia meninggalkan keluarga nya demi seorang wanita yang menjadikan kekurangan...
1.2M 44.9K 20
Maaf... Aku tidak pantas menyebutkan kata itu sebenarnya...
1.3M 17.9K 45
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...