Daily Love

By sugarkoovi

406K 39.1K 2.4K

√ drable series √ baku √ bxb/boyslove Yoongi yang over protektif, posesif, dan pencemburu punya pacar Jimin... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
33
34
35.😂
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
hoseok's
45
Q&A
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

32

5.2K 613 37
By sugarkoovi

Let's Break Up
(Spesial KooVi)
•﹏•











Kim Taehyung duduk merenung dengan pikiran kacau. Selama seminggu dia menghindari semua orang dengan mengatakan sibuk menyelesaikan tugas. Terutama Jimin. Meskipun mereka berada dibawah atap yang sama, Taehyung selalu memiliki alasan untuk menjauhi Jimin.

Taehyung sadar jika Jimin berusaha untuk mendapatkan waktunya, hanya saja dia sedang ingin mencoba. Mencoba untuk menjauhi Jimin, mencoba untuk tidak peduli pada Jimin, mencoba untuk tidak bergantung pada Jimin. Dia ingin melatih diri untuk tidak terlalu menitikberatkan sesuatu pada Jimin.

Permasalahannya dengan Jungkook membuat Taehyung banyak berpikir. Membuka kemungkinan-kemungkinan yang selama ini dia abaikan. Tentang Jungkook yang akan meninggalkannya, tentang Jungkook yang akan mempermasalahkan persahabatannya dengan Jimin, tentang Jungkook yang tidak akan setia padanya. Namun, semua itu rasanya hanya sebuah halusinasi Taehyung yang kelewat berpikir positif. Benar, Taehyung sekalipun tidak pernah berpikir tentang kemungkinan buruk yang akan terjadi dalam hubungannya dengan Jungkook.

Dalam otak kecil Taehyung, Jungkook adalah sosok yang akan selalu menyayanginya, melindunginya, mencintainya, serta memanjakannya. Dia tidak pernah membayangkan atau berpikir jika Jungkook akan tersenyum pada orang lain, sebuah senyum yang sama yang selalu diberikan lelaki itu untuk Taehyung.

Lelaki bersurai madu itu menatap cermin, memandangi wajahnya yang basah terkena air. Dia baru saja membasuh wajah, menenangkan pikirannya yang semakin kacau. Lalu, ingatannya terlempar pada peristiwa beberapa saat lalu. Ketika dia menolak pemberian Jimin dan bersikap begitu kasar pada sahabatnya itu.

"Astaga, apa yang sudah kulakukan pada Jimin?" ujarnya dengan mata terpejam penuh sesal. Kepalanya kembali menunduk lalu membasuh wajahnya sekali lagi.

Dia keterlaluan, dia paham soal ini. Harusnya dia berpikir lebih terbuka. Bukan malah menjauhi Jimin karena dengan begitu pun Jungkook tidak akan kembali padanya. Ah, dia bahkan tidak tahu harus bagaimana menghadapi Jungkook.

Sejak Taehyung melihat Jungkook bersama teman satu kelasnya ditambah ucapan Jimin, dia merasa begitu buruk. Dia merasa tidak pantas bersama Jungkook. Dia terlalu egois. Seharusnya dia tidak menunggu Jungkook menghampirinya, justru sebaliknya dialah yang harus mendatangi Jungkook untuk meminta maaf. Taehyung merasa bersalah, merasa sudah menjadi kekasih tidak tahu diri.

Kedua tangannya mencengkeram pinggiran wastafel, keputusan sudah dia ambil setelah selama beberapa hari ini ditimbangnya matang-matang. Taehyung harap keputusannya akan menjadi yang terbaik untuk semua pihak.




•﹏•




"Tae, apa kau sibuk?" Sooji, salah satu senior dalam festival dibagian desain bertanya pada Taehyung yang sedang sibuk merapikan kertas.

Taehyung menoleh dengan tatapan polos. "Tidak, Noona. Kenapa?"

"Tolong buang botol bekas ini ditempat sampah dibelakang gedung ya? Taruh saja di kotak yang berwarna biru, nanti akan ada petugas yang mengambil. Katanya mereka butuh botol ini untuk didaur ulang."

Taehyung mengangguk patuh, "ada lagi?"

"Tidak ada. Oh, kau bisa langsung pulang kalau kau mau."

"Aku masih harus membereskan kardus yang disana."

Sooji mengangguk paham. "Kalau begitu tolong nanti kau kunci ruangan ini dan berikan kuncinya pada Baekhyun, dia ada di studio tari sampai malam sepertinya. Bisa 'kan? Aku buru-buru, adikku sendirian dirumah."

"Serahkan padaku. Nanti aku akan memberikannya pada Baekhyun Hyung."

"Kau yang terbaik! Terimakasih! Kalau begitu sampai besok!"

Taehyung hanya tersenyum maklum, balas melambaikan tangan pada Sooji. Setelah itu dia membereskan pekerjaannya yang masih tersisa sebelum membuang botol ke gedung belakang sekalian pulang.

Dibelakang sepi, hanya ada beberapa gelintir orang yang juga melakukan hal yang sama dengan Taehyung, membuang limbah untuk didaur ulang. Dia mencuci tangan di wastafel terdekat, kemudian berbalik dan Taehyung tidak pernah seterkejut ini bertemu tatap dengan seseorang.

Jeon Jungkook berdiri sama kaku dengan Taehyung. Dia baru saja ingin pulang, mengambil jalan pintas menuju parkiran dan justru bertemu Taehyung.

Sadar mereka hanya saling melempar tatap, Taehyung berinisiatif untuk lebih dulu bicara. "H-hai,"

Jungkook sakit, jujur saja. Dia tidak pernah suka melihat gelagat canggung Taehyung. Dia tidak terbiasa melihat Taehyung dengan bahasa tubuh penuh rasa bersalah. "Kau belum pulang?"

"Baru saja membuang sampah."

Suara bergetar itu tertangkap jelas ditelinga Jungkook. Dalam benaknya, dia ingin sekali berbicara dengan Taehyung. Tidak dipungkiri jika dirinya begitu merindukan sosok Taehyung yang manis dan selalu manja padanya. "Tae-"

"Maaf.." potong Taehyung cepat, dia tidak mau Jungkook yang meminta maaf atau bicara lebih dulu.

Jungkook balas menatap Taehyung yang baru saja bersuara pelan. Netra hazel itu memerah, pun dengan hidungnya. Namun, ada senyum tulus yang terukir diranum manis yang menjadi candunya. Jungkook tidak mengerti, hatinya tercubit dan mendadak dadanya sesak.

"Boleh aku bertanya?" masih dengan senyum manis dibibir, Taehyung bertanya. Meski kedua tangannya terkepal begitu erat dikedua sisi tubuhnya. Ini saatnya, Taehyung tidak akan menunda keputusan yang sudah dia buat.

"Ya, silahkan." Jungkook menjawab tanpa bisa meralih dari hazel yang semakin lama semakin berkaca-kaca.

"Apa kau menyayangiku?"

Jeda sejenak, Jungkook mengangguk tiga detik setelahnya. "Selalu, Tae."

"Terimakasih," lalu tanpa disangka air matanya jatuh begitu saja ketika dia menganggukkan kepala. "Oh, apa aku menangis?"

Dimata Jungkook, Taehyung tampak bodoh. Bodoh karena gagal menutupi perasaannya yang kacau. Begitulah Taehyung, dia tidak pernah rela orang lain melihat kelemahannya secara cuma-cuma. "Tae-"

"Jungkook, ayo kita akhiri saja semuanya."

Tenggorokannya tercekat secara tiba-tiba, Jungkook membeku dengan dua netra yang melebar samar.

"Kupikir selama ini aku sudah melakukan yang terbaik untukmu, tapi ternyata aku hanya menyakitimu. Maaf ya, Jungkook. Kau pasti muak dengan tingkahku." Taehyung berujar lagi, "Jimin adalah sahabat terbaikku, meski kami baru mengenal saat SMP tapi aku benar-benar menganggapnya seseorang yang penting karena dia satu-satunya orang yang tetap berada bersamaku saat orang lain pergi meninggalkanku. Jadi maaf kalau kasih sayangku padanya membuatmu kecewa."

"Tae, aku-"

"Jungkook, biarkan aku egois sekali lagi. Dengarkan aku sekali lagi, aku ingin bicara banyak hari ini." sedetikpun senyum itu tidak pupus, meskipun wajahnya sudah banjir dengan air mata yang terus dia seka dengan ujung kemeja. "Kau tidak salah, jangan meminta maaf. Aku tidak kecewa padamu, aku juga tidak marah karena aku sadar disini aku yang salah. Yang kusayangkan, kenapa kau tidak jujur sejak awal jika kau keberatan ada orang lain yang menyita perhatianku? Jika kau jujur, kurasa aku bisa merubahnya sedikit-sedikit 'kan?"

"Taehyung, bisa dengarkan aku dulu?" Jungkook berusaha bersuara, demi apapun melihat Taehyung yang seperti ini membuat otaknya macet.

Namun, Taehyung menggeleng. "Jika kau ingin bertanya kenapa aku menangis, jawabannya karena aku kecewa. Bukan padamu, tapi pada diriku sendiri. Aku kecewa karena aku terlalu buruk memperlakukan hatimu. Kau selalu bersabar menghadapiku, aku merasa tidak pantas dan bodohnya aku baru sadar sekarang." dia semakin terisak-isak.

Tidak tahan, Jungkook melangkah lebar mendekati Taehyung dan memeluk lelaki itu. "Berhenti menangis, Tae. Maafkan aku, karena tidak langsung menghubungimu. Kau salah paham, gadis itu bukan siapa-siapa."

Ada rasa lega ketika Taehyung mendengar penuturan Jungkook. Hatinya lebih tenang setelah mendapat pelukan hangat juga usapan disepanjang punggung dan kepalanya.

"Dan, tolong tarik kembali ucapanmu tentang mengakhiri semuanya. Aku menyayangimu, Tae." Jungkook semakin erat memeluk Taehyung yang masih sesenggukan. Dia juga bisa merasakan rematan erat dikedua sisi hoodienya.

Taehyung menggeleng pelan, mendongak menatap Jungkook ketika lelaki itu melonggarkan pelukan. "Tidak bisa, Jungkook. Aku sudah mengambil keputusan. Aku ingin introspeksi diri, aku ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bukan hanya untukku, tapi juga orang-orang yang menyayangiku."

"Taehyung-"

Si Kim kembali tersenyum, terkekeh kecil sambil mengusap air matanya yang tidak mau berhenti. Kedua tangannya menangkup wajah Jungkook, menatapnya hangat. "Kau tahu aku menyayangimu 'kan?"

"Kalau kau menyayangiku kau tidak akan melakukan ini, Kim Taehyung!"

"Tapi aku melakukan semua ini karena aku menyayangimu, Jungkook." balasnya halus meski masih sedikit sesenggukan diantara napasnya.

"Kalau kita saling menyayangi kenapa harus berakhir?" gugat Jungkook, tidak paham dengan jalan pikiran Taehyung.

"Karena dengan ini kita akan melatih hati kita untuk ikhlas dan merelakan. Jika kita memang berjodoh, benang merah ini akan bertemu lagi, secepatnya."

"Tae-" Jungkook tidak bisa lagi berkata ketika Taehyung melepasbrangkuman tangan dari wajahnya. Mundur dua langkah menjauh dengan senyum tulus yang selalu Jungkook rindukan. "Taehyung-"

"Maaf ya, Jungkook. Maaf karena selama ini aku hanya bisa mengecewakanmu." Taehyung membungkuk sembilan puluh derajat, kembali tegak dan segera berbalik untuk pergi meninggalkan Jungkook. Namun, sepertinya Jungkook belum mengizinkannya pergi.

"Tae, tunggu!" Jungkook menahan Taehyung, tapi agaknya lelaki Desember itu ingin lekas angkat kaki dari tempat.

"Ya?" Taehyung tersenyum paksa, dia tidak mau meledakkan tangisannya di depan Jungkook.

"Aku.. Aku masih bisa menemui dan menghubungimu 'kan?"

Kepala Si Kim mengangguk cepat, membuat rambutnya yang lurus berayun lembut. "Tentu. Kita masih berteman. Maaf, aku harus pergi. Sampai jumpa, Jungkookie!"

Berdiri ditempat, Jungkook hanya mampu menatap punggung Taehyung menjauh pergi. Suara riang yang menyerukan namanya tidak membuatnya bahagia seperti biasa, sebaliknya Jungkook merasa bodoh. Taehyung memilih pergi, disaat dia sadar bahwa dirinya pun egois. Bahwa Jimin adalah rekan Taehyung yang akan berdiri paling depan ketika dia terluka.

"Bukankah dia begitu manis?"

Kepalanya menoleh ketika mendengar suara Jimin yang entah sejak kapan berdiri disana.

"Maaf, tidak sengaja menguping pembicaraan kalian." Jimin mendekat, berdiri disamping Jungkook. "Kau tahu, dia sudah seminggu menghindariku. Tidak mau bicara denganku. Bahkan meski kami tinggal satu atap, aku kesulitan untuk sekedar menatap wajahnya. Dia berusaha berubah untukmu, demi dirimu. Jika kau memang menyayanginya, maka ikutlah berjuang, setidaknya jaga perasaannya."

Tidak ada sahutan, Jungkook memilih untuk mendengarkan.

"Percaya atau tidak, orang pertama dan satu-satunya yang mampu membuat Taehyung sebegini kuat sekaligus hancur adalah kau. Hanya kau, Jeon Jungkook."

Sore itu, Jungkook menatap dua punggung menjauh dengan gurat luka yang sama. Luka karena dirinya, untuk dirinya, dan oleh dirinya. Dua sahabat itu terluka karena ingin saling melindungi. Hubungan yang begitu tulus yang justru Jungkook anggap sebagai sebuah penghalang.

"Kim Taehyung, kenapa kau pintar sekali menjungkir balikkan perasaanku?"

Fin!
•﹏•

GIGI
SEPTEMBER 17, 2018

Continue Reading

You'll Also Like

324K 26.8K 38
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
46.5K 6.3K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
1M 84.7K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
463K 8.6K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.