TALENT

By loistulangow

623K 51.2K 2.4K

Buku Pertama dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat melihat... More

...Penting Untuk Dibaca...
1. SEKOLAH BARU
2. KAUM BERBAKAT
3. AKADEMI PELATIHAN BAKAT
4. KENAIKAN TINGKAT
5. PELAJARAN TAMBAHAN
6. FESTIVAL TAHUN AJARAN BARU
7. SIAPA NAKSIR SIAPA
9. DUEL RAHASIA
10. KUNJUNGAN
11. GLASSINA VS VALARIA
12. TAMU TAK TERDUGA
13. PEMAKAMAN
14. EUCHARISTIA POLUAN
15. SURAT ANCAMAN
16. TEROR VAMPIR
17. PERMAINAN PIKIRAN
18. KAWAN ATAU LAWAN ?
19. DUEL TERAKHIR
20. HARI PELANTIKAN
Valaria: Perasaan yang Dikekang Segel
Dazt: Peristiwa yang Dihapus Ramuan*
versi cetak

8. TEMAN PULANG

24.2K 2.2K 48
By loistulangow

Sejak pertama kali pulang dari sekolah dengan berjalan kaki menyusuri jalan raya yang hanya dikelilingi oleh pepohonan, Clarine merasa ada sesuatu yang mengikutinya. Awalnya ia berpikir bahwa itu hanya perasaannya. Namun semakin hari perasaan itu semakin kuat, hingga ia yakin seseorang sedang membuntutinya.

Mengetahui itu mungkin anggota Kelompok Pelindung, Clarine sempat tidak begitu mengkhawatirkan masalah ini. Namun tetap saja saat ia benar-benar yakin ada seseorang yang mengintipnya dari balik sebuah pohon, Clarine akan berlari untuk memeriksa. Siapa tahu ia bisa melihat bagaimana rupa salah satu anggota Kelompok Pelindung.

Masalahnya, sejak peristiwa di festival, Clarine mulai tak yakin orang yang membuntutinya adalah anggota Kelompok Pelindung. Ia mulai mencurigai seseorang, Zoenoel.

Tentu saja Clarine tidak melupakan kejadian Zoenoel yang menolongnya saat ia menjadi kelinci percobaan Profesor Anggelita, Clarine bahkan tidak melupakan kenyataan bahwa Zo sempat meminjamkan buku-buku untuknya. Namun tetap saja, Clarine merasa pemuda itu menyembunyikan sesuatu. Pertama, Zoenoel beberapa kali kedapatan memandang ke arah Clarine saat di kantin—atau memandang Valaria, yang jelas Zoenoel memandang ke arah mereka, dan itu aneh. Kedua, fakta bahwa Zoenoel sempat berada dalam masa hukuman karena menyerang Bu Allure. Yang ketiga, Zoenoel adalah saudara kandung dari Glassina. Yang keempat, Zoenoel kedapatan menyerang Clarine di festival kemarin.

Walaupun Clarine tidak begitu yakin siapa yang membuntutinya dan kemungkinan itu adalah Zoenoel sangatlah kecil, ia tetap saja merasa curiga. Jadi hari ini Clarine bertekad untuk memergoki Zoenoel, itu pun jika dugaannya memang benar.

Seperti sebelumnya, setelah berjalan beberapa meter meninggalkan gerbang sekolah, Clarine mulai merasakan kehadiran seseorang yang membuntutinya. Namun begitu, Clarine tetap berjalan terus hingga hampir mendekati rumahnya. Kalau memang terbukti Zoenoel yang mengikutinya dan memang pemuda itu berniat sesuatu, setidaknya Clarine bisa menjerit minta tolong kepada Mbok Na di rumah. Walaupun ia ragu itu akan berguna, mengingat Zoenoel adalah Kaum Berbakat yang bisa menggunakan segel. Namun apa salahnya melakukan sedikit upaya pencegahan?

Saat dirasanya cukup dekat dengan rumah, Clarine berhenti sejenak dan merunduk, berpura-pura membenarkan tali sepatu seraya memastikan keberadaan penguntitnya. Setelah yakin melihat sesuatu bergerak ke arah pohon yang berada cukup dekat di belakangnya, Clarine buru-buru memeriksa ke sana.

Tidak ada siapa pun.

Dengan kecewa Clarine kembali berjalan pulang. Namun baru beberapa langkah, perasaan itu kembali lagi. Seperti sebelumnya, Clarine berlari mendekati sebuah pohon yang dicurigainya.

Sebuah sosok hitam bergerak di balik semak-semak dan tiba-tiba sepasang mata muncul di kegelapan.

Clarine melompat mundur, bulu kuduknya meremang.

Seekor kucing hitam melangkah keluar dan menyapukan badannya di kaki Clarine. Reflek Clarine menghindari si kucing, ia tidak begitu menyukai kucing, terutama bulu-bulu mereka yang gampang rontok.

***

Maery benar-benar tertawa lepas saat mendengar cerita Clarine pada jam istirahat esok harinya di kantin. "Jadi penguntitmu selama ini adalah seekor kucing?"

"Penguntit apa?" Valaria datang bergabung. Ia mengambil tempat duduk tepat di samping Clarine.

"Hey Valaria." Maery menyapa. "Teman kita selama ini merasa diikuti setiap pulang sekolah dan kemarin ia menemukan bahwa sosok yang mengikutinya hanyalah seekor kucing."

"Aku tidak bilang begitu," protes Clarine. "Kucing itu mungkin saja kebetulan ada di sana tadi malam, sedangkan orang yang mengikutiku sedang bersembunyi."

"Kedengarannya menyeramkan, bagaimana kalau mulai besok kau kuantar pulang?" tanya Valaria.

"Tidak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri." Clarine berusaha tersenyum meyakinkan. Ia masih belum menemukan si penguntit, dan tentu saja ia masih berniat mengungkap misteri ini. "Lagi pula bukannya kau sibuk dengan Element?"

"Grup Tari." Valaria buru-buru menyambung seraya melirik panik ke arah Maery. "Maksudku, Element itu adalah nama grup tari tempat aku bergabung. Oh yah Clarine, bagaimana kalau kuminta pengawalku untuk mengantarmu pulang?"

"Dia tak mau pengawalmu Valaria. Clarine cuma mau Dazt." Maery tersenyum jail.

"Apa maksudmu?" Clarine memelototi Maery.

Tawa Maery kembali pecah. "Aku cuma heran, kenapa dia tak juga muncul atau menyapamu. Kalian berantem yah—maaf, maaf. Aku cuma berpikir ia memang harusnya menjagamu. Dia kan pacarmu, bukan begitu Valaria?"

"Hei, sejak kapan Dazt menjadi pacarku? Jangan menyebarkan berita yang aneh-aneh Maery."

"Maery ada benarnya." Valaria menyetujui.

"Valaria tolong jangan ikutan."

Tetapi Valaria tidak memperhatikan Clarine, pandangannya tertuju pada sosok Dazt yang baru saja memasuki kantin. "Dazt." Valaria berseru memanggil.

"Apa yang kau lakukan?" Clarine hanya bisa berbisik ngeri karena sekarang Dazt sedang berjalan ke arah mereka. Belum sempat Valaria menjawab, Dazt sudah berdiri di depan mereka dengan tampang sok malaikatnya.

"Ya, ada yang bisa kubantu sweetheart?"

"Clarine merasa ada yang mengikutinya saat pulang," ujar Valaria tanpa merasa berdosa.

"Dan kemarin tiba-tiba seekor kucing hitam muncul." Maery menambahkan dengan suara aneh karena dirinya setengah mati menahan tawa.

"Kau takut pada kucing, Honey?" Dazt menatap Clarine dengan tatapan tak percaya sebelum tersenyum jail. "Atau hanya kangen padaku? Maafkan aku honey. Sudah kubilang, untuk sementara waktu aku ada kerjaan penting, jadi aku tak bisa menemanimu."

Clarine rasanya mau muntah mendengar ucapan tidak jelas Dazt, lagi pula kapan dia bilang ada urusan? Bukannya Dazt langsung menghilang begitu saja? Dan siapa yang kangen padanya? Malah Clarine bersyukur, ia bisa terbebas dari sosok super menyebalkan seperti Dazt.

"Maaf teman-temanku berlebihan, aku justru lebih suka pulang sendiri," Clarine menekankan setiap suku katanya. "Sebaiknya kau pergi. Bukankah ada pekerjaan penting yang harus kaukerjakan?"

"Baiklah kalau begitu, hati-hati yah Honey. Jaga dirimu baik-baik. Nanti coba kupikirkan solusi untuk masalah ini." Dazt mengusap puncak kepala Clarine seraya berkata, "aku permisi dulu."

Begitu Dazt berada di luar jangkauan pendengaran, Maery langsung berseru menyindir, "Honey."

"Kelihatannya itu bukan sekadar pura-pura." Valaria ikut menggoda.

"Harus berapa kali kujelaskan kepada kalian?"

"Kurasa Dazt memiliki perasaan khusus padamu, makanya dia bersikap begitu," kata Valaria.

"Ya, kurasa juga begitu." Maery mengiyakan di sela-sela tawanya. "Dan kurasa bukan hanya Dazt yang memiliki perasaan khusus di sini." Maery menggerakkan dagunya ke arah Clarine.

"Kau gila yah?" Clarine berseru kesal.

"Kurasa kau ada benarnya Maery." Valaria menimpali.

Tawa Maery semakin keras.

***

Sorenya saat Clarine menunggu Valaria di perpustakaan akademi untuk membantunya keluar melewati portal, Zoenoel melangkah masuk dan langsung berjalan mendekati Clarine. "Dazt memintaku mengantarmu pulang."

"A-a-ap-a? Dazt?" Clarine terbata, " tetapi Valaria be—"

"Valaria harus menghadiri latihan dengan grup tarinya. Mulai hari ini, dia hanya akan menjemputmu sebelum kelas akademi dan aku yang akan mengantarmu seusai kelas." Zoenoel menjelaskan dengan ekspresi dan nada datar. "Kau mau ikut denganku atau tidak?"

"Er—ya."

Clarine semakin bingung dan salah tingkah. Apalagi saat ia mendapati Zoenoel keluar dari portal bersamanya, tidak seperti Dazt yang akan membiarkan Clarine keluar dari sana sendirian.

Di area parkiran, Zoenoel pun tidak berbelok untuk mengambil kendaraannya. Pemuda itu justru terus berjalan di samping Clarine ke arah gerbang sekolah.

"Kakak pulang jalan kaki? Bukannya rumah kakak jauh dari sini?" Clarine memberanikan diri mengajukan pertanyaan.

"Aku harus melihat bengkel ayah sebelum pulang," jawab Zoenoel datar tanpa melirik Clarine sedikit pun. Pandangan pemuda itu tetap lurus sehingga membuat suasana canggung. "Tempatnya searah dengan rumahmu, jadi Dazt memintaku membarengimu sekalian."

Selama sisa perjalanan ke rumah Clarine, tidak ada percakapan apa pun lagi.

Clarine sibuk dengan pikiranya dan sesekali melirik ke arah pepohonan di sekitar jalan. Aneh, kali ini Clarine tidak merasakan seseorang mengikutinya. Apa karena sang penguntit tak berani mengikutinya saat Clarine tidak sendirian? Atau karena sang penguntit yang sebenarnya sudah berjalan di sampingnya?

Zoenoel tak memedulikan tingkah aneh Clarine, ia berjalan dengan wajah datar dan tatapan masih lurus ke depan.

Suasana bertambah canggung saat tiba di depan rumah Clarine. Clarine memaksakan diri untuk mengucapkan terima kasih dan Zoenoel hanya membalasnya dengan gumaman samar. Tanpa sedikit pun melihat ke arah Clarine, Zoenoel berlalu pergi.

***

"Kalian tidak berbincang selama perjalanan?" Maery berseru tiba-tiba. Hampir seluruh kelas memandangnya, bahkan Bu Lombote terkaget bangun.

"Maaf Bu, kupikir tadi kecoak lewat." Maery beralasan sehingga beberapa siswa menahan tawa termasuk Clarine.

Tak butuh waktu lama, Maery kembali memiringkan badanya ke arah Clarine. Dengan berbisik, ia mengomeli Clarine. "Kau masih mencurigainya?"

"Kurasa begitu."

"Cobalah bicara dengannya."

"Ma—"

"Kalau kau begitu penasaran kenapa dia mengantarmu pulang setelah ia ingin menyerangmu—jika dugaan burukmu tentangnya itu benar—kenapa kau tidak bicara dengannya?"

"Kau mau aku berkata: hai, kenapa kau kemarin ingin membunuhku?"

Maery buru-buru menyumbat mulutnya agar tidak tertawa. "Kalau Zoenoel berani berada di dekatmu setelah tahu kemampuanmu mendeteksi pembuatan segel, kurasa dia tidak berniat untuk menyakitimu."

"Mungkin dia berniat menyelesaikan rencananya yang belum berhasil?" Clarine mengusulkan.

"Rencana apa? Membunuhmu? Yang benar saja. Lagi pula, bukannya Dazt yang meminta Zoenoel mengantarmu. Itu artinya Dazt yakin Zoenoel tidak akan mencelakakan dirimu. Jadi cobalah bicara dengannya saat kalian berduaan."

Clarine mendengus kesal, ia tak tahu bagaimana membantah Maery kali ini.

Namun hari itu pun Clarine dan Zoenoel berjalan dalam diam, begitu juga esoknya dan esoknya lagi. Bukan hanya karena Clarine tak bisa menghilangkan rasa curiganya, sering kali Clarine pulang dengan perasaan kesal sehingga ia sama sekali tidak ingin bicara.

Pelajaran di Akademi Pelatihan Bakat semakin berat dan Clarine semakin tertinggal di kelas Segel. Jangankan Glassina yang hobi mencemoo Clarine setiap hari, sekarang hampir semua siswa sekelasnya memandang Clarine seperti orang idiot. Bahkan Profesor Agristi sudah kesal dengan Clarine.

Pelajaran Ramuan tak usah dipertanyakan. Profesor Anggelita adalah salah satu orang yang senang dengan ketidakberbakatan Clarine. Ia membuat Clarine menjadi sasaran empuk segala macam makian, hinaan, dan tentu saja Clarine menjadi kelinci percobaan tetap di kelas. Sindiran yang paling sering dipakai Profesor Anggelita kepada Clarine adalah 'si tukang pamer' karena Clarine tak kunjung mengikuti ujian kenaikan tingkat padahal ia sudah menguasai ramuan Dasar.

Jadi perjalanan pulang Clarine tidak banyak berubah. Ia hanya akan berjalan dalam suasana canggung ditemani sosok Zoenoel. Hingga suatu kali, Clarine tak bisa membendung rasa penasarannya terhadap pemuda yang terus menjadi teman pulangnya. Hari itu setelah berpura-pura masuk ke rumah, Clarine keluar untuk membuntuti Zoenoel.

Clarine mengikuti Zoenoel hanya beberapa meter di belakangnya, tetapi saat Clarine menyusul Zoenoel yang berbelok di sebuah tikungan, ia kehilangan jejak Zoenoel. Pemuda itu seakan menghilang begitu saja. Sepertinya dia menyadari bahwa Clarine mengikutinya dan menggunakan segel untuk pergi dari situ.

Clarine menceritakan hal itu kepada Maery, dan respons Maery sama seperti sebelumnya, gadis itu malah setengah mati menahan tawa. "Apa yang kauharapkan? Zoenoel bersembunyi di balik pohon dan memergokimu membuntutinya lalu berkata: dor?"

"Tentu tidak, hanya saja kenapa dia menggunakan segel—"

"Apa anehnya jika ia menggunakan segel? Kau ingin ia repot-repot berjalan jauh saat ia bisa memakai segel?"

"Kalau begitu kenapa ia harus mengatarku pulang dengan berjalan kaki?"

"Kau ingin diantar pakai mobil mewah?"

"Maery, maksudku kenapa tidak lewat portal, segel atau sejenisnya."

"Sebenarnya kaubelajar apa saja di akademi? Portal bukan perkara mudah untuk dibuat; butuh biaya yang cukup besar untuk membuat sebuah portal. Lagi pula kaupikir sekolah kita tak punya sistem keamanan? Tak ada portal yang bisa dibuat di sekolah, kecuali seizin dewan sekolah."

"Bukannya Drina membuat portal dari sekolah ke area pekuburan?"

"Dia tidak membuatnya, portal itu sudah ada sejak dulu. Drina hanya membuat sambungannya yaitu portal dari area pekuburan ke kamarnya."

Clarine masih ingin protes, tetapi ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

***

Seharian itu Clarine tidak bertemu dengan Zoenoel. Bahkan setelah menunggu cukup lama di perpustakaan, Zoenoel tidak kunjung muncul. Clarine mulai berpikir bahwa Zoenoel tidak akan mengantarnya pulang lagi karena mengetahui perbuatan Clarine kemarin.

Tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka dan bukan Zoenoel yang berada di baliknya.

"Ayo pulang Honey," ajak Dazt. "Aku akan mengantarmu pulang hari ini."

"Sedang apa kau di sini? Bukannya kau punya sebuah pekerjaan yang sangat penting. Pergilah, dan jangan muncul untuk waktu lama. Dunia ini terasa begitu indah selama kau tidak muncul."

"Lalu siapa yang akan mengantarmu pulang Honey? Zoenoel dan Valaria sudah lama pulang."

Sepertinya dugaan Clarine soal Zoenoel benar, Zoenoel kemungkinan besar tersinggung dengan perbuatan Clarine kemarin. Namun fakta bahwa Dazt yang akan mengantarnya pulang terdengar mencurigakan. Sejak kapan Dazt mau melakukan sesuatu yang tidak mendatangkan keuntungan baginya?

"Apalagi yang kau rencanakan sekarang?" tuntut Clarine.

"Aku membawa berita gembira untukmu. Aku sudah menemukan cara untuk mengasah kemampuanmu merasakan segel."

"Benarkah?" Clarine sama sekali tidak yakin.

"Tentu Honey. Ayo pulang, akan kujelaskan di rumahmu."

Clarine menatap Dazt curiga. "Kenapa tidak di sini saja? Di rumah masih ada Mbok Na."

"Kau mau melatih bakat spesialmu atau tidak?"

"Masalahnya—"

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak membantahku Honey? Atau kau mau aku melaporkanmu ke akademi kalau—"

"Baiklah, ayo pergi." Clarine terpaksa menekan kecurigaannya.

Namun prasangka buruk Clarine semakin parah karena Dazt sama sekali tidak protes saat Clarine menolak diantar dengan motor. Dazt bahkan meninggalkan motor besarnya di lapangan parkir sekolah dan ikut berjalan kaki.

"Mana kucing yang sering mengikutimu Honey?" Dazt balas bertanya saat Clarine menanyakan perihal maksud terselubung pemuda itu hari ini.

Clarine tak menanggapi. Pikirannya sibuk menebak apa yang direncanakan Dazt. Namun pertanyaan Dazt membuat Clarine sadar kalau ia juga tak merasakan sensasi diikuti seperti biasanya.

"Di mana kamarmu?" tanya Dazt begitu ia melangkah memasuki rumah.

"Apa maksudmu?" Clarine berbisik sambil melirik ke arah dapur, tempat suara Mbok Na terdengar sibuk menyiapkan makan malam.

"Aku harus bersembunyi Honey. Apa kau mau Mbok Na mengetahui bahwa nonanya membawa pulang seorang pemuda tampan? Kira-kira apa reaksi orang tuamu—"

"Shh, kausembunyi di kamar tamu saja."

"Kau mau melatih kemampuanmu atau tidak?"

Clarine benar-benar ingin mengerang frustrasi. "Apa sebenarnya yang kaurencanakan?"

"Tenang saja Honey. Apa aku pernah berbohong padamu? Atau kau menyembunyikan sesuatu di sana?"

"Ikut aku," desis Clarine seraya menuntun Dazt ke kamarnya. "Awas saja kalau kau mengerjaiku kali ini, dan ingat jangan kau macam-macam di sana."

Dazt tidak mengatakan apapun dan hanya memasang senyuman.

Setelah Mbok Na pulang, Clarine buru-buru ke kamar dengan niat baik membawa makan malam untuk Dazt, tetapi makanan itu hampir saja jatuh saat ia mendapati salah satu dinding kamarnya kini dipenuhi cipratan cairan-cairan berwarna menjijikan dan lengket.

"Hei apa yang kaulakukan?" Clarine melangkah masuk ke kamarnya dan langsung bergidik ngeri, entah karena melihat perbuatan Dazt terhadap kamarnya atau karena memang tempat itu jadi agak lebih dingin.

"Membuat portal." Dazt menjawab santai.

Clarine baru saja akan mengamuk saat semua noda yang menempel di dinding tiba-tiba memudar dan leyap.

"Selesai," seru Dazt. Ia menggambar segel pembuka portal dan mengaktifkannya. "Ayo Honey. Tidakkah kau penasaran ke mana portal ini berujung?"

Melihat Clarine yang masih membeku di tempatnya, Dazt dengan segera menarik tangan gadis itu.

Portal yang dibuat Dazt membawa mereka pada sebuah ruangan yang dulunya sebuah goa batu, tetapi kini telah dijejalkan sofa panjang, tv dan hal-hal modern lainnya. Ruangan itu pun terlihat menarik dengan lampu-lampu tersembunyi yang memantulkan cahaya keemasan pada permukaan batu.

"Ini di mana?" Clarine akhirnya bisa mengeluarkan suara.

Dazt hanya tersenyum dan memiringkan kepala ke arah sebuah celah besar di dinding yang menampilkan langit hitam berbintang di baliknya. Tepat di depan mulut lobang terdapat balkon yang terbuat dari susunan kayu tak beraturan serta kain berwarna emas yang berkibar tertiup angin.

Mengintip dari celah itu, Clarine mengganga, ia berada di sebuah tebing curam. Dasar jurangnya tak terlihat, tetapi Clarine yakin dirinya berada puluhan meter di atas dasar.

Beberapa meter di bawah, terdapat kayu-kayu yang disusun tak beraturan membentuk trowongan-trowongan. Dengan jalinan rumit, setiap trowongan menghubungkan beberapa celah yang tersebar di permukaan tebing. Trowongan-trowongan itu terlihat indah dengan kain-kain yang melambai dan lampion-lampion, sekaligus terlihat seram dan rapuh di saat bersamaan.

Letak trowongan yang meliuk-liuk tak lazim di dinding jurang membuat Clarine membayangkan seekor ulat hijau besar yang sedang berjalan keluar masuk buah apel. Buru-buru Clarine melangkah mundur, kepalanya terasa pening. "Tempat apa ini?"

"Ini ruangan untuk kita berlatih. Mulai hari ini setiap jam delapan malam aku akan memberikan les privat di sini."

"Les Privat? Kedengarannya mengerikan."

Otak Clarine langsung memikirkan tempat ia berdiri sekarang yang entah berada di mana. Ini artinya dia akan benar-benar berduaan dengan Dazt tanpa seorang pun sejauh berkilo-kilo meter. Bagaimana kalau Dazt melakukan hal yang tak benar?

"Kenapa tidak latihan di rumahku saja?" tanya Clarine.

"Jangan berpikiran macam-macam. Sudah kubilang aku tak selerah dengan gadis sepertimu."

"Tampangmu tak meyakinkan."

"Baiklah." Dazt membawa Clarine kembali ke kamarnya.

Tepat saat Clarine melangkah keluar dari portal, pemuda itu tiba-tiba saja berbalik menghadapnya. "Apa kau yakin kita akan berlatih di sini?" tanya Dazt.

"Tentu saja." Setidaknya di sini ada telepon, pikir Clarine. Ia bisa mengubungi polisi kapan saja. Namun Clarine mulai ragu apakah ia bisa menghubungi seseorang karena sekarang Dazt berada cukup dekat untuk memblokir jalannya.

Dazt mulai memandang Clarine dengan tatapan yang mencurigakan. Clarine pun melangkah mundur. "Apa yang kau lakukan?"

"Kau mau kita latihan di kamarmu? Di ruang sempit di mana ada kasur tebentang? Dan hanya ada kita berdua?"

"Te-tentu saja tidak." Clarine terbata, gugup. "Maksudku kita latihan di bawah, di ruang tamu."

"Baiklah. Terserah apa maumu, tetapi kalau besok Mbok Na bingung dengan ruang tamu yang berantakan jangan salahkan aku."

"Memangnya apa yang ingin kau lakukan?"

"Kita akan membuat segel Honey, bukan main boneka."

Clarine mendengus pasrah. Ia tahu dirinya tidak akan menang kali ini.

Dazt tersenyum. "Ayo kembali ke tempat latihanmu," ujar Dazt sebelum melangkah ke arah portal.

Clarine tidak langsung menyusul. Ia masih terpaku, sibuk menenangkan jantung yang berpacu serta napas yang memburu. Begitu Clarine berjalan melewati portal, Dazt menyambutnya dengan pertanyaan, "Masih berpikiran kotor Honey?"

Clarine tak sanggup membalas, pikirannya masih kacau. Ia bahkan tak sanggup menangkap beberapa buku tebal yang dilemparkan Dazt ke arahnya. Ini semua gara-gara Maery. Kalau saja gadis itu tidak menyebut kemungkinan Dazt memiliki perasaan padanya, Clarine pasti tak akan berpikiran aneh seperti sekarang.

"Rileks Honey, aku tak akan berbuat macam-macam. Buka buku yang bersampul merah, halaman enam. Aku akan membuat segel sesuai urutan, kau hafalkan bentuk segel dan sensasinya. Berhubung kau belum mengerti penjelasan yang memakai Bahasa Daerah Lama di buku itu, aku juga akan menjelaskan kegunaan setiap segel, jadi pasang telingamu baik-baik."

Menghafal garis meliuk-liuk, merasakan sensasi aneh di udara, sambil menyimak penjelasan Dazt secara bersamaan selama dua jam, cukup untuk menguras tenaga Clarine. Saat pelajaran mereka berakhir, Clarine harus menyeret tubuhnya kembali ke kamar dan langsung rubuh di kasur sebelum akhirnya terlelap.

Besok harinya sesuai dugaan Clarine, beban hidupnya terasa lebih berat. Para penggemar Dazt kembali melancarkan aksi mereka dalam mengganggu Clarine. Entah siapa yang melihat Dazt berjalan pulang bersama Clarine dan menyebarkannya, yang jelas Clarine sempat mendengar beberapa siswa menyinggung hal itu.

Untung saja hari ini Dazt telah kembali pada kebiasaan lamanya yaitu meninggalkan Clarine di belakang gudang tua sendirian. Clarine tak berani membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya jika Dazt terus mengumbar kemesraan palsu di depan para pengagumnya.

Dengan latihan semalam dan keisengan penggemar Dazt di sekolah, Clarine merasa begitu lelah saat sampai di rumah. Ia bahkan belum sempat mengganti bajunya dan langsung menghempaskan diri ke tempat tidur.

"WOY."

Sebuah teriakan keras membangunkan Clarine dan ia tak bisa menahan jeritan kaget saat melihat Dazt yang dengan santainya melangkah masuk ke kamar melalui portal.

"Apa yang kau lakukan?" bentak Clarine.

"Harusnya aku yang bertanya padamu. Sudah kubilang, kau ada les privat jam delapan malam. Kenapa kau malah tidur?"

"Bisakah kau sopan sedikit dan masuk lewat pintu?"

"Maaf Honey. Tidak baik tetangga melihat seorang pemuda bertamu malam-malam di rumah seorang gadis yang tinggal sendiri. Apalagi pemuda itu akan datang hampir setiap malam. Namun, kalau kau mau kita disangka berbuat yang macam-macam, dengan senang hati aku akan masuk lewat pintu."

"Tidak, sebaiknya kau lewat portal saja," potong Clarine cepat.

Dazt memasang senyum kemenangan. "Ayo kita mulai pelajarannya."

***

Dazt seperti tidak kenal belas kasihan, setiap hari ia membuat Clarine menjalani latihan yang sangat menguras tenaga hingga larut malam. Akibatnya, Clarine sanggat mengantuk di sekolah. Untung saja ada Maery yang membantu.

Masalahnya, Maery tidak mungkin mengikuti Clarine ke akademi. Alhasil, dalam kelas pelatihan bakat, tak ada siapa pun yang mau mencegah Clarine untuk tertidur. Clarine pun bukan hanya menjadi sasaran empuk untuk sang Profesor Ramuan, tetapi semua Profesor benar-benar kesal dibuatnya. Profesor Agristi bahkan mengancam kalau sekali lagi Clarine tertidur di kelas, sebaiknya Clarine langsung menghadap Kepala Akademi.

Saat hari minggu akhirnya tiba, Clarine berniat memuaskan kantuknya. Namun apa daya, klakson mobil Maery yang sangat membahana membangunkannya pagi-pagi buta.

"Ada apa." Clarine bertanya panik, khawatir ada sesuatu yang terjadi.

"Hai Clarine, ayo kita jalan-jalan sebentar," seru Maery dengan bersemangat.

"Ha?"

"Ayo cepat."

"Ini bahkan belum jam lima pagi."

"Jangan banyak protes. Aku jamin kau akan menyukai ini."

"Maaf Maery, aku benar-benar butuh istirahat."

"Ayolah. Valaria tak bisa karena latihan dengan grup Element-nya, dan sekarang kau juga tak bisa hanya karena mau tidur? Kaukan bisa tidur nanti, lagi pula tak baik kalau tidur seharian, kata—"

"Baiklah, baiklah. Tunggu sebentar." Dengan terpaksa Clarine meraih mantelnya dan menuruti keinginan Maery.

Selama perjalanan, beberapa kali Clarine terantuk karena matanya masih terasa berat, tetapi Maery tak berkomentar apa pun hingga mereka tiba di tujuan.

"Kita sudah sampai." Maery membangunkan Clarine.

"Hmm," gumam Clarine malas sebelum mengedarkan pandangan ke sekeliling. Seketika mata Clarine terbuka. Tak pernah disangkanya Kota Lango memiliki tempat yang memukau.

Keberadaan pohon-pohon besar yang populasinya mengerikan di tempat ini dimanfaatkan dengan sangat baik. Beberapa rumah pohon berbagai ukuran dengan penerangan lampion-lampion kecil terlihat menggantung di dahan-dahan besar pohon yang menurun ke lembah. Clarine sampai menganga memandang tempat itu, bahkan di kota tempat ia dibesarkan tak ada kafe seindah Kafe Gula.

"Bagaimana? Menyesal hari ini kau kuseret dari tempat tidurmu?" tanya Maery.

"Wow. Tempat ini indah."

"Tunggu sampai kau berada di atas." Maery lalu menuntun Clarine menaiki tangga ke salah satu rumah pohon.

Setiap menaiki beberapa anak tangga, mereka akan menemukan tempat-tempat lilin berbentuk rumah mini yang elegan. Akar-akar gantung yang dihias dengan kelopak bunga terlihat di mana-mana. Belum lagi tanaman rambat berbunga merah jambu kecil yang dililitkan pada jembatan-jembatan kayu penghubung. Tempat itu benar-benar memanjakan mata Clarine.

"Lihat ke arah sana." Maery menunjuk ke sebuah gunung tempat matahari perlahan mulai merangkak keluar. Semburat warna jingga, kuning dan merah bercampur di awan. Cahaya matahari merambat di sela-sela pepohonan dan menembus kabut tipis, diiringi kicauan burung yang semakin ramai terdengar.

Clarine menarik nafas panjang. Menyesapi setiap keindahan pagi yang ditawarkan sekelilingnya. Ia benar-benar bersyukur Maery mengajaknya ke sini, Clarine merasa lebih rileks sekarang.

Sayangnya, pemandangan itu tak berlangsung lama. Setelah matahari bergerak lebih tinggi, pemandangan berubah menjadi sedikit menyeramkan. Sepetak lahan tak jauh di lembah tampak berwarna hitam, tanpa satu tumbuhan pun. Area itu terlihat sangat kontras dengan dedaunan hijau di dekatnya.

"Itu Lembah Vampir." Maery memberitahu Clarine di sela-sela kegiatan mengunyah sarapan. "Mayat-mayat yang ditemukan tanpa darah saat kerusuhan belasan tahun lalu di tempat itu, menjadi alasan namanya. Menurut orang-orang, darah para korban tersebut meyerap ke tanah hingga mengubah warna tanah menjadi hitam. Sejak saat itu tidak pernah ada tumbuhan yang yang bisa tumbuh di sana. Tempat itu dikutuk."

Clarine teringat tugas meringkas yang pernah diberikan Profesor Juen tentang peristiwa Lembah Vampir. Setelah melihat lahan hitam di depanya, Clarine jadi membayangkan bagaimana tempat itu enam belas tahun lalu saat peristiwa Lembah Vampir terjadi. Ia bergidik ngeri. Keajaiban bakat yang dimiliki Kaum Berbakat ternyata memiliki sisi negatif yang mengerikan.

Dalam perjalanan pulang, Maery memelankan mobil saat melewati sebuah bengkel dan menyapa seorang pria tua. "Selamat pagi Pak Jef."

"Oh, Selamat pagi Maery." Pria yang disapa Maery balas menyapa dengan ramah. "Darimana kalian pagi-pagi begini? Kebun di samping rumahku sepertinya sudah waktunya untuk panen, mampirlah dan bantu istriku memetik labu."

"Baiklah nanti aku ke sana. Pak Jef, apa Zoenoel ada?"

"Tuan Woranz?" Pria tua itu tiba-tiba tertawa cukup keras hingga menyamarkan suara tersedak Clarine saat mendengar pertanyaan Maery.

Sama sekali tak terpikirkan oleh Clarine kalau sekarang ia berada di depan bengkel keluarga Woranz.

"Maafkan aku. Aku sering lupa kalau kau sudah dewasa sekarang, tetapi sayang sekali kau salah jika mencarinya di tempat ini. Kalau kau ingin bertemu pemuda tampan itu, pergilah ke rumahnya. Selama yang kutahu ia tak pernah ke sini. Hanya saja, kurasa ia memasang mata-mata di sekitar sini. Tuan Woranz bisa tahu setiap orang di tempat ini, seakan dia ada di sini setiap hari, ia bahkan langsung memecat pekerja yang nakal sebelum kami sendiri menyadarinya. Mungkin besok ia akan tahu kalau kau ke sini."

"Oh bukan aku yang mencari Zoenoel, tetapi gadis di sampingku ini. Namanya Clarine, kalau nanti Zoenoel bertanya."

Clarine hanya bisa memandang tak percaya ke arah Maery, lalu memaksakan senyuman ke arah Pak Jef.

"Clarine? Ternyata kau sudah besar sekarang, selamat datang kembali di pulau ini. Bukannya rumahmu tak jauh dari sini?"

"Ya." Clarine menjawab canggung.

"Kalau nanti Tuan Woranz mampir ke sini, akan kuminta beliau singga ke rumahmu." Pak Jef tersenyum ramah, ia tampaknya menanggapi serius ucapan Maery.

"Tidak, tidak usah, terima kasih," tolak Clarine segera. "Kami bisa bertemu di sekolah."

"Baiklah kalau begitu, tetapi kalau nanti ia ke rumahmu, tolong minta dia mampir ke sini." Pak Jef tertawa lagi, kali ini disusul Maery.

"Kalau begitu kami permisi dulu, maaf telah menggangu Pak Jef." Maery pamit.

"Ya, hati-hati di jalan."

Begitu mobil berjalan, Clarine langsung memelototi Maery. "Apa yang kau lakukan?"

"Menolongmu."

"Menolongku? Lebih terlihat kau sedang mencoba membunuhku."

Maery hanya tertawa.

"Astaga Maery. Tidakkah kau berpikir bagaimana jika Zoenoel bertanya kenapa aku mencarinya di bengkel?"

"Apa kau yakin Zoenoel akan menanyakan hal itu padamu?" tanya Maery sambil berusaha menghentikan tawanya. "Kalaupun itu terjadi, kau tinggal katakan hal yang sebenarnya."

"Hal sebenarnya apa yang kau maksudkan?"

"Kalau kau menyukainya. Itu terlihat jelas di wajahmu Clarine, dan sebagai informasi kita sudah sampai di depan rumahmu, bukannya kau ingin tidur?"

Clarine sudah tak merasa mengantuk. Pikirannyasibuk. Sekarang Zoenoel telah terbukti hanya mengarang alasan soal mampir ke bengkel.Sebenarnya apa yang disembunyikan Zoenoel? Teori Maery soal Zoenoel yangmenyukai Clarine jelas tidak masuk hitungan, bagaimana bisa Zoenoel menyukainyajika mereka hampir tak pernah saling bicara? Belum lagi semua keanehan yangditunjukan pemuda itu.

Continue Reading

You'll Also Like

803K 79.6K 29
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
3.4M 276K 63
Lunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingg...
100K 21.9K 46
[Epic Fantasy] Tanah telah rusak beratus-ratus tahun lalu. Manusia telah punah karena terjadinya perang antara umat manusia, makhluk supernatural, ma...
255K 29.2K 92
Namaku Samara Grimonia. Aku pengamat yang sangat baik. Aku lebih menyukai mengamati mereka yang berada di sekitarku daripada berinteraksi dengan oran...