BRAVE

Od candyzzle

2K 139 51

A story between a 'brave' girl and an 'annoying' boy who hate each other. But like everyone says, "hate turns... Viac

Prologue
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7

Chapter 1

355 25 9
Od candyzzle

“Jackie, bangunlah! Kau akan terlambat!” Teriak seseorang dari lantai bawah yang kupastikan itu adalah ibuku.

Aku terbangun dari tidurku dan menatap langit kamarku. Perasaanku tidak karuan saat mengingat bahwa sesuatu yang amat sangat tidak kuinginkan akan segera terjadi. Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah.

“Aku sudah bangun, mom.” Jawabku tidak kalah berteriak.

Segera aku masuk ke dalam kamar mandi yang berada di sebrang kamarku lalu mulai membersihkan diri. Setelah selesai, aku memakai seragam dan menatap diriku di cermin. Betapa buruknya aku memakai seragam dengan kerah kemeja yang masih sangat kaku ini.

“Berhenti bercermin, kau sudah cantik.” Aku menoleh kearah pintu kamarku yang mana ibuku sudah berdiri di abang pintu. “Lekas sarapan dan berangkat, Jaq. Kau tidak mau terlambat datang ke sekolah barumu, bukan?”

Aku tersenyum dan mengangguk, “Aku akan segera kebawah.” sahutku membuat ibuku mengangguk dan meninggalkanku.

Perkenalkan, aku Jacquelyn Heatherton. Aku dan keluargaku baru saja pindah dari Afrika dan ayah juga ibuku sudah memutuskan untuk mulai menyekolahkanku di sekolah formal. Sejak lulus sekolah dasar, aku tidak pernah bersekolah di sekolah formal karena pekerjaan ayah yang sering berpindah kota dan negara sehingga membuat ayah lebih memilih homeschooling untukku.

“Kau sudah siap?” tanya ayahku sambil menyuapkan roti dengan selai kacang kesukaanku juga ayah ke dalam mulutnya.

“Siap tidak siap.” Jawabku lalu menghela nafas.

Ibuku tersenyum, “Kau pasti bisa, Jaq. Aku yakin itu.”

Ayah mulai mengendarai mobilnya menuju sekolah baruku. Oh, aku dan ayah serta ibuku baru saja pindah ke New York 2 minggu yang lalu. Tentu saja ini karena pekerjaan ayahku, padahal aku sudah nyaman tinggal di Afrika karena keindahan alamnya yang begitu luar biasa.

Namun atasan dari ayahku berkata lain, ayah kembali dipindahtugaskan dan kali ini ke New York. Kemungkinan besar ayah tidak akan pindah-pindah lagi, maka dari itu aku mulai disekolahkan di sekolah formal.

Dan itu berita buruk untukku.

“Sampai. Semoga hari pertamamu menyenangkan, Jaq.” Ayah membuyarkan lamunanku.

Aku menatap keluar jendela mobil lalu kembali menatap ayah, “Semoga aku berhasil.” Kataku.

Brooklyn High School. Disinilah aku akan memulai masa remajaku sebagai seorang siswi berseragam. Ugh, aku tidak nyaman memakai seragam ini. Ditambah dengan rok yang membuatku tidak bebas bergerak.

Setelah menghadap kepala sekolah dan mendapatkan kelas baruku, aku masuk dan mencari tempat duduk. Ya Tuhan, semoga orang-orang disini bisa menerimaku dengan baik, hanya itu doaku pagi ini.

 ***

Tidak buruk. Itulah kalimat yang tepat kuucapkan setelah melewati kelas biologi dan sejarah pagi ini. Aku diterima baik oleh para siswa juga siswi disini, mereka bahkan sedikit antusias saat aku bercerita bahwa aku sudah 3 kali pindah negara.

“Aku pikir Afrika itu tidak menarik sama sekali.” Ujar Erin,  teman baruku. Bisa kubilang ia teman terdekatku saat ini karena aku dan Erin memiliki jadwal kelas yang hampir sama, kita hanya dipisahkan oleh kelas perancis.

“Afrika itu sangat menarik, kau tahu? Hampir setiap hari aku berada di alam terbuka dan itu sangat menyenangkan.” Jawabku disusul anggukan Erin.

“Alam? Disini mana mungkin ada yang tertarik dengan alam.”

Aku terkekeh mendengar ucapan Erin. Namun senyum merekah dibibirku hilang saat aku menyadari siapa yang baru saja memasuki kantin sekolah pada jam makan siang ini.

“Siapa mereka?” tanyaku pada Erin.

Erin menoleh, “Oops, ada beberapa hal yang perlu kau ketahui disini.” Ucapnya.

“Apa itu?” Aku menaikan satu alisku heran.

“Mereka satu angkatan dengan kita. Yang berambut pirang itu Niall Horan, lalu yang berjalan bersama seorang gadis itu Liam Payne, yang berjalan dibelakangnya itu Louis Tomlinson, nah, kalau yang keriting itu adalah calon pacarku, namanya Harry Styles. Tampan sekali, bukan?” wajah Erin berseri saat memberi tahu padaku soal siswa bernama Harry Styles itu. Ya Tuhan, anak ini.

“Lalu yang berjambul itu?” Tidak menghiraukan ucapan Erin, aku kembali bertanya.

“Kalau yang itu Zayn Malik. Dia itu terkenal paling dingin diantara kumpulan mereka. Kelima pria itu adalah kumpulan yang paling disegani oleh para siswa Brooklyn, Jaq. Berhati-hatilah karena mereka kejam.”

Aku kembali menautkan alisku, “Kejam bagaimana?”

“Kau lihat gadis yang duduk di pojok itu?” Erin menunjuk kearah seorang gadis pirang yang sedang meminum susunya.

Aku mengangguk, “Ya, ada apa?”

“Dulu dia pernah dipermalukan di sekolah ini oleh kumpulan Zayn hanya karena dia tidak mau menuruti perintah Zayn untuk mengambil bola basketnya.”

“Ya Tuhan, hanya karena itu?” Erin mengangguk mendengar pertanyaanku.

“Ya, hanya karena itu. Gadis itu pulang dengan keadaan rok dan kemejanya yang robek dibagian belakang sehingga pakaian dalamnya terlihat sangat jelas. Saat itu Zayn sengaja menaruh lem di bangkunya.” Jelas Erin lagi.

Aku memicingkan mata juga menggidikkan bahu, “Seram sekali mereka. Lalu gadis yang bersama mereka itu siapa?” tanyaku.

“Dia Kate, kekasih Liam. Kalau gadis itu sangat ramah, walau tidak dengan kekasihnya.”

Mulutku berbentuk huruf ‘O’ saat mendengar penjelasan dari Erin. Ternyata keadaan seperti ini ada juga di kehidupan nyata? Kukira hanya ada di film yang pernah kutonton saja.

“Jadi kau jangan macam-macam dengan mereka jika kau mau tenang bersekolah di Brooklyn.” Peringat Erin.

“Kita lihat saja nanti, kukira mereka hanya pria biasa. Untuk apa kita takut dan tunduk pada mereka? Kita bisa melaporkan mereka pada pihak sekolah jika mereka terus seperti itu, bukan?”

Erin memutar matanya, “Kalau hal itu bisa diperbuat, sudah dari dulu mereka dikeluarkan dari Brooklyn, Jaq. Tapi sayangnya mereka adalah anak dari donatur-donatur terbesar di sekolah ini. Termasuk Kate.”

“Jadi mereka bebas melakukan apapun semau mereka, begitu maksudmu?”

Erin mengangguk pasti.

“Ya Tuhan, di abad ini masih saja ada kelompok manusia seperti itu.” kataku menggelengkan kepala.

Bel berbunyi tanda aku dan Erin harus segera masuk ke kelas selanjutnya. Bahasa, itulah kelas dimana aku berada sekarang. Kali ini aku bisa duduk bersama Erin karena di kelas sebelumnya Erin sudah mendapat teman sebangku yang membuat aku harus duduk sendirian.

“Hati-hati, di kelas ini kita akan bertemu dengan Liam juga Louis. Jangan remehkan Louis karena dia sangatlah jahil.” Ucap Erin sedikit berbisik.

“Kau sudah berkata seperti itu lima menit yang lalu.” Kataku membuat Erin memutar matanya.

“Aku hanya memperingatimu, jangan sampai di hari pertama kau sekolah disini sudah menjadi korban mereka.”

Ugh, aku benci mendengarnya. Memang separah itukah para pria ini? Jujur saja, aku paling benci orang yang suka mengintimidasi orang lain. Maka dari itu, tidak akan kubiarkan salah satu dari mereka untuk berani sedikit saja menyentuhku.

Setelah seorang guru masuk dan kelas mulai tenang, pelajaranpun dimulai. Keadaan kelas lebih tenang saat seluruh siswa diperintah untuk membaca beberapa halaman buku panduan pelajaran ini.

“Hei, kau murid baru pindahan dari Afrika itu, benar?” Mrs. Wingston yang tidak lain adalah guru yang sedang mengajar dikelasku bertanya.

Aku mengangguk dan tersenyum.

“Gadis Afrika! Kau tidak bersama monyetmu? Oh, maksudku bersama binatang peliharanmu.” Ujar salah satu siswa membuat keadaan kelas menjadi ramai akan gelak tawa.

Aku memicingkan mata untuk melihat siapa yang baru saja meledekku. Sial, benar apa kata Erin. Ternyata seorang yang bernama Louis itu memang jahil dan tentu saja menyebalkan. Dialah orang itu, dialah yang memanggilku ‘gadis Afrika’ dan hei! Apa katanya tadi? Monyetku?

Ugh, rasanya ingin sekali aku berteriak padanya “Mukamu seperti monyet!

“Diam! Louis, berhenti mengganggu temanmu dan kembalilah membaca.” Ucap Mrs. Wingston membuat keadaan kelas kembali tenang.

Aku memutar mataku dan mendapati Erin menatapku dengan tatapan apa-kubilang-Jaq. Aku hanya bisa menghela nafas dan kembali membaca setelah sebelumnya menangkap tatapan yang sulit dimengerti dari seorang pria yang duduk tepat disebelah Louis. Dia Liam Payne.

***

“Bagaimana sekolahmu?” tanya ibuku saat aku menenggak segelas air mineral di dapur.

“Cukup menyenangkan.” Jawabku menaruh gelas di tempat cucian, “Namun ada beberapa siswa yang membuatku sedikit muak.” Lanjutku.

Ibuku menatapku heran, “Siapa mereka? Tapi kau baik-baik saja, bukan?” tanya ibuku sedikit khawatir.

“Aku baik. Jadi di sekolahku ada sekelompok pria menyebalkan yang tingkahnya sudah melebihi dewa! Mereka selalu berlaku seenaknya hanya karena mereka adalah anak dari donatur di sekolah. Ugh, memuakkan sekali.” Jelasku membuat ibu terkekeh.

“Ya sudah, selama mereka tidak mengganggumu, kau juga tidak usah memperdulikan mereka. Anggap saja mereka tidak ada.” Nasihat ibuku.

Aku mengangguk dan tersenyum, “Oke, mom. Aku ke kamar dulu, ingin ganti baju. Seragam ini membuatku tidak nyaman, sungguh.” Kataku disusul anggukan ibuku.

Aku melempar tasku asal ke atas tempat tidurku sebelum aku mendengar ponselku berbunyi tanda pesan masuk.

Erin Kendrick

Hey gadis afrika! Bagaimana jika besok kita berangkat sekolah bersama? Aku akan menjemputmu ;)

Aku terkekeh membaca pesan dari Erin. Kupikir ia bisa menjadi teman yang baik disini. Akupun membalas pesannya.

Oke, kau masih hafal alamat rumahku, bukan? Jangan sampai kau malah datang kerumah Harry Styles lol.

Erin bercerita padaku bahwa ia amat sangat menyukai Harry sejak awal masuk sekolah, berarti sudah sekitar satu tahun ia menyimpan rapih perasaannya itu. Sebenarnya ia ingin sekali dekat dan mengenal Harry, namun ia takut jika Harry tidak mau dan malah mempermainkannya.

Erin Kendrick

Sial kau, lihat saja jika aku sudah mendapatkan hatinya. Akan kupastikan setiap hari aku akan didampingi oleh Harry kemanapun aku berada *flying*

Aku tertawa membaca pesan balasan dari Erin, kupikir ia harus melakukan perubahan. Maksudku, tidak ada salahnya ia menunjukkan sedikit perasaannya pada Harry, benar?

***

“Kurasa kau sudah gila.” Ujar Erin.

“Gila? Kenapa gila?” aku terheran mendengar ucapannya.

“Mana mungkin aku mencoba mendekati Harry, Jaq! Bagaimana bisa!” katanya kemudian.

Oh, aku baru saja memberi tahu saran yang kemarin tiba-tiba muncul diotakku. Ya, apalagi kalau bukan Erin mencoba untuk mendekati Harry. Aku tahu ini sedikit gila, tapi itu tidak ada salahnya, bukan?

“Tentu saja bisa. Asalkan kau sendiri mau berusaha.” Jawabku.

“Yang menjadi pertanyaanku, usaha apa yang harus aku lakukan?” tanya Erin.

Aku hanya tersenyum penuh arti dan mendapat tatapan sinis darinya.

Kami berjalan menyusuri koridor dan menuju loker masing-masing, lokerku dan Erin berada sedikit berjauhan, tepatnya bersebrangan.

“Hei, lihat ke parkiran! Disana ada gajah! Siapa yang membawa gajah ke sekolah?! Oh, tentu saja si gadis Afrika, benar bukan?” gelak tawa mengisi sepanjang koridor. Perbuatan siapa lagi kalau bukan Louis Tomlinson?

Aku memutar mataku dan tersenyum sinis ke arahnya, “Kau pikir lucu?”

Ia menghampiriku dan berkata, “Wow, aku takut dengan senyuman mautmu itu.”

Aku menutup lokerku sedikit kencang hingga menimbulkan suara kemudian meninggalkan Louis yang masih tertawa puas bersama para siswa lainnya.

Stupid.” Aku sedikit menabrak bahu Louis saat melewatinya. Kulihat tatapan tak percaya darinya juga kumpulannya. Ya, Zayn, Liam, Niall, dan Harry juga ada disana dan ikut mentertawaiku. Bodoh, mereka pikir mereka siapa?!

“Hei gadis negara aneh! Bicara apa kau?!” teriak Louis membuat aku kembali memutar badanku.

“Kau tuli?”

Dapat kulihat rahang Louis mengeras tanda menahan amarah. Oh, sialan. Ini pertanda buruk untukku, tapi aku juga tidak mau tinggal diam jika ada seorang yang berkata buruk soal Afrika.

“Kau tahu kau ini siapa?” Louis menghampiriku masih dengan raut wajah yang sama.

“Tentu. Yang tidak tahu siapa aku itu adalah kau! Maka dari itu berhentilah bersikap seolah kau tahu segalanya. Oh, terlebih tentang Afrika yang hampir seluruh makhluk hidup di dunia ini tahu kalau negera itu adalah negara yang indah! Apa kau tidak pernah mempelajari soal itu sebelumnya? Kasihan sekali.” Aku kembali tersenyum sinis membuat suasana koridor siang itu menegang.

Louis tidak berkata apapun, ia hanya diam menahan amarahnya lalu pergi meninggalkanku dengan menabrak bahuku sedikit keras. Keempat pria lain mengikutinya dibelakang. Dasar pengikut!

“Jaq, ini adalah pemakamanmu.” Erin menghampiriku saat suasana mulai tenang. Aku hanya memutar mataku dan berjalan menuju kelas selanjutnya.

Jujur saja, aku tertegun atas ucapan Erin tadi. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.

Aku mulai mengikuti pelajaran perancis siang itu, ini adalah salah satu pelajaran favoritku. Tapi aku tidak menikatinya karena aku berada satu kelas dengan si pembuat onar, Louis Tomlinson. Oh, Harry dan Zayn juga berada di kelas ini.

Awalnya kupikir mereka akan membuat masalah lagi denganku, tapi ternyata tidak. Mereka bersikap biasa bahkan seperti menganggapku tidak ada. Buktinya, tadi aku sempat bertatapan dengan Louis, tapi ia segera memalingkan pandangannya. Oh, betapa pengecutnya si pembuat onar itu.

2 jam berlalu dan guru perancisku menyudahi kelas siang ini saat bel berbunyi waktunya sekolah berakhir. Aku menghela nafasku dalam, akhirnya aku bisa pulang juga. Aku berniat untuk langsung tidur sesampainya dirumah, mataku berat sekali.

Aku membuka lokerku dan menemukan kotak kecil berwarna merah muda dengan lambang hati diatasnya. Apa ini?

Betapa terkejutnya aku saat menemukan seekor kadal didalam kotak tersebut. Tidak lupa dengan secarik kertas bertuliskan,

Ini akibatnya jika kau berani membuat masalah dengan kami.

Aku menaikan satu alisku, “Hanya seekor kadal? Mereka tidak tahu kalau aku saja bisa menjinakkan seekor buaya buas.” Aku terkekeh pelan dan membawa kotak tadi, kupikir memelihara seekor kadal tidak buruk.

“Jaq!” aku menoleh saat menemukan Erin memanggilku di depan kelasnya.

“Hei.” Sahutku lalu menutup lokerku.

“Ayo pulang.”

Aku mengangguk, “Tapi aku butuh ke toilet sebentar.” Ucapku dan Erin pun mengangguk.

Aku berjalan menuju toilet dan menemukan sekumpulan pria jelek sedang tertawa di depannya.

“Wow, ini dia gadis negara aneh! Hei, bagaimana paketku? Kau tidak mempunyai penyakit jantung, bukan? Oh, tentu saja tidak karena jika iya, mungkin kau sudah dilarikan ke rumah sakit sekarang.” Kata Louis Onar Tomlinson disusul dengan tawanya juga tawa yang lain.

Aku tersenyum menampilkan gigiku, “Syukurlah aku bebas dari penyakit menyeramkan itu dan hei! Terima kasih paketmu, kadal ini akan menjadi teman yang baik untukku.” Ucapku sambil membuka kotak tadi dan mengelus kadal yang adal di dalamnya.

Seketika tawa mereka hilang kemudian saling pandang satu sama lain. Sedangkan Louis kembali memasang raut wajah geram terhadapku.

“Inilah akibatnya jika kau meremehkan seorang gadis yang pernah tinggal di Afrika.” Kataku lagi sambil terkekeh dan masuk ke dalam toilet.

Rasakan itu, Louis Jelek Tomlinson!

.

TO BE CONTINUED.

Hai! Aku kembali dengan cerita baru hehehe suka? Leave vote, lanjut? Leave comment.

Pict of Jacquelyn Jablonski as Jacquelyn Heatherton >>>

THANK YOU <3

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

143K 23.6K 44
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
135K 9K 40
KIM TAEHYUNG narenda, yaitu mafia yg terkenal dengn kekejamannya JEON KOOKIE liviendra, yaitu seorang namja cantik yg ditinggal mati kedua orang tua...
53.2K 7.8K 18
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
374K 31.2K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.