Emerald Eyes 1&2

By amateurflies

1.1M 74.7K 5.3K

Aku sempat merasakan semuanya. Desir perih mencintai seseorang hanya dalam satu waktu. Waktu saat kita dipert... More

Teaser
Trailer 257's
New Trailer
Prolog
1. Perkara nama
2. Terciduk
3. Lawden Hall
4. Gadis tak dikenal
5. Aranasya Lawden
Meet The Characters!
6. Pisau Berdarah
7. Her Emerald Eyes
8. Bangkai Tikus
9. Pengecut!
10. Tidak baik-baik saja
11. Sepotong kalimat yang membahagiakan
12. Aksi Adnan
13. Pertemuan tak disengaja
14. Kecurigaan Madam Loly
15. Tuduhan
16. Perkara penting
Eyes Updates
17. Sadar diri
18. Sebagian yang sempat hilang
19. Tatapanmu
20. Cemas
21. Life saver
22. Pilihan
23. Teori Cinta Yudan
24. Ancaman
25. Reject
26. Sebuah Misi
27. Kalimat yang Tak Terucap
28. Mengungkapkannya
29. Petunjuk Pertama
30. Cowok Tengil
31. Agresif(?)
Survei
32. Penyusup!
33. Salah Sangka
34. Praktikum
35. Kecewa
Series Terbaru (SOON)
Pengumuman
ESTIMASI TERBIT DAN INFO

36. Berhenti Egois!

11.3K 1.3K 61
By amateurflies

Saling menyalahkan gak akan menyelesaikan masalah.

• • •

Jarum jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Namun Adnan masih stand by di kursi meja belajarnya. Bukan, Adnan bukan sedang begadang demi mengerjakan tugas. Mana sudi anak itu merelakan waktu tidurnya untuk belajar atau membaca atau mengisi soal yang menurutnya tidak penting. Adnan memilih duduk di sana karena hanya itu tempat yang pas baginya untuk berpikir. Adnan itu termasuk tipe orang yang tidak akan bisa tidur jika masih ada pikiran yang mendesak di kepalanya. Yang paling mendominasi adalah masalah yang menimpa dirinya dan teman-temannya yang kemungkinan besar akan terancam dikeluarkan dari asrama.

Dia harus sesegera mungkin menangkap pelaku teror itu sebelum Pak Hanung tahu kalau dirinya-lah yang merusak jendela sekaligus mempropokatori teman-temannya untuk menerobos kamar 368. Tapi masalahnya, dia sama sekali belum mendapat gambaran siapa peneror di Lawden Hall. Apalagi, sepertinya pelaku tersebut sudah mengetahui tata letak semua CCTV yang dia dan teman-temannya pasang di beberapa titik penjuru Lawden Hall. Makin sulit saja rasanya untuk menyelesaikan misi ini.

"Lo belum tidur?"

Adnan terlonjak kaget ketika tiba-tiba saja ada bayangan hitam yang berbicara padanya dan langsung duduk di pinggir ranjangnya yang berjarak tidak jauh dari kursi meja belajarnya. Dengan cepat tangannya bergerak mengarahkan lampu belajarnya pada bayangan hitam itu.

"Sialan! Ngagetin gue aja lo," sontak Adnan yang langsung bernapas lega saat tahu kalau ternyata itu adalah Ethan. Adnan menyandarkan punggungnya pada kursi beroda yang ia duduki. "Gak bisa tidur gue."

Tanpa menjelaskan lebih, Ethan sudah mengerti. Dan seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran temannya yang satu itu. Makanya tadi, di saat teman-temannya yang lain sibuk menyalahkan Adnan, cuma Ethan yang tidak melakukan hal serupa. Dia tidak mau menambah beban pikiran Adnan. Meskipun sebenarnya, dengan dia menyalahkan atau tidak menyalahkan Adnan, Adnan tetap memikirkannya juga. Adnan memikirkan nasib semua teman sekamarnya yang mendapat masalah akibat ulahnya.

"Gue bingung, gak tau harus ngelakuin apa, Than," ucap Adnan. "Sejujurnya gue juga sama kayak kalian. Gue juga takut dikeluarin dari asrama ini."

"Kenapa?" tanya Ethan, singkat.

"Gue gak bisa ninggalin Nasya di sini. Apalagi setelah gue tau kalau ternyata papanya cukup sering berbuat kasar ke dia. Gue gak bisa mempercayakan tempat ini jadi tempat yang aman buat dia tinggal kalau gak ada gue." Adnan terdiam beberapa saat. Seketika ingatannya kembali pada waktu-waktu dia mendapati Nasya banyak memar. Pun pada waktu terakhir kali ia melihat ada bekas tamparan di pipi gadis itu. "Bahkan di saat ada gue pun, dia gak benar-benar aman. Karena masih banyak hal yang gak gue tahu tentang dia," sambungnya lagi dengan tatapan yang menerawang jauh. Sampai saat menyadari kalau ucapannya sudah melenceng jauh, Adnan menoleh pada Ethan yang nampak masih menjadi pendengar yang baik. "Maaf, ya, gue jadi cerita gak jelas." Tidak tahu kenapa mulutnya terasa bergerak sendiri untuk mengatakan itu semua, di saat sebenarnya ia tidak ingin mengatakannya pada siapa pun.

"Harusnya lo cerita tentang ini dari awal. Pasti mereka bertiga gak akan sepenuhnya menyalahkan lo," sahut Ethan dengan nada tenang.

"Gue gak masalah, disalahin. Karena semuanya emang salah gue."

"Gue gak akan nyalahin lo. Saling menyalahkan gak akan menyelesaikan masalah."

"Makasih, ya, Than."

Ethan tersenyum. "Santai aja."

"Dari pertama kenal lo emang paling beda dari kita-kita. Gue bersyukur bisa kenal lo."

"Berlebihan lo." Ethan tertawa kecil melihat sikap Adnan yang tidak seperti biasanya. "Oiya, gue mau tanya sesuatu sama lo." Sesaat Ethan kembali mengarahkan pandangannya tepat ke kedua mata Adnan.

Yang tak lama Adnan jawab, "Apa?"

"Waktu di lab, lo kenapa merhatiin Raka sampai segitunya?"

"Di lab?" Adnan mencoba untuk mengembalikan ingatannya saat di lab dua hari lalu. "Oh, itu. Nggak. Waktu itu gue sempet curiga aja kalau Raka pelaku teror di Lawden Hall," katanya setelah berhasil mengingat. Namun tak lama ia meralat lagi. "Tapi, sejak kejadian kemarin, gue gak mau main asal curiga sama orang lagi. Karena bener apa kata lo, takutnya malah masalah kita jadi tambah runyam. Kayak sekarang."

Ethan memberi anggukan setuju. "Yaudah, gue tidur duluan, ya. Besok Freedays, kita pikirin bareng-bareng gimana jalan keluarnya," ucapnya kemudian seraya bangkit dan menepuk salah satu pundak Adnan, sebelum kembali ke ranjangnya.

🍐

Setelah begadang semalaman, Adnan yang masih saja belum bisa tidur sampai pukul sembilan pagi, akhirnya memutuskan untuk keluar kamar. Sekedar berjalan-jalan sekitar asrama. Hitung-hitung menunggu sampai teman-teman sekamarnya bangun. Berlama-lama di dalam sana tanpa adanya lawan bicara seketika membuatnya segala pikiran yang ada di kepalanya mendesak. Selain itu juga membuatnya jadi merindukan kehidupannya yang sebelum tinggal di asrama. Kehidupan yang selalu membuat Adnan bisa mengatasi rasa sepinya.

Bagus saja area Lawden Hall begitu luas. Jadi walau tidak diperbolehkan keluar gerbang asrama yang menjadi 'pembatas kehidupan' mereka, cukup dengan mengelilingi sekitaran empat gedung saja hitungannya sama seperti berkeliling komplek. Adnan berjalan sendirian tanpa arah sembari sedikit meregangkan otot dan persendiannya. Namun tahu-tahu, dari jarak yang begitu jauh dari pijakannya, Adnan melihat Pak Lawden tengah menarik kasar tangan Nasya yang merupakan anak perempuannya sendiri.

Tanpa pikir panjang Adnan langsung mengambil langkah cepat, bergegas sesegera mungkin menghampiri dua orang itu. Langkahnya berubah menjadi setengah berlari ketika ia lihat Nasya seperti marah, tidak ingin menuruti mau Pak Lawden dan memberontak meminta agar Pak Lawden melepas cengkramannya dari tangannya. Namun dari kejauhan Adnan juga melihat Pak Lawden yang keras kepala dan tidak pernah suka bila apa yang menjadi inginnya dibantah, justru malah menguatkan cengkramannya.

"Lepasin, Pa, sakit." Itulah kalimat yang mampu Adnan dengar yang Nasya ucapkan pada Pak Lawden, meski embusan angin di telinganya saat ia berlari cukup menyamarkan suara gadis itu. Adnan juga lihat Nasya mulai menangis. Karena tidak tahan lagi, Adnan kini benar-benar berlari.

"Lepasin!" Adnan memekik kencang jaraknya dengan Nasya dan Pak Lawden sudah hampir dekat. Pekikan itu membuat Pak Lawden dan Nasya spontan menoleh ke arahnya. "Lepasin tangannya!"

Melihat Adnan sudah semakin dekat, Pak Lawden malah langsung menarik anaknya untuk ikut masuk bersamanya ke dalam mobil. Mengerahkan tenaganya untuk memaksa Nasya sampai gadis itu tidak bisa lagi menolak. Sampai Nasya juga tidak sadar kalau dia bahkan baru saja menjatuhkan sesuatu yang penting miliknya. Sehingga ketika Adnan berada di titik tepat di mana Nasya berpijak sebelumnya, mobil Pak Lawden sudah berlalu melewati gerbang, membawa Nasya. Meninggalkan Adnan yang hanya bisa tertegun memerhatikan mobil itu sampai gerbang asrama kembali tertutup, dengan keringat yang masih mengucur membasahi dahinya.

Batin Adnan bertanya-tanya, ke mana Pak Lawden akan membawa Nasya?

🍐

"Lo semua masih nyalahin Adnan gara-gara kejadian nerobos kamar waktu itu?" Ethan bertanya to the point pada Lukas, Yudan, dan Daniel yang tengah bermalas-malasan di ranjang masing-masing.

Satu detik, dua detik, bahkan sampai sekitar satu menit pertanyaan Ethan itu sama sekali tidak mendapat sahutan. Membuat emosi Ethan semakin terpancing karenanya. Terlebih ketika mengingat ucapan Adnan semalam tentang apa yang dirasakan anak itu sebenarnya. Yang mengatakan kalau dia sendiri sejujurnya juga sangat takut dikeluarkan dari asrama. Yang bahkan, Ethan sendiri tidak menduganya kalau laki-laki semacam Adnan memiliki perasaan sedalam itu terhadap seorang perempuan yang merupakan anak pemilik asrama Lawden.

"Lo semua kenapa, sih, malah jadi nyalahin Adnan? Harusnya lo semua inget kalau waktu itu elo-elo sendiri yang mau ikut gue buat nyamperin Adnan pas dia lagi nguntit seseorang? Emangnya pernah, Adnan ada minta bantuan lo pada?" sentak Ethan bertubi-tubi saking kesalnya pada keegoisan ketika teman sekamarnya.

Melihat reaksi mereka yang nampak seakan mengabaikan segala ucapannya, seketika Ethan membuang napasnya kasar. "Kalau mau masalahnya cepet selesai, berhenti bersikap egois!" tandasnya kemudian. Hingga saat ia berbalik ingin keluar kamar, ia mendapati sosok Adnan yang tidak tahu dari kapan sudah berada di dalam, di depan pintu kamar mereka yang tertutup.

Tidak ada satu pun yang menyadari kapan Adnan masuk. Bukan cuma Ethan, pun dengan anak-anak kamar tersebut yang lain. Mereka terlalu fokus pada apa yang Ethan katakan. Sehingga mereka juga sama kagetnya dengan Ethan ketika tahu-tahu saja Adnan berdiri di sana. Bermenit-menit mereka terdiam. Keheningan yang terjadi dengan sendirinya seolah menyelimuti seisi kamar itu. Entah karena tidak ada yang mau mulai bicara duluan. Atau karena tidak ada yang tahu harus bicara apa.

Sampai tiba-tiba Lukas bangkit, melangkah mendekati Adnan. Salah satu tangannya menepuk sebelah bahu Adnan. "I'm so sorry, man."

Tak lama Yudan dan Daniel menyusul melakukan hal yang sama seperti yang Lukas lakukan. Meminta maaf pada Adnan. Ethan benar, mereka memang berlaku egois kemarin. Dan itu sama sekali tidak adil bagi Adnan.

Setelah suasana kembali membaik seperti semula, misi mereka pun masih sama seperti semula. Mencari tahu siapa pelaku peneroran di Lawden Hall selama ini. Karena ketika mereka berhasil menangkap pelakunya, mereka jadi memiliki alasan kenapa sampai nekat menerobos kamar 368. Dan dengan begitu, mereka akan terbebas dari hukuman atau sanksi berupa apapun.

Kini mereka memulai kembali mendiskusikan rencana mereka selanjutnya. Menyusun strategi agar masalah tersebut cepat terselesaikan.

"Sebenernya, gara-gara kejadian kemarin waktu kita praktek bareng kelas sebelas di lab praktikum, gue curiga sama Raka." Kalimat yang Yudan lontarkan saat memulai tiba-tiba saja membuat Ethan dan Adnan langsung bertukar tatap.

===

To be continue...

A/n: kalo rame, bakal next cepet. ya minimal 500 komentar. masih sama kayak sebelumnya. tapi kalo gak rame, aku up sesuka hati aku yaa hehehe😅

Bonus foto Adnan-ku. bagi yg imajinasinya gampang buyar, gak usah diliat fotonya wkwk. ini Adnan versi imajinasiku.

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 207K 56
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
406K 42.7K 47
Rasa sakit menjadi alarm atau penanda bagi kita bahwa tubuh sedang tidak baik-baik saja. Ia memberikan sinyal kepada kita untuk lebih peduli atau mul...
4.7M 249K 56
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
1.6M 77.1K 61
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...