Dunia Diandra

By UgyMukti

352K 13.7K 484

Diandra, atau Andra. Hampir sepanjang hidupnya harus ikhlas menerima sebutan, "Pembunuh," dan anak, "Pembawa... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9 PENYESALAN PAPA
Part 10 PENYESALAN MAMA
Part 11 PENYESALAN DAISY
Part 12 PENYESALAN MAMA 2
Part 13 PENYESALAN PAPA 2
Part 14
Part 15
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22

Part 16

11.8K 613 12
By UgyMukti

Hai, halo... Apa kabar para pembacaku? Bagaimana cerita ini? Tolong dong review-nya, biar aku bisa memperbaiki ceritanya. Hehehe..

Sorry, seminggu ini nggak update, kesibukanku didunia nyata, membuatku susah untuk meluangkan waktu, bolak balik tugas keluar kantor, belum keperluan pribadi yang juga menuntut keluar kota, membuatku sangat susah untuk bisa mengetik lanjutan cerita ini.

Tapi, syukur Alhamdulillah, minggu ini aku ada di tempat, walaupun berusaha loncat dari comfort zone. Doain ya semoga apa yang aku inginkan, doa yang aku panjatkan kepada Sang Maha, Sang Pemilik Semesta Alam, dikabulkan.

Part. ini aku pikir biasa aja, aku bingung menentukan puncak klimaknya. Apa di part yang ini atau di part-part selanjutnya. Tapi apapun itu, jangan lupa tinggalkan jejak vote dan koment ya.. Kiss...

****

Sedangkan Papa,

Hari ini terasa sangat berbeda sekali, semakin siang, perasaannya semakin bergejolak, ada rasa bahagia yang menyeruak batinnya, juga detak jantung yang berlomba lebih cepat dari biasanya. Papa seperti sedang menunggu dengan harap-harap cemas, walaupun Papa tidak tahu apa yang tengah ia tunggu saat ini.

Suara pintu yang dibuka dari luar, tidak membangunkan lamunan Papa.

Matanya awas menatap pergerakan grafik, tapi pikiran Papa sedang tidak berada di tempatnya.

"Maaf Pak, perwakilan dari pihak Java Architect sudah datang," kata sang sekretaris membangunkan Papa dari perhatian Papa terhadap pergerakan saham.

Papa bangun dari kursi kebesarannya, setelah mempersilahkan sekretarisnya kembali ke mejanya untuk makan siang, Papa berjalan dan berdiri didepan seorang perempuan muda, yang sangat cantik. Kerudungnya yang berantakan, dan matanya yang ditutup kacamata, menyamarkan warna matanya, tapi sekilas Papa seolah melihat bayangan seseorang yang hilang dari hidupnya.

Diandra.

Gadis itu posturnya sangat mirip Diandra.

Dan Papa yakin, bila Diandra masih berada bersamanya saat ini. Diandra sudah sebesar ini, dewasa dengan caranya, cantik dengan pesonanya.

Dan mengingat Diandra, membuat Papa merintih sedih, pilu dengan kerinduan yang semakin membesar setiap harinya.

Papa tertegun menatap mata itu. Mata gadis yang berdiri didepannya saat ini berwarna hitam dan tajam, sedangkan Diandra, anak gadis yang ia rindukan memiliki mata persis warna matanya, abu-abu terang. Papa mengeluh dalam hati. Ia berharap gadis inilah anak gadis yang ia cari selama ini.

Karakternya yang tegas membuat Papa berharap gadis inilah Diandranya.

Terjadi keheningan yang lama.

"Selamat siang Mister Sebastian, saya Dee perwakilan dari Java Architect," sapa gadis itu sopan sambil mengulurkan tangannya.

Dan Papa menyambut uluran tangannya dengan hangat, menatap tajam gadis itu yang struktur tulangnya sangat bagus, dan saat kulit mereka bersentuhan, seperti ada aliran listrik yang sampai ke jantung Papa, membuat ia tersentak, tapi enggan melepaskan tautan tangannya yang terasa sangat nyaman, Papa menatap gadis itu lama, dan saat mata Papa bersitatap dengan mata gadis itu, sekilas Papa dapat melihat kerinduan dimata hitam itu, Papa semakin mempertajam penglihatannya, tapi gadis itu berhasil menutup ekspresinya dengan cara tersenyum ramah menatap Papa.

Lama genggaman tangannya belum juga terlepas. Mereka berdua bertahan dalam hipnotis kerinduan.

Wajah gadis itu tampak pucat, dan gemetar ketakutan. "Anda tidak apa-apa?" tanya Papa khawatir sesaat melihat gadis itu yang tampak kepayahan menarik napas berat.

Mencoba tersenyum, walaupun tampak pahit, gadis itu menggelengkan kepalanya, "saya tidak apa-apa Tuan,"

Papa tersenyum, "saya bukan Tuan kamu," kata Papa sambil terkekeh, "panggil saya Bapak, walaupun tampilan saya bule, tapi saya orang Indonesia asli, orang tua saya yang mewariskan wajah bule ini kepada saya, dan anak-anak saya," kata Papa, matanya tampak menerawang, "yang memiliki tampilang bule seperti saya hanya satu, putri kecil saya Andra," lanjut Papa bergumam. Tapi gumaman Papa itu terdengar oleh Diandra, membuat Diandra terpaku.

Mendengar kata Papa, gadis terpaku, tapi saat berikutnya saat Papa berbalik menatap Andra da nada senyum kesakitan di wajah itu, yang Andra lakukan hanya tersenyum sopan, pura-pura tidak mendengar apa yang telah Papa katakana. "Baik Pak." Dan gadis itu menganggukan kepalanya.

Dan setelah Papa mengajaknya duduk disofa yang berada di ruangan itu, dan memulai pembicaraan masalah pekerjaan mereka, tentang gambar yang telah dikirimkan gadis itu yang menurut Papa memiliki kesamaan dengan gambar yang dikirimkan oleh perusahaan saingan, meminta diperbaiki di beberapa bagian dari gambar tersebut, berdiskusi tentang desain, juga material yang nantinya akan mereka pergunakan, dan konsep bangunan yang mencontek gaya clasik kuno, yang bertemakan Nusantara, dengan rumah Joglo khas Jawa untuk di beberapa cottage, dan di cottage yang lainnya ada bangunan khas Bali, dan rumah panggung khas Sunda, dan dibeberapa bagian yang lain menggunakan rumah-rumah khas suku yang ada di Indonesia, yang menggunakan material ramah lingkungan, karena hampir semuanya menggunakan material kayu. Mahal, tapi sangat cocok untuk lingkungan dengan udara dingin seperti di Bandung Utara.

Dan banyak yang mereka bicarakan tentang konsep bangunan, dan merembet ke hal yang lainnya.

Walaupun Papa belum berani menyentuh kehidupan pribadi gadis itu, tapi entah kenapa Papa sangat menyukai berbicara dengan gadis itu, yang tampaknya tidak kehabisan ide untuk berbicara ia mampu memberikan ide-ide segar untuk Papa, baik untuk pembangunan hotel yang akan segera di bangun, maupun konsep bisnis yang lainnya.

Dan pembicaraan mereka berlangsung, sampai waktu makan siang hampir habis. Saat akhirnya gadis itu pamit kembali ke kantornya, Papa melarangnya, dan mengajaknya bergabung makan siang bersama istrinya yang akan segera datang.

Tapi gadis itu menolaknya dengan sopan.

Tapi sebelum Diandra memegang handle pintu, pintu ruangan itu terpentang lebar, dengan bunyi grasak-grusuk heboh, sebelum akhirnya hening.

Mama.

Ya Mama datang ke kantor Papa seperti biasanya untuk menemani Papa makan siang. Hal baik lainnya yang telah dilakukan Mama dan Papa selama sepuluh tahun ini. Yang luput dan tidak pernah diketahui oleh Diandra.

Mama berdiri berhadapan dengan gadis itu yang terpaksa menyingkir dari depan pintu. Mama menatap gadis itu dengan mata membola. Ada riak di bola matanya, sebelum akhirnya, "Diandra.." bisiknya lirih dan penuh haru, airmatanya tidak bisa ia cegah jatuh menyusuri pipinya.

Papa menatap Mama lama, saat Mama memanggil gadis yang telah membuat jantungnya berdebar lebih banyak dari biasanya.

"Diandra? Ini Diandranya Mama?" tanyanya pelan, airmatanya menetes deras di wajah cantiknya, "Ya Tuhan, sayang kamu sudah besar.." jerit Mama dan tidak melanjutkan kalimatnya, karena selanjutnya ia memeluk tubuh langsing didepannya dengan erat.

"Kamu dimana saja sayang? Mama mencarimu selama ini," bisik Mama, sambil berusaha memeluk erat gadis itu yang tampak hampir meneteskan airmatanya, "Mama kangen banget Andra, Mama kangen banget, Andra jangan pernah tinggalkan Mama lagi," isak Mama.

Tapi gadis itu berhasil menghalau pelukan Mama, dengan getar ketakutan diwajah dan tubuhnya yang kembali bergetar, "aku bukan Andra Tante, namaku Dee," katanya.

Tapi Mama menggelengkan kepalanya, dan mempererat pelukannya, "Dee, kamu potong dari nama kamu Diandra, kamu Diandra, Diandranya Mama," jawab Mama sambil erat mendekap tubuh gadis itu yang berusaha melepaskan diri dari pelukan Mama.

"Bukan Tante.."

"Wangi kamu, wajah kamu, mata kamu walau kamu tutup dengan kontak lensa gelap dan kacamata, tapi masih tetap mata Diandranya Mama, gerak tubuh kamu masih tetap gerak tubuh Andranya Mama sayang," potong Mama memotong sangkalan yang akan dilakukan gadis itu.

Mama mengusap wajah gadis itu yang tampak pucat ketakutan, iris matanya melebar.

"BUKAN TANTE," jerit gadis itu, dan berusaha melepaskan pelukan Mama yang membelit tubuh kurusnya itu, tapi pelukan Mama yang begitu erat, yang seolah enggan melepaskan tubuh gadis itu, membuat penolakan gadis itu tampak semakin hebat, karena ia berubah menjadi histeris ketakutan, dan setelah ia berhasil keluar dari belitan pelukan Mama, dan setelah berhasil melepaskan diri, gadis itu berlari keluar dari ruang kerja Papa, dengan tergesa ia menekan tombol lift menuju lantai dasar.

Mama yang menyadari gadis itu pergi dari pelukannya, berteriak histeris kearah Papa, "Papa, minta satpam dibawah untuk mencegah Diandra pergi cepetan!" teriaknya.

Dan seperti robot kehabisan baterai Papa menuju mejanya, meraih telepon dan menghubungi post security, dan jawaban dari post security membuat Papa terhempas lemah, "gadis yang Bapak maksud, baru saja menaiki sebuah taksi dalam keadaan menangis," jawab Pak Ujang yang hari ini sedang bertugas.

Papa meletakan horn telepon di tempatnya, menarik napas berat sebelum berbalik menatap Mama yang tengah menangis di sofa yang tengah ia duduki.

"Andra masih ditahan di bawah kan Pa?" tanyanya sambil mengusap airmata yang mengalir dipipinya.

Papa menggelengkan kepalanya. "Andra sudah pergi menaiki taksi yang kebetulan menurunkan penumpang di lobby Ma.."

Mama kembali menangis, "Ya Tuhan, Andra pergi kemana lagi Pa?" tanya Mama sambil terisak, "kita harus kembali mencari Andra Pa, Mama tidak mau harus menunggu selama sepuluh tahun lagi untuk bertemu dengannya," bisik Mama lirih.

Papa mendekap Mama, "Papa akan menemukannya Ma, kita akan mencari ke tempat ia kerja, dimana ia tinggal saat ini," jawab Papa pasti.

Mama menganggukan kepalanya.

Sambil memeluk Mama. Pikiran Papa melayang kepertemuan tadi dengan gadis itu.

Sungguh yang tadi membuatnya tersengat listrik itu Andra. Diandra anaknya yang hilang.

Andra sudah kembali lagi?

****

Pembicaraan tentang pertemuan tanpa sengaja Mama dan Diandra dibahas sampai ke meja makan di rumah mereka malam harinya. Dan semua menyambut bahagia kabar baik itu, dan berniat membantu Papa untuk sesegera mungkin membawa kembali Diandra ke rumah mereka dan berkumpul dengan keluarganya.

Papa sungguh harus banyak-banyak bersyukur dengan kedatangan Mama siang tadi ke kantornya.

Bila bukan Mama yang memindai dan intuisi Mama yang tidak bekerja maksimal, dan ikatan batin antara Ibu dan anaknya terputus, mungkin Papa tidak akan menyadari bahwa gadis yang berdiri didepannya adalah gadis yang ia rindukan selama ini. Gadis kecilnya. Diandra.

Dan pembicaraan berlanjut dengan pertanyaan, selama Andra melarikan diri, ia tinggal dimana dan dengan siapa? Kenapa ia begitu berhasil menutupi jejaknya selama sepuluh tahun Papa dan Mama mencarinya?

Pertanyaan-pertanyaan yang masih belum ketemu jawabannya.

****

Sedangkan Diandra, setelah pergi meninggalkan kantor megah milik Papa, setelah ia masuk kesebuah taksi yang kebetulan menurunkan penumpangnya di lobby gedung megah itu, langsung menaikinya, dan meminta sopir taksi untuk mengantarkannya ke alamat kostnya, sebuah kost sederhana di jalan Sukajadi.

Sesampainya ia ke kamar kostnya, Andra melepaskan tas yang setia mencangklok di bahunya, dan melemparkannya kesebuah meja yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dan menumpahkan tangisnya setelah ia menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidurnya yang keras.

'Tega, tega, tega...' kenapa Mama bisa langsung mengenali Andra di pertemuan pertama kami tadi? Setelah 10 tahun lebih mereka tidak pernah bertemu muka dengan Andra, apalagi bertegur sapa.

Kenapa Mama baru mau memeluk Andra dan mengatakan rindu kepada Andra setelah sepuluh tahun Andra menghilang?

Apa kerinduan Mama itu bohong?

Kenapa untuk membuat Mama merindukan Andra saja, Mama memerlukan waktu yang sangat lama. Sepuluh tahun? Bukan waktu yang sebentar kan?

Arrrhh... Andra mengerang sedih, ia tidak mau berpikir buruk tentang kejadian yang ia alami hari ini. Lebih baik ia memberi waktu untuk dirinya mencerna apa yang ia alami hari ini. Andra sangat-sangata merasakan kerinduan kepada Mama dan Papanya yang sampai sekarang belum pernah ia rasakan, ia ingin merasakan peluk cium dan perhatian orang tua kepada anaknya.

Tapi, saat ini Andra juga merasakan kerinduan untuk Ayah dan Bundanya, orang yang berjasa dalam hidupnya, yang membantu menghilangkan kenangan buruk masa kecilnya, dan menimbulkan trauma berkepanjangan. Lebih-lebih Andra juga sangat merindukan adik kecilnya yang cerewet Prasa yang ganteng, dan menggemaskan, yang setiap berbicara via telepon atau video call terus menerus menerror Andra, 'kapan pulang Kak, Prasa kangen banget sama Kakak.' Keluhnya selalu membangkitkan tawa sekaligus kerinduan Andra akan keluarga keduanya itu.

Andra menarik napas berat.

Tidak ada pekerjaan yang sedang dikejar target, dan dalam minggu ini saat waktunya bersantai setelah dua bulan kemarin ia di kejar target dalam menyelesaikan pembangunan perumahan mewah di utara kota Bandung.

Mengingat waktu santainya itu, Andra memutuskan supaya ia bisa mengajukan permohonan ijin untuk pulang ke Malang, untuk mengunjungi orang tuanya, mungkin besok hari Kamis, ia bisa mengajukan ijin, dan semoga di harapkan Jum'at ia bisa berangkat menggunakan kereta, dan pulang lagi ke Bandung di hari Senin.

Ya sepertinya itu bukan ide buruk.

****

Serang, 08 Oktober 2018

Continue Reading

You'll Also Like

766K 41K 46
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
2.8K 145 10
cerita ini adalah kumpulan Doujinshi ShinRan yang telah saya terjemahkan. Mohon dicatat bahwa saya bukan pemilik doujinshi ini, melainkan hanya mente...
23.1K 1.6K 72
assalamualaikum di sini menceritakan tentang kejadian pasca perang dunia Shinobi ke 5 di era boruto Uzumaki. di era boruto ini sedang mengalami peran...
221K 10.1K 14
Keluargaku juga pernah bahagia. Sama kaya keluarga kalian.